LEORA ZARIN [END]

Von Hamidaaa_11

646K 23.7K 604

PART MASIH LENGKAP!!!! HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! "Ayas lo udah mati!" "Kamu gak pernah mati Ayas, kamu... Mehr

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cast
10
11
12
13
14
15
16
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Epilog
Ada yang mau cek?
Extra Part

17

7.7K 276 7
Von Hamidaaa_11

Matahari tertutupi awan yang perlahan menghitam. Langit yang semula cerah berubah menjadi suram. Angin berhembus menerpa surai hitam milik seorang gadis yang saat ini berada dirooftoop sekolah. Niatnya kesini ingin menemui seorang lelaki yang masih memenuhi hatinya itu. Namun nihil, lelaki itu tidak ada disana.

"Nyari Zevan?"

Zarin mematung, tubuhnya berbalik menatap siapa yang ada disana. Seorang lelaki dengan wajah imut menurut Zarin. Seragam yang terlihat berantakan, dengan rambut yang tak kalah berantakan juga. mulut kecilnya mengemut sebuah permen.

"Arka?"

Arka menyengir. "Lo nyari Zevan kan?" Tanyanya mendekat ke arah Zarin berdiri.

"Iya, biasanya dia disini, kok sekarang gak ada?" Zarin menyandar pada dipinggiran rooftoop menghadap Arka.

"Dia lagi di kantin sama anak-anak yang lain." Ujar Arka berhenti melangkah. Ia mengunyah permen yang ada dimulutnya.

"Kebiasaan lo belom ilang, huh." Zarin bersedekap dada. Ia sedikit mendongakkan kepalanya. Menatap langit yang mendung.

Arka mengernyit bingung. "Maksud lo?"

"Kebiasaan lo ngunyah permen." Ucap Zarin santai namun membuat Arka tertegun. Tunggu. Apakah Zarin selalu memperhatikannya.

"Kok? Lo?" Arka berpindah posisi menyandarkan tubuhnya disamping Zarin dipinggiran rooftoop.

"Ck, Lo lupa? Tempat duduk gue dikelas dulu kan didepan lo." Ujar Zarin mengingat dulu ia satu sekolah bahkan satu kelas dengan Arka saat di SMP.

"Iya juga sih, berarti lo selalu merhatiin gue gitu?" Tanya Arka dengan percaya diri.

"Gak juga." Zarin beralih menatap Arka. "Dulu kan bangku kita deketan, sering ngobrol juga. Gak sengaja gue sering liat lo ngunyah permen." Lanjutnya dengan tatapan tak lepas dari Arka.

Arka menatap balik Zarin. Tatapan yang sulit diartikan. "Kirain lo merhatiin gue,"

"Kepedean lo!" Tukas Zarin membalikkan tubuhnya menatap kearah lapangan dibawah sana. Kedua tangannya bertumpu menahan bobot tubuhnya.

"Lo inget gak dulu kita sering main bareng?" Tanya Arka menatap Zarin.

"Bukan kita doang kali, bareng Aldo dan Yaya juga." Balas Zarin mengingat teman semasa SMP nya.

"Iya maksud gue kita itu bareng mereka juga," Arka menggaruk tengkuknya tidak gatal.

"Iya, gue inget waktu itu kita berempat dianggap double date sama amang-amang tukang cilok." Zarin terkekeh mengingat masa-masa itu.

"Iya, trus siamang cilok itu ngasih bonus ciloknya ditambahin," Sambung Arka masih menilik setiap senyuman diwajah Zarin.

"Lo inget gak waktu si Yaya deketin lo terus?"

"Kapan dia deketin gue?" Arka balik bertanya.

Zarin memukul lengan Arka, "Dasar cowok emang gak peka!"

Arka mengaduh memegangi lengannya "Emang gue gak tau kok, kalo dia deketin gue!" Ujar Arka tak pernah melepaskan sedetik pun tatapannya dari Zarin.

"Waktu itu dia cerita sama gue, katanya dia itu suka sama lo, gue kirain dia berhasil deketin lo, karena setelah perpisahan kan kita jadi jarang ketemu tuh, eh tau-taunya dapet kabar dia harus pindah ke Aceh ngikut bokapnya. Trus gue gak nyangka ketemu lo lagi disini, sekelas lagi." Jelas Zarin.

"Gue bener-bener gak tau, emang setelah perpisahan itu gue sempet dapet chat dari dia, kalo dia mau ke Aceh. Gue cuman bales perpisahan selayaknya temen kayak biasa dan dia juga bales chat gue selayaknya temen. Makanya gue gak tau kalo dia suka sama gue." Tutur Arka mengingat seraya mengingat teman masa SMP nya itu.

"Dia itu kan cewek! Mana mungkin bilang duluan. Emang pada dasarnya lo-nya aja yang gak peka!" Zarin menatap langit mendung diatas kepalanya.

"Huh gue jadi kangen sama si Yaya," lanjut Zarin mengingat kedekatannya dulu dengan temannya itu.

Arka tak menjawab, ia melakukan hal yang sama dengan Zarin. Menatap langit mendung yang sebentar lagi akan menumpahkan air kebumi.

Arka tersenyum, lalu menatap Zarin tanpa gadis itu sadari.

"Rin?"

"Hm?"

"Apa yang masih lo harepin dari Zevan?" Tanya Arka tidak mengalihkan tatapannya dari Zarin

"Gue masih cinta dia," Zarin menggosok-gosokan tangannya yang terasa dingin karena angin mulai berhembus kencang. Hujan sepertinya akan segera turun.

"Ck, lo gak liat Zevan aja udah benci sama lo." Jelas Arka sedikit menaikkan intonasinya.

"Ya gapapa, gue gak bakal nyerah selagi gue belom buktiin kalo gue gak pernah selingkuh, " Tutur Zarin tak menyadari Arka sudah mengepalkan tangannya.

Arka memutar bola matanya malas."Kenapa lo gak bisa beralih aja, lebih fokus sama orang-orang yang tertarik sama lo."

"Gak bisa. Hati gue gak bisa nerima orang baru gitu aja." Zarin beralih menatap Arka dengan tatapan bingung.

"Lagian, ini bukan urusan lo." Lanjut Zarin, "Udah ah gue turun dulu, bentar lagi hujan." Ia pun melangkah meninggalkan Arka.

Arka menatap kepergian Zarin. Tangannya masih terkepal dengan rahang yang mengetat keras. Entahlah, ia tidak suka melihat Zarin mati-matian membuktikan pada Zevan bahwa ia tidak bersalah. Zarin tidak pantas untuk itu. Zarin hanya pantas untuk dicintai. Bukan mengejar cinta sibrengsek Zevan yang bahkan tidak melihat kearah Zarin sedikit pun.

Dulu Arka dan Zarin memang terbilang dekat. Namun hanya sebagai sahabat saja. Namun, entah mengapa mereka terpisah begitu saja dan hubungan keduanya menjadi renggang. Meskipun sekarang mereka sudah saling bertemu lagi, tapi hubungan keduanya tidak seperti dulu lagi.

Seperti kata orang, tidak ada persahabatan yang murni bagi lelaki dan perempuan. Karena salah satunya bisa saja jatuh cinta. Mungkin itupun berlaku pada Arka, tanpa Zarin sadari.

☁️☁️☁️☁️☁️

Hujan mengguyur deras membasahi bumi. Sesekali terdengar petir yang menyambar dari atas langit. Angin yang berhembus kencang membuat para murid betah berlama-lama didalam kelas dijam istirahat kedua ini.

Begitupun dengan Zarin dan Elea yang tetap diam dibangkunya tanpa berniat beranjak sedikit pun. Mereka sedang membicarakan hal-hal random hingga sesekali mereka tertawa.

"Hai!"

Tiba-tiba Morgan menghampiri mereka, duduk disalah satu bangku kosong dihadapan mereka. Sontak Zarin menghentikan tawanya juga Elea yang langsung menatap sinis pada Morgan.

Soal Morgan, Zarin yang sudah menceritakan pada Elea kemarin ditaman belakang. Saat Morgan tiba-tiba muncul dibelakang mereka, untung saja Morgan tidak mendengar pembicaraan mereka. Mereka, terutama Zarin mencurigai Morgan yang memfitnahnya saat ingat melihat Morgan memegang gantungan kunci yang sama persis yang berada dalam foto saat mereka mengerjakan tugas prakarya waktu itu.

Awalnya Zarin akan langsung memberi tahu Zevan soal ini. Namun niatnya terkubur saat ada yang selalu mengiriminya hadiah. Ia yakin kalo semua itu dari Morgan yang diam-diam mengirimi hadiah agar hati Zarin luluh.

"Apaan?" Elea menaikkan dagunya menatap kearah Morgan.

"Gitu amat lo," Morgan mendelik kearah Elea.

Zarin menyenggol kaki Elea dengan kakinya yang berada dibawah bangku. Elea pun menatap Zarin dengan mengatakan 'apa' tanpa suara.

Zarin menutup wajahnya dengan buku, lalu berbisik pada Elea.

"Inget kata gue kemarin, El." Ucap Zarin berbisik. Elea yang tersadar langsung mengangguk mengerti akan ucapan Zarin. Mereka sepakat untuk mengikuti permainan Morgan. Setelah dirasa pas, barulah mereka akan marah. Meledak-ledak mengungkapkan kekesalan serta amarah yang dipendam selama ini.

Sedangkan Morgan menatap Zarin dan Elea bergantian. "Kalian kenapa sih?" Tanya Morgan aneh dengan sikap mereka.

Elea menyengir, merubah ekspresinya secepat itu. "Heheh, Morgan. Ada apa Mor?"

"Engga, gue cuma mau ikutan ngobrol sama kalian," jawab Morgan apa adanya.

"Lo mau ikut ghibah bareng kita, Mor?" Elea menatap Morgan. Dalam hati ia ingin sekali meremas-remas wajah Morgan sampai hancur tak tersisa.

Berani sekali dia sudah menghancurkan kebahagiaan sahabatnya Zarin. Elea bersumpah jika nanti sudah waktunya terungkap, ia akan meremas, mencakar, menginjak, lalu menendang Morgan ke Pluto. Biarkan dia terasingkan disana dimakan alien hidup-hidup.

"Emang gak boleh?" Morgan menatap mereka, ah bukan. Lebih tepatnya menatap Zarin.

"Gak." Elea menjawab dengan senyuman palsu.

Morgan tak melunturkan senyumannya. "Emang cowok gak boleh nge ghibah ya?"

"Ini urusan cewek!" Sarkas Elea menyadari Morgan sedari tadi menatap Zarin.

Sedangkan Zarin merasa risih karena Morgan tak berhenti melihat kearahnya.

Elea menekan pipi Morgan menggunakan telunjuknya. Mengalihkan pandangan lelaki itu menjadi menatap ke arahnya.

"Gak usah gitu juga liatinnya kayak mau makan dia aja lo," Elea sedikit tidak terima.

"Emang gue mau makan dia, kenapa masalah buat lo?" Morgan mengangkat dagunya angkuh membuat Zarin bergidik ngeri.

"Setan! Sebelum lo makan dia, gue makan lo lebih dulu!" Elea sedikit meninggikan suaranya.

"Anjir, sadis lo!" Morgan menatap sengit pada Elea.

"Apa?! Mau gue makan lo sekarang?" Elea berdiri ingin meraih tangan Morgan. Namun, seceoat kilat Morgan menjauhkan dirinya dan berlari dari sana.

"Gila lo!" Ucap Zarin menarik Elea agar kembali duduk.

Elea menyengir, memperlihatkan giginya yang rapih.
"Heheh, abis greget banget gue sama dia! Lagian kenapa gak langsung hajar aja sih?" Elea melirik kearah Morgan yang berlari keluar kelas

"Sabar, kita harus sabar biar rencana kita sempurna." Zarin mengusap bahu Elea.

Elea bergerutu. Zarin sudah memahami Elea yang memang sangat bawel. Terlebih pada orang yang ia sayang. Zarin menulikan pendengarannya lalu beralih menatap Zevan yang berada dibangku belakang.

Zarin ingat saat Elea membicarakan Morgan yang menyukainya. Apakah lelaki itu akan senekad ini? Zarin kecewa, mengapa harus seperti ini, dengan begini justru membuat Zarin sangat membenci Morgan. Rasanya tidak percaya melihat Morgan adalah lelaki yang pintar dan mempunyai tata krama yang bagus.

Zarin menatap Zevan yang sedang mengobrol dengan teman-temannya. Terlihat Zevan tertawa menanggapi guyonan Delon temannya. Zarin tersenyum melihat Zevan yang tertawa begitu lepas.

Ah, ia sangat merindukan laki-laki itu. Ia merindukan Zevan yang selalu membuatnya tertawa. Bolehkah Zarin menghampiri Zevan lalu memeluknya sekarang? Jika boleh, tolong! Ia ingin berlari sekarang dan menubruk Zevan dengan tubuhnya. Memeluk erat lelaki itu.

"Sebentar lagi kamu akan mengetahui semuanya, Ayas."

☁️☁️☁️☁️☁️

Seperti malam-malam minggu sebelumnya, Zevan dan teman-temannya memilih berkumpul di warung Mbo Ijah. Berbeda dengan Delon yang sekarang tak ikut berkumpul, sudah dipastikan anak itu sedang membawa pacar-pacarnya untuk malam mingguan.

"Si Delon jajanin anak orang lagi kah?" Tanya Alden dengan tatapan masih fokus pada game online di handphonenya.

"Ngapain lagi sih dia malam minggu gini," Ujar Arka yang sama dengan Alden. Mereka berdua sedang mabar.

Berbeda dengan Zevan dan Gerry yang sama-sama diam menyesap masing-masing rokok yang mereka selipkan diantara jari-jari.

"Kita mau nongkrong cuma buat diem-dieman gini?" Alden melirik sebentar ke arah Zevan.

"Tau! Sepi banget kayak dikuburan!" Tambah Arka.

"Gue lagi males ngomong." Balas Zevan menatap datar keduanya.

"Sama." Timpal Gerry,

"Kalo lo sih tiap hari juga kagak ngomong," Ujar Alden pada Gerry. Memang benar adanya bukan?

Gerry bergeming. Tidak ingin membalas ucapan Alden yang menurutnya tidak penting.

"Ck! Monyet! Demi spongebob yang berubah jadi bulat dan digoreng dadakan gue mau ganti temen aja, Ya Tuhan." Seru Arka dengan tatapan masih fokus pada game yang dimainkannya.

Zevan memutar bola matanya malas. Ia benar-benar sedang malas sekarang. Pikirannya sedang kacau. Hatinya bimbang.

"Jadi gimana?" Tanya Gerry tiba-tiba pada Zevan.

Zevan mengerti maksud Gerry, ia hanya mengedikkan bahunya.

"Masih belum nemuin?" Gerry mematikan rokok yang tinggal sedikit keatas asbak.

"Gue bingung," Zevan menatap lurus kedepan.

"Gue gak nemuin apa-apa, gue bener-bener gak tau siapa, posisinya yang ngebelakangin kamera bikin gue makin susah." Jelas Zevan menyeruput kopi yang sudah agak mendingin.

"Mungkin lo bisa coba lacak nomornya?" Usul Gerry menyandarkan punggungnya kesandaran kursi.

"Itu belum gue coba sih, tapi mungkin nanti." Balas Zevan, "Gue ngerasa kalo dia emang gak salah, gue liat gimana dia marah banget waktu itu sampe dia nampar gue." Jelas Zevan.

"Hah? Siapa yang nampar lo?" Alden yang sedari tadi mendengarkan tiba-tiba bersuara.

"Itu karena lo berlebihan, dia cewe kalo lo lupa," Jawab Gerry santai tanpa menjawab pertanyaan Alden.

"Ck, gue tau. Gue marah banget waktu itu," Sama halnya dengan Gerry, Zevan ikut mengabaikan Alden.

"Anj*ng ngomong apaan sih kalian berdua?"

"Selama belum ada bukti, gue gak yakin kalo dia gak salah. Gue sendiri yang liat gimana kacaunya penampilan dia waktu itu." Lagi. Zevan mengabaikan Alden lagi.

"BANGS*T, mau pundung siah aing mah!" Seru Alden kesal karena sedari tadi dia benar-benar tidak dianggap.

"Ngomong apa sih mereka, Ar?" Tanyanya pada Arka.

"Entah," Singkatnya, Tatapan Arka beralih menatap Zevan intens.

"Monyet! Beneran sih ini mah, gue mau ganti temen aja!" Pekik Alden frustasi.

Tanpa sadar ada sepasang mata yang menatap tajam kearah mereka, menyeringai mengerikan mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.

☁☁☁☁☁
.
.
.
.
.

Ayashaka Zevano William

Meleleh gak tuh ditatap kayak gitu sama Abang Zevan xixixi

Vote ?
Comment?
Share?
Follow?

Makasih,
Lovyu badag 💋

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

MARSELANA Von kiaa

Jugendliteratur

480K 22.9K 48
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.2M 107K 25
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
611K 64.5K 39
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
949K 46.5K 61
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...