Stepfather|| END ✔️

By valleythenhisa

76K 2.4K 250

Veen. Menyiksa Clara semata mata hanya untuk membalaskan dendam paman dan keluarganya, atas perbuatan dari ke... More

Read this
• Chapter 1 - Stepfather
• Chapter 2 - Threat Veen
• Chapter 3 - Weeks off
• Chapter 4 - Real of my life
• Chapter 5 - Mansion
• Chapter 6 - New maid
• Chapter 7 - Hurt me
• Chapter 8 - Shut down
• Chapter 9 - His smiled
• Chapter 10 - the under sky
• Chapter 11 - Feeling heart
• Chapter 12 - Hug
• Chapter 13 - Troubled
• Chapter 14 - Lavender
• Chapter 15 - Never Hate
• Chapter 16 - Falling Apart
• Chapter 17 - Your Baby
• Chapter 18 - Marriage
• Chapter 19 - One point view
• Chapter 20 - When does it end
• Chapter 21 - Rose's
• Chapter 22 - Sadness
• Chapter 23 - Crying heart
• Chapter 24 - Almost there
• Chapter 25 - Drunk you
• Chapter 26 - Little girl
• Chapter 27 - Double G
• Chapter 28 - Before you go
• Chapter 29 - New problems
• Chapter 30 - Weird feeling
• Chapter 31 - Danger
• Chapter 32 - Difficulty
• Chapter 33 - Heart Attack
• Chapter 34 - Goodbye
• Chapter 35 - New facts
• Chapter 36 - Rival
• Chapter 37 - Bestfriend
• Chapter 38 - Gean and Clara
• Chapter 39 - Not Friends
• Chapter 40 - Evil Brako
• Chapter 41 - Lost mind
• Chapter 42 - One time chance
• Chapter 43 - Dream and Meet
• Chapter 46 - Im sorry
•• Ending - I love 1000 stars
Bonus chapter 1 : Family's
Last BonChap: Alkasya Mell

• Chapter 45 - Dandelions

1.3K 46 13
By valleythenhisa

HAPPY READING
VOTE














•••

Tepat hari ini, hari dimana semua keinginan Veen akan segera terwujud. Hari dimana semua dendam yang ada pada dirinya akan segera terbalaskan, pria itu dan Brako pasti sudah sangat menunggu lama untuk ini. Harusnya seperti itu, bagi Veen. Tangan kekar dari pria dingin tersebut tengah melihat lekat lekat satu buah pistol digengamannya.

Brako datang menuju ruang tamu dengan tawa yang mengelegar, bahkan tawanya berhasil memenuhi satu ruangan. Brako kembali duduk disamping Veen setelah tadi pria tua itu memerintahkan para bawahannya untuk berjaga disekitar mansion.

Tawanya terhenti sejenak, saat pria itu melihat raut wajah aneh dari Veen. Ia memicingkan alisnya keatas.

"Ada apa Veen?."

Tanya Brako pada sang ponakan, Veen yang mendengar itu reflek memasukan pistol tersebut pada saku belakangnya. Lalu meraih gelas teh dihadapannya.

"Saya hanya tidak sabar untuk ini."

Jawabnya dengan singkat.

"Haha. Baguslah Veen. Aku salah mengartikan ekpresimu tadi. Kalau begitu bersiaplah, sebentar lagi malam akan tiba, kita akan melakukannya dimalam hari."

"Hmm."








"KALIAN SEMUA, JAGA DIRUANGAN TENGAH DAN HALAMAN MANSION."

Teriak Brako memerintah para pengawalnya, hampir sekitar 300 pengawal diturunkan oleh Brako untuk menjaga mansion ini. Belum lagi beberapa cadangan pengawal ia siapkan, Pria tua itu memang seniat itu. Bahkan Veen terkejut dengan banyaknya jumlah pengawal disana, semua ini diluar ekspetasinya.

"Aku akan memanggilmu kembali nanti."

Ucap Brako sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Hmm."

Mata hazel pria itu terus melirik pergerakan dari Brako yang semakin menjauh, dadanya terasa naik turun. Bahkan wajahnya kian memucat. Pria itu berusaha berdiri dari posisi duduknya, lalu berjalan kearah ruang tengah dan halaman mansion."



Suara langkah kaki mengema, memenuhi ruangan dengan kadar pencahayaan minim itu. Dua wanita yang sedang ketakutan tersebut memberontak, berteriak memaki seseorang yang datang menghampiri mereka. Brako datang dengan satu pistol ditangannya, pria itu tertawa remeh pada keduanya.

"Selamat malam."

"LEPASKAN CLARA!!."

Teriak Gema pada sang pelaku.

"Kenapa aku harus melepaskan anakmu Gema?."

Balas Brako dengan nada yang remeh.

"Aku mohon padamu, lepaskan Clara. Kau boleh membunuhku Brako, tapi tolong lepaskan anakku."

"JANGAN DENGARKAN DIA!!."

Saut Clara, gadis itu tidak rela jika ibunya harus berkorban untuknya.

Pandangan pria itu teralihkan pada suara Clara yang mulai serak, rupanya gadis itu terus menangis disepanjang hari.  Kedua matanya yang bengkak itu sebagai bukti, Brako tertawa menghampiri Clara. Tanganya menyentuh pipi mulus dari gadis tersebut, Gema yang melihat tindakan Brako, tak terima.

"JANGAN SENTUH ANAK SAYA BRAKO!!."

Teriak wanita itu dari arah sebrang.

"Andai anakmu menerima tawaranku, aku pasti akan melepaskannya."

Balas Brako dengan wajah remehnya, Gema mengeram kesal pada sosok pria tua tersebut.

"Kau berbuat licik lagi?. Cih."





PLAK





"Apapun itu, aku tidak perduli Gema. Kau dan anakmu akan segera mati malam ini."

"Kau gila. Kau kejam!!."

"Haha, silakan sepuasanya kau memaki saya Gema. Karena besok kau tidak akan bisa memaki saya lagi, malam ini aku dan Veen akan membunuh kalian. Veen akan membunuh Clara dan anaknya DIHADAPANMU WANITA JALANG."

Tekan pria itu dihadapan Gema.

Gema berteriak sembaring menangis, dirinya frustasi mendengar ucapan Brako secara terus menerus. Clara pun sama gadis itu menangis dalam diam melihat sang ibu tertekan, Clara masih terus berdoa agar keajaiban datang pada dirinya dan sang ibu. Gadis manis itu melihat lekat lekat perutnya yang sudah memasuki usia 8 bulan, bayinya sudah bernyawa bahkan ia bisa mendengar juga. Sejak kemarin tendangan dari sang anak dirasakan olehnya, puncaknya saat Veen datang. Janinnya merasakan akan kehadiran sang ayah, Clara tau itu. Ia tau bahwa anaknya sangat merindukan suara ayahnya.

Penderitaan Gema dan Veen membuatnya terus menangis tanpa bisa melakukan apa apa, Clara memejamkan matanya. Ia berharap pada Veen, ia berharap Veen memikirkan kembali semuanya.
Jika tidak, ia dan anaknya tidak akan pernah bisa melihat Veen lagi keesokan harinya. Hal itu yang membuat Clara takut, hal yang selalu dalam pikirannya.

Gadis itu membuka mata, tepat dihadapannya Brako tersenyum remeh.

"Ada apa gadis manis?. Apa anakmu siap untuk menemui ajal nya juga?."

Gadis dengan rambut panjangnya itu terdiam, ia hanya memandang Brako dengan air mata yang masih bergenang.

"Jangan berharap pada Veen, dia tidak mungkin berubah pikiran secepat itu."

"Tolong...tolong lepaskan ibu saya."

Lirih Clara, suaranya sedikit tertekan.

"Hmm?. Kami akan membunuhmu lebih dulu, biarkan Gema melihat semua penderitaan saya saat anak saya dibunuh olehnya juga."

Balas Brako santai, bibir Clara kini terlihat sedikit bergetar.

"BRAKO. MENJAUH DARI CLARA!!."

Teriak Gema.

"Kalau begitu kita mulai sekarang?. Sebentar ya, aku akan memanggilkan Veen dulu haha."

Tawa Brako dengan mengema, pria itu keluar dengan bersenandung ria.





"BRAKO"




🥀

"Veen, apa yang kau lakukan?."

Pria itu melihat kearah sumber suara, Brako datang dengan pistol yang sudah siap digengamannya. Veen sedikit tersenyum pada pamannya, lalu ia merongoh pistol yang berada disakunya.

"Hanya mempersiapkan diri."

"Kalau begitu, ayo kita mulai."

"Baiklah."

Keduanya berjalan menuju ruangan belakang, tempat dimana Gema dan Clara disekap. Keduanya berjalan dengan diiringi beberapa pengawal yang jumlahnya cukup banyak. Brako terus saja tersenyum dihadapan Veen, namun semua itu berbanding terbalik dengan sang peran utama.

Sampailah mereka didepan pintu tersebut, Brako kembali membukanya lebar lebar. Pria itu sejajar dengan Veen kini. Sebelum masuk Brako sempat menanyakan sesuatu pada keponakannya itu.

"Apa kau siap membunuh Clara dan anakmu?."

Tanya Brako dengan penuh penekanan, Veen terdiam tak menjawab ucapan pamannya itu. Brako kembali menanyakan hal yang sama.

"Veen...?."

"Saya siap."







"Good job."

Brako mempersilakan keponakannya itu untuk masuk lebih dulu, lalu disusul oleh dirinya. Wajah Veen masih tetap datar tanpa ekspresi, sedangkan Brako kembali menyapa kedua wanita yang sudah kacau dibangku tersebut.

Clara mengejapkan matanya, pandangan gadis itu terfokus pada satu titik. Mata hazel milik Veen yang sedang memperhatikan dirinya, gadis itu mencoba mengalihkan pandangannya. Matanya kini menutup, seakan tak sanggup untuk melihat kembali pria itu.

"Veen, istrimu dan mantan istrimu ada disini. Jadi bagaimana jika kau yang membunuh Gema lebih dulu."

Pria itu menolak.

"Aku akan membunuh gadis itu."

"Baiklah jika itu maumu, kalau begitu tembak gadis itu sekarang!!."





"VEEN, JANGAN BUNUH ANAK SAYA."

Teriak Gema pada Veen, wanita itu terus memohon pada mantan suaminya tersebut.

"VEEN SAYA MOHON"

Teriaknya kembali.




PLAK



"BERISIK."

Pria tua kejam itu membungkam Gema, Brako menampar wajah wanita itu kuat kuat.

Tangan Veen bergetar hebat namun raut wajahnya masih tetap datar tanpa ekspresi, pria itu mulai mengacungkan pistol miliknya tepat dihadapan wajah Clara. Gadis itu menunduk pasrah, wajahnya memejam dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

Gema terus berteriak meminta agar Veen tidak menembak anaknya, wanita itu memberontak kasar. Berteriak dan mencoba melepaskan diri dari tempatnya. Ia bahkan tidak sanggup untuk melihat Clara yang sudah terlihat pasrah tanpa berniat memberontak sama sekali, wanita itu ikut memejamkan matanya. Namun tangan Brako berhasil meraih pipinya, ia memaksa Gema untuk membuka matanya. Bahkan pria tua itu berkali kali menampar wajah wanita tersebut agar ia mau membuka kedua matanya.


"Lakukan Veen!!, beri gadis itu 3 tembakan. SEKARANG!!."





"SAYA MOHON JANGAN TEMBAK ANAK SAYA."




"Lakukan Veen!!."

Tekan Brako lagi.







"VEEN TOLONG CLARA, BAWA PERGI ANAK SAYA DARI SINI."







DOR





















"Akhh. Veen."






DOR





DOR




Suara tembakan dari Veen berhasil dilayangkan, beberapa kali.
















Pada Brako.







Pada pamannya itu, bukan pada Clara ataupun Gema. Ibu dari Clara itu sempat memejam, namun setelah mendengar rintihan dari Brako wanita itu kembali membuka matanya. Dan bertapa terkejutnya saat ia melihat Brako merintih kesakitan memegangi kedua kakinya, Veen berhasil menembak pamannya itu di bagian kakinya sebanyak dua kali.

Sedangkan tembakan yang lain, ia layangkan pada beberapa pengawal disana. Pengawal disana pun tumbang, pria itu berhasil menembaknya dibagian kaki juga.

"SIALAN. KENAPA KAU MENEMBAK KU BODOH?."

Teriak Brako tidak terima, pria tua itu terkejut dengan aksi Veen yang tiba tiba saja beralih padanya.

"Veen."

Clara terkejut, gadis itu akhirnya berani membuka kedua matanya. Clara melihat jelas Brako terluka dan dibagian kakinya banyak mengeluarkan darah yang cukup banyak, pria itu memaki Veen. Sedangkan Veen wajahnya sudah dipenuhi dengan emosi yang menyelimutinya.

Clara melihat itu, gadis itu tampak sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Veen saat ini. Pria itu, atau bahkan suaminya tidak menembaknya?. Clara melihat kearah Veen yang sudah berlari kecil menghampiri Brako, ia meraih kera baju pamannya dan memukulinya berulang kali.



BUG



BUG



BUG


"BAJINGAN, KAU BAJINGAN BRAKO!!."

Teriak Veen dengan penuh emosi.

"Sialan, APA MAKSUDMU BODOH?. KENAPA KAU MENGHAJAR PAMANMU INI?. KAU LUPA AKU YANG MERAWATMU SEJAK KECIL, TIDAK TAU DIUNTUNG."




BUG



"SIALAN. Kau membunuh kedua orang tua saya, bahkan kau memanfaatkan saya?. Siapa yang kau sebut bodoh Brako?."

Jelas Veen pada pria yang sudah tersungkur dilantai itu, Brako tertawa mendengar pengakuan dari ponakannya.

"Cih, hahaha. Kau yang bodoh, karena selalu percaya padaku."






BUG





"Saya akan membawamu ke neraka!!. Kau tidak pantas menjadi paman saya, KAU HARUS MATI SIALAN."







"VEEN, DIBELAKANGMU."

Clara berteriak pada Veen, gadis itu melihat pengawal yang masih berusaha bangun dan memukul pria itu dari arah belakang.






BUG





DOR




"Akh."




BUG




"Kau saja yang mati bagaimana Veen?. Saya sudah tidak perduli sekarang ini padamu. Karena saya juga sudah berhasil mendapatkan semua harta kalian haha."

"Cih, bajingan."






BRAK
















"Veen, maaf kami terlambat."

"Sialan, kalian lama sekali."

Veen berusaha bangun, pria menarik salah satu pakaian pengawal yang sudah tumbang. Lalu mengikatkan pada bagian kakinya untuk menghentikan pendarahannya sementara.

Gean, Griel, Felix, Anne, Arnold, ketua polisi dan beberapa polisi disana datang. Mereka datang di kediaman mansion baru milik Veen. Pria itu, pria itu yang memberitau semuanya. Veen telah berubah pikiran semenjak malam itu, ia menghubungi Gean dan beberapa rekannya disana.

Bahkan hari itu juga Anne dan Felix langsung terbang menuju Spanyol, saat mereka baru saja sampai. Gean dan yang lainya langsung pergi menyusul Veen, beruntungnya pengawal dibagian depan dan ruang utama sudah dikalahkan lebih dulu oleh sang pemilik mansion. Mereka bisa cepat datang membantu sahabatnya itu.

Brako yang melihat itu pun terkejut, pria itu berusaha berdiri kembali dengan menodongkan dua pistol disana. Ketua polisi dan beberapa polisi yang datang sedang mengatasi para pengawal Brako yang menyebar luas disekitar mansion. Sedangkan Anne dan Arnold gadis itu diperintahkan untuk mengambil kembali semua harta yang sudah diklaim oleh Brako. Mereka membagi tugas masih masih dengan cekatan.

"VEEN APA KAU MASIH BISA BERDIRI?."

Teriak Gean pada Veen yang tengah memopang tubuhnya di dinding.

"Hmm."

"Kalau begitu bawa Clara pergi dari mansion ini!!."

Perintah Gean dengan cepat.

"TIDAK, SAYA TIDAK AKAN MENGIJINKAN CLARA BERSAMA PRIA BAJINGAN ITU."

Felix menolaknya, pria itu menolak saran dari Gean.

"Kau tidak melihat kondisi ini Felix?. Dia suaminya dia berhak!!. Percayakan pada Veen, sekarang yang harus kau lakukan adalah melepaskan ikatan dari Gema."

Pandangan Felix teralihkan, ia melihat kaka iparnya itu tengah berusaha memberontak.

"Jangan Mendekat!!. Jika kalian berani mendekat akan ku tembak sekarang juga Gema dihadapan kalian."

Brako menodongkan pistolnya pada wajah Gema, Clara yang melihat itu terkejut. Veen menjalankan tugasnya ia membuka ikatan yang ada pada istrinya, setelah terbuka gadis itu berniat ingin menghampiri ibunya namun Veen mencegahnya lebih dulu. Pria itu memeluk tubuh Clara lebih dulu, agar gadis kecilnya itu tidak menghampiri sang ibu. Gema berteriak kearah Clara dan Veen.

"Veen, bawa Clara pergi sekarang!!."

"TIDAK AKAN SAYA BIARKAN."

Teriak Brako pada semua orang disana.






DUG






"PERGI VEEN, BIAR BRAKO JADI URUSANKU DAN GEAN."

Veen menarik tangan Clara, namun gadis itu tetap dalam posisinya ia bahkan menghempaskan tangan
pria itu dengan cepat. Para pengawal cadangan telah datang Gean dan Felix berusaha memukul mereka satu persatu, sedangkan Griel dan Brako kedua ayah dan anak itu memukul satu sama lain. Felix berlari kearah Gema dan wanita itu berhasil dilepaskan, lalu kembali Felix memukul sebagian pengawal yang terus saja berdatangan.

"Sial, mereka banyak sekali.  GEMA LARI BERSAMA VEEN SEKARANG!!."

Perintah Felix, wanita itu berlari kearah Clara dan Clara disana berteriak memanggil ibunya. Veen juga sepertinya akan sedikit menunggu dua wanita itu.

Brako berhasil menumbangkan Griel dengan menembaknya dibagian kaki, Brako geram, pria itu berlari kearah Gema dan tanga wanita itu berhasil digapai olehnya. Felix berteriak diantara para pengawal, begitupun juga Gean. Griel disana masih berusaha berdiri.

Gema yang sudah kembali tertangkap masih tetap berteriak kearah sang anak.

"CLARA, PERGI BERSAMA VEEN SEKARANG!!."

"IBU. TIDAK!!. VEEN AKU MOHON SELAMATKAN IBUKU."

Clara meraih tangan Veen, ia memohon pada pria itu untuk menyelamatkan ibunya.

"VEEN JANGAN DENGARKAN DIA, PERGI MENJAUH DARI SINI DAN SELAMATKAN ANAK SAYA!!."




"IBU."







DOR




"IBUUUU."






"GEMAA."






"Ayo Clara."

Veen seperti dejavu mengingat adegan tersebut, namun pikiran traumanya itu berhasil dia tepis. Pria itu kini mengendong Clara dengan cepat dari ruangan tersebut, gadis itu terus menangis melihat memanggil nama ibunya sejak tadi. Ia hancur, hatinya sangat hancur saat melihat ibunya tergeletak dilantai dengan luka tembak dikepalanya.

Gema memejamkan matanya, darah yang sangat banyak berhasil menutupi wajahnya. Mayatnya tersenyum kearah Clara. Gadis itu memberontak dalam gendongan Veen. Ia terus saja memukul dada suaminya itu agar menurunkannya, lagi dan lagi Clara masih berusaha memanggil nama ibunya.






"AKHHHH, IBUUUU."






Felix dengan emosinya berlari, kearah kaka iparnya itu, yang sudah tergeletak tak bernyawa disana. Gean masih berusaha memukul pengawal disana juga. Brako tertawa dengan bahagia ia berteriak kearah Felix, pria itu tidak tinggal diam ia memukul Brako tepat diwajahnya. Namun dari arah belakang Geandra berteriak, pengawal itu menyerang Felix habis habisan.

Brako lari dari ruangan itu dan keluar untuk mengejar Clara juga Veen, langkah dari Veen sedikit melambat karena luka di kakinya dan darah yang terus mengalir hebat. Pria itu berusaha menenangkan Clara yang masih menangis memanggil nama ibunya, ia juga sedikit memukul dada Veen kembali.

"Veen, kembalikan aku. Aku ingin bersama ibu."

Lirih Clara dalam dekapan pria itu.










"VEEN."

Melihat pamanya berhasil keluar dan mengikutinya, membuat Griel yang berada dibelakangnya pun mencegah Brako.

"PERGI VEEN, abaikan dia. Jaga Clara!!."

Brako menyodorkan dua pistolnya kearah Veen dan Clara, jarak mereka tidak terlalu jauh. Veen berlari cukup lambat.

"Kalian berdua, MATI!!."






DOR








"GRIEL."

"Gri— Griel?."

Lirih Clara juga Veen.

"Per— pergi dari sini!!. Cepat."

Ucap Griel dngan nada yang lemah.

"Veen, Veen lepaskan aku!!. Aku tidak bisa melihat orang lain menderita karena ku."

"VEEN LEPASKAN AKHHH, akhh."

Pinta Clara kembali.




"Clara."







Griel masih bisa berdiri setelah ia mendapatkan luka didadanya, ia terus menahan sang ayah untuk mengikuti kedua orang itu. Brako memaki sang anak, namun Griel tidak menyerah bahkan kini pria itu berhasil memgambil salah satu pistol yang ada pada tangan Brako.

Keduanya saling menodong satu sama lain, wajah Griel tampak emosi. Begitupun juga Brako.

"Jika Veen tidak bisa membalaskan kematian kedua orang tuanya, biarkan aku yang akan melakukannya."

Ucap Griel dengan tegas.

"SIALAN."




DOR

DOR

DOR






"GRIEL."

Gean keluar dari ruangan itu setelah berhasil menghajar semua pengawal disana, dengan Felix yang mengendong Gema ditangannya. Pria itu berlari kearah Griel yang sudah sekarat dengan Brako.

Pria tua itu rupanya tumbang dengan dua tembakan dikepalanya.

"Ge— Gean, Felix. Uhuk."

Lirih Griel yang masih berusaha berbicara.

"Apa yang kau lakukan bodoh?."

Balas Gean dengan nada cemas, pria itu memopong kepala Griel dipaha nya.

"Sampaikan salamku pada Clara dan Veen, katakan pada pria itu aku berhasil membunuh orang yang telah membuatnya menderita selama ini.

"Griel, apa yang kau lakukan?."

Lirih Gean, pria itu kini tidak bisa menampung air matanya lagi.





"GRIEL BANGUN!!."





Tekanan yang dialami oleh Clara terus mengelonjak naik, penembakan ibunya juga Griel membuatnya tertekan. Kini perutnya merasakan gejolak itu, usia kandungannya baru menginjak 8 bulan. Namun perutnya kini sudah sangat sakit, rasanya seperti ingin melahirkan.

Clara terus merancau dan merintih di gendongan Veen, pria itu masih terus berlari tanpa henti sampai akhirnya ia tersadar dengan rintihan dari gadis itu, air ketubannya pecah. Tentu Veen menjadi semakin panik, pria itu menunjukan ekspresi cemasnya. Ia mencoba menenangkan Clara, pria itu berusaha menjadi tempat sementara bagi keduanya.

Gubuk yang tak jauh dari perkarangan mansionnya terlihat, dengan pintu kayu yang basah itu ia membukanya. Veen masuk dengan tergesa, kebetulan disana ada beberapa kardus kosong di sebagian sisi. Veen meraihnya dan meletakan sebagian untuk alas Clara.

"Akh, perutku. Perutku sakit."

"Tenang Clara."

"Akh. Ini sangat sakit."

Veen menidurkan Clara dengan perlahan, pria itu kebingungan melihat istrinya saat ini yang sudah merintih kesakitan memegangi perutnya sejak tadi. Gadis itu berteriak keras.

"Clara. Apa kau mendengarkanku?."

Gadis itu mengangguk, Veen nekat. Pria itu harus melakukan ini, demi menyelamatkan Clara dan anaknya.

"Jangan mengeluarkan suara sedikitpun, pegang tanganku kuat kuat. Apapun yang kau mau lakukan padaku, lakukan lah. Mengerti?."

Lagi lagi gadis itu menganguk paham, Clara sudah tidak sangup untuk mengeluarkan suaranya sedikitpun. Dengan cepat Veen mengengam tangan gadis itu kuat kuat, pria itu juga memberikan instruksi bagi Clara. Veen membentangkan kedua kaki istrinya tersebut, lalu memerintahkan Clara agar menarik nafasnya kuat kuat.

Tanganya berhasil digengam, Veen mengelus wajah Clara untuk menenangkannya. Sementara gadis itu masih berjuang mati matian untuk melahirkan anaknya dengan selamat, Perjuangan Clara masih terus berlanjut. Bahkan gadis itu terus mendengarkan intruksi dari suaminya, ia mengejan kuat kuat dengan air mata yang terus mengalir.

Begitu juga Veen pria itu ikut merasakan tangisan istrinya tersebut, wajahnya mendekat kepada sang gadis. Ia berbisik disana.

"Kau harus tetap hidup, Clara."








"Aghh."

"Kau pasti bisa."

Sekali tarikan nafas lagi, Clara berhasil melahirkan bayinya. Veen tersenyum lega, begitupun juga Clara. Gadis itu menangis tak berhenti, pengangan pada tangannya Veen kini mulai longar.

Bayi mungil berjenis kelamin laki laki itu menangis, dengan darah disekujur tubuhnya. Bayi mungil yang sama persis ia lihat dimimpi nya malam kemarin, wajahnya juga tampak mirip. Tidak salah lagi, ia benar benar mengetahuinya. Pria kecil itu, bayi digendongannya kini.

Adalah anaknya.

Tangis bayi itu semakin keras, dengan cepat Veen membuka jaket kulitnya lalu menyelimutinya ditubuh anaknya. Veen memberikan bayi mungil itu pada Clara, gadis itu tersenyum bahagia melihat sang anak lahir dengan selamat.

Clara mengelus kening mungil itu, lalu memeluknya perlahan. Veen melihat moment yang sangat indah, ia tidak bisa membayangkan jika tadi ia membunuh Clara. Sudah dipastikan pria itu tidak akan mendapatkan moment indah seperti ini.

Clara lemah, matanya mulai sayu. Begitupun juga bayinya, suara tangisan bayi itu mulai samar. Veen yang cemas pun mencoba membangunkan Clara.

"Clara, Clara."

"Veen."

Sautnya lirih.

"Kau tetap disini, saya akan memberitau mereka untuk membawamu dari tempat ini."

"Apa kau akan kembali lagi?."

"Saya janji. Saya janji . Clara."

Sebelum pergi dari tempat itu Veen sempat mengelus kepala Clara dan anaknya, hal itu membuat Clara tersenyum tipis. Lalu pria itu pergi dengan cepat dari pandangan Clara.

"Terima kasih, Veen."






"Dimana Veen?, Kau bodoh Gean. Kau membiarkan keponakan saya dibawa pria jahat seperti itu?."

Ucap Felix, ia tampak marah terhadap Gean.

"Dia suaminya, dia lebih berhak. Lagi pula kita harus percaya padanya."

Anne menghelang pertengkaran keduanya, Arnold masih sibuk mengurus mayat dari Gema, Brako dan Griel disana. Sedangkan yang lain berhasil memanggil beberapa polisi lagi untuk membawa para pengawal yang sudah tertangkap.

Veen berlari dengan kaki pincangnya, ia berteriak kepada orang disana.

"Veen."

Saut Gean.

"Bawa Clara, dia ada di gubuk sana."



BUG


BUG


BUG


Veen hanya diam saat dipukul oleh Felix, tidak seperti biasanya memang. Veen benar benar menunjukan sisi terlemah nya sekarang ini.

"Kenapa kau meninggalkan keponakan saya?."

"FELIX CUKUP!!."

Gean menarik baju Felix dari belakang dan memukulnya.



BUG



"Kau masih membela pria bajingan ini?."

"Kau diam atau kau yang saya pukul?."

Tekan Gean pada Felix.

"Kau kira saya takut?."

Balas Felix tak mau kalah.

Anne meraih tangan Felix.

"CUKUP!!. DENGAR PENJELASAN VEEN DULU."

Ucap Anne pada keduanya, Felix terdiam dengan Anne yang menahan pria itu.

"Kenapa tubuhmu penuh darah?."

Tanya Gean kembali pada Veen.

"Clara baru saja melahirkan, tolong bawa dia dan anakku sekarang."

"Melahirkan?. Baiklah, ayo kita bawa mereka kerumah sakit sekarang!!."

Mereka disana terkejut, para polisi dan lainya sudah siap pergi dari mansion ini. Mansion milik Veen juga telah diberi garis polisi. Veen dan Anne juga Felix berlari menuju gubuk itu sedangkan Gean pria itu sedang membawa mobilnya.



BRAK



"CLARA BANGUN!!. Hei."

Felix mengoyangkan wajah ponakannya itu, berharap Clara sadar dari tidurnya.




"Clara."

Lirih Veen dengan sendu.








"Ayo bawa mereka masuk cepat!!."

Perintah para polisi didalam mobil itu, Gean membuka pintunya dengan cepat. Veen dan Gean membawa Clara masuk kedalam mobil dibagian tengah, dengan Anne yang berjaga disampingnya.

Felix dan Arnold berada di mobil satunya, dimana mayat Brako Gema dan Griel berada. Para polisi disana tengah menjaga para kawanan pengawal, sedangkan Anne gadis itu tengah memeluk tubuh Clara yang mulai dingin.

Veen duduk didepan bersama Gean yang tengah mengendarai mobilnya, pria itu mengendong anaknya. Veen mendekap tubuh anaknya lekat lekat agar suhu tubuhnya tetap normal. Ia terus membentak Gean karena menjalankan mobil yang lambat.

"Kau bisa mengendarai mobil yang benar kan?."

Ucap Veen dengan sedikit menbentak.

"Sabar Veen. Hujan mulai turun, mobil kita bisa tergelincir."

"BODOH, anakku sudah mulai dingin."

Gean melirik bayi mungil itu, wajahnya tampak sedikit membiru. Dengan cepat pria itu mencoba menaiki kecepatan mobilnya agar cepat sampai dirumah sakit terdekat.

"CEPATLAH !!."

"IYA IYA."








"Sampai terjadi sesuatu pada Clara dan anakku, kau akan kubunuh GEANDRA!!."














TBC

Continue Reading

You'll Also Like

154K 7.1K 34
"He is right. That man is the best for you!" ucap Ethan pada Willia sang mantan kekasih. "Yahh.. Rival memang terbaik darimu" balas Willia dengan nad...
655K 33.2K 46
[WARNING MATURE CONTENT!!!] Tidak cukup satu kata untuk mendeskripsikan seorang Oh sehun, Pria itu memiliki segala nya. Sehun menemukan sebuah hal y...
460K 14.2K 42
Seorang pria arogant, keras kepala selalu mengeluarkan cacian dan makian pada orang yang tak bersalah, semua itu disebabkan oleh luka lama yang sudah...
917K 38.2K 42
⚠️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ [Highest Rank #71 DALAM ROMANCE] "Ya tuhan apakah ini sebuah keajaiban?? Aku bisa menjadi istri dari seorang Nicholas D...