LEORA ZARIN [END]

By Hamidaaa_11

645K 23.6K 604

PART MASIH LENGKAP!!!! HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! "Ayas lo udah mati!" "Kamu gak pernah mati Ayas, kamu... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cast
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Epilog
Ada yang mau cek?
Extra Part

29

9.8K 361 6
By Hamidaaa_11

Follow sebelum membaca!!!!

☁☁☁☁☁

Seluruh siswa kelas XII di SMA Edelewis terlihat begitu tegang. Hari yang mereka nanti akhirnya tiba. Hari ini adalah hari kelulusan bagi mereka semua. Semua murid dengan antusias menunggu masing-masing wali kelas mereka membagikan surat kelulusan. Mereka juga sangat penasaran dengan nilai yang mereka dapat dari hasil ujian yang mereka jalani.

Sama seperti yang lainnya, Zevan dan teman-temannya sangat bersemangat hari ini. Tidak, hanya teman-temannya saja, tidak dengan Zevan yang duduk diam tak banyak bicara. Wajah lelaki itu menjadi lebih datar dan lebih dingin dari sebelumnya. Semua itu sudah dipastikan karena seorang gadis yang sampai saat ini membuat pikirannya kalut.

"Jangan terlalu dipikirin, Zev!" Celetuk Delon yang mengerti apa yang tengah dilamunkan oleh sahabatnya itu.

"Diem lo!" Zevan menatap tajam Delon.

"Gue yakin, Zarin pasti balik kok!" Tambah Delon dengan santainya. Zevan yang tidak ingin di ganggu apalagi sampai mendengar hal yang membuatnya sensitif langsung menatap Delon tajam.

Delon merasa merinding sekaligus ngeri saat Zevan menatapnya tidak seperti biasanya.

"Oke oke, maafin." Cengirnya tanpa dosa menangkupkan kedua tangannya didepan dada.

Zevan melirik kearah bangku yang biasa gadis itu tempati. Tidak ada dia disana, hanya ada sahabatnya, Elea. Sama halnya dengan Zevan, Elea kelimpungan karena tidak ada Zarin yang selalu menemani hari-harinya. Elea pun tidak kunjung mendapat kabar dari sahabat baiknya itu.

"Sepi banget gak ada lo, Rin." Elea menopang dagunya menggunakan tangan. Pandangannya lurus kearah jendela yang menghadap langsung kearah lapangan.

"Lo kemana sih sebenarnya?" Tega banget lo gak ngasih tau gue," Mata Elea mendadak panas saat mengingat Zarin.

"Kenapa?"

Elea tersentak karena tiba-tiba saja Gerry berada disampingnya mendekatkan wajahnya disamping telinga Elea. Lelaki itu melihat kearah pandangan Elea.

"Ck! Ngagetin aja sih lo!" Seru Elea menggebuk lengan Gerry.

"Gue nanya," Ucapnya tanpa menghiraukan kekagetan Elea. Dengan gaya so cool memasukkan tangannya ke saku celananya.

"Ish dasar kulkas lo!" Gumam Elea masih terdengar oleh Gerry.

"Kenapa?" Tanya Gerry kedua kalinya karena Elea tak kunjung menjawab.

"Gapapa, gue cuma kangen aja sama Zarin," Balas Elea melipat bibirnya kedalam.

"Mungkin dia datang hari ini," Ujar Gerry yang mulai dekat dengan Elea pasca kejadian yang menimpa Zarin minggu lalu.

"Gue harap begitu," Jawab Elea menatap singkat Gerry yang masih berdiri disampingnya. Elea tidak sanggup menatap Gerry lama, bisa-bisa nanti ia meleleh. Tatapannya kembali kearah lapangan.

"Nanti sore lo-"

"BI MARSIH!" Pekik Elea mengundang perhatian dari teman sekelasnya. Elea tidak peduli akan hal itu, ia langsung berlari keluar kelas membuat Gerry mendengus kasar karena Elea memotong ucapannya.

Zevan yang mendengar teriakan Elea memandang aneh pada Elea. Namun detik berikutnya seakan tersadar dengan apa yang diucapkan Elea, Zevan langsung bangkit dari duduknya mengejar Elea yang sudah berlari jauh.

"Ada apa sih?" Tanya Delon pada Alden melihat Elea yang berlari heboh dan tidak lama diikuti oleh Zevan.

"Tau, bodo amat banget gue." Jawab Alden acuh tidak ingin memikirkan apapun. Ia sedang galau karena ditolak oleh perempuan incarannya.

Delon mendelik pada Alden,"Ger, lo tau mereka kenapa?"  Tanyanya melihat Gerry duduk dibangkunya.

Gerry hanya mengedikkan bahunya tanda tidak tahu. Delon menghela nafas kasar melihat wajah kusut Gerry. Terlihat seperti lelaki itu menahan kesal.

"Ah elah! Temen-temen gue udah mulai bucin semua!"

☁☁☁☁☁

"BI MARSIH?"

Elea berlari sambil terus memanggil wanita paruh baya yang dikenalinya. Ia yakin kedatangan Bi Marsih ke sekolah pasti ada hubungannya dengan Zarin. Dengan langkah seribu Elea mengejar Bi Marsih yang sudah hampir sampai gerbang.

"Bi Marsih?'' panggil Elea lagi, kali ini sang empu yang dipanggil menoleh karena jarak Elea yang sudah dekat.

" Tunggu, Bi." Ucap Elea berhenti melangkahkan kakinya didepan Bi Marsih yang masih menatap Elea penuh tanda tanya.

Elea mengatur nafas nya yang ngos-ngosan akibat berlari. Ia menunduk menumpukan kedua tangannya pada lutut.

"Bibi ngapain kesini? Zarin nya mana Bi?" Tanya Elea menatap Bi Marsih.

"Loh kirain, Non Elea tahu." Ucap Bi Marsih mengernyitkan dahinya.

"Engga Bi, Bibi pasti tahu kan Zarin dimana?"

"Bibi jug-"

"Zarin dimana?" Potong Zevan yang tiba-tiba sudah ada dibelakang Elea.

"Bibi kesini sama Zarin kan?" Tanya Zevan lagi berharap jawaban dari asisten rumah tangga Zarin itu sesuai dengan harapannya.

"Engga, Den. Bibi kesini sendirian." Ucap Bi Marsih membuat Elea dan Zevan sedikit kecewa.

"Terus Zarin dimana?" Tanya Elea dengan raut wajah sedih.

"Itu dia Bibi juga gak tahu," Jawab Bi Marsih dengan wajah tak jauh dari Elea.

"Bibi gak usah bohong, Bibi pasti tahu kan Zarin pergi kemana." Cecar Zevan tak percaya dengan jawaban Bi Marsih.

"Beneran, Den. Bibi berani sumpah kalo Bibi gak tahu keberadaan Non Zarin." Jelas Bi Marsih sedikit takut dengan tatapan intimidasi dari Zevan.

"Terus Bibi ada perlu apa kesini?" Tanya Elea melihat sebuah amplop ditangan Bi Marsih.

"Ini Bibi disuruh Nyonya buat ambil surat kelulusannya Non Zarin."

"Nah kan! Berarti Bibi tau dong Zarin dimana?"

"Engga Den, Bibi gak tahu."

"Udah Bi, duduk dulu disana." Ujar Elea menunjuk sebuah bangku dibawah pohon di taman sekolahnya, ia tak kuat menahan panas juga kasihan dengan Bi Marsih yang hanya berdiri karena diintrogasi.

"Coba Bi, ceritain apa yang Bibi tahu." Ucap Elea setelah mereka sampai dibangku yang dimaksud.

"Jadi gini, waktu itu saya disuruh Nyonya untuk membereskan semua pakaian Non Zarin dan barang-barang yang diperlukan. Setelah itu, tidak lama Non dan Nyonya sampai di rumah dengan keadaan Non Zarin sangat lemah. Saya tidak banyak bertanya karena tahu penyakit yang sedang dihadapi Non Zarin. Tidak lama, Non dan Nyonya kembali pergi dengan membawa barang-barang mereka. Dan malam itu juga saya dan Pak Kardi diberhentikan bekerja. Lalu Nyonya hanya memerintahkan saya untuk datang pada hari ini ke sekolah agar mengambil surat kelulusan Non Zarin."

"Terus mereka bilang mau kemana?" Tanya Zevan dengan raut wajah serius.

"Justru itu, Den. Saya tidak diberitahu mereka akan kemana. Namun, Pak Kardi bilang terakhir dia mengantar Non dan Nyonya malam itu Ke Bandara."

"Beneran, Bi mereka gak ngasih tahu sama Bibi mau kemana?" Tanya Elea sedikit gelisah.

"Beneran, Non Elea. Bibi juga sempat khawatir karena malam itu Non Zarin terlihat sangat lemah."

"Ck!"

Zevan mengusap wajahnya frustasi. Zarin benar-benar tidak meninggalkan jejak apapun. Dari penjelasan Bi Marsih terkait Pak Kardi yang mengantar mereka Ke Bandara. Sudah dipastikan gadisnya ke luar kota atau bahkan... Luar negeri.

Tidak, tidak. Zevan menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran negatif yang bersemayam di otaknya.
Zarin tidak mungkin pergi jauh darinya. Ia pasti akan segera kembali. Wait....

Bukankah tadi Bi Marsih bilang ia langsung diberhentikan?

Zevan mengerang, memukul batang pohon disampingnya. Apakah gadis itu benar-benar tidak akan kembali? Jika memang ia hanya pergi sebentar, lalu kenapa Bi Marsih harus berhenti dari pekerjaannya.

Bagaikan samsak, Zevan terus memukul batang pohon keras. Matanya memerah, urat-urat dilehernya menonjol. Terlihat jika lelaki itu tengah emosi. Ya, dia emosi pada diri sendiri karena Zarin pergi seperti ini. Dia marah pada diri sendiru, menyesal karena sudah menyia-nyiakan gadis yang masih ia cintai itu.

"ZEVAN!" Sentak Elea saat melihat Zevan tidak berhenti memukuli batang pohon. Bahkan darah sudah keluar dari punggung tangannya karena Zevan benar-benar memukul dengan keras. Bi Marsih hanya mampu diam tidak tahu harus berbuat apa-apa.

Elea menghentikan pergerakkan Zevan dengan mendorong kuat bahu Zevan. Jangan tanyakan seberapa kuat Elea mendorong namun sekuat apapun dorongan dari Elea tidak membuat  Zevan bergeming , ia menghiraukan Elea yang berusaha menahannya sampai sebuah tangan menarik kasar kerah baju bagian belakang Zevan.

Lelaki itu terhuyung kebelakang saat Gerry menariknya kasar. Matanya mulai memanas, hatinya kembali berdesir nyeri dan rasa penyesalan itu kembali terasa mencuat.

"Lo anter Bi Marsih, gue urus orang gila ini," Ucap Gerry pada Elea. Sedangkan Elea hanya mengangguk menatap Gerry yang membawa Zevan menjauh dari mereka.

☁☁☁☁☁

Gerry melempar obat merah juga kain kasa kehadapan Zevan. Mereka kini sedang berada di UKS. Gerry membawa paksa Zevan menahannya kuat saat Zevan memberontak. Ia tahu ini sulit untuk Zevan, namun haruskah lelaki itu sampai menyakiti dirinya sendiri.

"Obatin sendiri!" Ucap Gerry dingin melihat darah yang keluar dari punggung tangan Zevan.

Zevan hanya diam menunduk. Luka ditangannya tidak ia rasakan sama sekali. Malah luka dihatinya yang bertambah menganga kacau berantakan.

"Lo kalo mau simulasi bunuh diri gak usah setengah-setengah!" Ujar Gerry dengan kalimat pedas.

"Gedeg gue liatnya! Kalo mau langsung gantung diri atau main pisau lebih menarik," Ucapnya santai menatap Zevan datar.

Zevan tersenyum getir, "ide bagus," Gumamnya masih terdengar oleh Gerry.

"Hubungin gue kalo butuh bantuan buat cincang daging lo!" Geram Gerry pada makhluk sejenis manusia dihadapannya ini.

"Ck! Nyusahin lo!" Ucap Gerry kesal karena Zevan tak kunjung mengobati lukanya.

Dengan kasar Gerry menarik tangan Zevan mulai mengobati luka itu, sesekali ia menekan lukanya karena kesal. Zevan hanya diam meringis tipis lalu menampilkan wajah datar kembali. Bagaimanapun juga Gerry sangat peduli pada sahabatnya itu meskipun Zevan membuat Gerry kesal karena lelaki itu lebih keras kepala sekarang.

"Ger, gimana kalo Zarin benar-benar gak kembali lagi?"

Gerry menghentikan sejenak aktifitasnya yang sedang memasang perban. Ia sedikit berfikir, tidak tahu harus menjawab apa. Ia sangat mengerti apa yang dirasakan oleh Zevan karena dahulu juga ia pernah berada diposisi seperti Zevan, namun berakhir sangat hancur karena tidak kembalinya perempuan yang dulu Gerry cintai dan itu sangat menyakitkan.

"Kita hanya manusia tidak bisa menebak takdir, gak usah terlalu larut. Hidup terus berjalan, perlahan kita pasti bisa menerima, karena dalam hidup, people come and go."

☁☁☁☁☁




Vote?
Comment?

Lovyu badag💋

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 231K 57
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
900K 41K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
3.6M 171K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
591K 62.5K 38
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...