After R

By star_sun04

40.7K 2.8K 652

⚠️17+ Sasya, terpaksa menyerahkan masa SMA-nya pada Badboy penguasa sekolah. Berkepribadian pendiam dan pema... More

Prolog
1. Perkara Awal
2. Ikut Campur
3. Mem-Bully
4. Di-Bully
5. Bolos Sekolah
6. Tatapan Jauh
7. Si Ganteng Brengsek
8. Menyerah
9. Perintah Pertama
10. Perintah Kedua
11. Terpaksa
12. Kecupan

13. Menggoda

2.9K 180 61
By star_sun04

Berdebu banget lapak ini wkwk.

Silahkan baca part sebelumnya, karena kita pasti sama. Sama-sama lupa sama alurnya.

Kalo rame lanjut part 14👍

★★★

Kadang, apa yang ditakutkan, realitanya tidak seburuk yang dibayangkan.

Efek dari kekhawatiran membuat tidur Sasya tidak nyenyak semalam. Kepalanya dipenuhi dengan ekspektasi menakutkan perihal pendapat orang-orang yang kini tahu hubungannya dengan Razka. Cowok idaman yang menjadi incaran nyaris semua siswi di sekolahnya.

Sasya membayangkan akan kembali mendapat bully-an. Mendapat perlakuan kasar serta makian seperti pengalaman sebelumnya, dan seperti bayangan dari novel atau drama yang sering di baca dan ditontonnya. Karena merasa, mungkin orang-orang tidak akan terima orang biasa—tidak punya keistimewaan dan kelebihan apa-apa seperti dirinya dipacari Razka.

Tapi realitanya, ternyata sedikit jauh lebih baik. Tidak ada yang berani menganggu nya. Tidak sedikit memang yang menunjukkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan. Tapi mereka hanya sekadar menunjukkan dengan pandangan. Tidak ada yang menyentuhnya atau melemparkan sindiran kasar.

Selebihnya orang-orang tampak senang dan mendukung hubungannya dengan Razka.

Mereka yang tidak menyukai Sasya adalah orang yang belum move on dari percintaan Razka dan Tamara. Masih mengharapkan kisah cinta Razka dan Tamara bersemi kembali.

Sedangkan orang-orang yang senang mendapat kabar status pacaran keduanya adalah barisan orang yang ikut sakit hati saat Tamara memutuskan Razka dengan begitu saja. Yang mereka pikir, penyebabnya karena Tamara selingkuh dengan sahabatnya. Sebab, berkedok sahabatan Tamara selalu menempel mesra pada Kaivan. Dan terbukti, tidak lama kemudian berhembus kabar kalau keduanya pacaran.

“Mau pesan apa?” tanya Shilla.

Ketiga gadis yang ditanya berpikir sebentar.

“Mm ... Bakso enak kali, ya. Tapi mie ayam juga enak,” ucap Natya. “Ya udah, nasi goreng aja deh, gue belum sarapan soalnya.”

“Kebiasaan,” cibir Shilla, yang mendapat respon cengiran tidak berdosa dari Natya.

“Lo mau apa, Ra, Sya?” Shilla mengalihkan pandangannya pada Laura dan Sasya.

“Gue ... mau Sandwich buah aja deh,” sahut Laura.

“Lo, Sya?”

“Samain sama Laura aja.” jawab Sasya.

“Oke.” Shilla mengangguk. “Minumnya samain semua aja, ya?”

Setelah mendapat anggukan persetujuan, Shilla berbalik badan untuk memesan pesanan mereka, tapi mendadak mematung bingung saat beberapa pelayan kantin lebih dulu membawa banyak makanan lengkap dengan minumnya ke atas meja yang ditempati teman-temannya.

“Kita belum pesan, mbak,” ucap Natya. Barangkali pelayan itu salah, terlebih makanan yang dibawa mereka sangat banyak sampai nyaris memenuhi meja.

“Oh, nggak, kok.” salah satu pelayan merespon ucapan Natya dengan ramah. “Mbak Sasya, kan?” sambungnya bertanya sembari tersenyum pada Sasya.

Sasya mengangguk bingung dan ragu. “I-iya.” ucapnya.

Sebelum menjawab kebingungan Sasya, tiga pelayan kantin itu tersenyum lagi. Merasa senang tidak salah orang dan menyelesaikan tugasnya dengan benar.

Sembari menunggu penjelasan, Sasya meraih ponsel di sakunya yang bergetar.

“Kata mas Razka ....”

Makan yang banyak. Abisin kalo bisa semuanya!

Ucap salah satu pelayan berbarengan dengan Sasya yang membaca pesan dari Razka.

“Wah, gila. Mukbang nih kita,” Shilla langsung kembali duduk dengan mata berbinar lapar setelah para pelayan pamit pergi.

Segala makanan tersaji di atas meja. Mulai dari makanan berat sampai beberapa camilan.

Laura dan Natya sama antusiasnya. Sementara Sasya, meski tahu Razka masih dikelasnya tapi kedua matanya tetap celingukan ke segala sudut ruangan. Sasya tetap merasa seperti di pantau.

“Gue mau salad ya, Sya,” ucap Laura. Tapi lebih dulu meraih sosis bakar, mencomot kentang goreng lalu mencicipi seblak yang dikuasai Natya.

Sasya hanya mengangguk tiap kali ketiga temannya meminta izin. Razka terlalu berlebihan. Bukannya tertarik makan banyak, Sasya malah merasa kenyang mendadak.

“Aaa ....” Laura mendekatkan sandwich ke bibir Sasya, yang mau tidak mau membuat Sasya membuka mulut dan mengunyah dengan pelan.

“Makan yang banyak kata cowok lo juga, Sya.”

★★★

Selesai mengisi perut, ke empatnya berjalan santai di koridor untuk kembali ke kelas. Sembari bercengkrama ringan membahas sesuatu yang sedang viral.

“Kak Argya,” bisik Laura tiba-tiba, memberi tahu Sasya yang sedang menyedot susu UHT-nya. Yang sebenarnya, Sasya juga sudah melihatnya.

Karena cowok itu berjalan mendekat dari arah berlawanan.

Dan langkah keempatnya tertunda saat ketua OSIS nya itu menghampiri dan mencegat mereka dengan selembar kertas ditangannya. Berdiri tepat di depan Sasya.

“Kelas Xl IPA 3, kan?” tanya Argya.

Sasya dan ketiga temannya kompak mengangguk.

“Ada tugas dari Bu Dara,” guru Sejarah Indonesia. Argya menyodorkan selembar kertasnya pada Sasya. Yang membuat Sasya menoleh pada Natya alih-alih segera mengambilnya.

Sasya merasa ... aneh saja.

Kenapa harus pada dia? Kenapa tidak pada Natya? Posisi mereka berdua sama-sama berada ditengah. Ini memang sepele, tapi Sasya tidak terbiasa saja. Biasanya seseorang akan lebih berbicara pada Natya dibanding Laura, Shilla apalagi orang pendiam dan tidak menarik seperti Sasya. Karena satu sekolah lebih mengenal Natya, berkat kepintarannya. Si murid beasiswa yang sering mengangkat dan menyumbang piala.

“Oh iya, makasih, kak.” ucap Sasya akhirnya, sembari tersenyum dan mengangguk kecil. Dengan tangan terulur menyentuh ujung kertas tugas Sejarah Indonesia yang disodorkan Argya.

Tatapan Sasya yang semula menatap kertas, beralih mendongak menatap Argya. Karena kakak kelasnya itu tidak melepas kertas yang disodorkan nya, padahal tangan Sasya sudah meraihnya.

Argya dan Sasya sama-sama menyentuh ujung selembar kertas itu dengan berpandangan.

“Siapa nama lo?” tanya Argya. “Barangkali nanti Bu Dara nanya, sama siapa gue ngasih tugasnya.”

“Emm ... Oh, Sasya.” Sasya menyunggingkan senyum kecil lagi, yang terlihat kaku. “Nama aku ... Sasya, kak.” sambungnya canggung.

Dan Argya baru melepas kertas itu.

“Oke.” Argya mengangguk-anggukkan kepala dengan satu tangan menyusul masuk kedalam saku celana. “Kerjakan dan kumpulan ke meja Bu Dara. Beliau ada tugas mendadak, nggak akan masuk kelas katanya.” ucapnya memberi penjelasan.

“Oh, iya,” Sasya mengangguk lagi. “Makasih, kak.”

“Hm.” Argya mengangguk pamit. Namun, sempat tersenyum tipis menatap Sasya sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Sasya menoleh kebelakang, menatap punggung Argya yang menjauh. Dengan menggigit sedotan disudut bibir dan dahi mengernyit. Merasa heran apalagi melihat senyuman Argya yang tersungging barusan.

Kenapa setelah melihatnya kak Argya selalu tersenyum mencurigakan seperti itu? Kakak kelasnya itu seperti tahu apa yang akan terjadi padanya diwaktu selanjutnya.

Cup.

Sentuhan kenyal di pipinya membuat kepala Sasya kembali berputar ke depan. Lalu, reflek mencondongkan kepala dan badan ke belakang. Terkejut melihat wajah Razka yang beberapa senti dari wajahnya.

“Nakal,” gumam Razka. “Lo ngelanggar aturan gue.”

Tunggu!

Kedua mata Sasya membulat sempurna.

Barusan Razka menciumnya? Di depan ... bola mata Sasya bergerak ke kiri-kanan, melirik sekitar.

Sasya menelan ludah susah payah, jantungnya berdebar kencang dan pipinya merona merah.

RAZKA MENCIUMNYA DI DEPAN BANYAK ORANG?

Ditengah koridor yang sedang ramai?

Razka ... gila.

Bukannya malu dan merasa bersalah, cowok itu justru menyeringai. Satu tangan Razka merebut susu kemasan yang dipegang Sasya, membuat sedotan plastik yang semula dibibir Sasya terlepas dan beralih menempel dibibir cowok itu.

“Temenin gue makan!”

Itu perintah, karena tanpa menunggu respon dari Sasya, Razka menarik pergelangan tangannya.

Dan Sasya, terpaksa kembali memutar arah. Setelah sebelumnya, sempat mengoper kertas tugas Bu Dara pada Natya dengan susah payah.

Tidak sekadar menemani, Sasya juga diperintahkan menyuapi. Razka menerima suapan Sasya dengan santai sembari memiringkan ponsel bermain game online.

★★★

Sasya membalas lambaian tangan ketiga temannya yang akan menunggu jemputan di gerbang. Sementara dia, harus membawa kakinya ke parkiran.

08XXXXXXXXXX
Lo dimana?

Cepetan!

30 detik dari sekarang belum sampai, gue kasih lo hukuman.

Langsung masuk ke mobil gue.

Sya?

Sasya?

Lo nggak coba-coba kabur dari gue, kan?

SASYA!!!

Sasya meringis membaca spam chat dari Razka. Bisa dia banyangkan sendiri bagaimana ekspresi kesal cowok itu saat mengetiknya. Bukan Gintara Razka Primadeo namanya kalau mempunyai sifat sabar. Si Tuan Muda-nya itu benar-benar menyebalkan.

Cowok itu meminta—ah memerintahkannya untuk kembali pulang bersama.

Sasya membalas pesannya singkat, lalu masukkan ponsel kedalam saku dan melangkah dengan buru-buru sebelum Razka murka dan meledak di dalam mobilnya.

Hanya tinggal meraih dan menarik pegangan pintu dan masuk kedalam mobil Razka. Namun, Sasya justru mematung lama saat tatapannya bertemu dengan ... Tamara. Kakak kelasnya itu juga akan pulang dengan menghampiri mobilnya yang terparkir tidak jauh dari mobil Razka. Sasya bingung, haruskah dia melanjutkan tujuannya atau mundur teratur melihat cara Tamara menatapnya.

Tit ... Tit ... Tit.

“Sya, ayo!” Razka melongok kan kepala dari balik pintu mobilnya, sembari menekan klakson dengan kesal. Tidak sabaran, khasnya.

Cowok itu menatap Sasya sebelum beralih menyadari kehadiran mantannya.

Sasya menatap Tamara dan Razka bergantian. Kedua orang itu saling berpandangan, yang membuat jantung Sasya ... berdebar tidak nyaman.

Lo nggak punya hak buat cemburu, Sya.” ucap Sasya dalam hati.

Menasehati dirinya sendiri. Dia harus selalu sadar kalau dia hanya sekadar peran pengganti.

“Sayang ...,” kelopak mata Sasya mengerjap, mendengar Razka yang ... memanggilnya? “Ayo, masuk!” sambung cowok itu sebelum kembali masuk.

Razka benar-benar berbicara padanya.

Sasya mengangguk. Namun sebelum menurut dan menyusul Razka, Sasya sempat kembali menatap Tamara. Rasa tidak enak hatinya di balas dengan tatapan menilai oleh kakak kelasnya itu. Tamara menatap Sasya dari atas sampai bawah lalu menyeringai merendahkan. Sebelum akhirnya, masuk ke dalam mobilnya.

“Lo ... nggak apa-apa?” mengabaikan perasaannya sendiri, Sasya bertanya melihat Razka yang menyandarkan kepala pada sandaran jok dengan mata terpejam.

“Gue kenapa?” cowok itu malah balik bertanya.

“Kak Tamara liat kita.”

Dan mobil kakak kelasnya itu baru saja melewati mereka.

“Nggak usah ngebahas soal dia.” gumamnya, masih dengan posisinya.

“Belum terlambat kalau lo mau ngejar dan ngasih penjelasan sama kak Tamara. Gue bisa turun dan pulang sen—”

“Lo seneng banget ngebangkang ucapan gue, ya?” potong Razka kesal. Membuka mata dan menoleh pada Sasya, yang membuat cewek itu langsung diam. Sedikit ketakutan.

“Tadi siang ngobrol sama natap Argya lama. Masih suka lo sama dia, huh?”

“Lupa aturan apa aja yang gue kasih buat lo?”

Sasya menatap Razka dengan mengernyitkan dahi. Tidak begitu mengerti. Razka sensi setelah melihat Tamara, ya? Marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa mendapatkan cewek itu kembali. Dan cowok itu melampiaskan kekesalannya pada Sasya.

Iya, kan?

Sasya menelan saliva. Posisinya di hidup Razka memang tidak akan lebih dari sekadar pelampiasan.

“Kak Argya cuma ngasih tugas dari Bu Dara.”

“Harus banget lo ngobrol nya pake aku-kamu?!”

“Kak Argya kan kak kelas, udah sewajarnya gue sopan sa—”

“Sopan sama cowok lain, ngebangkang sama cowok sendiri.” Razka menyeringai kesal.

Dan Sasya semakin mengernyit. Razka ... kenapa? Kenapa jadi Sasya yang merasa tersudutkan.

“Pake aku-kamu kalau ngomong sama gue dari sekarang.”

Razka baru saja akan menyalakan mesin mobil, namun urung saat mendengar penolakan dari lawan bicaranya.

“Nggak!” talok Sasya.

Razka menakutkan. Namun, entah kenapa Sasya terkadang berani mendebat cowok itu.

“Gue nggak suka di bantah!”

“Gue juga nggak suka di paksa!” sahut Sasya ikut kesal.

“Ulang sekali lagi!”

“Gue—”

“Ngomongnya lebih deketan sama bibir gue sini, biar gue lebih gampang bungkam mulut lo pake ciuman.”

Sasya terdiam sesaat dengan tubuh yang ikut merapat pada sandaran kursi. Dia menelan saliva sebelum berucap dengan terbata. “K-kita udah sepakat. Kalau ci-ciuman kesepakatan kita selesai.”

“Kesepakatannya nggak gitu,” Razka menyeringai. “Kesepakatan berakhir kalau lo yang nyerahin bibir lo lebih dulu. Lo yang cium gue lebih dulu. Dan nggak berlaku kalau hanya sekedar kecupan,” ucap Razka frontal.

Seringaian di bibir cowok itu semakin lebar.

“Kalau gue yang lebih dulu nyerang bibir lo, itu masukannya pada kesepakatan kalau gue ... bebas minta dan berbuat apapun sama lo, dan lo hanya bisa ... menurut. Sesuai kesepakatan yang lo terima.” sambungnya.

“Contohnya kayak gini,”

“Lo ... mau apa?” bola mata Sasya bergerak gelisah.

“Ra—Azka ....”

Sasya semakin merapat pada sandaran jok, melihat Razka yang bergerak mendekat. Memangkas jarak.

“Azka——” gumaman panik Sasya terhenti saat Razka menangkup satu sisi wajahnya dengan jempol yang mengelus sensual bibir bawahnya.

Sasya menelan saliva susah payah lalu menutup mata melihat Razka yang semakin mendekat dengan memiringkan kepala.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Razka tersenyum, menatap lekat wajah gugup Sasya yang menutup rapat matanya.

Cantik.

Kelopak mata Sasya perlahan terbuka saat tidak kunjung menerima sentuhan apapun di wajah atau bibirnya. Tatapannya langsung disuguhkan wajah tampan Razka yang masih berjarak beberapa senti saja. Keduanya bertatapan cukup lama, sebelum akhirnya pipi Sasya semakin merona. Melihat cowok itu mengejeknya, menyeringai menyebalkan.

“Nggak sekarang,” ucap Razka sembari memainkan bibir Sasya dengan ibu jarinya.

“Nggak di tempat sempit kayak gini.”

Sambungnya berdecak menggoda sembari mengedipkan sebelah mata dan menyeringai mesum.

Puas memainkan dan menggoda Sasya, Razka memasangkan seat belt ditubuh pacarnya itu. Kemudian menjauh dan kembali duduk dengan benar di kursinya.

Sasya langsung membuang pandangan ke arah jendela dengan menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Sasya masih berdebar gugup dan ... malu. Bisa-bisanya dia sempat menunggu bibir Razka mencuri first kiss nya.

Mesin mobil menyala dan Razka mulai fokus pada kemudinya. Namun sebelum itu, tangan Razka lebih dulu terulur mengacak gemas rambut Sasya, yang masih terdiam malu ditempatnya.

Kata-kata yang keluar dari mulut Razka memang frontal dan kurang ajar. Namun, tindakan yang dilakukannya sedikiiiiit—hanya sedikit—lebih sopan. Tidak terlalu brutal dan berlebihan.

Razka hanya senang menggoda.

Ah, atau ... hanya belum saja? Mengingat cowok itu mesum, nekat dan seenaknya.

Continue Reading

You'll Also Like

392K 27.7K 26
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
884K 6.3K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
3.3M 209K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
492K 37.1K 44
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...