[โœ”] ๐— .-'๐Ÿฌ๐Ÿฌ'๐Ÿณ : ๐—” ๐—ฃ๐—ถ๐—ฒ๏ฟฝ...

By Kazeki_Kmz

62.7K 11.4K 1K

Pembunuhan yang diakibatkan karena masalah dendam mungkin sudah sering terjadi. Namun, apa jadinya jika suatu... More

Prolog
Chapter 1 : File
Chapter 2 : They Know
Chapter 3 : Party Invitation
Chapter 4 : Game Start
Chapter 5 : New Headquarters
Chapter 6 : 1st Riddle
Chapter 7 : Thinking
Chapter 8 : New Evidence
Chapter 9 : Search & Find
Chapter 10 : +1
Chapter 11 : 2nd Riddle
Chapter 12 : Information
Chapter 13 : One Hint
Chapter 14 : Stalker
Chapter 15 : Sundial & Polonium
Chapter 16 : Where is Chenle?
Chapter 17 : Interrogation
Chapter 18 : Fail
Chapter 19 : Yu Zeyu & Mr. Zhong
Chapter 20 : Suspicion
Chapter 21 : Answer
Chapter 22 : Jeno Missing
Chapter 23 : Where is Jeno?
Chapter 24 : Danger
Chapter 25 : Due to Misstep
Chapter 26 : Discussion 1
Chapter 27 : Discussion 2
Chapter 28 : Him
Chapter 29 : Unexpected
Chapter 30 : A Piece
Chapter 31 : Test Result
Chapter 32 : Green Umbrella House
Chapter 33 : Changbin's Truth
Chapter 34 : 3rd Riddle
Chapter 35 : Park Jinyoung
Chapter 36 : Talks
Chapter 37 : Shocking Facts
Chapter 38 : Other Facts
Chapter 39 : Memory Card
Chapter 40 : Reconnaissance & Investigation
Chapter 41 : Stake Out
Chapter 42 : Get Away
Chapter 43 : Irina
Chapter 44 : Confusing
Chapter 45 : A Little Bit More
Chapter 46 : H-1
Chapter 47 : The Day
Chapter 48 : It's Possible?
Chapter 49 : Catch the Targer
Chapter 50 : Worries, Oddities, Lies
Chapter 51 : Team Name
Chapter 53 : The Article
Extra Chapter : Epilog - Wills
Project Baru M.-'00'7

Chapter 52 : The Truth

805 128 11
By Kazeki_Kmz

Pukul 07:45 malam.

Jaemin kini sedang berada di Pusat Kepolisian Kota Jeonju. Ia bermaksud untuk menemui salah satu narapidana yang baru saja di tahan atas tuduhan percobaan pembunuhan yang tak lain adalah Park Jinyoung.

Sebenarnya jam kunjungan sudah lama selesai. Tetapi beruntung ia mendapat bantuan dari Mark. Terlebih lagi Detektif Kim sedang tidak berada di kantor pusat kepolisian tersebut dan itu menjadi waktu yang tepat baginya untuk bertemu dan berbicara pada Park Jinyoung.

Di hadapan Jaemin sekarang ini duduk seorang Park Jinyoung. Mereka saling behadapan yang hanya di batasi oleh sebuah dinding kaca.

Jaemin menatap Park Jinyoung dengan datar. Namun, Park Jinyoung seakan tahu isi pikiran Jaemin hanya dari melihat sorot mata pemuda dingin tersebut.

"Bagaimana kabarmu?" Jinyoung membuka percakapan.

"Bisa hyung ceritakan semuanya sekarang?" Balas Jaemin.

"Tidak bisakah kita basa-basi terlebih dulu?"

"Aku hanya ingin menggunakan waktu kunjungan sebaik mungkin." Park Jinyoung tersenyum.

"Aku tidak tahu dari mana memulai ceritanya."

"Alasan kenapa hyung melakukan hal jahat?! Bahkan sampai membunuh seseorang."

"Kau belum menemukan jawabannya?"

"Untuk Wang Jackson dan Kim Yugyeom, aku sudah tahu jawabannya. Tapi untuk hyung, . . . Aku belum menemukan jawaban yang tepat."

"Padahal setelah semua hal jahat yang aku lakukan, kau tetap memanggilku 'hyung'." Gumam Jinyoung.

"Karena aku yakin hyung hanya bersandiwara." Park Jinyoung menatap lekat mata Jaemin.

"Matamu sangat bagus dalam menilai seseorang." Jinyoung menghembuskan napas berat.

"Aku melakukan semuanya agar Jackson dan Yugyeom sadar. Bahwa balas dendam hanya akan memperburuk keadaan, dan walaupun balas dendam itu tercapai, keadaan tidak bisa kembali seperti yang mereka inginkan." Jaemin terdiam sesaat ketika mendengar ucapan Park Jinyoung.

"Apa menyadarkan mereka harus dengan cara membunuh seseorang yang tidak bersalah?! Dan kenapa hyung juga harus terlibat di dalam rencana balas dendam mereka jika hanya ingin menyadarkan mereka?!"

"Tidak semua orang bisa di sadarkan dari hal yang salah hanya dengan kata-kata. Sebagian orang hanya bisa di sadarkan dengan tindakan yang dapat medatangkan pengaruh bagi dirinya sendiri dan juga orang di sekitarnya." Jaemin kembali terdiam.

"Aku tahu orang tua angkat kami mati dalam kecelakaan pesawat yang di sabotase. Aku juga tahu kolega yang telah menipu Jackson dan ledakan bom yang telah menewaskan Zeyu itu semua adalah ulah orang-orang suruhan dari Ham Minhyuk."

"Aku sangat marah, kesal, dan sedih. Tapi itu semua tidak membuatku berpikir untuk membalas perbuatan mereka. Apalagi berpikir untuk membunuh seseorang. Itu tidak pernah terlintas di dalam pikiranku."

"Tapi berbeda dengan Jackson dan Yugyeom yang sudah diselimuti oleh amarah dan haus akan balas dendam."

"Disaat pertama kali kami akan berdiskusi untuk merencanakan balas dendam, aku sangat menolak hal itu. Hingga kami akhirnya berdebat.

"Lama sekali mereka mendiamkanku dan tak menghiraukan keberadaanku, hingga suatu hari aku mendengar percakapan mereka memgenai rencana pembunuhan. Di saat itulah aku mulai bersandiwara. Aku mulai mengikuti semua persiapan rencana mereka."

"Tapi apa yang aku lakukan bukan semata-mata untuk membantu mereka, melainkan untuk menggagalkan rencana mereka." Muncul kerutan di kening Jaemin.

"Di malam pesta yang di adakan oleh Chenle, di malam aku menusuk Wonjin dengan senjata tajam yang kau temukan di dasar kolam renang, apa kau berpikir bahwa Wonjin benar-benar telah tiada?" Jaemin membulatkan matanya sesaat. Tetapi tatapan matanya kembali datar saat ia menyadari sesuatu.

"Hyung menggunakan sebuah racun yang dapat menurunkan daya detak jantung hingga ke titik terendah."

"Benar. Walau pun nyatanya aku memang menusuk Wonjin tepat di bagian belakang jantungnya, tapi tusukan itu tidak sampai mengenai bagian vitalnya."

"Kerja racun itu membutuhkan waktu beberapa menit. Itu sebabnya hyung menghalangiku dan yang lainnya untuk mendekati tubuh Wonjin karena hyung tahu aku pasti akan memeriksa keadaannya." Park Jinyoung mengangguk.

"Kau memang pintar."

Park Jinyoung menghembuskan napas berat.

"Awalnya aku kira rencana yang aku buat berjalan dengan lancar. Tapi nyatanya tidak. Jackson mengetahui rencananaku dan dia telah melapisi potongan kaca yang aku gunakan untuk menusuk Wonjin dengan racun polonium."

"Fakta bahwa aku telah membunuh Wonjin adalah benar."

"Tidak sepenuhnya kesalahan hyung." Park Jinyoung menggelengkan kepalanya.

"Itu sepenuhnya salahku. Karena aku yang telah mengusulkan mereka untuk membunuh Wonjin."

"Kenapa?"

"Agar Chenle selamat."

"Mungkin ini adalah kejahatan yang sebenarnya aku lakukan. Mengorbankan orang lain yang tidak bersalah demi melindungi orang yang aku sayang. Karena Chenle sudah aku anggap sebagai adikku sendiri."

"Jika ini yang terjadi padamu, apa yang akan kau lakukan? Membiarkan orang yang kau sayangi terbunuh atau mengorbankan orang lain sebagai gantinya?" Jaemin terdiam. Itu adalah pilihan yang sangat sulit baginya.

"Lihatlah, kau ti . . ."

"Aku akan mengorbankan diriku sendiri." Jinyoung terdiam sesaat.

"Kau sangat pemberani. Bahkan saat Yugyeom akan menembakan racun itu pada Chenle, kau menjadikan tubuhmu sebagai tameng untuk melindunginya."

"Dari awal aku melakukan hal semacam ini karena aku sudah siap dengan risiko yang aku terima."

"Setiap tindakan selalu ada risiko yang diterima dan dampak yang akan orang sekitarmu rasakan. Jika seandainya waktu itu kau terbunuh, apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan mereka?"

"Terkadang rasa percaya kita pada seseorang bisa menyelamatkan diri kita. Tapi tak menutup kemungkinan juga akan berdampak sebaliknya."

"Kau percaya padaku?"

"Entahlah." Park Jinyoung tersenyum tipis.

"Aku menukar racun itu dengan obat bius saat dimenit-menit terakhir kami akan menuju lokasi. Beruntung kali ini rencanaku berhasil."

"Terima kasih."

"Aku tidak pantas menerima ucapan itu."

"Aku berterima kasih pada Park Jinyoung yang sebenarnya. Bukan pada Park Jinyoung yang sedang bersandiwara."

"Kau tidak mengerti diriku yang sebenarnya. Begitu pula denganku yang tidak mengerti dirimu yang sebenarnya. Tapi satu hal yang sangat aku tahu dan aku kagumi, kau adalah orang yang genius dan pandai dalam mengambil tindakan."

"Kelak kau akan mendapatkan hal besar yang akan kau terima. Entah itu hal baik dari sesuatu yang kau lakukan sekarang ini atau justru risiko besar yang berdampak pada dirimu dan ketiga temanmu."

"Masa depan tidak ada yang tahu. Aku hanya melakukan apa yang aku bisa saat ini."

Park Jinyoung tersenyum. Ia setuju dengan ucapan Jaemin yang mengakhiri pembicaraan mereka. Namun, saat Park Jinyoung akan di kembalikan dalam sel tahanan, dirinya tiba-tiba teringat akan sesuatu.

"Jaemin." Panggil Jinyoung.

"Apa Ryujin masih sering datang ke toko?" Tanyanya. Jaemin pun mengganggukan kepalanya sebagai tanda jawaban.

"Di meja kasir ada bagian laci yang tidak bisa di buka karena aku menghilangkan kuncinya. Bisa tolong kau bukakan laci itu dengan caramu dan berikan sesuatu yang ada di dalam laci itu pada Ryujin?!"

"Baiklah."

"Dan aku titip Xinlong pada kalian. Tolong jaga dia."

Park Jinyoung tersenyum. Ia lalu mulai berjalan meninggalkan Jaemin yang juga hendak pergi dari sana.

Jaemin kembali berkendara entah ke mana tujuannya. Ia menyusuri kota sambil terus memikirkan pembicaraannya dengan Park Jinyoung.
Bahkan suara dan getaran ponselnya yang berdering pun tidak ia hiraukan.

Kini Jaemin menghentikan motornya tepat di tepi jembatan Namcheongyo. Ia kemudian turun dari motor lalu berdiri tepat di tepi jembatan. Pandangannya menatap lurus ke arah sungai yang ada di bawah jembatan tersebut.

"Hyung berbicara mengenai dampak yang akan aku terima. Tapi hyung sendiri tidak melihat dampak hasil perbuatan yang hyung lakukan."

"Sekarang ini Xinlong dan Chenle yang menerima dampak paling besar dari perbuatan kalian."

"Inilah sebabnya aku membenci orang dewasa. Mereka selalu melakukan apa yang mereka rasa benar tanpa memikirkan perasaan orang lain."

Jaemin menatap langit di atasnya yang terlihat gelap dan kosong tanpa setitik cahaya bintang satu pun.

"Jaemin, mulai sekarang kau harus lebih pandai lagi dalam menilai seseorang. Jangan hanya karena dia memperlakukanmu dengan baik, kau bisa semudah itu percaya padanya." Ucapan itu diperuntukkan untuk dirinya sendiri.

Jaemin menarik napas dalam kemudian mengembuskannya. Lalu ia melirik arloji di tangan kirinya.

"Masih ada waktu."

Jaemin kemudian mengeluarkan ponselnya. Namun, bukan ponsel yang sering ia gunakan, melainkan ponsel sekali pakai yang sengaja ia siapkan kali ini untuk memublikasikan artikel terbarunya. Lalu ia terlihat mulai mengetikkan sesuatu di sebuah lembar catatan yang ada pada ponsel tersebut.

Cukup lama Jaemin melakukan aktifitas tersebut dalam diam tak bersuara sedikit pun. Ia sangat fokus dengan apa yang ia ketik saat ini. Seolah-olah apa yang ada di pikirannya saat ini ia tuangkan semuanya dalam catatan tersebut.

Setelah selesai, Jaemin mengaktifkan timer pemublikasian artikel otomatis. Artikel yang ia buat akan secara otomatis terpublish dalam waktu 45 menit di mulai dari sekarang.

Jaemin juga tak lupa mengaktifkan timer kapan ponsel itu harus ter reset dan mati. Kemudian dengan sekuat tenaga Jaemin melemparkan ponsel itu ke arah sungai yang ada di bawahnya saat ini. Ia sengaja melakukannya agar orang lain tidak bisa melacak keberadaannya. Terutama Detektif Kim yang sampai sekarang ini masih terus mencari identitas orang misterius yang tak lain adalah Jaemin sendiri.

Tepat di saat bersamaan ponsel miliknya berdering. Saat ia melirik ke arah pinselnya, ia melihat nama Jaehyun yang tertera pada layar ponselnya.

Sejujurnya Jaemin sekarang ini sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun termasuk dengan Jaehyun. Tetapi bagaimana pun Jaehyun adalah kakaknya. Apalagi sejak sore tadi ia sama sekali tak mengangkat telepon dari sang kakak. Jadi kali ini ia menjawab panggilan telepon dari sang kakak.

"Na, di mana kau sekarang?! Kenapa sejak sore tadi kau tidak mengangkat telepon dari hyung? Dan kenapa jam segini kau belum pulang" Terdengar suara khawatir yang keluar dari ucapan sang kakak.

"Biasanya juga aku pulang larut malam."

"Pulang sekarang, Na. Apa kau lupa, kau baru saja keluar dari rumah sakit siang tadi?!"

"Aku susah baik-baik saja sekarang."

"Tetap saja kau harus pulang sekarang. Hyung menunggumu untuk makan malam."

"Baiklah." Setelah berucap demikian, Jaemin mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

Jaemin mengembuskan napas berat dan dengan gerakan kaki yang enggan untuk ia langkahkan, ia berjalan menuju motornya dan bersiap untuk pulang ke rumahnya.

--Tbc--

__________________________________________________

A Piece of Glass
Chapter 52 : The Truth
Monday, 18 July 2022

Continue Reading

You'll Also Like

76.1K 17.4K 55
โœŽtidak mewajibkan kalian untuk vote, tapi kalo kalian mauใ…กterima kasihโœŽ ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ ;2nd book of Detektif H2J2 โžณโžณโžณ โžLo kalo mau berak nggak papa Haechan...
2.3K 272 27
๐ŸŽ๐ŸŽ๐‹๐ˆ๐๐„ ๐…๐€๐๐…๐ˆ๐‚๐“๐ˆ๐Ž๐ Berisi kelakuan random serta daily life anak-anak X MIPA 7 yang kadang bisa dibilang diluar nalar. Disclaimer!! Har...
671K 60.1K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...
15.8K 1.7K 36
Kehilangan sahabat baiknya membuat Joni menaruh dendam kesumat terhadap Badrun, bandar narkoba yang selama bertahun-tahun dia incar. Namun siapa san...