Rembulan Yang Sirna

By Elmuro11

1.5M 110K 34.4K

Spiritual - Romansa Kisah seorang perempuan yang ditinggal nikah oleh laki-laki yang pernah menyuruhnya untu... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54

Chapter 4

35.1K 2.4K 9
By Elmuro11

"Jika Mesir adalah tempat keberadaan Abba, aku akan mencarinya. Walau hati ku ragu bisa menemukannya."
Zalfa Anindira El-Malik

~Happy Reading~

***

"A..dek mau.. pergi ke Me..sir Amma" jawabnya terbata-bata setelah mengucapkan itu, air mata Zalfa mengalir deras. Melihat adiknya menangis, Fathan diam-diam menitihkan air mata. Sakit benar-benar sakit, perkataan yang ditakutkannya kini terjadi.

"Kenapa harus Mesir dek?" Tanya Fathan dengan intonasi serendah mungkin.

"A..bang kata kakek, Abba bikin restoran Indonesia di sana. A-dek mo-hon, a-dek i-ngin ke-temu Ab-ba. Walau hanya sebentar saja, adek ingin me-lluk Ab-ba bangg." Ucap Zalfa menunduk, suara tangisnya begitu pilu. Melihat kondisi adiknya seperti itu, Fathan langsung memeluknya mencium puncak kepala Zalfa.

"Dek, sedalam itu kah kamu merindukan Abba?" Gumam Fathan dalam hati.

"Dek, kamu lagi sakit. Sekarang kamu istirahat aja ya, setelah kamu sehat kita bicarakan lagi." Mendengar ucapan itu Zalfa pun melepaskan pelukannya. Menghapus air matanya dengan kasar, senyumannya merekah.

"Beneran bang?" Tanya Zalfa antusias. Fathan hanya mengangguk.

"Jika Mesir adalah tempat keberadaan Abba, aku akan mencarinya. Walau hatiku ragu bisa menemukannya." Gumam Zalfa dalam hati.

"Yaudah sayang, kamu ke kamar ya. Amma mau bicara dulu sama Abang. Jangan lupa minum obatnya ya." Ucap Amma Maryam mengelus kepala Zalfa. Senyuman yang merekah diwajahnya tidak sesuai dengan kondisi hatinya. Sedih benar-benar sedih, anak bungsunya kini mencari ayahnya. Seolah permintaan Zalfa membuka luka yang terjadi di masa lalu.

Setelah punggung Zalfa tak terlihat, Amma Maryam menangis. Kedua tangan yang menutupu wajahnya itu, kini sudah di basahi dengan air mata. Fathan langsung saja memeluk Amma Maryam, pelukan itu di balas dengan pelukan yang lebih erat.

"A-bang, Amma ha-rus gi-mana?" Setelah mengucapkan itu Amma Maryam menangis hebat. Rasa sakitnya kini di curahkan kepada putra sulungnya.

"Amma, tenang ada Abang di sini. Jangan terlalu bersedih in syaa Allah, Allah selalu bersama kita." Ucap Fathan melepaskan pelukannya. Menghapus air mata Amma Maryam dengan lembut. Sekuat tenaga, Fathan menahan air matanya. Bagaimana mungkin ia tidak ingin menangis? Jika pertanyaan adiknya membuat Amma Maryam terluka kembali?

"Amma sekarang istirahat ya, Abang anterin Amma ke kamar. In Syaa Allah, kita bicarakan ini lagi nanti setelah keadaan Amma dan adek membaik." Ucap Fathan tersenyum ke arah Amma Maryam.

Fikiran Fathan saat ini benar-benar kacau. Setelah kejadian kemarin, restoran yang baru saja ia rintis mengalami kemalingan. Tadi pagi, ia bertengkar hebat dengan adiknya dan malamnya ia harus mendapat kabar bahwa adiknya akan ke Mesir? Ia tahu betul bagaimana Mesir, bagaimana pergaulan Mesir. 5 tahun di negeri para nabi, Fathan sudah melewatkan banyak hal. Kesulitan yang pernah di lalui, di Mesir membuatnya sadar bahwa merantau di negeri orang lain bukan hal yang mudah. Bertemu dengan orang-orang baru, walau pun Fathan tahu banyak teman Zalfa yang berkuliah di sana. Tapi kekhawatiran telah menguasai dirinya.

Bingung, benar-benar bingung, Fathan sangat takut ketika Zalfa mengetahui fakta sebenarnya tentang Abba yang selalu ia cari. Fathan tidak mau ambil pusing, ia segera mengambil air wudhu kemudian shalat witir dan shalat tobat  yang biasa ia lakukan. Menurut Fathan, tak perlu kesana kemari untuk mencurahkan isi hati kita melainkan curahkanlah kepada sang pemilik semesta yang selalu mendengarkan curahan hati hamba-Nya.

"Astaghfirullahal 'adziim."

"Astaghfirullahal 'adziim."

"Astaghfirullahal 'adziim."

"Yaa Rabbii, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Ampunilah dosa-dosa hamba yang banyak ini. Ampunilah hamba yang masih lalai ketika panggilan dari-Mu. Ampunilah hamba yang terkadang tidak khusyu ketika beribadah kepada-Mu."

"Yaa Goffar, temani hamba agar berjalan di jalan lurusmu. Berikanlah hamba kekuatan atas masalah hamba dan keluarga hamba hadapi yaa rabbii."

"Yaa Rabbi, bohong jika hamba mengatakan hamba tidak rindu dengan Abba hamba. Hamba sangat sangat merindukannya. Jagalah ia di manapun berada, ku serahkan semua urusan saya kepada engkau. Hamba tahu bahwa engkaulah sebaik-baik penjaga."

"Berilah kekuatan kepada hamba dan keluarga hamba. Semoga hamba dan keluarga hamba selalu berada di lindungan-Mu."

"Aamiin Yaa Mujibassaailiin." Ucap Fathan mengusap wajah untuk mengakhiri do'anya bersamaan dengan air mata yang sulit terhenti. Seolah ia mengeluarkan perasaan yang selama ini ia pendam. Perih sangat perih, anak pertama yang harus kelihatan baik-baik saja tanpa mengungkapkan kesulitan yang sedang di alami. Sedang bahagia atau pun tidak, bagi Fathan meminta kepada sang pencipta tidak boleh terlewatkan.

***

Setelah kejadian malam itu, Amma Maryam lebih mementingkan perasaan Zalfa di bandingkan dengan dirinya. Bagaimana pun, Zalfa harus tahu tentang ayahnya. Akhirnya, Amma Maryam memutuskan untuk ke pesantren Abi nya yang tak lain adalah kyai Hasan, kakek Fathan dan juga Zalfa.

"Sayang, kamu sudah siap belum nak? Udah malem nih?" Tanya Amma Maryam di balik pintu kamar Zalfa.

"Udah siap kok, Amma sayang.." jawabnya dengan wajah sumringah. Akhirnya ia bisa bertemu dengan kakeknya. Fikirannya sudah berada di Mesir, bagaimana rasanya jika ia menginjakan kaki ke tanah negeri para nabi? Hatinya berbunga-bunga mengingat ia yang punya impian berkuliah di negeri para nabi tepatnya di Mesir.

Namun takdir berkata lain, setelah ia istikhoroh hatinya lebih condong kuliah di Indonesia. Memilih jurusan bisnis, ini juga bagian dari cita-citanya. Pada akhirnya, Zalfa mempunyai butik baju syar'i, namanya Dira Store. Nama ini di ambil dari nama tengahnya, Anindira. Menurutnya, jika memakai nama El-Malik Store nanti banyak orang yang mengetahui bahwa ia adalah cucu dari kyai Hasan, fikir Zalfa.

"Amma, Abang adek udah siap." Ucap Zalfa membawa koper dan tas yang sering ia bawa.

"Dek, kamu mau kemana?" Heran Fathan.

"Ke pesantren lah." Jawab Zalfa antusias.

"Masa bawa barang banyak, inj mau ke pesantren bukan liburan. Iya gak Amma?" Cibir Fathan pada adiknya.

"Abang lagian kenapa sih, adeknya bawa barang banyak bukannya di bantuin malam di ledekin." Ucap Zalfa mengerucutkan bibirnya.

"Iya.. iya." Ucap Fathan pasrah.

"Abang, adek. Barangnya udah semua?"

"Udah Amma."

"Yaudah, kalian tunggu di mobil ya. Amma mau ngunci rumah dulu."

"Ok Amma." Jawab Fathan dan Zalfa bersamaan.

Suasana malam di Bandung sangat ramai bahkan ada yang bilang jika malam Bandung terlihat sangat indah dan mengagumkan. Benar, jika kota Bandung adalah kota kenangan.

"Dek."

"Iya bang."

"Kamu udah move on belum dari Fahri?" Goda Fathan.

"Apaan sih bang." Jawab Zalfa ketus.

"Diih, kok sewot sih. Kan Abang nanya. Iya gak Amma?" Amma Maryam hanya menggelengkan kepala melihat ke dua anaknya.

"Amma, tau gak? Kemaren ada yang mau ta'aruf loh sama adek." Ucap Fathan tersenyum ke arah Zalfa.

"Oh ya bang? Maa Syaa Allah, putri Amma mau ada yang ke rumah nih." Ucap Amma Maryam menggoda Zalfa.

"Iih.. Amma sama Abang kok gitu sih." Jawab Zalfa menurunkan bahunya menghela nafas panjang.

"Kok gitu sih sayang, jawabnya itu harusnya Aamiin."

"Aamiin." Ucap Fathan dan Amma Maryam bersamaan.

"Dek, teman Abang itu pesilat lohh kamu yakin gak mau?" Goda Fathan tersenyum melihat ekspresi Zalfa yang semakin kesal. Bukan kakak namanya, kalau gak usil sama adiknya.

"Enggak ah. Gak tertarik, makasih." Jawab Zalfa ketus.

"Yakin dek? Kalau pesilatnya paham agama gimana? Mau?" Menatap Zalfa senyum senyuman jahil.

"Enggakk bang!"

"Enggak apa niih?"

"Iih abanggg." Teriak Zalfa memukul lengan Fathan.

"Yakin? Orang shaleh gak boleh di tolak loh dek." Ucap Fathan melirik sekilas ke arah Zalfa.

"Iya bang, adek tahu. Tapi, adek punya tipe sendiri." Jawab Zalfa menatap Fathan serius.

"Terus tipe adek seperti apa Hmm?" Tanya Amma Maryam menatap Zalfa yang duduk di depan kemudi.

"Tipe Ade yang biasa-biasa aja kok Amma. Yang penting paham agama, ganteng, pengusaha, sevisi-semisi, penulis, sayang sama adek, perhatian, keluarganya juga sayang sama adek." Menjadi ucapannya. "Satu lagi Amma, yang bisa di ajak ngonten. Gak kaku, apalagi dingin kayak kulkas." Jawab Zalfa antusias.

"Itu mah bukan biasa dek, tapi luar biasaaa." Ucap Fathan mengacak-ngacak rambut Zalfa yang terbalut hijab membuat sang empu kesal.

"Abanggg." Teriak Zalfa.

"Amma, liat tuh Abang nya.." adu Zalfa seperti anak kecil, ekspresinya sangat menggemaskan.

"Udah Abang, adeknya jangan di usilin terus."

"Noh bang, dengerin. Huuh." Ledek Zalfa dengan tawanya. Membuat Amma Maryam dan Fathan menggelengkan kepala.

"Udah-udah. Abang yang fokus nyetirnya. Hati-hati, jangan becanda terus." Ucap Amma Maryam mengingatkan.

"Siap Amma. Laksanakan." Jawab Fathan memberikan hormat.

Perjalanan malam ini sangat menyenangkan, tertawa bersama, bercanda seolah tidak ada sesuatu yang mengganggu hati dan fikiran. Walaupun sudah pukul 22.00 malam, tetap saja jalanan Lembang sangat ramai. Kecuali kalau masuk area pesantren, sangat sepi. Karena santri sudah tidur, hanya saja ada santri laki-laki atau Ikhwan yang jaga malam.

Terlihat wajah Zalfa yang sangat damai ketika tidur. Hidung mancung, pipi ranum, gadis keturunan Arab ini sangat cantik wajah yang putih serta lesung pipi yang membuatnya terlihat sangat manis.

"Sayang, bangun kita udah sampai." Ucap Amma Maryam menepuk-nepuk lengan Zalfa, agar sang empu terbangun.

"Hmmm..udah sampai ya Amma?" Tanya Zalfa yang setengah sadar.

"Iya sayang, yuk turun." Ajak Amma Maryam yang memegang tangan Zalfa, takut sang empu terjatuh. Pasalnya, nyawanya itu baru setengah sadar.

"Amma, barang adek gimana?"

"Gak papa, biar Abang aja yang bawa." Ucap Amma Maryam memeluk tangan Zalfa agar bersamaan masuk ke dalam.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalaam."

Amma Maryam dan Zalfa pun langsung mencium Kyai Hasan dan Ummi Annisa secara bergantian.

"Maa Syaa Allah, cucu nenek kesini lagi." Ucap Ummi Annisa pada Zalfa.

"Iya dong nek. Nenek gak seneng cucunya kesini?" Tanya Zalfa membuat semuanya terkekeh.

"Seneng dong sayang." Jawab Ummi Annisa memeluk Zalfa.

"Gak ada nih, yang mau peluk kakek?" Ucap kyai Hasan membuat Zalfa beralih ke sumber suara.

"Ada dong.." jawab Zalfa berjalan ke arah kyai Hasan untuk memeluknya.

"Adek kangen sama Abba." Ucap Zalfa tanpa sadar dengan menutup matanya seolah rindu yang teramat dalam. Walau suaranya pelan namun terdengar oleh kyai Hasan. Suaranya sangat lirih, membuat kyai Hasan mengelus punggung Zalfa.

"Abang mana?" Tanya Kyai Hasan membuat Zalfa terbangun dari lamunannya hingga pelukannya terlepas. Tak lama kemudian, yang di cari muncul dari ambang pintu bersama mang Ali yang bertugas untuk menjaga pesantren.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalaam." Jawab semua yang di dalam rumah bersamaan.

"Mang Ali, makasih ya." Ucap Fathan sedikit membungkukkan kepalanya. Fathan langsung saja mencium tangan Kyai Hasan dan Ummi Annisa secara bergantian.

"Maa Syaa Allah, cucu kakek makin tampan aja." Goda kyai Hasan.

"Iya lah, anak sulung kaya raya." Ucap Fathan menarik rambut nya ke belakang, seperti adegan cowok cool. Perkataan Fathan membuat semuanya terkekeh.

"Yasudah, sekarang kalian istirahat saja. Kamarnya sudah nenek siapkan."

"Makasih nek." Ucap Zalfa memeluk ummi Annisa.

Zalfa dan Fathan pun pergi ke kamar masing-masing yang telah disediakan Ummi Annisa. Tersisa Amma Maryam, Ummi Annisa dan juga Kyai Hasan.

"Ummi." Panggil Amma Maryam lirih, memeluk ummi Annisa. Air mata nya tidak bisa di bendung lagi. Air matanya semakin deras. Ummu Annisa, mengusap punggung Amma Maryam untuk menenangkan putri bungsunya.

"Zal-fa- ma-u cari Ab-ba nya." Ucap Amma Maryam lirih bersamaan dengan air mata yang sulit di hentikan.

"Sudah nak, ini waktunya Zalfa mengetahui semuanya. Apalagi, dia anak perempuan pasti ingin bertemu dengan cinta pertamanya." Jawab Ummi Annisa mengusap punggung Amma Maryam. Kyai Hasan hanya diam, melihat putri bungsunya menangis.

"Apa Mungkin informasi yang saya dapatkan itu benar?" Gumam Kyai Hasan dalam hati.

~Bersambung~
_____________________________

Assalamualaikum sahabat

Apa kabar?

Bagaimana Chapter ini?

Dukung 'Ammah terus ya, agar semangat nulisnya

Jangan lupa VOTE + FOLLOW

FOLLOW juga akun Ig @elmuro_alfbt
_______________________________

Spam NEXT

Kawal Zalfa sampai ketemu Abba

Kawal Zalfa sampai ketemu pesilat

Ngiming-ngiming siapa disini yang senyum-senyum bacanya? Ngakuu hhihi

Semoga kalian selalu bahagia

Jangan lupa baca Al-Mulk sebelum tidur

Sampai Jumpa di Chapter selanjutnya

Continue Reading

You'll Also Like

2.5K 312 28
"Aku akan lalui semuanya, walau luka itu harus datang lagi dan lagi." "Arti nama kamu kekuatan bukan? Aku yakin kamu kuat, sesuai nama kamu. Buktinya...
1.1K 401 11
[ Sebelum baca harap follow dulu yaaaa !! ] Yuriza, perempuan yang selalu di anggap tidak di anggap, dan terabaikan oleh keluarga dan teman-teman ny...
19K 1.6K 51
Monofonir adalah transmisi yang pada titik tertentu akan menghasilkan bunyi tunggal. Shabrina Faradilla Atmodjo yang sudah melupakan masa lalunya lim...
331K 35.4K 31
"Ustad, kata Abah kapan nih datang ke rumah?" "Kapan-kapan." "Kapannya itu kapan, Ustad Ayang!!!" "Nanti kalau saya mau nikah, Saya datang ke rumah...