Pengabdi Istri (The Series)

By Indomie2Bungkus

126K 13.2K 3.2K

Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun b... More

1. Tukeran Kado
2. Naren Bulol Era
3. Tidak seindah yang terlihat
4. Aku sakit
5. bapak-bapak galau
6. Mulut lancip
7. Suami Sieun Istri
8. Pengeretan vs Sultan
9. Dia datang
10. Rekonsiliasi
12. Cemburu seorang istri
13. Bertemu Gavin
14. Huru hara ini
15. Danindra to the rescue
16. Ada yang pundung
17. Curhat dong
18. Botram
19. Gengster Squad
20. Drama Puasa
Special Chapter
Special Chapter 2
22. Lepaskan?
23. Galau part kesekian
24. Lebar-an (1)
25. Lebar-an (2)
26. Baby Girl
27. Kenyataan yang sebenarnya
28. Rayuan Maut Danindra
29. Jendra pelindung ayah!
30. Kehebohan Zidan
31. Agustusan Nih
32. Agustusan Nih (2)
33. Buy 1 get 1
34. Skandal Baru
35. The Arsenio's
36. Comeback Aji dan Indra
37. Siapa yang bodoh?
38. Ternyata....
39. Rencana - A
39. Rencana - B
39. Rencana - C
40. After
41. Fakta Baru
Special Chapter (3)
Special Chapter (4)
42. Ayo, cepet bangun ayah!
43. Obrolan tak berfaedah
44. Saat-Saat Menyebalkan
45. Nikmatnya Bergosip
46. Sayang Istri
47. Pengrusuh
49. Fabian vs Narendra
48. Lanjut Nikahan
50. Hilang
51. Katakan Peta
52. Ember Bocor
53. Keciduk
54. Tantrum
55. Ronda Core
56. Nama anak
57. Takdir yang Rumit
58. Keciduk Lagi

11. Bocil Berulah

2.1K 227 64
By Indomie2Bungkus

***

Terus-terusan mengenang mantan adalah cara terbaik menuju rumah sakit jiwa

-selamat pagi!"

***

Tidak pernah terpikirkan oleh Fabian saat ia meninggalkan sang istri dirumah untuk membeli makan siang yang sangat istrinya idam-idam kan sejak kemarin malah berakhir membuatnya panik seperti ini.  Belum ada 10 menit ia keluar dari rumahnya tiba-tiba pria itu di telpon oleh Ravi kalau istrinya mengalami pecah ketuban dan sudah dibawa oleh Zidan dan  Narendra ke rumah sakit.

Fabian yang sangat panik sekaligus bingung harus berbuat apa. Ia hanya bengong di pinggir jalan seperti korban yang terkena hipnotis. Sampai-sampai Ravi yang memang sudah hapal dengan kebiasaan sahabatnya langsung menarik Fabian kedalam mobilnya. Sedangkan Aji yang kebetulan sedang membereskan rumah baru nya setelah menikah nanti pun turut menjemput Fabian yang seperti orang linglung dipinggir jalan karna tubuh nya mendadak lemas tidak karuan. Disatu sisi pria itu khawatir dengan kondisi istrinya yang sebenarnya sudah mengalami kontraksi palsu sejak kemarin pagi.

"Bang mending lo bawa aja sekarang Bang Bian nya dia udah kaya orang bego njir. Ati-ati ya. Biar gue yang bawa motor Bang Bian, nanti gue nyusul sekalian Teh Yasmine, Teh Gia sama Bini lo ke rumah sakit."

Ravi mengangguk pada Aji lalu menarik Fabian yang nampak gemetar. "Ayo Bi. Bini lo pasti butuh lo"

Fabian berusaha menguasai dirinya sendiri. Tapi otaknya blank, karna demi tuhan istrinya masih baik-baik saja saat ia tinggalkan untuk membeli soto bandung permintaan istrinya tadi. "Pi.. buruan pi... Demi Allah gue bingung harus ngapain."

"Sabar, tadi bini lo langsung dibawa sama Naren sama Idan. Jangan khawatir pasti baik-baik aja kok. Lo nya jangan mendadak letoy gini dong ah. Bini lo butuh kekuatan dari suaminya." Ucap Ravi saat mengendarai mobilnya.

Sedangkan disisi lain Zidan harus merelakan kepalanya di jambak habis-habisan oleh Vania. "Adududu... Van gue gatau motif lo ngejambak sama gue emang dendam apa emang sakit karna kontraksi tapi demi ini pala gua udah coklak ini bentar lagi copot. Bisa-bisa gue cosplay jadi Ivanna" ringis Zidan yang mati-matian menahan perih di kulit kepalanya.

Sedangkan Narendra berusaha menyalip mobil-mobil di depan nya. Pria itu menggunakan kemahiran berkendara nya  dengan sepenuh hati lalu sebisa mungkin membawa mobil mereka dengan kecepatan penuh tapi tetap berhati-hati karna membawa ibu yang akan melahirkan

"NAREN CEPETAN INI PALA GUE MAU COPOT!!!" Zidan pun ngegas pada iparnya  itu.

"Sabar anjir! Ini gue juga udah ngebut. Lo sabar napa, anggap aja lo simulasi nemenin Gia lahiran."

Zidan berdecak sambil menahan perih lengan nya yang juga di cakar oleh Vania "mana ada! Anak gue gak akan sebar-bar ini. Secara emak bapaknya pendiem semua. Awwww! Van Demi Allah kenapa lo cakar leher gue juga anjir itu spotnya Gia! Sakittttt"

"Sakit Idan!!! Lo gak tau kan rasanya aduh... sakit..." rintih Vania yang terus menerus menarik rambut Zidan hingga rontok.

Sampai akhirnya Zidan pasrah saat lengan nya penuh dengan cakaran Vania yang duduk berdampingan dengan nya di kursi tengah.

Tidak lama kemudian mobil mereka sampai di UGD rumah sakit. Lalu Narendra memanggil rekan nya yang bertugas di UGD untuk memanggilkan Kakak nya yang kebetulan dokter kandungan untuk menangani Vania selama kehamilan hingga melahirkan.

Narendra kembali ke dalam mobil dengan membawa kursi roda di bantu oleh dua suster yang berjaga. Tapi saat ditengah paniknya keadaan, dua suster yang membantu Vania dan juga Narendra sulit untuk menahan tawa nya tatkala melihat penampilan Zidan yang turun dari mobil sangat tidak karuan. Kaus jadi belel, rambut acak-acakan dan terdapat beberapa baret bekas cakaran kuku Vania yang cukup panjang. "Gak usah ketawain gue!! Beberapa bulan lagi lo bakal kaya gini juga" Sembur Zidan tatkala ia melihat iparnya masih menertawakan. Benar-benar manusia tidak ada akhlak memang manusia bernama Narendra itu, pikirnya.

"Dok, Dokter Vania kita langsung bawa ke ruangan yang udah di reservasi aja kali ya? Oh iya omong-omong Dokter Fabian kemana ya dok?" Tanya salah seorang suster yang mendorong kursi roda Vania yang sebenarnya merasa terpukau saat melihat Narendra tertawa geli yang sangat jarang terlihat. Mengingat image dokter dingin sangat tersemat di dalam diri Narendra di tempat kerjanya.

Narendra pun berdeham dan kembali mengubah ekspresi nya menjadi dingin. "Langsung aja sus. Bentar lagi Dokter Fabian nyusul juga."

"Baik dok" balas Suster itu lagi. Lalu mereka mendorong Vania menuju ruangan yang sudah di reservasi Vania dan Fabian untuk melahirkan. Diikuti juga oleh Narendra dan Zidan di belakangnya.

Saat sampai di depan lift ponsel Narendra pun berbunyi dan ternyata Yasmine yang melakukan panggilan. "Hallo kenapa yang?" Tanya Narendra saat ia mengangkat panggilan istrinya.

"Aa udah sampe rumah sakit? Terus Bang Bian udah sampe belum? Ini aku mau otw kesana, tas besar lahiran juga udah di bagasi  juga jadi ada yang perlu di bawa lagi gak?"

"Kita udah sampe sayang. Tapi Bian masih dijalan kayanya. Kamu kesini gak bawa mobil sendiri kan?" Tanya Narendra lembut dan lagi-lagi menjadi pusat perhatian oleh kedua suster itu. Karna lagi-lagi mereka baru mengetahui ternyata Narendra adalah sosok suami yang lembut pada istrinya.

"Engga Aa, Aji yang bawa kok. Kira-kira ada yang perlu di bawa lagi gak A?"  Narendra tersenyum hanya dengan mendengar suara merdu istrinya disebrang sana.

Lalu mereka berempat menaiki lift khusus pegawai kelantai ruangan rawat Vania. "Baju ganti Bian yang, takutnya dia gak bisa balik lagi ke rumah nya. Oh satu lagi, bilangin ke Gia baju ganti Idan. Kasian baju nya sobek-sobek."  Ucap Narendra saat didalam lift yang mati-matian menahan tawanya, saat Zidan memelototi nya sebal.

"Loh sobek-sobek kenapa? Habis ribut sama orang?"

"Engga sayang, nanti aja kamu liat sendiri. Oh iya anak-anak gimana?" Tanya Narendra lagi di tengah sunyi nya lift berjalan.

"Anak-anak sementara sama Kak Zizi dulu A. Tapi nanti nyusul kalau baby nya udah lahir. Biar mereka gak rewel disana. Yaudah Teh Gia udah siap juga bawa baju ganti abang. Kita berangkat dulu ya Aa."

"Iya, ati-ati ya sayang ku. I love you" ucap Narendra dengan mesra.

"Iya. I love you too Aa" balas Yasmine dengan nada yang sama seperti suaminya.

"Ck! Pamer mesra mulu sih lo!" Dengus Zidan yang tidak tahan ingin julid apalagi melihat wajah dua suster yang nampak sangat kepo kepada iparnya ini.

Narendra yang sedang bermain ponsel pun menoleh pada Zidan sekilas "Lah biarin dong gue kan suami istri sama Yasmine. Halal kok. Malah dapat pahala. Iri bilang aja"

"Tapi--"

"Idan kalau berisik gue jambak pala lo sampe botak!" Rintih Vania disela-sela kontraksinya yang membuat Zidan kembali mingkem.

***

Fabian sampai rumah sakit tidak lama setelah Vania berbaring di hospital bed ruang rawatnya. Lalu Fabian langsung menghampiri sang istri yang masih memegang lengan Zidan untuk pelampiasan saat kontraksi itu muncul lagi.

"Yang!" Panggil Fabian di depan pintu lalu menghampiri istrinya yang nampak lemas.

Vania yang sudah berkeringat pun berusaha tersenyum menatap Fabian di sela-sela kontraksi nya yang kian sering. Fabian mengusap wajah istrinya yang berkeringat basah mengabaikan ekspresi Zidan yang terlihat menyedihkan saat Fabian mendorong Zidan menjauhi istrinya.

Ravi dan Narendra pun tidak bisa untuk tidak tertawa, untuk pertama kalinya dendam mereka pada Zidan yang memang sangat kita ketahui kalau pria bernama Zidan ini selalu bertindak menyebalkan dan sekarang seolah terbayarkan di hari ini oleh tindakan Vania.

"Gak usah ketawain gue!!!" Sembur Zidan saat tak henti-hentinya Narendra dan Ravi berbisik-bisik sambil menertawakan nya.

"Sorry, Dan. Serius deh ini bisa jadi pengalaman lo pas lahiran Gia nanti. Bian juga ngerasa terimakasih banget sama lo nanti" balas Ravi dengan nada yang geli.

Zidan mendengus sebal "Mana ada! Barusan aja gue di dorong sama manusia satu! Jengkel banget gue!"

Lalu pintu terbuka datanglah Isyana bersama dengan dua suster tadi yang membantu Vania sebelumnya. "Loh dek, Yasmine mana?" Tanya Isyana saat melihat adiknya yang nampak cengengesan bersama Ravi.

"Lagi otw Teh." Balas Narendra singkat.

Isyana pun mengangguk dan tidak sengaja melihat Zidan yang nampak berantakan di samping kirinya. "Idan, kamu kenapa? Habis kena angin puting beliung apa gimana?" Tanya Isyana yang geli menatap sahabat adiknya yang mengenaskan.

"Tuh angin puting beliung nya teh. Sedep benerrrrr" cibir Zidan sambil menunjuk pada pasutri menyebalkan yang sedang menunggu detik-detik kelahiran anak mereka.

Seolah paham Isyana pun mengangguk sambil dengan kekehan geli. "Yaudah kalian keluar gih. Kita mau cek pembukaan Vania dulu." Ucap Isyana pada ketiga bapak-bapak yang tidak berkepentingan di ruang rawat Vania untuk keluar.

"Tutup pintu nya ya anak-anak" seru Isyana pada ketiganya saat mereka berjalan keluar ruangan.

"Oke teh" jawab Narendra.

"Eh kenapa kita nunggu diluar gini sih? Di ruangan Vania kan ada kamarnya lain buat nunggu Vania di periksa?" Tanya Zidan yang lagi-lagi masih terlihat kesal.

Ravi tertawa geli "Kenapa? Malu lo diliatin sama orang-orang yang lewat?"

"Ish gak usah banyak tanya kalau ga ngebantu!"

Narendra sebenarnya biasa saja tapi lama-lama jadi tidak tega sendiri melihat iparnya yang nampak mengenaskan. Walaupun awalnya ia menertawakan nya tapi hati nya sedikit tidak tega iparnya menjadi bahan tertawaan orang-orang yang lewat. "Mau kopi gak? Gue beliin"

Zidan menatap Narendra sambil tersenyum "Mau nya  Starbucks sama red velvetnya juga" balas Zidan.

"Iye sebut mau apa?" Narendra memberikan ponsel nya pada Zidan untuk mengetik nya sendiri dan memesan nya pada Aji yang katanya masih di jalan.

"Gue dua ya minuman nya?" Tanya Zidan.

"Bebas" balas Narendra lalu pria itu menatap Ravi "Mau apa pi? Gak ada kopi ya anjrit. Baru sembuh lo"

"Iye buset dah!" Balas Ravi ikut mengetikan pesan.

Saat duduk di depan ruang rawat Vania  ada dua dokter yang melintasi mereka yang ternyata teman akrab mereka juga di rumah sakit ini, ada Yanuar dari bangsal bedah dan Syarif yang masih menempuh pendidikan spesialis. "Wuiidihh lo pada kan libur. Ngapa pada disini?" Tanya Yanuar pada ketiganya.

"Vania mau lahiran. Kebetulan kita nganter kesini." Balas Ravi pada Yanuar.

"Lo kenapa Dan?" Tanya Syarif yang merasa tidak beres dengan kondisi Zidan saat ini.

Zidan hanya mendengus sebal tanpa menjawabnya. "Lagi gak dibisa ditanya dia. Besok lagi aja tanya nya. Tanpa lo tanya juga dia pasti cerita kaya biasanya." Ucap Narendra pada keduanya rekan nya yang nampak kepo. 

Yanuar dan Syarif mengangguk. "Yaudah gue duluan ya? Mau poli soalnya." Pamit Yanuar dan Syarif pada mereka yang nampak buru-buru.

"Yooo." Jawab Narendra pelan.

Lalu keluarlah Isyana dari ruangan Vania yang membuat Narendra dan Ravi menghampiri Isyana di depan pintu. Zidan? Jangan ditanya masih bete dia. "Gimana teh? Udah pembukaan berapa? Tanya Ravi.

Isyana tersenyum. "Udah pembukaan 7. Ternyata udah kontraksi dari kemarin tapi di tahan-tahan sama Vania nya dikiramya kontraksi palsu."

Tidak lama kemudian datanglah Yasmine, Nina dan Gia beserta Aji yang membawa beberapa macam pesanan Narendra tadi.

"Yasmine sayang, apa kabar cantik?" Sapa Isyana sambil memeluk  ipar nya yang selalu terlihat cantik di setiap waktu.

Yasmine pun tersenyum manis "Alhamdulillah teh, teteh juga sehat kan?" Tanya Yasmine balik.

"Alhamdulillah cantik, teteh sehat. Aduh si baby bulan depan kita cek jenis kelamin ya?" Ucap Isyana sambil mengusap perut besar adik iparnya.

Yasmine terkekeh karna merasakan tendangan pelan diperutnya. "Iya udah gak sabar nih..."

Isyana tersenyum hangat lalu menatap Gia dan Nina disamping iparnya berdiri. "Hallo cantik-cantik. Kalian sehat kan?" Sapa Isyana sembari bercipika cipiki dengan Gia dan Karenina bergantian.

"Alhamdulillah teh, baik" balas Gia sambil terkekeh.

Begitu juga dengan Karenina "Iya teh sehat. Teteh juga sehat-sehat terus ya.."

"Iya dong sayang, kapan-kapan kita ngopi bareng ya..." ajak Isyana pada ketiga wanita dihadapan nya yang langsung mengangguk.

"Izin sama suami nya dulu dong teh" cibir Narendra yang jengah dengan teteh nya yang sedari tadi memeluk lengan istrinya. Pria itu kan merindukan istrinya.

Isyana mendengus "Ih posesif banget sih! Santailah dek. Yasmine gak bakal kemana-mana."

"Teh kebangetan banget sih. Adek disini gak disapa sama sekali." Ucap Aji yang sebal pada teteh nya yang tidak mehiraukan kehadiran nya sejak tadi.

Isyana tertawa lalu menepuk-nepuk pipi adiknya dengan gemas. "Udah mau nikah juga masih kaya bocah!"

"Ih si teteh mah malah ngatain"

Narendra ikut mendengus dan mengangguk dengan ucapan adiknya tadi. "Iya tuh, masa ketemu gue yang ditanya Yasmine doang?"

"Ya Allah Yas, suami kamu kaya anak kecil banget sih! Teteh mah liat kamu ada disini berarti kamu sehat. Kan kamu yang bilang, selama Yasmine di samping kamu, kamu baik-baik terus. Ya kan?"

Belum Narendra menjawab  pintu ruang rawat kembali terbuka  "Dok kontraksinya semakin sering apa dokter Vania langsung di bawa ke ruang bersalin aja?" Tanya seorang suster yang selalu stand by di ruang rawat Vania.

Isyana pun mengangguk "Sebentar biar saya cek lagi. Guys teteh pamit kedalam lagi ya"

Setelah Isyana masuk ke dalam ruang rawat Vania, para istri pun menghampiri  suaminya masing-masing.

"Kamu kenapa kaya habis tawuran gini sih ?" Ringis Gia saat menmperhatikan setiap sudut tubuh suaminya. "Kita ganti baju dulu yuk? Lecetnya diobatin dulu" Ajak Gia pada suaminya.

"Bawa ke tempat istirahat kita aja Gi. Biar leluasa" ucap Narendra yang sedang merangkul Yasmine dengan mesra, mumpung ga ada bocil.

Gia pun mengangguk sambil menarik suami nya ke ruangan yang sudah ia hapal letaknya.

***

"Adik bayi na kecil banet sih ayah? Adik di pelut bunda juga sama ya?" Tanya Jendra saat baby nya dibawa keruang rawat Vania.

Narendra mengecup pelipis anaknya "Iya nanti Ajen sayangin adiknya ya?"

Jendra mengangguk sambil kembali memeluk ayahnya posesif. "Kalau adik udah lahil Ajen masih boleh peluk ayah ndak?"

"Harus dong sayang. Ayah kan seneng kalau dipeluk Ajen. Ayah kan sayang Ajen.."

Dengan gemas Jendra mencium pipi ayah nya seperti yang selalu ayahnya lakukan kepada dirinya. "Hiihihi Ajen juga sayang ayah banyak - banyak."

"Yas, itu Naren sama Ajen anteng banget berdua" ucap Gia pada iparnya yang sedang asik mengupas jeruk.

Yasmine terkekeh melihat interaksi suami dan anak nya yang tampak mesra. "udah biasa teh, kalau mereka lagi mesra-mesraan gitu mah aku tuh kaya gak terlihat aja sama mereka."

"Kalau aku punya anak gitu kali ya.." ucap Gia pelan.

"Iya dong teh. Pasti abang sayang banget sama anak kalian nanti. Sama Ajen aja sayang apalagi sama anaknya sendiri." Balas Yasmine sambil tersenyum menenangkan.

"Kira-kira aku bisa hamil lagi gak ya Yas? Aku pengen banget kasih hadiah buat Idan." Tanya Gia yang nampak sekali kegundahan nya.

Yasmine meraih lengan Gia seraya mengusap nya pelan. "Percaya teh, semua akan diberikan sama Allah pada waktu yang tepat. Untuk ucapan mama jangan di dengerin ya. Mama mulutnya suka susah di filter, tapi sebenernya mama sayang sama teteh sama abang. Kalau kata papa omongan mamah anggap aja nyanyian sehari-hari aja."

Gia tersenyum menatap iparnya yang sangat baik hati ini. "Maafin aku Yas, aku belum bisa angkat telpon mama. Aku tau itu gak sopan, tapi aku belum siap."

"Gak papa teh, aku ngerti kok. Yang penting teteh percaya Allah itu sayang sama kita, Allah tau mana yang baik, dan mana yang ga baik buat kita. Aku yakin teteh secepatnya bakal isi juga" ucap Yasmine pelan, diam-diam suaminya juga memperhatikan obrolan istrinya dengan iparnya. Narendra tersenyum bangga dan sangat merasa beruntung diberi kesempatan lagi oleh tuhan untuk bisa kembali bersama dengan kehangatan mereka sebagai suami istri.

Pintu ruang rawat terbuka dan masuklah Ravi dan keluarga kecilnya membawa beberapa box makanan yang di belinya saat perjalanan ke rumah sakit.

"Apa!!! Sini liat adik!" Seru Jendra di gendongan ayahnya.

Merasa terpanggil dengan sang idola nya Rafa yang juga berada di gendongan papa nya langsung mengarahkan tubuh nya sehingga membuat papa nya sedikit terhuyung. "Apa au abang papa" ucap Rafa saat papa nya seperti akan mengomeli nya.

"Vania sama Bian mana, Ren?" Tanya Ravi

"Lagi periksa jaitan tadi sempet pendarahan soalnya"

"Si Bian mewek gak?" Tanya Ravi lagi

Narendra mengangguk antusias "Iya anjir tadi mewek liat bini nya kesakitan. Kemarin juga pas anaknya lahir dia nangis sampe sesenggukkan gitu"

"Waktu bini lo pendarahan juga lo mewek dulu." Balas Ravi yang membuat Narendra mendelik sebal apalagi saat Yasmine menatapnya dengan tatapan menggoda.

"Eh serius?" Tanya Gia pada Ravi yang mendadak jadi manusia ember. Namanya juga member mulut lancip.

Ravi mengangguk "Mana mewek di belakang pintu saking gengsi nya gak mau diliat orang kalau nangis. Apalagi waktu Yasmine nangis karna kesakitan matanya berkaca-kaca terus."

"Terooossss ungkit terooossss gak ada Bian sama Idan gue yang jadi kena sasaran nya." Dengus Narendra. Kedua papa itu juga rupanya tidak sadar kalau lengan Rafa sudah mendekati bayi di box nya dan hampir mengenai pipi si bayi, lalu bocah tiga tahun itu menepuk wajah mungil bayi yang baru lahir kemarin cukup keras sehingga membuat para orangtua terkejut bukan main.

Plak !!!

Satu tepukan selamat datang yang dihadiahi Rafa di pipi bayi merah yang malang itu hingga membuat  si bayi  menangis keras karna terkejut tidur nya diganggu oleh abang nya.

Karenina yang sedang duduk di samping Yasmine langsung bergegas berdiri dan menggendong bayi yang sedang manangis keras di box nya.

Sedangkan Rafa si tersangka hanya menatap nya dengan tanpa berdosa dan malah tertawa geli melihat sobat baru nya itu menangis.

"Rafa kenapa di pukul adiknya nak?" Tanya Ravi pada anaknya yang memasang wajah menggemaskan. Ravi pun tidak kuasa menahan gemas dengan tingkah anaknya dan langsung mengujami nya dengan kecupan di pipi bocah tiga tahun itu.

Sedangkan Jendra yang melihat bayi  menangis hanya terdiam sambil memeluk leher ayahnya. "Ini kenapa anak ayah diem aja?" Tanya Narendra pada anaknya.

Jendra menggeleng lalu menatap Rafa yang sedang terkekeh di ciumi papanya.

"Apa! Ndak boleh pukul-pukul adik ya? Nanti adik nanis lagi. Apa nakal nanti di ambil ikan hiu loh. Hiiiiii selem..." ucap Jendra pada Rafa yang mendadak diam.

Zidan memasuki ruang rawat Vania lalu melihat Karenina dan Yasmine yang tengah berusaha menenangkan bayi yang menangis keras.

"Kenapa nih bayi?" Tanya Zidan sambil menyimpan beberapa minuman dingin di atas meja dekat sofa.

"Di kasih geplakan selamat datang sama anak gue" ringis Ravi sambil memperhatikan anaknya yang terdiam seperti kena mental dengan ucapan Jendra tadi. Bayangan ikan hiu ternyata menghantui bocah cilik itu.

"Gendong coba Dan. Dulu waktu Jendra lahir lo kan langsung bisa gendong." Ucap Ravi pada Zidan yang memperhatikan bayi yang masih menangis.

Zidan menggelengkan kepalanya "Kaga ah si Naren aja atau lo deh Pi"

"Lo gak liat gue sama Naren lagi gendong juga? Lo aja siapa tau mau diem" ucap Ravi lagi yang setengah memaksa Zidan menggendong keponakan baru nya.

"Udah gendong aja bang" Yasmine pun ikut menarik abangnya untuk menggendong keponakan mereka.

Dengan pasrah Zidan menerima tubuh ringkih bayi yang baru lahir itu dengan penuh kelembutan. Sampai sudah menemukan posisi nya yang nyaman baru Zidan menggelengkan kepalanya kepada bayi  yang kini berhasil diam bahkan kembali tertidur dengan tenang. "Bener-bener ini bocah ya! Dari diperut aja doyan banget nyusahin gue, kena bullyan orang tua nya terus lagi, bahkan tinggal brojol nya aja masih aja nyiksa gue! Hadeuhhh tapi ini bayi lucu banget lagi pengen gue kunyah!" Ucap Zidan sambil terkekeh geli.

"Heh bayi ini Papa Idan ya sayang. Nanti kalau udah gede pengen jajan terus papi kamu gak kasih, tenang tinggal cari Ayah Naren atau Papa Ravi ya uang mereka banyak banget. Jangan minta sama Papa Idan, Papa Idan aja masih minta jajan ke Ayah Naren. Oke Cil?" lanjut Zidan sambil berkaca-kaca menatap bayi lucu itu. Zidan pun menoleh ke arah istrinya yang juga matanya berkaca-kaca, lalu kedua nya tersenyum sambil menggumamkan doa dihati mereka supaya mereka berdua segera diberikan momongan ditengah kehangatan rumah tangga mereka.

"Ayah Ajen mau tulun" ucap Jendra menatap ayahnya yang langsung diaamiinkan untuk turun dari gendongan.

Merasa bersalah telah memarahi adiknya Jendra pun merangsek maju kearah Ravi yang masih menggendong Rafa. "Apa, Ajen ndak malah kok. Ajen puna kukis dali bunda. Kita mamam baleng yuk"

Ravi tersenyum menatap anaknya yang sedari tadi diam "Tuh Abang Ajen ajak main. Turun yah?"

Rafa pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya antusias. "Yuk" ucap Rafa pada Jendra saat turun dari gendongan papa nya.

Jendra langsung menggandeng adiknya mendekati bunda nya "Bunda kukis na mana? Ajen mau mamam baleng Apa. Boleh?"

Yasmine tersenyum dan langsung membuka kantung kain yang berisi cookies dan juga brownies buatannya. "Boleh sayang. Nih.. bagi-bagi ya sayang-sayang nya bunda." Ucap Yasmine pada kedua bocah lucu yang berbeda umur itu.

"Halah halah bocah kok lucu banget sih? Kurang satu nih. Gavriel sama Teh Zizi kemana Yas?" Tanya Ravi 

"Lagi ada acara pernikahan temen kerja nya Kak Zizi katanya kak. Sambil mau belanja katanya."

Ravi mengangguk paham. Disatu sisi mereka juga sebenarnya masih kebingungan dimana saat ini Gavin berada. Karna tiba-tiba pria itu menghilang bak ditelan bumi meskipun masih kerap bertanya kabar Gavriel pada Narendra.

***

"Hallo~~" ucap seseorang yang memasuki kamar rawat Vania yang nampak ramai.

Yuna yang sedang mengobrol dengan Tania , dan Fany pun menoleh menatap Fatma yang datang berniat ingin menjenguk cucu dari sahabatnya.

Vania yang tidak tahu itu siapa pun sedikit mengernyitkan dahi nya. Karna memang wanita itu tidak mengenal siapa Fatma. Tapi tak urung Vania tetap tersenyum ramah dari hospital bed nya.

"Ya Allah Fatma! Kemana aja sis?" Tanya Tania dengan heboh saat salah satu sahabatnya datang.

Fatma tersenyum manis. Sebenarnya Fatma saat muda dulu terbilang gadis yang aktif dan ceria. Tapi sejak dinikahi oleh perwira TNI sikap Fatma banyak mengalami perubahan menjadi sosok wanita yang kalem dan anggun. "Biasalah ikut dinas kesana kemari." Lalu mata Fatma menatap Fany yang nampak sumringah  "Eh iya selamat ya sis akhirnya cucu dari Bian lahir juga ya? Penerus keluarga ini mah"

Fany tersenyum sembari mengangguk. "Nih kenalin menantu perempuan ku satu-satunya." Ucap Fany sambil memperkenalkan menantu kesayangan pada Fatma. Karena Fany hanya memiliki anak lelaki satu dan dua lagi nya perempuan. Yang memang di boyong sama suami-suami mereka dinas keluar Negeri.

Vania kembali senyum ramah sambil menyalami Fatma dengan sopan. "Saya Vania tante."

"Ya Allah cantik banget kaya menantu kamu Yun."

Tania pun tersenyum jumawa "Menantunya Yuna kan anak permpuan ku satu-satunya itu" ucap Tania dengan bangga nya.

Ditengah perbincangan para oma datanglah Jendra, Gavriel dan Rafa dengan hebohnya sepulang sekolah. Oh tidak. Maksudnya hanya Jendra yang nampak heboh. "HALLO OMA SAMA ENIN AJEN DAH SAMPE!!" Teriak Jendra didepan pintu ruang rawat Vania. Sedangkan Gavriel dan Rafa nampak kelelahan mengikuti langkah Jendra yang sangat cepat.

"Loh bunda nya mana sayang?" Tanya Yuna pada cucu nya.

"Bunda sama Mama Nina Ajen tinggal hihihi" ucap Jendra sambil menutup pintu ruang rawat.

"Bunda nanti nyari-nyari Ajen loh sayang" kali ini Tania mengusap dahi ketiga bocah itu secara bergantian.

Fatma awal nya tertawa melihat kelucuan mereka tapi berubah menjadi terdiam saat ia melihat salah satu bocah diantara mereka sangat mirip dengan seseorang yang saat ini rajin mengunjungi rumah nya untuk memohon ampunan dirinya dan sang suami.

Sebenarnya Fatma sangat ingin bertanya siapa anak kecil itu pada Yuna atau Tania yang nampak akrab dengan mereka. Tapi tidak jadi saat Yuna mendapatkan kabar kalau cucu nya hilang di rumah sakit dari putra nya di telpon.

"Ajen, Rafa, dan Gavriel udah disini Bang." Ucap Yuna mendengar suara Narendra yang panik saat sang istri memberi kabar kalau anak mereka menghilang di tempatnya bekerja.

"Ya Allah bun.. jantung Naren hampir copot ini. Yasmine dari tadi nangis terus, perutnya sampe keram." Ucap Narendra disebrang sana yang terdengar sedikit lega.

"Yaudah pelan-pelan aja. Bocil-bocil aman semuanya. Bilangin sama Yasmine cucu bunda sehat bahkan sekarang udah lepas baju sambil mainin lego nya dari tas sekolah nya."

"Yaudah bun.. bentar lagi Naren kesana kalau Yasmine udah baikan. Titip bentar ya bun."

Yuna mengangguk meskipun putranya tidak melihat "Iya tenang aja. Yasmine nya biar relaks aja ya bang."

Setelah telpon terputus Yuna menggelengkan kepalanya menatap cucu tengilnya. "Ajen oma boleh tanya gak sayang?"

Jendra menatap oma nya "apa Oma?"

"Ajen bisa kesini sama siapa? Bunda kok ditinggalin dibawah?"

Jendra pun tersenyum "Tadi Ajen tulun dali mobil sama Iel sama Apa. Telus Kita betiga lali-lali di depan pintu nobita eh ketemu sama Om Yayan temen na Ayah, telus Ajen bilang aja. 'Ajen mau ketemu bayi om' eh Ajen dibawa ke pintu nobita eh sampe deh kita! Hebat kan?"

Tania tidak bisa tidak gemas dengan cucu  laki-lakinya yang kelakuan nya persis Zidan kecil. "Ya Allah cucu enin pinter banget sih!"

Jendra mengangguk "Ajen gitu loh"

Yuna pun tersenyum lalu menatap cucunya "Oma mau tanya lagi deh. Waktu turun dari mobil bunda bilang sesuatu gak sama Ajen?"

Jendra mengangguk "Iya oma"

"Bilang apa?"

"Tunggu bunda dulu soalna bunda lagi ambil tas besal."

"Terus Ajen dengerin bunda bilang apa engga?"

Sadar dengan kesalahan nya Jendra mengangguk pelan. "Ndak. Maapin Ajen Oma, Ajen salah"

Yuna tersenyum sambil mengusap pipi gembul Jendra "Gak papa, jangan diulangi lagi ya sayang? Bahaya loh sayang nanti di bawa orang jahat. Lain kali lebih sabar ya ganteng? Nurut sama bunda dan ayah juga" Jendra pun mengangguk pelan dengan bibir yang mengerucut.

Tidak lama datanglah Yasmine yang dirangkul suaminya kelihatannya masih sangat lemas, ada juga Karenina beserta Ravi dan Zidan yang masih mengenakan pakaian dokter mereka yang kebetulan memang jam bekerja mereka bertiga.

Narendra menghela napasnya saat melihat putranya yang sudah ada bibit-bibit bangor sedari dini itu sedang menunduk ketakutan.

Narendra menggendong putranya perlahan "Ajen sayang.."

"HUAAAAA MAAPIN AJEN AYAH!!! AJEN NAKAL HUHUHUHUHU " tangis bocah itu dengan keras. Untung bayi Vania dibawa keruangan bayi jadi tidak terganggu dengan tangisan bocah tengil itu.

Narendra diam mengusap punggung putranya hingga Jendra selesai melampiaskan emosinya. "Ayah gak marah sayang. Lain kali jangan gitu lagi ya sayang? Liat tuh bunda nya Ajen khawatir banget." Tunjuk Narendra pada Yasmine yang saat ini bersandar di sofa dengan Yuna dan Tania mengusap perut besarnya.

"Ajen minta maap ayah."

Narendra menepuk dada putranya perlahan "Iya sayang nya ayah. Ayah maafin. Jangan di ulangi lagi ya?"

Lalu Jendra meminta turun dan menghampiri bunda nya yang tampak lemas. "Bunda maapin Ajen yah? Ajen janji ndak gitu lagi. Ciyus bunda." Ucap Jendra memeluk bundanya dari samping.

Yasmine tersenyum sambil mengecup dahi putra nya berkali-kali "Jangan gitu lagi ya sayang? Ajen tau kan bunda sayang banget sama Ajen? Bunda gak mau Ajen kenapa-kenapa. Apalagi Ajen Ajak Iel sama Rafa. Kasian mama papa nya kalau nyari gimana?"

Jendra mengangguk pelan "Maapin Ajen bunda. Ajen tadi gak sabal mau naik pintu na nobita. Tapi Ajen ndak bakal gitu lagi"

"Iya gak papa sayang." Sekali lagi Yasmine mengecup pelipis putranya.

Zidan terkekeh geli melihat kelakuan keponakan bangornya itu yang masih menangis kembali di gendong ayahnya. Karna seperti dejavu. Ia dulu pernah seperti ini, beda nya yang ia ajak adalah Aji dan Danindra dulu.

***
Syarif

Yanuar

Fany

Fatma

Continue Reading

You'll Also Like

67K 6.4K 32
đ—Ļ𝗘𝗤𝗨𝗘𝗟 𝗔đ—Ļđ—Ļ𝗔𝗟𝗔𝗠𝗨'𝗔𝗟𝗔𝗜𝗞𝗨𝗠 𝗞𝗘𝗞𝗔đ—Ļ𝗜𝗛 𝗜𝗠đ—Ŗ𝗜𝗔𝗡𝗞𝗨 SELESAI [PART MASIH LENGKAP] [đ—Ļđ—Ŋđ—ļđ—ŋđ—ļ𝘁𝘂𝗮𝗹-đ—Ĩđ—ŧđ—ē𝗮đ—ģ𝗰𝗲] 𝗙đ—ŧ𝗹īŋŊ...
11.5K 3.2K 68
Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang...
2.2K 261 8
"ga lagi - lagi gue bikin tweet-an halu gitu." - Kang Sol Short Story of Kang Sol A and Han Joonhwi. Kang Sol yang iseng update tweet halu, malah be...
82.5K 7.9K 24
Selamanya setia ada dalam kamus Seungwan. Namun, apa selamanya setia juga ada dalam kamus Chanyeol? Ketika orang bijak mengatakan kesetiaan laki laki...