Rajendra

נכתב על ידי arcenan

5.3M 170K 8.5K

Tentang dua insan yang bersatu dengan hubungan pernikahan. Di umurnya yang masih labil, keduanya selalu berus... עוד

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. Rajendra's friend
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23
24.
26.
27.
28.
29
30.
31.

25.

68.9K 3.2K 175
נכתב על ידי arcenan

Let's start!

"Ren!" Panggil Rajendra yang baru memasuki ruangan itu.

Mendengar panggilan Rajendra, Maureen langsung menoleh ke belakang karena posisinya membelakangi pintu.

Rajendra berjalan kearah bed yang di tempati oleh Maureen dan maren.

Maureen dapat melihat raut Rajendra yang sedikit terkejut.

"Nen?" Tanya laki-laki itu pada Maureen.

"Iya, tadi Maren mau susu tapi kalo nunggu lo takut kelamaan jadi gue kasih nen dulu." Jawab Maureen sambil mengusap rambut halus milik anak angkatnya.

Rajendra mengangguk mengerti.

"Lepas aja, lagian susunya juga udah dateng." Kata Rajendra dengan nada sedikit tidak ikhlas.

Maureen menganggukkan kepalanya, kemudian dengan perlahan ia mengeluarkan putingnya dari bibir anaknya.

Dan dengan segera ia menutup payudaranya dan membenahi bajunya.

"Makan dulu yuk, lo belum makan." Ajak Rajendra pada Maureen yang baru saja selesai merapihkan pakaiannya.

"Gue belum laper." Jawab Maureen.

"Perut lo gak boleh kosong, anak kita butuh nutrisi di dalem sana." Bujuk Rajendra sambil mengelus perut Maureen yang terhalangi oleh Anak sulungnya.

Maureen sedikit mendengus malas.

"Ya udah deh, lo beli makanan kan?" Tanya Maureen pada suaminya.

"Udah, sini gue bantu." Kata Rajendra membantu Maureen untuk turun dari bed yang di tempati Maren.

Dengan perlahan Maureen turun dari bed dengan bantuan Rajendra kemudian keduanya berjalan ke arah sofa yang berada di ruangan itu.

"Kapan mau ngasih tau orang tua kita, kalo kita angkat Maren sebagai anak sulung?" Tanya Maureen.

"Secepatnya."

***

Beberapa jam berlalu dan hari juga sudah berganti.

Sekarang tepat hari senin, dimana para pelajar harus mulai memutar otak lagi untuk pelajaran.

Begitu pula dengan Rajendra, ia harus bersekolah tapi sebelum berangkat ia mengantarkan istri dan anaknya ke rumah terlebih dahulu.

Sebenernya ia tidak yakin akan meninggalkan Maureen dan Maren berdua di rumah, apalagi Maren sudah mulai aktif lagi.

"Lo gak apa-apa gue tinggal sama Maren? Maren kan lagi aktif-aktifnya." Ucap Rajendra pada Maureen sebelum berangkat ke sekolah.

"Gak apa-apa, nanti kan ada bi Murni yang bantu jaga." Jawab Maureen yang tidak terlalu ambil pusing.

"Kalo ada apa-apa telepon gue ya." Ucap Rajendra mewanti-wanti.

"Santai, udah sana berangkat nanti telat." Suruh Maureen sambil mendorong kecil tubuh Rajendra.

Rajendra menganggukkan kepalanya, dan masuk ke dalam mobil yang akan ia tumpangi hingga ke sekolah.

Setelah mobil itu tidak terlihat lagi di pandangnya, Maureen masuk ke dalam rumah yang ia tempati dengan suami dan anaknya.

Maureen sebenarnya bingung harus melakukan apa, daripada terlihat seperti pengangguran.

Lebih baik ia masuk ke dalam kamar dan menunggu art yang bernama Murni atau bi Murni itu datang.

Maureen merebahkan tubuhnya di samping Maren yang masih tertidur itu dengan perlahan.

Setelah tubuhnya terbaring, ia membuka handphonenya dan mulai berselancar di dunia maya.

Dan ya, detik, menit dan waktu terus berputar namun ibu muda itu masih tetap fokus pada ponsel genggamannya.

Ia tidak sadar bahwa anak sulungnya kini sudah membuka mata.

"Ndaa." Panggil Maren dengan suara khas bangun tidur.

Maureen yang tadinya sedang fokus bermain handphone langsung menolehkan kepalanya.

Kemudian ia menyimpan handphonenya itu di atas nakas samping ranjang, dan mendekatkan tubuhnya pada Maren untuk memeluk anak itu.

"Anak bunda udah bangun, masih sakit?" Tanya Maureen pada putra sulungnya sambil mengelus punggung Maren dengan perlahan.

"Secikit." Jawab Maren dengan lirih.

"Hah? Sedikit?" Tanya Maureen lagi sedikit bingung.

Maren menganggukkan kepalanya dengan perlahan.

Maureen sudah tenang, karena Maren sudah pulih hanya masih ada sedikit sisanya saja.

"Nanti juga ilang, sabar ya." Kata Maureen kemudian mengecup dahi Maren.

Maren tidak membalas ucapan Maureen, ia hanya beringsut semakin dalam ke pelukan sang bunda.

"Ndaa, cucu." Pinta Maren pada bundanya.

Mendengar ucapan sang anak, Maureen dengan perlahan melepaskan pelukannya.

"Bentar sayang, bunda ambilin dulu." Kata Maureen membuat Anak itu melepaskan pelukannya.

Sebelum berdiri ia menoleh kearah jam dinding yang berada di kamarnya, jam itu menujukan pukul tujuh lebih empat puluh.

Itu tandanya, bi Murni sudah ada di bawah untuk membuat sarapan.

"Mau sekalian sarapan gak?" Tanya Maureen pada Maren.

"Salapan?" Tanya balik Maren dan di balas anggukan oleh sang bunda.

Kemudian Maureen berdiri di ikuti oleh putranya itu.

Keduanya berjalan beriringan menuju ke lantai bawah dengan berpegang tangan.

Maureen yakin bi Murni akan terkejut jika melihat Maren.

Langkah demi langkah keduanya hingga hampir sampai di lantai bawah, tinggal beberapa anak tangga lagi yang harus mereka lewati.

Hingga akhirnya ia dapat melihat punggung bi Murni yang sedang membersihkan cucian bekas dirinya memasak.

"Bi." Panggil Maureen membuat bi Murni langsung menoleh.

"Iya nen— loh ini siapa?" Tanya bi Murni yang belum menyelesaikan perkataannya.

"Ini anak angkat aku." Jawab Maureen sambil menarik kursi untuk anak sulungnya duduk.

"Bibi mah gak percaya neng, naha bisa mirip gini sama den Rajendra." Kata bi Murni dengan bahasa sundanya.

"Beneran bi. Kita makan dulu yuk, nanti aku ceritain." Ajak Maureen.

"Gak usah atuh neng, sok neng aja sama si aden." Jawab bi Murni.

"Gak apa-apa bi, gak usah canggung gitu." Kata Maureen sambil menarik tangan bi Murni agar duduk bersama dirinya dan Maren.

Akhirnya bi Murni tidak menolak, ia hanya menuruti keinginan ibu hamil itu.

"Maren mau makan apa?" Tanya Maureen pada anaknya.

Maren tidak menjawab, anak itu hanya meneliti satu-satu makanan yang di buat bi Murni.

"Kasih sop ayam aja neng, ayamnya lebih lembut dari pada di goreng, keliatannya juga si aden gak biasa makan-makanan kering kaya ayam goreng." Usul bi Murni yang lebih mengerti soal anak-anak.

Maureen menganggukkan kepalanya, kemudian bergerak mengambilkan Maren mangkuk kemudian di isi nasi dan sop ayam.

Saat hendak menyuapi Maren, bi Murni menghentikannya.

"Biar bibi aja atuh neng, neng makan kasian adek bayinya udah harus di isi nutrisi." Kata bi Murni lagi.

Bi Murni memang sedikit bawel tapi Maureen dan Rajendra tidak masalah, karena bi Murni kadang bisa menggantikan peran ibu untuk mereka berdua.

Tak jarang Rajendra dan Maureen bertengkar karena hal kecil, tak jarang juga bi Murni menenangkan keduanya dan memberikan saran hingga hubungan keduanya membaik kembali.

Dengan telaten bi Murni menyuapi Maren untungnya anak itu tidak susah dan bukan pemilih makanan.

***

"Gue gak nyangka lo udah nikah, apalagi sama Maureen dan udah hamil gede begitu." Kata Raegan mengawali

"Iya anjing, gue aja kaget waktu liatnya." Seru Rayan pada Rajendra.

"Ngapain kaget, cewek hamil itu normal." Jawab Rajendra dengan singkat.

"Ya gue juga tau kalo itu, tapi gue kaget aja lo masih SMA udah ngehamilin anak orang aja." Kata Raegan lagi.

"Bibit gue bagus berati."

"Sialan, gak pernah bener ngobrol sama ni orang." Ucap Raegan dengan ketus.

Rajendra hanya membalas dengan kekehan kecil.

"Gimana anak yang kita temuin waktu itu?" Tanya Elang tiba-tiba.

"Udah gue kasih nama." Jawab Rajendra.

"Namanya?" Tanya Rayan penasaran.

"Maren Abercio."

"Lo udah angkat dia jadi anak lo? kenapa lo gak coba lapor polisi dulu? seenggaknya kalo gak lapor polisi, lo cek dulu kesehatan dia dari ujung rambut sampe ujung kaki." Saran Raegan, pihak bawah ini memang sedikit berisik.

"Kemaren dia masuk rumah sakit." Kata Rajendra memberi tau.

Ketiga temannya langsung menoleh kearahnya dengan wajah penasaran.

"Alergi susu, dokter saranin dia buat minum asi."

"Parah, susu dari rumah lo kadaluarsa ya." Tuduh Rayan pada Raegan.

"Enak aja lo bangsat, itu punya sepupu gue yang ketinggalan beberapa hari lalu." Jawab Rajendra dengan sedikit emosi.

"Bini lo kasih Maren asi?" Tanya Elang.

"Cuman sekali, abis itu gue beliin asi yang di donasi di rumah sakit." Jawab Rajendra pada Elang.

"Umurnya Maren berapa sih?"

"Kata dokter sekitar, hampir dua tahun."

"Umur segitu udah pinter, btw bolehkan kita ngunjungin Maren kapan-kapan?" Tanya Raegan.

"Kunjungin aja, anggap dia anak angkat kita."

Finished.

Maaf yh kl garink..

Sgt trims sdh mnunggu cerita ini..

Selamat hari Minggu dan mff klo ada kslhn kt, ak pmit.

Btw typo itu manusiawi, jdi mff klo ad yg typo.

המשך קריאה

You'll Also Like

3.5M 170K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
2M 108K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
807K 70.3K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
639K 43K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...