Stepfather|| END βœ”οΈ

By valleythenhisa

75.9K 2.4K 250

Veen. Menyiksa Clara semata mata hanya untuk membalaskan dendam paman dan keluarganya, atas perbuatan dari ke... More

Read this
β€’ Chapter 1 - Stepfather
β€’ Chapter 2 - Threat Veen
β€’ Chapter 3 - Weeks off
β€’ Chapter 4 - Real of my life
β€’ Chapter 5 - Mansion
β€’ Chapter 6 - New maid
β€’ Chapter 7 - Hurt me
β€’ Chapter 8 - Shut down
β€’ Chapter 9 - His smiled
β€’ Chapter 10 - the under sky
β€’ Chapter 11 - Feeling heart
β€’ Chapter 12 - Hug
β€’ Chapter 13 - Troubled
β€’ Chapter 14 - Lavender
β€’ Chapter 15 - Never Hate
β€’ Chapter 16 - Falling Apart
β€’ Chapter 17 - Your Baby
β€’ Chapter 18 - Marriage
β€’ Chapter 19 - One point view
β€’ Chapter 20 - When does it end
β€’ Chapter 21 - Rose's
β€’ Chapter 22 - Sadness
β€’ Chapter 23 - Crying heart
β€’ Chapter 24 - Almost there
β€’ Chapter 26 - Little girl
β€’ Chapter 27 - Double G
β€’ Chapter 28 - Before you go
β€’ Chapter 29 - New problems
β€’ Chapter 30 - Weird feeling
β€’ Chapter 31 - Danger
β€’ Chapter 32 - Difficulty
β€’ Chapter 33 - Heart Attack
β€’ Chapter 34 - Goodbye
β€’ Chapter 35 - New facts
β€’ Chapter 36 - Rival
β€’ Chapter 37 - Bestfriend
β€’ Chapter 38 - Gean and Clara
β€’ Chapter 39 - Not Friends
β€’ Chapter 40 - Evil Brako
β€’ Chapter 41 - Lost mind
β€’ Chapter 42 - One time chance
β€’ Chapter 43 - Dream and Meet
β€’ Chapter 45 - Dandelions
β€’ Chapter 46 - Im sorry
β€’β€’ Ending - I love 1000 stars
Bonus chapter 1 : Family's
Last BonChap: Alkasya Mell

β€’ Chapter 25 - Drunk you

1.1K 55 18
By valleythenhisa

HAPPY READING
VOTE



21+














•••

Tiga pria tampan dengan berbalut jaket kulitnya itu terlihat tengah meneguk wine dengan bahagia, Gean juga Arnold yang memang sudah lebih dulu tumbang menyerah untuk meminum tegukan terakhirnya. Jauh berbeda dengan pria dingin itu, Veen tampak belum cukup puas dengan botol minuman berakohol yang ia konsumsi, pria itu terus meneguknya hingga tak tersisa.

Membuat kedua sahabatnya yang melihat itu tercengang, memang bukan hal biasa bagi mereka. Tapi untuk kali ini Veen sudah kelewat batas,
biasanya pria itu hanya mampu meminum sebanyak 8 botol saja, tapi kali ini ia berhasil meneguk hampir 11 botol wine dihadapannya.

Mereka tau betul tentang pria itu, kehilangan orang yang dia cinta dan harus menghadapi kenyataan pahit ini memang tidak mudah, terlebih lagi mereka harus menelan kenyataan bahwasalnya pelaku pembunuhan utama dari Sandra telah lolos tanpa jejak sama sekali. Walaupun begitu Veen dan lain nya masih terus mencoba mencari sampai wanita tersebut ditemukan.

Gean mengeleng kasar untuk menetralkan pusingnya, lalu mengambil botol yang diteguk paksa oleh Veen. Membuat pria itu kesal dan memberontak kasar.

"Lepaskan milik saya bajingan!!."

"Kau tidak dengar?, paman mu terus saja menelfon. Angkat dulu!!."

"Berisik. Buang saja ponsel itu."




BRAK




Keduanya menghelang nafas panjang melihat aksi Veen melemparkan ponselnya asal, Arnold yang masih pusing itu juga sempat mengambil ponsel tersebut untuk berjaga jaga jika pria itu kembali sadar nantinya. Ia pasti akan mencari ponselnya.

"Sudahlah Veen, kau sudah sangat mabuk."

Ucap Arnold, pria dengan kacamata hitamnya itu.

"Veen cukup!!. Kau sudah minum terlalu banyak."

Timpal Gean, Veen justru hanya tertawa mendengar ocehan keduanya.

"Sadar Veen!!. Kau tidak boleh seperti ini."

Arnold menimpal, membela ucapan Gean sebelumnya.

"Kalian diam saja!!."

Balas Veen tak terima, pria itu masih terus dengan tegukan selanjutnya.

"Sudahlah Gean, biarkan saja dia."

"Kau gila?. Dia bisa mati."

Marah Gean pada Arnold yang sudah tumbang.

"Permisi mr, Veen?."

Mereka sontak dengan kompak melihat kearah wanita yang menghampiri mereka dengan pakaian yang minim, memperlihatkan keindahan kaki juga bahu yang indah wanita tersebut. Arnold cukup terpanah bahkan pria itu menyuruh sang wanita untuk duduk diantaranya, namun berbanding terbalik dengan Geandra, pria itu terus berusaha menjaga Veen takut akan sahabatnya itu melakukan sesuatu.

"Ya."

Balas Veen dengan singkat, tanpa melihat sang lawan bicara.

"Boleh saya menemanimu?, atau kau ingin aku pesankan sebuah kamar VVIP?."

Wanita malam itu tampak menyentuh bahu lebar milik Veen, dengan tatapan yang sangat mengoda.

"Cih jalang."

Veen menepis kasar tangan wanita tersebut, dirinya merasa sangat jijik melihat wanita itu. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat heran dan kesal, bagaimana tidak wanita itu adalah wanita VVIP di bar ternama ini. Sangat sulit untuk beberapa orang kaya yang mau bertemu dengannya sedangkan untuk Veen sendiri, ia langsung menawarkan dirinya secara pecuma dan pria itu menolaknya mentah mentah, itu sangat mustahil.

"Eh Veen menolak?."

Arnold terkejut dengan tolakan kasar dari Veen untuk wanita itu, pria berkaca mata itu membisikan sesuatu pada Gean.

"Kau ini kenapa Arnold?. Bagus kalau Veen menolak wanita itu."

Timpal Gean pada Arnold.

"Maaf tuan, apa maksud mu?. Aku ini wanita pilihan ditempat ini, sangat sulit sekali untuk beberapa orang menemuiku, aku datang kesini menawarkan secara gratis untukmu."

"Terlihat murahan."

"Apa maksudmu tuan?."

Geram wanita itu pada Veen, sedangkan Veen sendiri masih terlihat santai dengan wine nya.

"Pergi dari sini!!."

Wanita itu pergi dengan wajah jengkel juga malu, malu karena diliat beberapa orang disana yang menatapnya mengejek. Juga kesal terhadap Veen tentunya.

"Kalau aku jadi Veen, pasti sudahku sikat."

Kini Arnold memohok, lalu mendapatkan serangan tendangan dari Gean.

"Kalau wajahku setampan dan segagah Veen, pasti aku akan meniduri semua wanita diclub ini."

Lanjut Arnold dengan spontan.

"Untung saja kau bukan Veen."

Dengus kesal Gean pada Arnold.

Veen berniat untuk bangun dari posisi duduknya,
dengan tubuh yang sempoyongan pria itu berusaha berdiri. Gean serta Arnold tentu saja mengikuti pria itu dari belakang, namun tiba tiba saja dari arah berlawanan satu pria dengan jazz hitamnya menarik kera baju milik Veen.

Gean yang ingin menghentikan aksi pria jazz hitam itu dicegah oleh Arnold, pria berkacamata itu mengeleng.

"Jangan, sudah kau diam saja!!."








"Lepaskan tangan kotormu!!."

Perintah Veen, pria itu menepis tangan kekar pria yang menarik kera jaketnya.

"Kau ini siapa ha?, kau membuat wanitaku terus menatapmu."

Ucap pria itu lagi, sorot matanya teru menatap jengkel kearah Veen.

Veen tersenyum tipis, tanpa basa basi lagi pria itu langsung memukul pria dihadapannya hingga babak belur. Veen berhasil membuat satu isi bar menjadi gaduh, serta Gean juga Arnold yang cukup malu. Belum puas dengan aksinya, kini Veen menginjak perut dan menendang secara brutal pria itu, membuat orang tersebut memohon agar Veen menghentikan aksinya detik itu juga.

"SIAPA YANG BERTANGUNG JAWAB ATAS BAR INI?."

Teriak Veen dengan kacau.

Manager muda itu membungkukkan badannya hormat, Veen yang melihat itu mendorong pemuda itu hingga terjatuh.

"Maaf tuan, maafkan kelalaian bar kami."

Mohon pemuda itu pada Veen.

"SAYA AKAN TUNTUT BAR INI, Jika pria itu masih mengunjungi tempat ini."

Tunjuk Veen pada pria yang sudah babak belur itu.

"Ba— baik tuan, kami akan mengurusnya. Maafkan kami tuan Veen."

"Tidak berguna."

Tendangan terakhir Veen pada pria jazz hitam tadi, sebelum dirinya keluar dari bar itu dengan jalan yang sempoyongan.

"Dia mabuk seperti itu masih sangat brutal ya."

"Sudah kubilang jangan ikut campur."

Ucap Arnold pada Gean.

Gean menarik tangan Arnold untuk keluar dari tempat itu, karena suasana disana terlihat sangat kacau juga. Keduanya membungkuk pada orang orang disana sebelum keluar.

"Maafkan kami semuanya."

Lalu pergi menyusul Veen, keduanya melihat Veen yang mencoba membuka pintu mobilnya sambil merancau hebat. Berteriak dengan memanggil nama jalang, membuat Gean serta Arnold terheran, Gean dengan cekatan menahan tangan Veen untuk masuk.

"Kau gila?. Ingin mengendarai mobil dengan keadaan seperti ini?."

Ucap Gean dengan nada penuh tekanan.

"Dimana wanita jalang itu?."

"Apa maksudmu Veen?."

"Kalian tidak becus."

"Aku yang akan bawa mobilmu."

Gean berinisiatif masuk kedalam mobil Veen lebih dulu, namun dicegah oleh Veen sendiri.

"Cih, urus saja urusanmu sendiri."

"VEEN KAU SEDANG MABUK."

"LEPAS BAJINGAN!!."

"Sudahlah Gean, kita ikuti saja dari belakang."

Arnold kini menarik tangan Gean.

Gean mengikuti usul dari Arnold untuk mengikuti mobil Veen dari belakang, mereka menjaga sahabatnya itu supaya tidak terjadi apa apa. Veen mengendarai mobil dengan sangat telaten walaupun kecepatannya sangat tidak masuk akal, pria itu memang gila, pria gila yang pernah mereka temui.

"Dia cepat sekali."

"Biar saja dia mati, kau bisa mengambil Clara nanti."

"Kau gila?, dia temanmu."

"Aku bercanda haha."

"Cepatkan kecepatannya Arnold!!."

Setelah sampai dimansion miliknya, Veen memakirkan sembarang mobil sportnya dipekarangan mansion, para pengawal disana yang sudah paham pun hanya bisa diam, memang bukan hal baru untuk mereka jika tiba tiba Veen datang dengan keadaan mabuk berat seperti ini. Pria itu turun dengan keadaan yang masih mabuk jelas walaupun tidak separah tadi, kemudian Veen masuk dengan tubuh yang masih sedikit pusing.

Pekerja disana tampak menunduk hormat, takut akan amukan Veen yang masih sangat diingatnya tadi, membuat beberapa para pekerja disana juga terluka akibat ulah Veen. pria itu mengabaikan salam dan sapaan para pekerjaannya seperti biasa, langkah besar pria itu kini memasuki kamar miliknya.

Matanya terus mencari sesuatu pria itu kembali berdecak kesal, karena tidak melihat sesuatu yang dia cari. Kini Veen berjalan lagi menelusuri tangga demi anak tangga hingga sampailah ia pada sebuah pintu kamar milik Clara, tanpa berpikir panjang lagi pria itu masuk tanpa sapaan.

Clara yang sedang memasangkan kancing piyamanya terkejut akan kedatangan Veen secara tiba tiba, tubuhnya bergetar hebat melihat keadaan suaminya yang tiba tiba masuk begitu saja. Gadis itu tau bahwa Veen kini tengah mabuk, alkoholnya cukup tajam tercium oleh indra penciuman gadis itu.

Gadis itu memundurkan tubuhnya perlahan, Veen terus melangkah mendekati gadis tersebut yang tampak mengabaikan kancing piyamanya tadi.

"Kau...mabuk?."

Tanya gadis itu dengan hati hati.

"Aku mohon pergilah Veen."

Ucap Clara kembali, gadis itu mulai ketakutan saat Veen hanya terdiam seribu bahasa dengan sorot mata tajamnya.

"Veen aku mohon."

Pria itu mematikan saklar lampu yang sempat menerangi kamar Clara kini sepenuhnya gelap, hanya ada sedikit penerangan cahaya yang terlihat dari jendela usang dikamar tersebut. Clara semakin takut nyali nya kini sangat takut, hal ini bahkan lebih menyeramkan ketimbang saat pria itu sadar.

Dengan sangat hati hati kali ini tanpa adanya kekerasa sedikitpun Veen mendorong pelan tubuh Clara pada ranjang, menidurkan istrinya tersebut dengan sangat hati hati, hal itu sukses membuat Clara terkejut.

"Veen."

Masih diam tanpa suara pria itu kini mengelus perut Clara yang tampak menonjol dari bawah piyama,
mengelusnya dengan sangat lembut pada area perut hingga naik menuju dada. Membuat piyama itu terangkat keatas sempurna. Clara yang tadi sempat menutup kedua matanya kini membuka, bertapa terkejut hatinya saat mata Veen yang indah melihat lekat manik mata miliknya, padangan mereka menyatu sangat dalam hingga rasanya hati gadis itu merasa sesak. Karena Clara bisa merasakan kesedihan yang ada pada sang pemilik mata tersebut.

Veen mengejapkan matanya berusaha mengalihkan pandangan pada sisi lain, mata gadis itu terlalu indah dan Veen sangat membencinya, ia mencoba mengabaikan itu justru, pria itu memilih untuk mencium inci demi inci leher mulus sang istri. Bau citrus yang menyegarkan masuk dalam ronga hidungnya, wangi yang sangat memabukan.

"Apa kau baik baik saja?."

Tanya Clara lagi, gadis itu mencoba menahan dada Veen.

Tidak menjawab pertanyaan Clara sedikitpun, pria itu justru Semaki berani, ia mengangkat satu kaki Clara yang dibaluti oleh celana pendek. Lalu mengelusnya dengan perlahan dari atas hingga kebawah. Membuat gadis yang berada dikukungannya mengigit bibir, menahan leguhan yang diciptakan dari sang pujaan.

Clara masih menahan perlakuan tiba tiba Veen ini, sentuhan pria itu bagai sengatan listrik yang membuatnya membeludak, ditambah lagi jari demi jari yang Veen ciptakan pada kedua paha mulusnya berhasil membuat leguhan wanita itu keluar.

"Ahh."

Dengan nafsu Veen mulai mencium pangkal hidung mancung gadis itu, lalu merembet pada bibir tipis manis istri nya. Melumatkannya dengan sangat kasar tangan Veen juga tak tinggal diam, pria itu membawa tangan satunya untuk bermain dengan bokong sang gadis, Clara hampir kehabisan nafas dibuatnya.

"Clara."

Tentu saja kali pertama yang gadis itu dengar  adalah namanya, Veen menyebutnya dalam aktifitas mereka. Membuat hati gadis itu merekah mendengar lantunan itu. Walaupun Veen melakukannya dengan keadaan yang sedang mabuk berat, yang sudah dipastikan pria itu tidak sadar dengan apa yang tengah dilakukannya.

Veen melepaskan lumatan itu dan membiarkan bibirnya merambat pada leher Clara lagi, dengan sedikit gigitan pelan hingga meninggalkan beberapa bekas merah yang terlihat. Veen juga sedang berusaha membuka satu persatu kancing piyama gadis itu, Clara menahannya.

"Jangan— Veen. Bayi kita lemah."

Ucap Clara, namun Veen tetap tidak mendengarkannya.

"Aku mohon, bayi nya sangat lemah."

Ucap Gadis itu kembali, memohon.

Aktifitas yang diciptakan Veen tadi terhenti, pria itu melepaskan ciuman pada ceruk leher Clara, mata nya kini menyoroti tajam, dengan seutas cahaya yang hanya bersumber dari kaca usang tersebut, saksi bulan dan bintang dimalam yang cerah itu sebagai tanda. Bahwasalnya mereka pernah saling berbagi.

Pria itu berdiri begitu saja lalu menyalahkan saklar lampu kamar Clara lagi, dengan keadaan gadis itu yang terlihat sudah cukup kacau. Veen menarik knop pintu itu, sebelum sepenuhnya keluar pria itu sempat mengatakan sesuatu pada Clara yang membuat gadis itu terheran.

"Jangan bertindak akrab dengan pria itu."

Clara mengejapkan matanya kasar dan melihat pintu kamar itu yang sudah sepenuhnya tertutup rapat.

"Apa maksudmu, Veen?."







Keluar dengan perasaan yang menganjal campur aduk dengan tindakan bodoh yang ia sempat lakukan tadi, sangat frustasi pria itu mengancak kasar rambutnya.

"Sialan, itu sangat menjijikan."

"Apa yang menjijikan?."

Gean dan Arnold yang tengah terduduk santai dengan secangkir teh diruang tamu mansion sahabatnya itu, menyapa membalas perkataan Veen.

"Dari mana saja?."

Tanya Gean frontal.

"Kata bibi pekerja, kau kekamar?."

Arnold ikut menyaut.

"Untuk apa kalian berada disini?."

Veen berdecak kesal pada kedua sahabatnya itu.

"Benarkan Gean, sudah kubilang Veen itu peminum yang handal. Dia tidak akan melakukan apapun bukan?."

Ucap Arnold mengejek, sembaring meneguk teh hangat dihadapannya.

"Pergi dan pulang!!."

"Kau tega menyuruh sahabatmu pulang semalam ini?."

Tanya pria berkacamata itu lagi yang tidak terima pada Veen, menyuruhnya untuk pulang semalam ini.

"Saya tidak perduli."

"Sayang sekali padahal tadi kita sempat menemani kegilaanmu."

Timbrung Gean.

"Cih, seterah."

Setelah memaki dengan perkataan kasar pada kedua sahabatnya, Veen pergi menuju kamar untuk beristirahat sejenak. Meninggalkan keduanya, Gean juga Arnold yang melihat itu tertawa.

Memang mereka suka sekali menjahili Veen terutama Gean.

"Gean."

"Hmm."

"Kita hanya tidurkan?, kau tidak usah berbuat yang aneh aneh."







Pagi ini terlihat beberapa para pekerja tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk sang tuan rumah dan beberapa tamunya, termaksud Clara gadis itu sementara menggantikan posisi Pearl sang leader maid yang tengah terbaring lemah dikamar.

Clara menggantikan untuk memasak dan mencuci sebagian piring kotor, dibantu oleh bibi istri dari tukang kebun waktu itu, keduanya sangat telaten memotong beberapa daging cincang dan sayur sayuran bahkan bibi sempat berdecak kagum melihat gadis muda tersebut.

"Kau pandai memasak ya."

"Ibuku yang mengajariku."

Balas Clara dengan senyuman manisnya, bibi itu mengelus bahu Clara dengan lembut.

"Permisi, boleh saya bantu?."

Dua wanita itu melihat kearah sumber suara, tampak terlihat lelaki dengan rambut hitam legamnya tersenyum kearah mereka, wanita tua itu sempat tersenyum sebelum akhirnya pamit untuk menata beberapa piring dimeja. Clara yang melihat kedatangan Gean tersenyum membalas sapaan.

"Tidak perlu, sebelumnya terima kasih tuan."

"Formal sekali, panggil saya Gean saja."

"Lebih baik tuan duduk saja dimeja."

"Kau tidak ingin saya bantu?."

Gadis itu mengeleng kembali menolaknya dengan senyuman manisnya lagi, Gean yang melihat itu berdecak kagum.

"Kau sangat manis."

Puji pria itu pada Clara gadis itu tampak bingung melihat aksi sahabat suaminya yang secara tiba tiba, pria itu kini kembali duduk dengan rapih dimeja.

"Duduk diam diam Geandra!!."

Perintah Arnold pada Gean.

"Hmm, baiklah."

"Apa maksudmu seperti tadi?."

"Kalau ada Veen hawa nya dingin, kalau seperti ini kan jadi hangat."

Jawabnya dengan santai.

Sepasang mata coklat itu terfokus pada pria yang kini duduk dihadapannya, Griel pria itu melihatnya dengan pandangan tidak suka.

"Griel, aku baru melihatmu lagi."

Kini arnold berbicara pada Griel.

"Aku sibuk."

"Dipemakaman Sandra pun aku tidak melihat kehadiranmu."

Kini Gean bertanya.

"Sudah kubilang, aku sibuk."

"Santai saja, aku hanya bertanya."

Sepertinya Griel sedikit jengkel pada Gean, pria itu juga merasa ada yang tidak beres pada sosok pria dari sepupuh Veen tersebut, namun Gean memilih diam untuk menetralkan suasana. Disebrang sana Clara yang tengah memotong beberapa ayam pangang buatanya tampak melihat kearah belakang.

Beberapa pemuda yang tengah membicarakan sesuatu dan kini Clara pun baru sadar, bahwa Griel  tidak ada dipemakaman Sandra kala itu.

Beberapa menit dalam keheningan akhirnya sarapan pun jadi, makanan berat dan ringan telah disiapkan dengan sempurna, saat itu pula Veen sang pemilik mansion baru saja keluar dengan kaos hitam yang digunakannya. Membuat jantung Clara berdesir kembali tentang kejadian juga moment saat malam itu dimana ia dan Veen saling memandang,
malam yang syahdu dengan bulan juga bintang sebagai pelengkap.

Tapi sepertinya sang pemilik lupa akan kejadian itu, Clara sangat menyayangkannya walaupun hanya sesaat tapi dia telah berhasil menangkap moment,
Veen pria dengan wajah dinginnya duduk tanpa menyapa, bahkan Arnold dan Gean sekalipun diabaikannya.

"Jahat kau mengabaikanku."

Ucap Arnold tidak terima.

"Kenapa baru bangun?, apa mimpimu sangat indah?."

Tanya Gean dengan sedikit memancingnya, Veen melihat kearahnya dengan tajam.

"Tidak maksudku Arnold, bukan kau."

Ucap Gean mengelak.

Clara menyodorkan buah yang sudah dipotong olehnya dan diberikan kepada Veen, saat tangannya menaru piring tersebut tepat dihadapan Clara,
padangan keduanya bertemu kembali, dengan cepat gadis itu berusaha menepisnya dan menunduk untuk menghindari kontak mata tersebut.

"Si— silakan tuan."

"Clara, kau bisa bantu aku untuk mengambilkan potongan ayam disana?."

Gean kini bersuara, meminta bantuan kepada Clara. Gadis itu menganguk memberikan potongan ayam untuk Gean.

"Terima kasih."

"Selamat menikmati, saya permisi."

Ucap Clara sebelum ia pamit untuk pergi

Clara ingin segera pergi dari hadapan Veen karena jika berlama lama disana ia takut pria itu akan murka kembali, apalagi hatinya kini kian berdenyut hebat seperti lonjakan batu koral di air mendidih,
sungguh gadis itu seperti baru saja menemukan cinta pertamanya.

Tiba tiba saja Geandra mencegah, menyuruh untuk gadis itu untuk bergabung. Meminta dan memohon pada Veen.

"Ayolah Veen, dia sudah bekerja keras memasak dengan keadaan hamil seperti itu."

"Saya akan makan didapur."

Tolak Clara pada tawaran Gean.

"Bolehlah Veen."

"Tidak tuan..."






"Veen Clara dan wanita itu saja, ayolah."





"Duduk."

Akhirnya Veen mengeluarkan suaranya juga,
pria itu memerintahkan Clara untuk segera duduk.

"Tidak perlu sa— saya..."

"Saya bilang duduk!!."

Perintah Veen sekali lagi.

Clara tidak bisa menolak, suara dan sorot mata pria itu sangat menakutkan gadis itu akhirnya duduk dibangku berhadapan tepat dihadapan Veen dan disamping Gean, pria itu menyodorkan bangkunya lebih dulu.

"Duduklah Clara."

Ucap Gean.

"Bibi juga ikut bergabung."

Gean mengajak bibi juga untuk segera bergabung, wanita tua itu duduk disamping Clara dengan senyuman canggung.

"Kalau begitu, aku akan mengambilkan sarapanmu."

Pria itu Gean sangat telaten menuangkan beberapa lauh untuk Clara santap, begitu juga Veen entah pria itu tiba tiba saja mengambil piring kosong dan beberapa lauh penuh di piring tersebut, membuat Griel juga Arnold yang menyaksikan itu kebingungan.

Dengan cepat Gean menaru piring itu dihadapan Clara, gadis itu pun terdiam membeku dengan apa yang ia saksikannya. Gean tertawa pelan melihat Veen.

"Clara sudah kuambilkan, untuk apa itu?."

Tunjuk Gean pada piring yang berada ditangan Veen.

"Saya memberikan ini untuk bibi, bukan untuk jalang itu."

"Oh baguslah. Clara sekarang kau makan."

Clara tersenyum canggung saat gean mencoba memperhatikannya, gadis itu bingung dengan kondisi tersebut, bingung entah kenapa jiwa kejam Veen hilang begitu saja saat bersama kedua sahabatnya. Hal kecil semacam ini membuat Clara sedikit gemas.

"Masakanmu sangat lezat."

Kini Arnold menimbrung

"Terima kasih tuan."

"Sayang sekali tidak ada yang mau mengakui, tapi kau tenang saja aku yang akan mengakui, benar Clara ini sangat lezat."

Timpal Gean.

"Terima kasih tuan."







"Jangan banyak bicara!!."

"Veen kau kaku sekali."








"Berapa usiamu Clara?."

"Kau bisa panggil aku dengan nama panggilanku. Gean."

"Atau Geandra juga boleh, atau mungkin sayang?."

"Maksudku, saya... Haha."










BRAK











Veen mendobrak meja nya sedikit kencang hingga membuat orang disana terkejut, pria itu bangkit dari posisi duduknya.

"Veen kau kenapa?."

"Saya tidak lapar."

"Ya sudah."











"KALIAN BERDUA PULANG SEKARANG!!."









"Terima kasih atas makanannya Clara, sungguh masakanmu sangat lezat."

Puji Arnold kembali.

"Sebenarnya aku masih ingin berada disini lebih lama, tapi sepertinya ada yang tidak menyukaiku."

kini Gean ikut berbicara lagi, ditambah sorot mata pria itu melihat kearah Veen yang tengah menatapnya tajam.

Walaupun begitu Veen masih tetap diam dengan lontaran sarkas dari Gean, memang hanya pria itu yang dapat membuatnya menjadi pria konyol dihadapan siapapun.

"Cepat pergi!!."

"Baiklah baiklah."

Setelah melewati perdebatan yang tidak jelas Gean dan Arnold pun pergi, begitu pun juga Griel yang tampak bergegas pergi.

"Kemana?."

"Aku sedang ada urusan."

"Sangat penting?."

"Ayahku memanggil."

"Saya akan mengunjunginya nanti."

"Aku pamit."

Griel pergi dengan mengunakan mobilnya, sorot mata Clara melihat itu kepergian Griel tampak aneh gerak gerik atau bahkan gaya bicaranya seperti bukan seseorang yang Clara kenal sebelumnya, pria itu telah berubah.

Begitupun juga Veen, pria itu tampaknya tidak begitu peduli dengan keadaan Griel saat ini. Veen memilih masuk kedalam mansion kembali meninggalkan Clara dengan bibi pekerja itu.






🥀

"Aku akan mencari tau tentang gadis itu, aku sudah menemukannya dan aku akan segera membawanya pergi."















TBC

Continue Reading

You'll Also Like

154K 7.1K 34
"He is right. That man is the best for you!" ucap Ethan pada Willia sang mantan kekasih. "Yahh.. Rival memang terbaik darimu" balas Willia dengan nad...
460K 14.2K 42
Seorang pria arogant, keras kepala selalu mengeluarkan cacian dan makian pada orang yang tak bersalah, semua itu disebabkan oleh luka lama yang sudah...
16.6K 405 94
Nyatanya mau setulus apapun, kalo yang dipengen bukan kita, mau apa lagi? maaf ya ceritanya berantakan banget karena ini baru pertama kali aku nulis:...
6.1M 320K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...