Stepfather|| END βœ”οΈ

By valleythenhisa

76K 2.4K 250

Veen. Menyiksa Clara semata mata hanya untuk membalaskan dendam paman dan keluarganya, atas perbuatan dari ke... More

Read this
β€’ Chapter 1 - Stepfather
β€’ Chapter 2 - Threat Veen
β€’ Chapter 3 - Weeks off
β€’ Chapter 4 - Real of my life
β€’ Chapter 5 - Mansion
β€’ Chapter 6 - New maid
β€’ Chapter 7 - Hurt me
β€’ Chapter 8 - Shut down
β€’ Chapter 9 - His smiled
β€’ Chapter 10 - the under sky
β€’ Chapter 11 - Feeling heart
β€’ Chapter 12 - Hug
β€’ Chapter 13 - Troubled
β€’ Chapter 14 - Lavender
β€’ Chapter 15 - Never Hate
β€’ Chapter 16 - Falling Apart
β€’ Chapter 17 - Your Baby
β€’ Chapter 18 - Marriage
β€’ Chapter 19 - One point view
β€’ Chapter 20 - When does it end
β€’ Chapter 21 - Rose's
β€’ Chapter 22 - Sadness
β€’ Chapter 23 - Crying heart
β€’ Chapter 24 - Almost there
β€’ Chapter 25 - Drunk you
β€’ Chapter 26 - Little girl
β€’ Chapter 28 - Before you go
β€’ Chapter 29 - New problems
β€’ Chapter 30 - Weird feeling
β€’ Chapter 31 - Danger
β€’ Chapter 32 - Difficulty
β€’ Chapter 33 - Heart Attack
β€’ Chapter 34 - Goodbye
β€’ Chapter 35 - New facts
β€’ Chapter 36 - Rival
β€’ Chapter 37 - Bestfriend
β€’ Chapter 38 - Gean and Clara
β€’ Chapter 39 - Not Friends
β€’ Chapter 40 - Evil Brako
β€’ Chapter 41 - Lost mind
β€’ Chapter 42 - One time chance
β€’ Chapter 43 - Dream and Meet
β€’ Chapter 45 - Dandelions
β€’ Chapter 46 - Im sorry
β€’β€’ Ending - I love 1000 stars
Bonus chapter 1 : Family's
Last BonChap: Alkasya Mell

β€’ Chapter 27 - Double G

1.1K 41 3
By valleythenhisa

HAPPY READING
VOTE












•••

"Menyusahkan saja."

Setelah keadaannya mulai membaik Veen kembali dengan beberapa berkas diruangan kerjanya,
walaupun ia harus mengerjakan dengan penuh tekanan juga emosi yang membeludak. Bagaimana tidak sejak tadi dirinya dipusingkan dengan beberapa berkas saham juga bisnis yang cukup banyak, ditambah lagi pikiran pria itu masih sangat kacau untuk saat ini.

"Akh, sialan."







TOK
TOK







"SIAPA?."

"Permisi tuan, ini saya Pearl."

"Masuk."

Leader maid itu telah siuman, Clara serta beberapa pekerja disini berhasil menjaganya. Wanita itu saat ini kembali dengan tugas utamanya lagi.

Pearl masuk keruangan milik Veen dengan wajah yang gugup, wanita itu ingin menyampaikan sesuatu kepada Veen.

"Tuan maaf menganggu."

"Cepat katakan!!."

"Clara...gadis itu hampir pingsan, saya dan bibi menemukannya dihalaman belakang tuan."

Veen menghentikan sejenak pekerjaannya, pria itu kini melihat tajam kearah Pearl.

"Lalu apa hubungannya dengan saya?."

"To— tolong Izinkan saya untuk memanggil para dokter tuan."

"Saya tidak mau berurusan dengan para dokter tidak berguna itu lagi. Sekarang kau pergi!!."

"Tapi tuan, saya khawatir dengan kandungannya."

"Saya tidak peduli, mau bayi itu mati atau tidak bukan urusan saya. Pergi dari ruangan saya sekarang!!."

"Baiklah tuan."




KRIET





"Ada apa nih?. Kok tuan marah marah."

"Haha, eh...ti— tidak aku tidak tertawa."

Arnold reflek tertawa mendegar lelucon konyol dari Gean, pria berkacamata itu menyenggol pria tersebut.

"Maaf maaf, haha."

Benar saja Gean serta Arnold kembali datang kemansion ini lagi, kedatangan mereka yang mendadak seperti ini tentu saja membuat Veen jengkel.

"Kalian?. Kenapa datang kemansion saya lagi?."

Dengan sigap Veen berdiri dari meja kerjanya, wajahnya kini terlihat sangat marah pada kedua sosok sahabatnya itu.

"Tuan jangan marah marah."

Ledek Gean sekali lagi.

"Berisik, pulang sana!!."

Pria tinggi itu tertawa kembali, kini mereka lebih berani. Keduanya mendudukan tubuhnya disofa ruangan, sedangkan Arnold ia hanya sibuk dengan ponselnya.

"Eh, Pearl. Kenapa kau tidak duduk?."

"Tidak tuan, saya masih banyak pekerjaan."

Wanita maid itu menundukan tubuhnya, memberi salam pada Veen untuk segera pergi dari ruangan tersebut. Namun tiba tiba saja Gean mencegah aksinya.

"Sebentar!!."

Pearl membalikan tubuhnya menghadap pria itu.

"Ada yang perlu saya bantu, tuan Gean?."

"Tidak, aku hanya ingin tau. Kau ada perlu apa dengan manusia es ini?."









"KALIAN BICARA DILUAR SAJA!!."

Teriak Veen yang sudah mulai kesal, pria itu melemparkan map coklatnya pada wajah Gean.

"Aih, sakit Veen."

"Keluar dari ruangan saya!!."

"Mansionmu sangat nyaman dan besar, aku dengan Arnold mau tinggal disini saja."

"Keluar dari ruangan saya!!."

Tekan Veen kembali.

"Setidaknya buatkan kami minuman dulu."

Sindir Geandra pada sosok pria yang mengusirnya itu, pria itu dengan santai duduk dibahu sofa.

"Kita kan tamu."

Timbrung Arnold, pria itu menyetujui ucapan dari Gean.

"Untuk apa kalian datang lagi?."

"Arnold rindu padamu Veen."

"Enak saja, kau yang mengajaku Gean. Kau tadi bilang disini akan ada pesta."

"Iya nih."

Gean tertawa keras, hal itu membuat Arnold yang melihat itu melemparkan bantal sofa disekitar. Veen tampaknya frustasi dengan tingkah kedua sahabatnya itu, sekarang ini ia sukses menjadi orang konyol dihadapan temannya.

"PULANG SEKARANG!!."










"Permisi tuan, ini minumannya."

"Terima kasih Pearl, kau terlalu peka ketimbang majikanmu itu."

"Wahh hot chocolate, terima kasih."

Mata pria berkacamata itu berbinar, melihat minuman kesukaannya datang.

"Saya permisi."

"Sebentar Pearl, dimana Clara?. Sejak aku datang aku tidak melihatnya."

Tunda Gean pada Pearl, wanita itu tersenyum canggung kearah kedua pria tersebut.

Pearl melirik Veen sekilas, pria itu tengah melipat kedua tanggannya dengan wajah jengkel.
Lalu menyandarkan tubuhnya disofa, Pearl mengucapkan dengan sedikit keraguan.

"Clara. Sedang sa— sakit tuan."

"SAKIT?."




BUG




"Akh Veen kau jahat sekali, sakit tau."

"Berisik sekali, pulang sana!!."

Lutut Gean ditendang kasar oleh Veen, pria itu berteriak cukup kencang. Dengan santai Veen menendangnya tanpa merasa bersalah,
membuat sang pemilik kesakitan dibuatnya. Pria itu mengibaskan lututnya.

"Ck, sakit Veen."

"Saya sedang pusing, jangan bikin masalah."

Pria itu mengabaikan ucapan Veen, Gean memilih untuk berbicara pada Pearl yang hendak pergi.

"Tunggu, aku ingin melihat Clara."

"TIDAK PERLU!!."

Kini Veen menyaut.

"Memangnya tidak boleh?. Apa kau keberatan?."

Pria itu hanya diam tanpa respon kepada Gean,
namun ia tampak lebih berani ketimbang Arnold. Gean berdiri dan menyuruh Pearl agar mengantarkannya menuju kamar Clara. Dengan sedikit keraguan Pearl mengiyakan hal tersebut dan berharap Gean serta Arnold bisa membantu gadis malang itu.

"Ba— baiklah."

"Kau tidak keberatan kan Veen?."

Saut Gean, sebelum beranjak pergi pria itu melihat kearah Veen lebih dulu.

"Ya."




Sesampainya di pintu kamar Clara, Pearl membuka nya dengan perlahan. Menampakan gadis cantik tersebut dengan balutan piyama yang dikenakannya. Terlihat anggun dan polos hal itu sekilas membuat mata Gean terpanah. Clara melihat kearah pintu dengan kedatangan beberapa orang disana termaksud Veen sendiri. Ia tidak tau pasti kenapa Veen selalu saja begitu tapi Clara cukup senang.

"Ah ada apa?."

"Clara maaf menganggu, aku membawakan tuan Gean serta Arnold."

Melihat itu Clara berusaha berdiri untuk jauh lebih sopan, namun sepertinya Gean melarangnya. Ia membiarkan gadis manis itu untuk tetap berbaring.

"Lebih baik kau berbaring saja, maaf ya Clara kami menganggu."

Ucap Gean dengan senyumnya, Clara membalasnya dengan sopan.

"Kau kenapa Clara?."

Kini Arnold menambahkan.

"Aku hanya sedikit kelelahan tuan."

"Apa perutmu menunjukan gejolak keram atau lainnya?."

Clara mengangguk mengiyakan ucapan Arnold, Gean mendorong pria berkacamata itu kedepan seakan paham ia pun mengangguk.

"Baiklah, Clara apa tidak masalah jika aku mencoba memeriksa kandunganmu?."

"Benarkah?."

Balas Clara dengan mata yang berbinar.

"Arnold ini pernah belajar mengenai hal ini, jadi kau tenang saja Clara."

Ucap Gean dengan ramah.

"Dengan senang hati, terima kasih."

"Aku hanya memberitau sedikit saja yang kutau, selebihnya kau bisa pergi ke dokter kandungan nanti."

"Jika kau mau, aku akan mengantarmu."

Saut Gean kembali, Clara meresponya dengan tersenyum.

"Maaf ya Clara, aku harus membuka piyama mu lebih dulu. Aku harus memerik—."




PLAK




"AKHH, VEEN. CIH INI SAKIT BODOH."

Arnold mencoba membantu Clara untuk melihat keadaan perutnya, niat baiknya berubah menjadi suram saat dimana dirinya mulai membuka perlahan baju piyama gadis itu agar lebih mudah untuk diperiksa. Namun tiba tiba saja Veen menghampirinya dan langsung memukul kepala Arnold dari belakang hal itu membuat seisi ruangan terkejut.

"Dia rabies."

Tunjuk Veen kearah Arnold.

"HEH ENAK SAJA, KAU KIRA AKU ZOMBIE?."

"Cih."

"Veen ini sakit, kalau aku hilang ingatan bagaimana hah?."

"Tidak perduli."

"Oy sudah cukup, kasihan Clara."

Gean memarahi keduanya entah karena merasa kasihan pada gadis yang tengah terbaring itu, atau takut akan menganggu pemulihan Clara.

Tentu Pearl juga ikut bingung melihat tindakan dari tuannya itu yang tiba tiba saja berlagak seperti orang yang tengah cemburu. Tapi mana mungkin Veen pria kejam itu cemburu karena hal seperti ini. Leader maid itu mencoba mencairkan suasana, Pearl meminta izin pada mereka untuk memberikan Clara makanan miliknya.

"Clara kau harus makan."

"Eh, biar aku saja."

Gean menawarkan bantuan pada Pearl untuk menyuapi Clara.

"Tidak perlu, maksudku biar Pearl saja."

Clara mengelak, gadis itu membiarkan Pearl menyuapinya.

"Huh, padahal kalau aku yang suapin pasti akan sembuh dengan cepat."

"Memangnya bisa?."

Tanya polos Clara, hal itu membuat Gean sedikit tertawa.

"Mau dicoba?."

"Tidak tuan."

"Gean, sudahlah aku tidak mau ikut campur kepala ku sakit, aku mau kekamar mandi saja."

Sela Arnold, pria berkacamata itu pergi dari kamar Clara.

"Kalau begitu makanlah dengan banyak Clara, cepat sembuh gadis cantik."

Ucap Gean kembali.




DUG



"Veen kenapa?."

"Apa?."

Veen melihat kearah Gean kini, pria itu menotis lalu tertawa pelan.

"Aku mau pergi kedapur, disini sangat menyeramkan, aku dipelototin terus."

Gean pamit lebih dulu keluar dari kamar itu, untuk menetralkan kondisi yang benar benar mulai panas.
Tampaknya ia sudah berlebihan membuat Veen marah seperti itu, tapi untuk apa sahabatnya itu marah?.





PLAK




Suapan pertama Pearl yang dituangkan untuk Clara dihempas kasar oleh tangan Veen begitu saja. Begitu juga pipi manis milik gadis itu, Veen menamparnya kembali dengan satu tekanan yang kuat. Pria itu memaki Clara dihadapannya.

"Wanita murahan, untuk apa kau bersikap seperti itu dihadapan mereka?."

Clara menyentuh pipi nya yang mulai panas, air mata juga mulai kembali turun. Ia tidak tau apa yang menjadi kesalahannya kini. Tapi yang tadi itu lihat, Veen jelas sangat marah terhadapnya.

"Aku tidak tau dimana salahku."

"Kau murahan, kau pantas menjadi seorang jalang."

"Apa maksudmu Veen?."

"Kau mempermalukan saya kau murahan!!."

Ucap Veen, pria itu sedikit berteriak dihadapan Clara, kedua wanita itu tentu saja sangat takut.




BRAK




Veen keluar dengan menendang pintu kamar Clara, Pearl yang melihat itu langsung memeluk Clara dengan erat, sembaring mengelus pipi merah gadis itu agar sedikit lebih tenang.

"Tenang Clara."




Gean benar benar tidak pergi kedapur, pria itu mendengar semua pertengkaran dan makian yang dilontarkan sahabatnya itu untuk Clara.

Sahabatnya benar benar telah berubah menjadi pria kasar dan berhati iblis, Gean menyayangkannya dan kenyataan dihadapan ini adalah fakta. Ia jadi
teringat ucapan Gema waktu kemarin tentang Veen yang terlalu membenci keluarga Alegas termaksud anaknya sendiri. Clara.

Ia tidak bisa menahan clara terlalu lama dalam zona ini, pria itu harus segera mengeluarkan gadis itu dari mansion ini. Clara tidak bersalah dalam kasus ini dia hanyalah korban Veen.

"Aku tidak tau tapi, aku sudah berjanji pada mereka Veen."

Lirih Gean perlahan.








"Jadi kau baru tau?."

"Griel."








"Benarkah seperti itu?. Kau dihajar ayahmu sendiri?."

"Aku sudah mengetahui semuanya, tentang Brako keluarga Clara bahkan Veen."

Gean yang melihat sosok Griel datang dari arah belakang dengan kaki yang penuh luka pun mencoba menolongnya, membawa pria itu pada balkon belakang taman mansion ini. Memberikannya beberapa obat serta makanan ringan.

Sudah hampir 2 jam mereka berbagi cerita, Griel menceritakan alasan dirinya jarang dimansion atau bahkan waktu hari pemakaman Sandra sekalipun,
alasan yang mudah pria itu mengerti sekarang. Griel
mengulik semua informasi tentang Brako.

"Jadi kau tau, bahwa kau adalah anak tiri Brako?."

"Semuanya, bahkan tentang ibu Clara bersama ayahku."

"Kasus perselingkuhan?."

"Itu hanyalah keterpaksaan, walaupun wanita itu mungkin sedikit menaru perasaannya."

Keduanya diam tersenyum miris, matanya memandang langit melihat ribuan bintang yang menyinari indahnya malam ini. Ditambah lagi angin ringan yang terus saja mengibaskan rambut depan mereka.

"Huh, aku masih belum menerima semuanya dia sahabatku Griel. Dia pria baik dan lembut sebelum dirinya menerima semua fakta ini."

"Aku mengerti perasaanmu, lalu?."

"Aku ingin Veen tau, aku ingin dia sadar dan keluar dari zona berbahaya ini."

"Kau tau Veen sekarang sangatlah keras, tidak semudah itu apalagi setelah kepergian Sandra..."

"Semakin membuatnya susah."

Gean melanjutkan kalimat dari Griel, pria itu mengangguk membenarkannya.

"Aku tau apa yang kau rencanakan."

"Sepertinya yang harus menjadi detektif adalah kau Griel, haha."

Kini keduanya tertawa bersama, mereka tidak seperti saat makan bersama kala itu. Kini jauh lebih akrab dan terlihat dari salah satu nya seperti berhasil melepaskan bebannya.

"Aku ingin mengajakmu kerja sama, bagaimana?."

"Jika itu untuk kebaikan Clara aku setuju."

"Tentu saja Griel, aku sudah berjanji pada Gema. Dia ibu dari gadis itu."

"Begitukah?."

"Akan kupastikan sebentar lagi penderitaan gadis itu akan segera berakhir."






•FLASHBACK ON

"Brako mencoba menghasut kami, tapi kami tau bertapa baiknya kalian."

"Brako ya?, jadi dia masih seperti itu."

"Kaka ku itu sangat iri padamu Alegas, tapi kami sangat berjasa padamu karena sudah membantu anak kami serta kebutuhan perusahaan."

"Tidak masalah, aku sudah mengangapmu sebagai saudara ku."

"Aku harap pernikahanmu dengan Gema berjalan dengan lancar, aku mendengar rencana Brako tentang bagaimana ia akan mencoba membunuh kalian berdua."

"Membunuh kami?."

"Aku sempat mendengar, Brako mengerakan beberapa orang suruhannya untuk menghabisi kalian berdua, kami yang mendengar itu syok dan langsung kesini."

"Tampaknya ia mencoba mengagalkan pernikahan kami ya?."

"Tapi kami akan membantumu."

"Terima kasih, jadi bagaimana dengan Veen?. ia juga harus segera diamankan."

"Aku akan mengamankan anaku serta istriku, kau pergilah menjauh dari sini, kaka ku itu tidak main main. Dia sudah seperti iblis."

"Kapan?, aku akan menyiapkan semuanya."

"Sekarang pergilah dan bawa Gema menjauh."

"Tapi bagaimana dengan kalian?."

"Jangan mengkhawatirkanku, kami aman aku yakin. Aku dan istriku hanya berharap kalian menjauh dari Brako."

"Aku akan mencoba menghubungi beberapa orang kenalanku diCanada, aku akan menikahi Gema disana."

"Aku harap kalian baik baik saja, karena jika salah satu dari kita yang tewas. Brako pasti akan sangat berbahaya."

"Aku akan membawa pergi keluargaku juga, setelah besok aku mengajak anakku ketaman."

Ucap pria itu lagi pada Alegas.

"Terima kasih atas semuanya."








DOR





"Akhhh siapa yang menembak suamiku?."

"Adik iparku yang malang, rupanya adikku itu sudah mati ya?. Padahal aku hanya melesatkan satu peluru untuknya."

"Brako?."

"Kau mau juga?, kau atau anak kalian."

"JANGAN LAKUKAN APAPUN PADA VEEN!!. AKU MOHON."

"Kalau begitu aku akan menghitung sampai 10, berlari lah selamatkan ponakanku haha."

1


2



"VEEN."


3





"Larilah nak."

"Tidak mau."

"Aku janji akan menyusul."

"Tidak."

"Veen anak baik, kau dengar mama kan?. Ayo lari sayang."








4





5





6

"Veen pergi cepat!!."

"TIDAK VEEN TIDAK MAU, mau sama mama saja, ayo lari bersama!!."

"Mama tidak bisa nak"

"Tidak mau, Veen tidak mau!!"

"Sayang dengar, Veen sayang sama mamah?."

Veen menganguk mendengar ucapan mamahnya.

"Sayang sama ayah?."

Veen kecil menganguk lagi.

"Maka dari itu pergi nak, lari sejauh mungkin,
jangan lihat kebelakang. Veen percaya sama mama kan nak?"

Lagi lagi Veen kecil itu menganguk mendengar rintihan sang mama, air matanya mulai menetes satu persatu.

7


8

"Mama janji akan menyusul mu."

"Sama ayah juga?

"Iya nak"

"Janji ya"

"Mama janji sayang"

9


10

Setelah mendegar ucapan janji sang ibu, Veen mulai berlari dengan sangat kencang, sembaring menangis mendengar suara tembakan yang terus bergemurung. Janji yang diucapkan ibunya tadi membuat pria kecil itu yakin dan tidak kembali melihat kearah belakang.


DOR


"Mama dan ayah akan selalu sayang sama padamu Veen, selamanya."

•FLASHBACK OFF



Setelah berbincang lama dengan Griel kini Gean serta Arnold pamit pada Veen untuk segera pulang, terlihat jelas pria itu tengah bersandar pada bahu dingding didepan pintu utama. Wajahnya tampak tenang tidak ada tatapan tajam, sepertinya sudah pudar entah apa yang membuatnya seperti itu.

Yang jelas Gean merasa aneh dan sedikit ragu untuk menanyakan hal itu, tangan pria itu juga tampak sedikit memar. Gean tau pasti apa akibatnya, ia merasakan penyesalan saat melihat raut wajah sahabatnya kini.

"Veen."

"Hmm."

"Maaf menganggu harimu, kami pamit pulang dulu."

"Cepatlah Gean aku ingin tidur...Veen aku masuk dulu ya."

Arnold pamit lebih dulu pada Veen, wajahnya memang tampak sangat lelah.

"Ada apa?."

Ucap Gean, karena tidak mendapatkan respon yang kuat dari sang lawan.

"Pulanglah."

"Veen kau sangat kacau."

"Tidak masalah."

"Tapi mungkin sebentar lagi kau akan lebih kacau dari ini."

"Apa maksudmu?."

"Kau tanyakan saja semua itu pada hati mu, aku pulang dulu dan tolong sampaikan salamku pada gadis kecilmu."

"Sialan."










"Griel, besok malam temui aku."















TBC

GEAN

Continue Reading

You'll Also Like

173K 5.8K 50
"Pokonya kalian harus nikah sesegera mungkin!" "Papa! tapi kita tu sepupu!" "Ya kalian tau kalian saudaraan, tapi kalian ngelakuin itu!" "Papa! Ini s...
16.6K 405 94
Nyatanya mau setulus apapun, kalo yang dipengen bukan kita, mau apa lagi? maaf ya ceritanya berantakan banget karena ini baru pertama kali aku nulis:...
460K 14.2K 42
Seorang pria arogant, keras kepala selalu mengeluarkan cacian dan makian pada orang yang tak bersalah, semua itu disebabkan oleh luka lama yang sudah...