LEORA ZARIN [END]

By Hamidaaa_11

647K 23.7K 604

PART MASIH LENGKAP!!!! HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! "Ayas lo udah mati!" "Kamu gak pernah mati Ayas, kamu... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cast
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Epilog
Ada yang mau cek?
Extra Part

18

7.3K 283 1
By Hamidaaa_11

Zevan sedang bersama teman-temannya ditaman dekat lapang. Mereka sedang bernyanyi random dengan Zevan yang memegang gitar. Namun tidak dengan Gerry, si manusia kulkas itu hanya menonton saja.

Lihatlah bagaimana mereka menjadi pusat perhatian disana. Semua perempuan disana memekik tertahan karena mereka seperti melihat konser gratis. Apalagi Delon sifucekboy yang tebar pesona. Beberapa kali ia mengedipkan matanya pada murid perempuan yang lewat disana.

Pesona Zevan tak kalah bersinar. Dengan tangannya yang lihai memetik gitar juga suaranya yang berat itu mengalunkan melodi-melodi dengan indahnya. Ia semakin terlihat tampan dan mempesona.

Alden dan Arka berduet merasa dirinya sedang berada diatas panggung. Dengan percaya diri mereka menyanyi tanpa menghiraukan sekitar. Oh ayolah, mereka tidak kalah tampan dari yanhg lainnya.

Gerry? Jangan ditanyakan manusia kulkas satu ini. Dia hanya diam menonton menumpukan kedua tangannya kebelakang bangku taman. Dia hanya diam namun mampu membuat kaum hawa memekik karna tatapan dinginnya itu.

"Tak mau kehilangan....." Alden memejamkan mata menghayati setiap lirik.

"Tapi lelah berjuang..." Lanjut Arka dengan gaya Rian D'masiv

"Bukankah rumah tempatku bersandar...." Delon menimpali sambil mengerlingkan mata pada siswi yang lewat.

"Sendiri ku tak bisa....bersama ku tersiksa...ini kenyataaanya...kita tak baik sajaaa......" Zevan menambahi dengan nada tinggi di akhir.

"Saakiit..."

"Tak sanggup..."

"Sadarkah kita terlalu hancur...."

"Hilang habis tak bersisa..."

"Tapi ku tak mampu menyerah..."

"Tertawan hati...."

Mereka pun menyanyi bersama dengan begitu meresapi disetiap liriknya. Bahkan murid-murid yang berlalu lalang sempat berhenti dan ikut bernyanyi dengan mereka.

Zevan menyudahi bermain gitar nya. Ia mengambil air mineral lalu meneguknya. Jakunnya turun naik saat air itu melewati kerongkongannya. Beberapa murid perempuan memekik kala melihat pemandangan itu. Ah, betapa seksinya dia.

Zarin menghentikan langkahnya saat melihat Zevan dan kawan-kawannya sedang berada ditaman. Ia berniat menghampiri Zevan. Ia memutuskan untuk memberitahu Zevan tentang Morgan yang gadis itu curigai.

Dengan langkah pasti Zarin menghampiri Zevan. Seketika teman-teman Zevan menatap Zarin. Begitupun Zevan yang menatapnya malas.

"Eh ada sicantik Zarin, sini duduk deket Abang!" Ucap Delon menepuk tempat disampingnya.

Alden menoyor kepala Delon. "Lo kira Zarin cewe lo yang seribu lima ratus sembilan puluh tujuh!" Tukas Alden.

"Ya mungkin aja Zarin mau, yakan Rin? Sabi lah," Ujar Delon dengan senyum menggoda.

Arka menatap tajam Delon lalu mengalihkan perhatiannya pada Zarin. "Sebelum lo, gue dulu yakan Rin?!" Arka mengedipkan matanya sebelah pada Zarin.

Gerry menggelengkan kepalanya. "Berisik lo pada!"

"Hehe sorry, gue kesini mau ngomong sama Zevan." Ucap Zarin menatap Zevan yang memalingkan pandangannya.

Zevan hanya menaikkan alisnya sebelah. "Gak usah ganggu gue." Ucap Zevan menatap malas pada Zarin.

"Sebentar aja aku mohon," Zarin memberikan tatapan memelas pada Zevan. Sayangnya, Zevan bahkan tidak melihat kearahnya sedikit pun.

Zevan berdecih. Ia beralih menatap Zarin dengan tatapan tajam. Tidak ada kehangatan. Tidak ada cinta. Sangat dingin.

"Kayaknya lo punya telinga yang normal kan, Rin? Gue selalu bilang sama lo! Gue udah muak sama lo! Gue gak butuh penjelasan apa-apa lagi!" Zevan meninggikan suaranya. Melihat Zarin selalu mengingatkan Zevan pada foto itu. Ia selalu emosi mengingat dimana malam itu ia mencari Zarin namun saat itu juga ia mendapat kiriman sebuah foto yang membuat amarahnya naik.

Bahu Zarin gemetaran. Sekuat tenaga ia menahan tangisnya agar tidak meledak. ia memejamkan matanya sejenak. Menguatkan dirinya lalu menatap berani pada Zevan yang menatapnya emosi.

"Kamu tenang dulu, aku bak-"

"Tenang gimana maksud lo?" Zevan maju dua langkah mempertipis jarak nya dengan Zarin. "Tenang saat liat lo tidur sama orang lain gitu?!" Lanjutnya dengan nada membentak.

Sontak murid yang berlalu lalang disana berhenti lalu menontom drama tersebut. Tidak sedikit dari mereka yang berbisik-bisik mengenai Zarin. Bahkan ada juga yang merekamnya.

Gak nyangka ya, si Zarin kayak gitu orangnya

Padahal cantik tapi kelakuannya bejat

Dasar jalang

Apa? Si Zarin udah gak perawan

Yah udah jebol, kuat berapa ronde, Neng?

Gak tau malu, kalo gue udah ngubur diri idup-idup, huh!

Zarin melihat sekeliling. Ia mendapat tatapan mencemooh dari murid-murid disana. Air matanya mulai berjatuhan, ia menatap Zevan dengan tatapan kecewa. Tidak menyangka Zevan akan mempermalukannya ditempat umum seperti ini.

Kemana Zevan yang selalu melindunginya. Seketika Zarin menatap Zevan dengan pandangan berbeda. Rasa kecewa mulai menyelimuti hatinya.

"Zev udah," Arka berdiri menepuk bahu Zevan berulang. "Lo gak seharusnya permaluin Zarin kayak gini." Arka beralih menatap kasian pada Zarin yang tengah terisak.

"Lo bela dia?" Zevan tak mengalihkan pandangannya dari Zarin. Tak ada sedikit pun rasa ingin menghapus air mata yang mengalir dipipi gadis itu.

"Bukan masalah membela, tapi lo udah bikin dia malu didepan semua orang." Jelas Arka mendapat tatapan tajam dari Zevan.

"Cih, apa dia ada rasa malu waktu dia nyerahin tubuhnya buat laki-laki brengsek yang bahkan dia gak tau laki-laki itu siapa." Zevan tersenyum remeh.

Jangan tanyakan bagaimana kondisi hati Zarin. Bukan hanya remuk, melainkan sudah hancur tak bersisa. Hatinya seperti diremas kuat. Zarin semakin terisak pilu tak mampu berkata-kata.

Zevan memandang tidak peduli pada Zarin. "Stop ganggu gue kalo lo gak mau berakhir malu kayak gini. Mulai sekarang jauh-jauh dari kehidupan gue. Karna lo udah berarti apa-apa buat gue!" Ucap Zevan penuh penekanan dalm setiap perkataannya.

Zarin hanya diam. Mulutnya seolah terkunci rapat. Ia tak mampu menjawab kalimat yang diucapkan Zevan. Lidahnya terasa kelu.

Setelah mengatakan itu, Zevan mengambil gitar lalu meninggalkan Zarin yang terisak. Ia memantapkan hatinya agar tidak peduli lagi pada Zarin.

Alden dan Delon tak bisa membantu apa-apa, ia hanya menepuk bahu Zarin pelan lalu pergi menyusul Zevan.

"Gue harap lo kuat," Gerry berucap sebelum melewati Zarin begitu saja.

"Rin, lo gak papa kan?" Arka merendahkan pandangannya guna menatao Zarin yang tertunduk.

"Gak papa ko, Ar." Zarin menatap Arka lalu tersenyum. Arka tau itu adalah senyuman palsu.

"Lo yakin?"

"Sure, lagian udah biasa juga. Jadi it's okay." Zarin mengusap air matanya yang kembali terjatuh.

"Oke, kalo gitu gue pergi dulu ya." Ucap Arka yang hanya dibalas anggukan oleh Zarin.

Setelah perginya Arka, Zarin terduduk dibangku yang ada didekatnya. Menangkup wajahnya dan kembali menangis tersedu-sedu. Sakit sekali rasanya. Dia yang Zarin cintai, tidak percaya padanya. Bagaikan disayat-sayat oleh silet. Perih. Pedih.

☁️☁️☁️☁️☁️

Cuaca hari ini terlihat begitu mendung. Langit menghitam ingin segera membasahi bumi. Seluruh murid SMA Edelewis berhamburan keluar kelas saat bel pulang berbunyi. Mereka pun berbondong bondong menuju gerbang untuk segera pulang.

Zarin mengemasi peralatan belajarnya yang berserakan diatas meja. Hari ini ia sangat bersyukur karena tidak lagi mimisan ataupun merasa pusing. Kejadian dimana Zevan membentaknya dihadapan semua orang saat istirahat tadi,  itu benar-benar membuat Zarin terluka. Lagi.

Tidak sedikit murid yang meliriknya tidak suka. Bahkan ada yang terang-terangan mencemooh dirinya. Zevan tidak sedikit pun peduli padanya. Setelah dibenci oleh Zevan, sekarang ia juga harus dibenci oleh seluruh murid disekolah.

"Sayang?"

Zarin mendongak melihat siapa yang berbicara. Ia melihat seorang murid perempuan berjalan masuk kedalam kelasnya. Ia kenal dengan perempuan itu. Laura. Salah satu murid cantik ketua cheelerders di sekolahnya.

"Aku nungguin daritadi, kamu lama banget." Ucap Laura melangkah mendekati dimana Zevan dan teman-temannya berada.

Siapa yang dimaksud Laura? Zarin mengamati gerak gerik Laura. Tiba-tiba saja hatinya merasa cemas.

"Ayo pulang!" Laura mengaitkan tangannya pada tangan Zevan. Bergelayut manja disana.

Tunggu. Apa?

"Iya, ayo sayang," Balas Zevan tersenyum manis pada Laura mengusap rambut Laura lembut.

Deg.

Hati Zarin terasa mencelos. Apa ini? Zevan dan Laura? Mereka...berpacaran? Mata Zarin memerah, jantungnya berdebar, hatinya terasa diremas.

"Ada yang mau ikut ke Mars?" Ucap Alden kesal melihat keuwuan dua sejoli dihadapannya.

"Gue ikut!" Seru Arka sambil menyampirkan tasnya kebahu.

"Yo! Gue beliin kalian tiket ke Mars," Timpal Delon sambil berjalan ingin keluar kelas.

"Yaelah tungguin!" Arka sedikit berlari menyusul Delon.

"Ayo kita ker Mars!" Teriak Alden mengikuti Delon dan Arka.

Gerry hanya menggelengkan kepalanya lalu berjalan santai dibelakang mereka.

Zarin masih menatap mereka yang berjalan keluar kelas. Hatinya benar-benar sakit. Senyuman Zevan yang dulu ia berikan hanya untuk Zarin sudah beralih untuk Laura.

Disaat ia mati-matian mencari orang yang sudah menjebaknya, dengan mudahnya Zevan mencari pengganti dirinya. Sebenci itukah Zevan? Zarin menumpahkan tangisannya. Ia merasa lelah dengan semua ini.

Zarin merasa semua usahanya hanyalah sia-sia. Tidak pernah sedikitpun Zevan mau mendengarkannya. Bolehkah Zarin menyerah saja? Semuanya terasa percuma.

Zarin menelengkupkan wajahnya di meja. Untung saja kelas sudah sepi. Semua murid sudah pulang kerumahnya masing-masing. Zarin menghapus air matanya. Ia berusaha terlihat baik-baik saja. Ah, jika saja Elea tidak pulang duluan tadi, mungkin perempuan itu sedang mengomel menyumpah serapahi Zevan sekarang.

Sepertinya keberuntungan benar-benar sedang tidak berpihak padanya. Zarin kembali bertemu dengan Zevan dan Laura diparkiran. Ia kira mereka sudah meninggalkan sekolah. Ternyata mereka sedang asik bercanda tertawa satu sama lain diparkiran. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Zarin berusaha bersikap acuh. Ia berjalan cepat melewati pasangan yang sedang dimabuk cinta itu. Tatapannya lurus tak ingin lagi melihat kearah mereka. Zevan yang melihat Zarin hanya tersenyum miring. Bersikap acuh dan memilih kembali menatap Laura yang kini ada dihadapannya.

☁☁☁☁☁

Hujan sudah mengguyur sejak sepuluh menit yang lalu. Jalanan yang semula kering menjadi basah. Zarin berteduh dihalte dekat sekolahnya. Ia menggosokkan kedua tangannya, meniupnya agar lebih hangat. Tidak ada siapapun disana selain dirinya.

Zarin membuka ponselnya saat suara notifikasi terdengar. Ia berdecak kesal karena ternyata taksi online yang ia pesan dibatalkan oleh drivernya sendiri. Zarin memasukkan ponselnya kembali, tanpa berniat kembali memesan taksi online.

Gadis itu memandang hujan yang turun dengan derasnya. Ingatannya kembali saat melihat Zevan dan Laura tadi. Hatinya kembali merasa perih. Zarin tidak menyangka secepat itu Zevan mengganti Zarin dihatinya.

Tanpa sadar bulir bening sudah jatuh dari pelupuk matanya. Sungguh saat ini Zarin sudah merasa lelah pada Zevan. Bagaimana lelaki itu selalu marah membentaknya tanpa memikirkam perasaan Zarin. Tidak pernah mau mendengarkannya sedikit pun. Zarin seperti tidak mengenal Zevan yang sekarang.

TINN

Zarin menoleh saat mendengar suara klakson. Ia melihat Arka yang tersenyum kearahnya. Lelaki itu turun dari motor sport yang ia kendarai. Ternyata hujan sudah reda, Zarin sampai tidak menyadari itu.

"Ngapain disini?" Tanya Arka mendudukkan dirinya disamping Zarin.

"Lagi nungguin hujan reda," Jawab Zarin seadanya.

"Hujan udah reda daritadi, Zarin." Ujar Arka tersenyum penuh arti pada Zarin.

"Oh ya?"

"Dasar! Makanya jangan ngelamun terus!" Arka mencubit hidung Zarin gemas.

"Ih Arka sakit tau!" Pekik Zarin memegang hidungnya yang memerah.

"Hehe abisnya gemesin banget!"

"Kamu kok belum pulang?" Tanya Zarin tanpa menatap Arka.

"Aku daritadi disana," Ucap Arka menunjuk cafe kecil yang tak jauh darisana.

"Aku liat kamu daritadi sendirian, ngelamun, nangis lagi. Emang kamu gak tau ya?"

"Apa?"

"Ck, jadi kami beneran gak tau," Arka tersenyum jahil.

"Apaan, Ar?" Tanya Zarin penasaran.

"Dulu disini pernah ada yang sama kayak kamu, ngelamun sendirian sambil nangis. Terus tiba-tiba aja dia ngilang, banyak orang yanh bilang sih dia di culik sama wewe gombel!" Jelas Arka membuat Zarin menjadi merinding.

"Lo jangan nakut-nakutin gue!" Zarin mencebik, tak bisa bohong ia sedikit takut dengan cerita Arka.

"Makanya jangan ngelamun terus! Kalo kamu diculik sama wewe gombel nanti nasib aku gimana?" Arka merubah raut wajahnua menjadi sedih.

"Lah kenapa nanya sama gue? Nasib-nasib lo gak urusan sama gue!" Zarin menjulurkan lidahnya.

"Ih lo kok gitu sih! Gini-gini kan gue sahabat lo!" Arka cemberut dibuat-buat membuat Zarin ingin menggeplak kepala Arka sekarang juga.

"Najis! Kesel gue liat muka lo kayal gitu! Pengen gue geplak tau gak!"

Arka terkekeh, "Lo gak berubah ya, tetep galak dari dulu"

"Eh! Gue enggak galak ya! Baik hati gini disebut galak!" Sarkas Zarin tidak terima.

"Iya iya deh sipaling baik hati," Ucap Arka mengalah.

"Btw, gue kangen deh sama kita. Yaya sama Aldo gimana kabarnya ya sekarang,"

"Iya udah lama banget ya, gue juga gak tau kabar mereka. Semenjak mereka pindah gue udah lost contac sama mereka," Ucap Arka tatapannya tak lepas dari Zarin.

"Sama, kita jadi renggang. Sekarang aja lo udah punya temen baru, gue juga sama." Balas Zarin tatapan nya beralih menatap Arka.

Tatapan mereka bertemu. Menyalurkan rindu sebagai seorang teman yang dulunya pernah dekat. Detik berikutnya Zarin tertawa.

"Pffftt, kenapa lo liatin gue kayak gitu?" Zarin tertawa lepas membuat Arka tersenyum senang. Setelah sekian lama, baru kali ini lagi ia melihat tawa Zarin.

"Gue seneng,"

"Ha?"

"Gue seneng liat lo ketawa kayak gini," Arka semakin tersenyum, "Udah lama gue gak liat lo ketawa, Rin."

Arka benar, semenjak Zevan memutuskannya Zarin rasa ia sudah tidak pernah lagi tertawa lepas seperti tidak ada beban apapun.

Mendadak Zarin gugup, "Mm, udah ah gue mau pulang!"

"Gue anter,"

"Gak usah lagian ujan nya udah reda kok," Zarin berdiri dari duduknya.

"Zarin, please, "

Zarin tidak bisa lagi menolak, "Yaudah boleh, ayo!" Jawab Zarin akhirnya membuat Arka tersenyum senang.

"Senyuman manismu yang selalu aku rindukan. Bolehkah aku egois ingin memiliki senyum itu hanya untuk diriku sendiri?"

☁☁☁☁
.
.
.
.
.

Deleano Andreas



Vote?
Komen?
Share?
Follow?

Makasih,
Lovyu badag 💋

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 296K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
633K 65.9K 40
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.6M 172K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
5.6M 241K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...