Stepfather|| END ✔️

By valleythenhisa

73.7K 2.4K 250

Veen. Menyiksa Clara semata mata hanya untuk membalaskan dendam paman dan keluarganya, atas perbuatan dari ke... More

Read this
• Chapter 1 - Stepfather
• Chapter 2 - Threat Veen
• Chapter 3 - Weeks off
• Chapter 4 - Real of my life
• Chapter 5 - Mansion
• Chapter 6 - New maid
• Chapter 7 - Hurt me
• Chapter 8 - Shut down
• Chapter 9 - His smiled
• Chapter 10 - the under sky
• Chapter 11 - Feeling heart
• Chapter 12 - Hug
• Chapter 13 - Troubled
• Chapter 14 - Lavender
• Chapter 15 - Never Hate
• Chapter 16 - Falling Apart
• Chapter 17 - Your Baby
• Chapter 18 - Marriage
• Chapter 19 - One point view
• Chapter 20 - When does it end
• Chapter 21 - Rose's
• Chapter 22 - Sadness
• Chapter 24 - Almost there
• Chapter 25 - Drunk you
• Chapter 26 - Little girl
• Chapter 27 - Double G
• Chapter 28 - Before you go
• Chapter 29 - New problems
• Chapter 30 - Weird feeling
• Chapter 31 - Danger
• Chapter 32 - Difficulty
• Chapter 33 - Heart Attack
• Chapter 34 - Goodbye
• Chapter 35 - New facts
• Chapter 36 - Rival
• Chapter 37 - Bestfriend
• Chapter 38 - Gean and Clara
• Chapter 39 - Not Friends
• Chapter 40 - Evil Brako
• Chapter 41 - Lost mind
• Chapter 42 - One time chance
• Chapter 43 - Dream and Meet
• Chapter 45 - Dandelions
• Chapter 46 - Im sorry
•• Ending - I love 1000 stars
Bonus chapter 1 : Family's
Last BonChap: Alkasya Mell

• Chapter 23 - Crying heart

1.1K 52 7
By valleythenhisa

HAPPY READING
VOTE
















•••

Setelah pemakaman mendiang Sandra selesai, tentu saja hal itu masih meninggalkan bekas yang begitu
dalam bagi Veen sendiri. Pria itu hanya terdiam dengan tatapan kosong sejak kemarin. Ia masih tidak percaya dengan kejadian yang begitu cepat yang dialaminya. Sandra adalah pujaannya bahkan separuh hidupnya saat ini, Veen sangat merasa hampa. Kepergian wanita itu membuka luka terdalam bagi pria tersebut, bahkan mereka sama sekali belum berbicara semenjak kejadian hari itu.

Veen belum meminta maaf atas semua perlakuan terakhirnya, pria itu sungguh sangat menyesal terhadap sikapnya. Bahkan dia sendiri pun tidak bisa menjaga kekasihnya dengan benar. Veen merasa hampa kini, tubuhnya terasa sangat lemas
kehilangan sosok orang yang dicintainya untuk selamanya.

Hal yang tidak diinginkan sepanjang hidup pria itu adalah kematian orang terdekat, Veen tidak ingin kejadian ini terulang kembali, pria itu sangat mencintai Sandra. Namun apa daya, ia hanyalah manusia biasa. Takdir sudah tertulis begitu hebat dan tak mungkin bisa Veen melawannya.

Pria dingin itu hanya bisa menangis dalam diam. Sosok pria kasar kini terlihat lemah saat ini.

Tidak perduli dengan image nya yang terbilang kasar dan arogant, seakan dirinya melupakan sejenak. Semua itu ia lakukan untuk mengenang kepergian bidadarinya. Sangat sakit dan menyayat hati, Veen merasa seperti itu saat ini. Seolah hidupnya akan berakhir detik ini juga, memori indah saat kebersamaanya bersama Sandra harus disimpan erat.

Selamanya.






"Maafkan aku Sandra. Maaf, sekarang tidurlah dengan damai. Aku mencintaimu, selalu."







Walaupun ia berusaha untuk tetap iklas dengan apa yang terjadi, pria itu tentu saja tidak tinggal diam.
Untuk mencari akibat kematian dari Sandra, yang masih sangat mengejutkan ini. Veen berniat mencari penyebab kejanggalan meninggalnya sang kekasih dengan menyuruh beberapa pengawal juga 2 orang teman yang dipercayainya untuk meminta tolong,
kebetulan salah satu dari mereka adalah seorang detektif.

Proses itu sudah dijalankan sejak hari kematian Sandra kemarin, rencananya 2 orang teman Veen itu akan datang berkunjung ke mansion ini.

Veen menghelang nafas panjangnya.

"Saya harap kau bahagia disana. Tolong sampaikan salamku kepada ayah juga ibuku."











"Katakan, aku merindukannya."

Ucap Veen kembali, melanjutkan gumaman nya. Pria itu merongoh saku miliknya dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang.







• "Hallo Veen."

• "Bagaimana?. Kalian bisa?."

• "Kau tenang saja, besok aku akan kesana."

• "Jadi sebenarnya apa yang terjadi?."

• "Dari hasil forensik kemarin ini adalah kasus pembunuhan berencana."

• "Pembunuhan?."

• "Aku akan memberikan detail info nya, ayo Veen kita bertemu hari ini."

• "Baiklah, kirim alamatnya sekarang."

Perintah Veen pada seseorang. Lalu mematikan panggilan telfon itu.

"Sialan, siapa yang berani melakukan semua hal ini?."

Geram Veen, tangannya terlihat mengempal kuat.

Dengan setengah amarah yang mengalir, pria itu keluar dan pergi untuk menemui seseorang yang baru saja ia hubungi. Wajah dinginnya bertambah jelas saat tau sebab kematian dari sang kekasih, ia tak menyangka dimansion ini ada orang yang berniat jahat padanya.

Lawan bicara dari telfon tadi mengirimkan lokasi tujuan untuk merundingkan dan mencari titik terang dari kasus ini. Veen ingin mengambil kunci mobil terlebih dahulu. Untuk sampai pada bagasi itu Veen harus melewati kamar milik Clara, ia melihat sedikit pintu kamar tersebut yang terbuka. Tiba tiba saja langkahnya menjadi terhenti.

Lagi lagi Veen mencoba mengabaikan perasaan anehnya, tentang bagaimana gejolak rasa itu selalu timbul. Namun kali ini, seperti ada sebuah dorongan kuat yang berhasil membuat pria itu memutuskan untuk masuk dan melihat keadaan sang gadis.

Veen berjalan dengan langkah tenang, terlihat wajah damai Clara terpancar, gadis itu rupanya tengah tertidur pulas. Wajah pucat Clara terlihat mendominasi.

"Bodoh."

Gumam Veen.

Pria itu menangkap sebuah objek bunga mawar kering yang berada di vase meja samping ranjang,
juga dua buah pasang kaos kaki bayi hasil rajutan gadis itu. Veen meraihnya dan merasakan lembutnya bahan itu, dirasakannya dengan perlahan cukup membuat hati pria arogant itu pun berdesir, dengan cepat Veen kembali meletakannya lagi.

Kelopak bunga mawar itu mulai berjatuhan, Veen mengambil salah satunya. Lalu kembali terfokus pada fitur wajah yang dimiliki oleh Clara.

"Jadi kau sudah ingat?."

Lirih Veen sendiri.

Tanpa disadari oleh sang pemilik, Veen tersenyum.
seorang Veen yang terkenal akan siksaan dasyatnya pada Clara. Walaupun ia melakukannya secara tidak sadar. Veen kembali menepis semua pikiran aneh itu dan memilih untuk segera pergi meninggalkan kamar Clara, dengan pintu yang sudah tertutup.



"Aku— aku...ingat. Veen."






🥀

"Nyonya Gema sudah diizinkan untuk pulang,
namun sebelum itu kau harus tetap meminum obatmu dengan rutin."

Ucap sang dokter dengan tersenyum ramah.

Sudah hampir 2 minggu lebih mereka berada dirumah sakit ini, akhirnya Gema pun siuman dan hari ini wanita itu diizinkan untuk pulang.

"Baiklah, terima kasih."

Balas Gema dengan senang.

"Akhirnya, kau sudah bisa pulang Gema."

Ucap Felix tidak kalah senang.

"Tapi Felix. Sebentar, ehm bagaimana..."

Ucapan wanita itu terhenti oleh Felix.

"Aku tau maksudmu. Kau khawatir kita akan tinggal dimana?."

"Rumahmu bahkan sudah kau serahkan pada bank, kau tau aku tidak punya rumah disini."

"Kau tidak perlu khawatir, kalian bisa tinggal bersamaku dan Felix akan menyewa rumah didepan rumahku, kita akan mencari Clara bersama."

Timpal Anne yang mencoba menenangkan Gema,
Wanita itu mengangguk tersenyum dan tak berheti mengucapkan rasa terima kasihnya pada kedua orang baik dihadapannya.

Setelah selesai berkemas mereka pun pergi, mereka harus menempuh perjalanan yang cukup panjang.
Pada akhirnya kini Gema, Felix, Anne sampai dirumahnya, pria itu lalu memasukan barang barang Gema kedalam.

"Istirahatlah Gema."

Saran Felix.

"Aku punya kamar lebih untukmu."

Angguk Anne, iya menyetujui ucapan dari Felix.

"Terima kasih banyak sebelumnya, tapi aku masih ingin berbicara pada kalian."

Balas wanita itu dengan tatapan serius.

"Kalau kau khawatir tentang Clara tenanglah, besok para kepolisian akan datang mengunjungi rumah ini. Semoga mereka menyampaikan berita baik."

Balas pria tampan itu dengan lengkap, seakan sudah tau arah pembicaraan wanita itu.

"Apa tempat itu yang dimaksud oleh Geral adalah sebuah mansion?. Aku juga sempat bilang pada kalian bukan?. Itulah yang diucapkan oleh Brako."

Rupanya wanita itu tidak menyerah juga, Gema terus berusaha membahasnya.

"Polisi sudah menemukan jalan rahasia, namun titik dari keberadaan tempat itu belum ditemukan."

Felix melanjutkannya, pria itu tersenyum lembut pada Gema.

"Aku harap semuanya akan selesai, sungguh aku sangat rindu anaku."

"Bersabarlah Gema. Aku yakin dia baik baik saja. Tapi sebelum itu, apa kau bersedia untuk menjadi pemegang sementara ahli waris dari Alegas, untuk berjaga jaga jika Brako menangkapku lagi."

"Baiklah, aku akan lakukan untuk Clara."




Setelah melakukan perbincangan yang cukup hangat, Anne mengantar Gema untuk beristirahat. Sedangkan Felix meminta izin untuk pergi kekantor polisi menyerahkan beberapa dokumen pelaporan yang masih tersisa.

Dipertengahan jalan pria itu tak sengaja menabrak bagian belakang mobil seseorang, dengan perasaan yang campur aduk Felix turun dan melihat keadaan orang itu untuk meminta maaf.

"Maafkan saya, tuan apa kau baik baik saja?."

Karena tidak mendapatkan jawaban dari sang pemilik, Felix mengetuk kaca mobil itu.

"Permisi?."

Ucapnya kembali.

Pria itu membuka kaca mobilnya dan bertapa terkejutnya Felix melihat pria kejam yang menghancurkan hidup kaka nya kini tepat berada dihadapannya, Brako tersenyum sambil membuka kaca mobil itu.

"Kau harus mengantinya senilai 5M."

"SIALAN KAU. TURUN BRAKO!!."

Brako tertawa, Felix yang sudah emosi kini menendang pintu mobil Brako dengan kencang,
namun buk nya turun justru pria tua itu pergi dengan kecepatan tinggi. Ia tidak ingin kalah dan lolos lagi dari pria tua itu, Dengan cepat Felix kembali masuk kedalam mobil dan berniat untuk mengejar Brako.

"Sialan. Dia mengikutiku, arghh."

Umpat Brako, ia melihat kearah spion kaca mobil Felix yang tepat berada dibelakang mobilnya.

Brako mengeluarkan ponsel dengan gemetar,
menelpon seseorang sambil mengendarai laju mobil.

"Anak sialan, lama sekali kau angkat."







• "Ck. Ada apa?."

"Bantu aku, ada seseorang mengejarku."

"Baiklah, aku akan segera menyusul, kau dimana?."

• "Rumah pondok waktu itu, cepat kesana!!."







"Ck sialan."

Karena terlalu fokus pada ponselnya itu, hampir saja mobilnya menabrak pohon besar didepan. Namun berhasil dia tepis, Brako melemparkan ponsel miliknya kebelakang jok, lalu menambahkan kecepatan mobil untuk menuju ketempat tujuan.

Setelah sampai dan menghentikan mobilnya, Brako keluar dan berteriak memanggil Felix, begitupun juga pria itu ia turun dengan cepat lalu menghajar Brako habis habisan hingga babak belur. Pria tua itu tidak melawan sedikit pun, karena masalah usia mereka yang terpaut cukup jauh.

"MATI KAU."

"Haha kau bodoh Felix."

"DIAM BAJINGAN!!."








Bugh




Bugh





Bugh








"Lepaskan ayah saya!!."

"Ayah?, cih ayahmu adalah seorang bajingan."

"Sialan."

Felix dipukul beberapa kali oleh Griel, begitupun sebaliknya. Brako mengeluarkan pisau lipat di saku lalu menyodorkan pada Felix yang kini telah dikunci kedua tangannya oleh sang anak.

"Serahkan semua warisan Alegas pada saya!!."

Ancam Brako yang masih dengan pisaunya.

Brako sepertinya tau Felix hanya membohonginya pasal surat warisan itu, harta yang diwariskan Alegas sepenuhnya milik Clara dan Felix hanya menjaganya. Jika pria itu ingin mendapatkan semua harta dari rival nya tersebut, tentu saja ia harus mendapatkan tanda tangan gadis itu.

Felix tersenyum tipis lalu tertawa, hal itu membuat Brako terheran.

"BERHENTI TERTAWA ATAU KUBUNUH!!."

Tekan Brako pada Felix yang masih tertawa remeh.

"Dimana Clara?."

Tanya Felix to the point.

"Dimana keponakan saya?."

Tanya kembali Felix. Wajahnya kini berubah drastis.

Mendengar nama Clara disebut hal itu membuat pertahanan dari Griel lengah.

"Clara?."

Lirih Griel pelan, namun masih bisa didengar oleh Brako.

"DIAM!!."

Brako berdecak kesal, pria itu membentak sang anak.

Karena lengahnya Griel tadi hal itu menjadi kesempatan untuk Felix kabur dan menendang Brako, namun tiba tiba saja Griel mengeluarkan pistol yang berada disaku jaketnya lalu menodongkannya dihadapan Felix.

"Pergi atau saya bunuh."

Melihat itu sudah menjadi ancaman bagi dirinya kini Felix memilih mengalah dan pergi. Pria itu pergi dengan cepat mengendarai mobilnya, tindakan yang dilakukan oleh Griel yang terkesan labil membuat sang ayah murka.

"KENAPA KAU LENGAH?."

Teriak Brako dihadapan sang anak.

"Apa pria itu ada hubungannya dengan Clara?. Apa yang dimaksud kau Felix itu..."

"Itu tidak penting, sekarang kau telpon Veen agar datang kesini."

"Jawab pertanyaan ku!!."

Bentak Griel.

"BERISIK!!. Tugasmu itu hanya menurut pada ayahmu ini."

"Untuk apa, meminta uang lagi?."

"TELPON SAJA!!. Kau banyak bicara sama seperti ibumu, pria itu tidak menjawab panggilanku sejak kemarin."

"Sepertinya kematian Sandra membuat Veen menjadi seperti ini"

Ucap kembali Brako. Pria itu kini mengeluarkan batangan roko dan kembali menghisapnya dengan santai.







🥀

"Ka Pearl ada apa?."

Clara keluar dari kamar karena merasa sedikit bosan tidak melakukan kegiatan sedikitpun, menyapa sang leader maid itu yang terlihat tengah membersihkan piring kotor dengan wajah anehnya.

"Clara, kenapa kau keluar dari kamarmu?."

"Aku hanya ingin."

"Kembalilah, lukamu belum pulih."

"Aku mohon, sungguh aku sangat bosan."

"Kalau begitu duduk, jangan terlalu banyak bergerak lukamu masih basah."

"Baiklah."








"Clara."

Panggil Pearl tiba tiba.

"Ada apa?."

"Tuan Veen tidak mau makan sejak kemarin, dia hanya minum segelas air putih saja."

"Belum makan sama sekali?."

"Sepertinya kepergian nyonya membuat tuan menjadi seperti ini, aku sedikit kasihan melihatnya."

"Aku paham apa maksudmu, aku pun begitu."

"Tuan memiliki penyakit maag yang cukup parah,
bagaimana jika terjadi sesuatu."

"Aku akan mencoba membujuknya untuk makan."

"Jangan!!. Bagaimana jika tuan melakukan tindakan kasar lagi padamu?."

Pearl menahan tangan Clara yang hendak pergi.

"Percayalah padaku."

"Apa kau yakin?."

"Percayalah padaku."

Pearl melepaskan tangannya pada lengan Clara.
Gadis itu hendak pergi, namun tiba tiba saja langkahnya terhenti saat. Nina, wanita tua itu tersenyum menyapa keduanya dengan dua buah cup ice cream ditangannya. Wanita itu menyodorkannya pada Pearl juga Clara.

"Pearl, Clara aku ingin memberikan 2 buah ice cream buatanku pada kalian.

Ucap bi Nina.

"Ah benarkah kelihatan sangat enak"

Puji Pearl kini, mereka menerimannya.

"Hanya sisa itu, maaf ya."

"Tidak masalah bi, terima kasih."

Balas Clara dengan senyuman.

"Makanlah, kalian suka?."

Keduanya mengangguk, gadis itu tersenyum dengan merekah melihat satu cup ice cream vanila digengamannya, kebetulan sekali Clara memang sangat ingin makan ice cream saat ini.

"Aku sangat ingin memakan ini."

"Ah Clara seperti nya kau tengah mengidam, bayimu yang mengiginkannya."

"Benarkah?."

Tanya Clara dengan mata yang berbinar.

"Aku senang dia berkembang dengan baik."

Timpal Pearl.

"Kalau begitu habiskan."

Balas Pria tua itu dengan tertawa pelan.

Clara mengangguk lalu menghabiskan 1 cup ice cream itu, karena melihat keinginan Clara yang sangat besar Pearl merelakan satu buah ice cream nya pada gadis itu, Jelas Clara sempat menolak seperti biasa dan Pearl tetap memaksa Clara untuk menerimanya.

"Makanlah, nanti bayimu menangis loh didalam sana haha."

Tawa Pearl pelan.

"Itu milikmu."

"Ayolah, aku tidak mau ponakan ku menangis disana."

"Terima kasih."

Balas Clara dengan tawa pelannya juga.






"Kirim segera 3 truk ice cream kemansion saya."

Disebrang sana Veen tidak sengaja menangkap percakapan dari ketiga wanita itu, melihat mata Clara yang berbinar melihat ice cream digengaman membuat Veen melakukan semua hal itu.

Bukan karena merasa kasihan tapi, seperti ada dorongan yang menggoyahkan hati pria tersebut,
percayalah semua itu hanya kebetulan.

"Aku hanya tidak ingin dia mati, sebelum aku sendiri yang membunuhnya."







🥀

Sebelum dimakamkan Sandra sempat dilarikan kerumah sakit forensik untuk melihat indikasi yang terjadi, karena kebetulan rumah sakit itu milik temannya juga dan teknologi yang hebat membuat hasil forensik sandra cepat sekali keluar. Namun untuk sampai kesana Veen harus menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya Veen sampai disuatu kawasan elit perumahan.

Ia menepikan mobil lalu memencet bell tersebut, terlihat 2 orang pria yang seumuran dengannya menyapa ramah, lalu mempersilakan Veen untuk masuk.

"Masuklah."

"Bagaimana perjalananmu?."

Tanya salah satunya.

"Cepat katakan padaku, apa yang terjadi."

"Bersabarlah Veen, aku akan menjelaskannya dengan detail biarkan Arnold membuatkan kau coffe."

Veen hanya memangguk mengerti tak minat untuk membalasnya, saat ini ia hanya perlu tau tentang hasil forensik Sandra. Gean nama pria dihadapan Veen itu, meletakan beberapa kertas dimeja yang berada dihadapannya. Lalu menunjukan data hasil pemeriksaan tubuh Sandra.

"Lihatlah data ini, ada indikasi racun didalam tubuh Sandra, tidak hanya itu aku juga menemukan adanya kekerasan dibagian leher."

"Sialan, siapa yang berani melakukan itu?."

Veen merasa jengkel, alisnya kini mengkerut.

"Tenanglah, kau lihat ini kami para dokter ahli forensik menemukan racun juga obat terlarang didalam tubuhnya, bekas suntikan adalah salah satu faktor. Kami melihat bekas suntikan pada lengan juga leher yang dideteksi adalah obat untuk melemahkan jantung serta racun untuk merusak hati."

"Aku akan melapornya semua hasil ini pada kepolisian."

Ucap Veen lantang.

"Apa kau siap jika para polisi mengunjungi kemansionmu untuk melihat jejak sang pelaku?."

Veen terdiam sejenak mendengar itu.

"Bagaimana jika kau yang melihat, saya benci polisi."

"Aku tau kau Veen. Baiklah aku dengan Arnold akan ke mansion mu besok."

"Hmm."

"Bermalam lah disini."

Suara dering telpon dari ponsel Veen terus saja berbunyi, hal itu dinotis oleh Gean sendiri. Pria itu bertanya pada sahabatnya, alasan kenapa Veen tidak mau mengangkat panggilan dari Brako.

"Kenapa tidak diangkat?."

"Hanya malas."

"Itu dari pamanmu bukan?."

"Pasti dia ingin meminta sejumlah uang lagi."

"Uangmu sangat banyak Veen, kenapa tidak?."

"Dia tidak pernah menanyakan kabarku, dia mau uangku."

"Bukanya kau bilang, kau berhutang padanya."

"Dia memang memiliki jasa yang berharga,
tapi dia meminta itu tidak melihat kondisi."

"Aku mengerti."






🥀

"Clara."

"Ada apa ka Pearl?."

"Didepan sana ada yang mencarimu."

"Siapa?."

Tanya gadis itu heran.

"Dia seorang kurir ice cream, katanya kau memesan semua itu."

"Aku?."

Pearl menarik Clara kedepan untuk melihat 3 truk ice cream berjejer rapih di pekarangan mansion besar Veen, dengan takjub para pekerja disana terdiam melihat itu dan sebagian ada yang memasang wajah iri pada Clara.

"Ini Clara."

Tunjuk Pearl pada pria itu.

"Selamat sore nona ehm. Nyonya Clara?."

"Iya dengan saya sendiri."

"3 truk ice cream dengan nama pemesan tuan Veen dan penerima Clara sudah sampai."

"Ice cream?."

Tanya kembali Clara dengan heran.

Sontak gadis itu pun terkejut mendengar hal tersebut, Veen memesan ice cream sebanyak ini hanya untuk dirinya. Tere, maid licik itu yang mendengar semuanya sempat mendengus kesal.

Pearl berbisik ditelinga gadis itu.

"Apa tuan Veen mulai peka padamu?."

"Ka Pearl!!."

Balas Clara dengan malu.

"Baiklah, tolong bawa masuk."

Pearl memerintahkan pada sejumlah petugas.

"Baik."

Pearl terus mengoda gadis itu hingga pipinya kini memerah, Tere menatap jengkel kedua nya.

"Untuk apa tuan Veen mengirim ini?."

Tanyanya pada Clara.

"Aku tidak tau.

"Untuk Clara lah, kau iri ya?."

Pearl membela Clara, Teremengempalkan tangan nya.

"Aku tidak bertanya padamu."

"Clara tidak mau berbicara padamu, jadi aku yang jawab, sudah kutebak kau iri?."

"Sialan."

Karena merasa kesal Tere pun pergi meninggalkan keduanya yang tengah tertawa.

"Tapi untuk apa Veen melakukan ini?."

"Sudah ku bilang, tuan Veen itu sebenarnya baik."











TBC

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 104K 46
[Sebelum membaca follow akun ini dulu] (Sekuel Duda) 7 tahun Lisa ditinggal tanpa penjelasan. 7 tahun Lisa gagal move on. 7 tahun pula Lisa dijul...
169K 6.3K 45
❗FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA❗ | BOOK 2 : TCWM SERIES | (Tersedia Versi Ebook) Menceritakan tentang kehidupan Airin Pricilla setelah menikah dengan Ch...
1M 108K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
281K 16.8K 56
Dendam yang membara memenuhi relung hati seorang Christian Xander, membuatnya menjadi seorang kepala Mafia yang kejam dan tak tersentuh, apapun ia la...