kilas balik Svarga dan Satya

Door penaaputihk

53.6K 7.1K 871

[ SEASON 2 OF "Satya dan 67 hari" ] Melanjutkan kisah dari Satya dan 67 hari terakhirnya yang belum tuntas... Meer

Selamat datang kembali
Prologue: Kilas balik
01: Mahesa Danendra
02: Masa kecil penuh penderitaan
03: Mahesa dan Alya
04: Permintaan maaf yang menggemaskan
05: "Aku nggak punya ibu."
06: Little Promise
07: Where are u? hesa.
08: bunga tulip putih
10. 12 tahun berlalu
11: Dia harus tau
12: pesan terakhir
13: Dia yang berkorban
14: pemberian berharga
15: Sang pendonor
16: ucapan terimakasih
17: Ricky
18: apa yang terjadi?
19: terungkap
20: 2 anak penimbul masalah
21: masih merindukannya
22: Langkah awal dari sebuah rencana
23: "Buktikan saja!"
24: Perselisihan
25: Tetap menerimanya
26: Dia masih ada
27: rahasia besar yang terungkap
28: kabar buruk
29: tak mau kehilangan
30: berjanji
31: Rahasia besar
32: announcement

09: Alasan

1.1K 183 7
Door penaaputihk



****

-Kilas balik Svarga dan Satya-




"Perpisahan yang paling menyakitkan itu ketika dipisahkan oleh keadaan..."





****

*Flashback, 3 hari sebelum keberangkatan Mahesa.




"Pah, dada hesa sakit..." rintih seorang bocah berusia 9 tahun yang terus memegangi dadanya sendiri diatas ranjang tempat tidurnya.

Wajahnya kian memucat, dan seorang pria yang disebut Papah olehnya hanya bisa menangakan putranya sendiri yang dalam keadaan merintih sakit. Tangan mungil anaknya itu terus ia cengkram.

Obat-obatan pereda rasa sakit pada jantung anaknya sudah diminum semua, tetapi rasa sakit yang anak itu rasakan tak kunjung hilang dan makin tak tertahankan.

Rasanya, Hilmi sangat tidak tega melihat kondisi memprihatinkan putranya tersebut. Setiap harinya, kondisi kesehatan Mahesa semakin menurun.

Hilmi mengelus surai hitam rambut anaknya dengan penuh kasih sayang, matanya terus terarah pada lengan kiri putranya yang terus memegangi dadanya untuk menahan rasa sakitnya itu.

"Nanti kita berobat, ya." ucap Hilmi berusaha menenangkan.

Anak itu hanya dapat menganggukan kepalanya lemah, ia memilih untuk memejamkan matanya saja alih-alih dapat meredakan rasa sakit di dadanya saat ini.

Melihat putra kecilnya sudah memejamkan matanya, dengan penuh perasaan Hilmi mengecup puncak kepala Mahesa dan menyalurkan perasaan sayang kepada anak semata wayangnya tersebut. Air matanya menetes sedikit diujung matanya. Ia mengusapnya lembut.

"Hesa bobok dulu, ya. nanti kita berobat." ucapnya.

"Papah janji, Hesa pasti akan sembuh, dan nggak akan ngerasain sakit lagi."

Mahesa tidak lagi menyahut, nampaknya anak itu sudah terlelap dialam bawah sadarnya. Mahesa tertidur. Rasa sakitnya menguasai tubuhnya, ia lebih memilih tidur demi meredakan rasa sakitnya sendiri.

Hilmi tersenyum kecut memandang wajah putranya, air matanya sudah terbendung dipelupuk matanya. Ia ingin menangis, tetapi kalau ia saja lemah, siapa nantinya yang akan menjadi penguat bagi Mahesa, putranya.

Hilmi menarik selimut bergambar mobil Tayo kesukaan anaknya untuk menyelimuti tubuh kecil Mahesa. Saat dipastikan Mahesa telah tertidur, Hilmi meninggalkan kamar putranya. Ia ingin memberikan waktu agar anaknya bisa beristirahat dengan tenang.

Pria berusia 32 tahun itu berjalan kesebuah ruang kerja di rumahnya ini. Ia mendekat kearah telpon di sudut ruangan tersebut. Kemudian nampak menghubungi seseorang dari telpon itu.

Raut wajahnya nampak gaduh dan resah, pikirannya terus terarah pada putranya. Melihat wajah Mahesa yang nampak kesakitan membuat hatinya terasa ikut sakit juga.

Orangtua mana yang tidak akan merasa sedih bila anaknya dalam keadaan sakit seperti itu? Batin seorang ayah tidak bisa berbohong, ia juga dapat merasakan apa yang Mahesa rasakan.

Terlebih lagi, dulu saat kecil juga Hilmi menderita penyakit yang sama dengan Mahesa. Namun, tidak separah itu. Untungnya, ia bisa sembuh. Tetapi, penyakit tersebut turun menurun dan malah mengenai anaknya.

Hilmi tidak akan tinggal diam, bagaimana pun caranya, ia akan membuat Mahesa sembuh. Karena, hanya anak itulah yang ia miliki,

"halo?" ucap Hilmi pada seseorang dibalik telpon.

"halo, selamat malam. Ada apa, pak Hilmi?" sahutnya.

"Bisa tolong carikan saya dokter spesialis jantung terbaik? berapun biayanya katakan saja. Saya sangat membutuhkannya." ucap Hilmi.

"Dokter spesialis jantung? maaf, pak. Apa jantung bapak sakit kembali?"

"Nggak, ini bukan untuk saya. Tapi untuk anak saya. Tolong bantu saya carikan dokter spesialis tersebut."

"Baik, pak Hilmi. Kebetulan saya memiliki seorang kenalan dokter terbaik. Tapi, keberadaanya bukan di indonesia."

"Katakan, dimana keberadaannya? dimana saya bertemu dokter itu. saya akan lakukan untuk membawa anak saya ke dokter terbaik itu."

"Beliau berada di singapura, Pak."

"Singapura? Baik. beritahu alamat spesifiknya, saya akan melakukan penerbangan ke singapura lusa nanti. Saya ingin membawa putra saya kesana demi mendapatkan pengobatan yang intens."

"Siapkan 2 pasport dan tempat tinggal untuk saya dan putra saya di singapura nanti. Mungkin, saya akan tinggal disana dalam beberapa waktu untuk pengobatan putra saya."

"Baik, pak Hilmi."

Setelahnya, sambung telpon tersebut terputus. Itu adalah asisten pribadi Hilmi. Beruntungnya ia tau informasi mengenai dokter spesialis jantung terbaik. Meskipun diluar negri sekalipun akan Hilmi datangkan asalkan memang benar-benar bisa mengobati putranya itu.

Sekarang yang harus ia lakukan hanyalah membawa Mahesa ke singapura demi mendapatkan perawatan yang lebih intens. Hilmi berharap pengobatan disana lebih memandai dibanding di indonesia. Pasalnya, rumah sakit di indonesia tidak ada yang bisa menangangi penyakit Mahesa, karena jantung kronis yang sulit untuk disembuhkan bila tidak ada pendonornya.



"Pah, kita mau kemana?" tanya seorang bocah yang nampak sudah rapi dan siap dengan beberapa koper yang sudah berara disekelilingnya.

Hilmi menoleh kearah putranya, kemudian tersenyum. "Hesa mau sembuh kan? kita berobat sekarang juga ya," jawab Hilmi.

Mahesa hanya menangguk tak mengerti kemana ia akan berobat, asalkan ia bisa sembuh. "Beneran bisa sembuh nggak, pah?" anak itu hanya khawatir dan takut jika memang dirinya tidak dapat disembuhkan.

Hilmi bungkam, kemudian tersenyum tipis. "Semoga aja ya, sayang. Mudah-mudahan kamu bisa sembuh dan bisa mendapatkan perawatan yang lebih intens disana."

"Emangnya, Hesa mau berobat dimana, pah?" tanya anak itu.

"Kita ke singapura, sayang." jawab Hilmi.

Mahesa melebarkan matanya terkejut. "Di singapura? kenapa jauh banget, pah?" celotehnya.

"Supaya kamu benar-benar bisa sembuh, hesa."

Seketika wajah Mahesa menjadi murung, anak itu nampak sedih. Melihat wajah putranya yang murung membuat Hilmi bingung.

"Hesa kenapa? Hesa nggak mau sembuh?" ucap Hilmi.

"Bukan nggak mau sembuh, tapi kalau kita ke singapura, itu artinya aku nggak bisa ketemu Alya lagi ya, pah?" tutur Mahesa murung.

Hilmi memegang kedua bahu kecil anaknya itu, kemudian tersenyum lagi penuh arti. "Hesa dengerin papah,"

"Kalau nanti Hesa udah sembuh sepenuhnya, pasti kamu bakalan ketemu Alya lagi. Makanya, kamu harus sembuh dulu, ya."

"Emang Hesa mau bikin Alya sedih kalo kamu sakit-sakitan terus? nanti kalau Alya taupun Alya bakalan sedih."

Mahesa mengerti, benar juga apa yang papahnya katakan, ia memang harus sepenuhnya sembuh agar bisa bertemu kembali dan bersama dengan Alya lagi.

"Ya udah kalau gitu, pah. Hesa mau sembuh. Ayok kita berobat dan berangkat sekarang juga ke singapura supaya Hesa bisa ketemu Alya lagi."

Hilmi tersenyum hangat melihat semangat putranya yang ingin sembuh itu.

"Tapj jangan lama-lama, ya, pah. Kasihan Alya sendiri."

Hilmi tidak dapat menjawab, ia juga tidak yakin dan belum tahu berapa lama proses pengobatan Mahesa selama di singapura nantinya.

Setelah semuanya siap, tanpa lama lagi Hilmi dan Mahesa langsung menuju ke bandara untuk melakukan penerbangan ke singapura hari ini. Hilmi berharap keputusannya untuk pindah sementara ke negara lagi membuahkan hasil. Ini semua ia lakukan demi kesembuhan anaknya.

Hilmi telah menyuruh semua pekerja dirumahnya untuk berhenti karena ia telah pindah negara dan meninggalan rumah tersebut. Ia juga sudah berkata kepada para pekerjanya untuk tidak memberitahu siapapun kemana dirinya dan anaknya pergi.

Rumah itupun akhirnya dikosongkan.

Tetapi sayangnya, Mahesa belum sempat berpamitan pada temannya, Alya. Kepergiannya dari indonesia begitu mendadak, sehingga tidak ada jeda waktu untuknya menemui temannya itu.

Rasa sakit Mahesa sudah melewati batas tubuhnya, jika tidak secepatnya ditangani dan melakukan proses pengobatan intens, di khawatirkan anak itu tidak bisa tertolong. Apalagi usianya yang masih begitu kecil.

Semua berharap, bahwa ketika Mahesa kembali, ia sudah dalam keadaan membaik. Mungkin, Hilmi dan Mahesa akan kembali lagi ke indonesia ketika kondisi Mahesa dinyatakan membaik dan baik-baik saja.

"Tunggu aku, ya, Al. nanti aku bakalan balik lagi. Tunggu aku..."













****






Menurut Alya, Mahesa pergi tanpa pamitan. Tapi, kalau dari sisi Mahesa, bocah itu emang nggak sempet pamitan sama Alya. abisnya gimana, emang gak sempet, jadi kalian sekarang tau kan kenapa Mahesa pergi ke Singapure selama 12 tahun 🌚

jadi, mereka berdua terpisah karena keadaan.
dari awal inilah hubungan Mahesa dan Alya bisa renggang setelah 12 tahun kemudian...






Bersambung...

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

18.6K 2.9K 35
"Walaupun hidupku tanpa warna, namun kehadiranmu membuatnya menjadi lebih sempurna." Tentang Riki dengan hidup suramnya, dan kedatangan Ayra yang me...
462K 39.4K 60
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
203K 576 48
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
5.2K 814 28
Eccedentesiast menurut psikologi adalah orang yang menyembunyikan kesedihan dibalik senyumannya. Orang yang selalu tersenyum walau sebenarnya dia me...