Malaikat Ayah [REVISI]

By Cicipang_

57.4K 5.4K 384

Seorang singel parent yang merawat ke empat anak-anaknya sendirian. Akankah dirinya berhasil menjadi orang tu... More

1 : awal yang baru
2 : Tentang Papa dan Ayah
3 : soal asmara
4 : kesayangan Ayah
5 : Nana?
6 : rasa yang terbagi
7 : baik dan buruk
8 : egois
9 : jenguk
10 : Ungkap perasaan
12 : sidang tertunda
13 : kelopak yang rapuh
14 : malam yang menyakitkan
15 : bunga yang layu
16 : penawar hati
17 : kata hati
18: ego yang terkalahkan
19 : seperti mimpi

11 : rasa yang terpendam

1.9K 245 15
By Cicipang_









🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃










Hari Sabtu, di hari mendung ini, Jaemin baru saja keluar dari studio, ia sehabis melakukan pekerjaannya tentu saja.

Habis melakukan pemotretan dengan beberapa model, salah satunya Jeno. Lelaki bermata sipit itu, menjadi model majalah popular di kalangan remaja. Jadi, tidak heran mengapa Jeno terkenal hingga ke beberapa sekolah. Selama pemotretan berlangsung, Jeno terus saja mengalihkan perhatian Jaemin, seperti menggoda atau sekedar berkontak mata yang sangat lama; yang dapat membuat pemuda manis itu salah tingkah dan kurang fokus. Hal itu membuat Jeno harus di tegur oleh manager untuk tidak bermain-main.

Jaemin kini berjalan menuju halte, hari semakin mendung. Awan abu-abu kehitaman itu telah memenuhi langit, Ia harus secepatnya pulang ke rumah merawat Renjun dan kembali menginap di asrama.

Berbicara tentang Renjun. Selama masa pemulihan, Renjun di istirahatkan di rumah dan sebagai gantinya Jaemin yang tidur di asrama; hanya menginap dan bersekolah seperti biasa, bisa pulang dengan alasan merawat Renjun, begitu yang dikatakan kepala sekolah pada Jaemin.

Ia duduk di halte sambil menunggu bus selanjutnya. Ia cemas, begitu banyak hal ia cemaskan saat ini, seperti Renjun yang sendiri di rumah; ia yakin Shotaro pasti akan pergi bermain, lalu jemuran setelah itu membuat makan malam. Ayah Yuta dan Xiaojun, pasti keduanya belum pulang.

Tak terasa, hujan turun. Dari hujan gerimis hingga hujan semakin deras. Hujan mengguyur kota, hawa pun menjadi dingin akibat angin yang berhembus. Jaemin memeluk tas kecil berisi kamera kesayangannya, menjaganya agar tidak basah. Sialnya hari ini Jaemin tidak membawa payung dan tidak memakai jaket ataupun mantel.

Jaemin merutuki kecerobohannya. Merasa mengingat sesuatu, Jaemin buru-buru mengirim pesan kepada kembarannya agar tetap sabar menunggunya pulang.

Sudah setengah jam ia duduk di halte sendirian, tidak ada juga tanda-tanda bus lewat. Ia pun berfikir akan menerobos hujan. Mau tak mau, ia pun harus melakukannya. Menunggu hujan sampai reda akan memakan waktu yang lama, jadi lebih baik ia melakukan cara ini. Sebelum itu tas kecilnya ia masukkan kedalam ransel, lalu menaruh ranselnya di dada dan tidak lupa juga untuk melapis ranselnya.

Setelah dirasa aman untuk barang-barangnya Jaemin berlari sambil memeluk erat ransel itu. Ia sungguh tidak peduli akan pakaiannya yang basah, ia juga yakin akan langsung membersihkan diri di rumah agar tidak terserang penyakit.

Karena sifat gegabah nya inilah, Jaemin sampai lupa jarak studionya dan rumahnya cukup jauh, harus di tempuh naik kendaraan. Sungguh malang sekali harinya.

Jaemin hanya berharap ia dapat menemukan taxi, atau seseorang yang menawarkan tumpangan padanya. Namun sayang sekali, tidak ada satu pun taxi lewat atau orang yang menawarkan tumpangan padanya. Rasanya ia ingin menangis di tengah guyuran hujan deras ini.

Lelah berlarian terus dari tadi, ia pun memelankan langkahnya. Biarlah hujan membasahi dirinya yang penting barang yang ada di dalam ransel tetap kering dan aman.

Jaemin jadi memikirkan sesuatu yang buruk terjadi di rumah, seperti Renjun yang harus makan dam minum obat tepat waktu, mengurus Shotaro, dan memasakkan makanan untuk Yuta dan Xiaojun ketika sehabis pulang kerja. Rasa bersalahnya bermunculan, jikalau bisa ia ingin membelah diri menjadi dua untuk mengurus anggota keluarga dan mengurus dirinya sendiri. Terkadang Jaemin sampai lupa mengurus dirinya akibat terlalu fokus untuk mengurus orang rumah. Ia hanya menjalankan amanah Papa Winwin agar menjaga dan merawat Ayah Yuta dan saudara-saudaranya yang lain.

Jaemin berjongkok, ia lelah. "Papa, maafin aku yang gak becus hari ini. Aku ceroboh banget sampai membuat keluarga kita kena getahnya. Seandainya aku ga ambil job itu, semua ini ga mungkin terjadi. Tapi, di satu sisi aku butuh duit. Papa aku harus gimana?" Jaemin berbicara menghadap ke langit seolah sedang mengadu ke Papa Winwin.

Membiarkan bulir-bulir hujan mengenai wajahnya yang manis. "Kalo boleh jujur, aku capek banget. Aku pengen istirahat, sebentar aja, kalo boleh. Aku capek banget, Pa."

Pejalan kaki yang lain mengabaikan keberadaan Jaemin yang berada di tengah-tengah trotoar sambil berjongkok itu. Terlalu sibuk pada urusan masing-masing.

Air matanya menyatu dengan hujan. Mungkin bagi siapa saja yang melihatnya akan menganggap Jaemin tidak waras karena berbicara sendiri.

Hatinya sesak, ingin mencurahkan seluruh isi hatinya tapi sebelum itu terjadi, sebuah payung berada di atasnya, terlihat sepatu bermerek itu berhenti di hadapannya. Lantas Jaemin mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa orang itu.

nafasnya yang berburu dan raut wajah yang terlihat cemas. Itu Jeno, sesempat mungkin ia memperlihatkan senyuman terbaiknya, itu bentuk dari hasil usahanya yang berhasil. Dari tadi Jeno mengawasi lelaki manis ini dari halte hingga duduk berjongkok di tengah hujan deras. Jeno terus mengikuti kemana arah Jaemin pergi, dengan berlari tentu saja dan mengabaikan sang supir yang sudah menunggu lama ingin menjemput Jeno.

Jaemin bangkit dari duduknya. "Lo ngapain disini?"

"Ini arah ke asrama omong-omong. Gue ga sengaja liat Lo duduk disini." Bohongnya.

Jaemin diam sambil terus menahan rasa dingin menyelimuti dirinya, tubuhnya mulai gemetar.

Merasa tidak tega dengan keadaan Jaemin. "Ayo, masuk kedalam mobil."

"Tapi, gue basah kuyup. Ntar mobil Lo basah."

"gapapa, udah buruan masuk Lo pasti kedinginan."

Saat di dalam mobil, Jeno menyuruh Jaemin membuka bajunya. Dia tidak berniat macam-macam kok, hanya saja ia merasa kasian pada Jaemin masih memakai pakaian basah seperti ini. Tapi, Jaemin juga menolak melakukannya. Dan dengan berat hati ia mengiyakan, Jeno tidak ingin memaksa lelaki manis itu.

Supir juga kelihatan kasihan pada keadaan Jaemin. Bagaimana tidak? Sedari tadi Jaemin terus mengigil sambil terus memeluk ranselnya. Kepala Jaemin terasa pening dan ia pun memilih memejamkan matanya, berharap peningnya cepat pergi. Lalu hawa dingin menyelimuti tubuhnya, hidungnya mampet dan Jaemin terus saja menahan diri untuk tidak terlihat menyedihkan.

Jaemin tertidur tapi tubuhnya tetap mengigil kedinginan. Jeno akhirnya melepaskan Hoodie yang ia pakai lalu memasangkannya pada tubuh Jaemin. Tangan Jeno terulur untuk mengusap wajah Jaemin.

"Bertahan ya dan moga cepet sembuh." Ucapnya tanpa suara seraya menatap wajah pucat Jaemin.









🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃









Hujan di luar membuat perasaan Renjun makin kalut. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena tangannya yang di perban, di gerakan sedikit saja sudah ngilu. Namun kakinya masih berfungsi dengan baik, lelaki manis ini membuka pintu dengan kakinya, dan itu berhasil walau tadi sempat beberapakali gagal.

Renjun mengedarkan pandangannya ke dalam rumah yang sepi, dan sedikit menegangkan. Sehabis membaca pesan dari Jaemin, ia sempat merasa lega namun juga khawatir apalagi pada keadaan Shotaro yang belum pulang.

Jika Ayah Yuta pulang dan belum mendapati Shotaro di rumah, maka sudah jelas ia akan di marahi nantinya. Walau bagaimanapun keadaannya saat ini, jika melanggar tanggung jawab, maka Ayah Yuta akan turun tangan. Sebab Ayah Yuta sangat menjunjung tinggi etika kesopanan dan rasa tanggung jawab.

Renjun sendirian di rumah minimalis ini, sebenarnya ia tidak takut. Tapi, untuk saat ini perasaan takut menghantuinya. Entah karena bayang-bayang amarah sang Ayah atau karena merasa parno dengan barang-barang yang bergerak dengan sendirinya. Ingatkan Renjun untuk tidak lagi mencoba menonton film horor.

Di situasi seperti ini, ia hanya membutuhkan teman. Teman yang dapat membantunya, ia begitu kesulitan melakukan sesuatu. Ia ingin melakukannya sendiri tanpa menyusahkan orang lain.

Renjun berfikir untuk menelfon Felix atau Haechan dan tidak lupa untuk mengirimkan pesan pada kembarannya itu. Ia pun mencoba menelfon kedua temannya.

Pertama, ia menelfon Felix teman sekamarnya itu. Namun, tak kunjung di angkat. Kemudian ia beralih ke nomor Haechan. Dan ya! Itu terhubung.

"Halo? Haechan!"

"Ada apa?"

"Umm, bisa gak Lo ke rumah? Gue sendiri dan–"

"Oke! Tunggu disana!"

Senyuman manis tercetak di wajah Renjun. Ia begitu beruntung mempunyai sahabat se-peka Haechan. Lelaki manis berkulit Tan itu selalu berusaha ada untuk Renjun, sangat pengertian dan juga posesif. Haechan akan terus mengomeli Renjun, contohnya seperti jika Renjun tidak ingin minum obat, maka dengan terpaksa ia mengomelinya sampai Renjun jengah dan mengalah.

Tak berselang lama, Haechan tiba namun ia tidak sendiri. Lelaki berkulit Tan ini membawa seseorang yang mampu membuat Renjun terpaku beberapa saat.

Saat ini Guanlin berdiri di hadapannya sambil tersenyum kepadanya.

Seandainya tangannya tidak sakit, sudah dipastikan badan Haechan kini di penuhi cubitan dari Renjun. Renjun melototi Haechan, memberikan tatapan protes pada lelaki manis itu.

"Kenapa Lo bawa dia kesini, sih? Kalo Ayah liat gimana?"

"Udah, Lo tenang aja. Gue udah perkirain semuanya. Sebenarnya gue ga sengaja ketemu Guanlin di minimarket."

Walaupun senang, dengan adanya teman dan gebetannya disini. Tidak menutup kemungkinan ia juga cemas akan nasib Guanlin saat ketemu dengan ayahnya nanti.

Haechan merawat Renjun dikamar, sedangkan Guanlin sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memesan makanan cepat saji. Guanlin tidak bisa masak, jadi dengan ini lah solusinya.

Guanlin hendak menemui Renjun dikamar, namun, ia dikejutkan kedatangan sosok kecil dengan keadaan basah kuyup.

"Taro pulang!" Dengan suara hampir tiada. Dengan cepat Guanlin menggendong tubuh Shotaro, membawanya ke kamar mandi.

Tubuh anak ini sepertinya lemas, Guanlin membersihkan tubuh Shotaro. Menggunakan  air hangat, ia pun membasuh tubuh Shotaro.

"Kakak ini siapa?" Tanya Shotaro pada Guanlin. Bocah ini merasa asing dengan wajah Guanlin.

"Temennya kakakmu."

Shotaro menggunakan jarinya untuk menunjukkan angka tiga. "Kakakku ada tiga! Kakak yang mana?"

Guanlin terkekeh. Ia merasa gemas dengan tingkah Shotaro. "Renjun."

"Oh kak Renjun. Kakak lagi sakit, jadi taro mohon buat rawat kak Renjun ya, kak ganteng. Taro ga bisa rawat tadi karena ada tugas kelompok sekalian main sama temen."

"Iya gapapa kok, kakak bakal rawat kakak kamu sampe sembuh!"

Taro mengangguk lalu tersenyum. "Iya! Makasih ya, kak ganteng."

"Sip, sekarang tinggal pake handuk dan kita meluncur ke kamar kamu buat ganti apa?"

"Ganti baju!!" jawab Shotaro dengan riang hingga mengangkat kedua lengannya keatas, mempermudah untuk guanlin melilitkan handuk di tubuh kecil itu.


Lagi-lagi Guanlin menggendong Shotaro menuju kamar, saat hendak masuk ia mendengar suara bel rumah. "HAECHAN! ITU PASTI KURIR! TOLONG DONG AMBILIN!"

"Iya-iya"

Haechan keluar kamar dan berpapasan dengan dua orang sekaligus. Ia terkejut melihat Shotaro yang kini berada di punggung Guanlin.

"Loh? Shotaro?!"

Mendengar nama Shotaro disebut oleh Haechan, buru-buru Renjun bangkit dari tidurnya dan melihatnya.

"Astaga adek! Kamu kemana aja?! Kakak tuh khawatir tau!"

"Udahan dulu Omelannya, ya cantik. Ini adek kamu kedinginan." Setelah mengucapkan hal itu Guanlin pun masuk ke kamar.



Ke empat orang itu kini sedang makan bersama, diantara orang-orang itu, Shotaro lah yang paling lahap makannya. Haechan menyuapi Renjun. Dan guanlin hanya menggeleng pelan melihat tingkah Shotaro.

"Ih ga mau!" Renjun mengindari suapan dari Haechan.

Haechan mengernyit heran, "kenapa? Ini bubur ayam! Kesukaan Lo, harus di makan!"

"Gue ga suka ada daun bawang nya sama itu tuh bawang gorengnya juga." Tunjuk Renjun ke arah sendok.

"makan ini ga buat Lo mati. Udah cepetan buka mulutnya!"

"Gak!" Lalu Renjun menutup mulutnya.

"Makaaann!!"

Renjun menggeleng cepat sambil terus menghindari sesendok bubur itu. Lalu, tiba-tiba kepala mendadak sakit dan energinya terkuras habis, seperti abis lari maraton.

"Aw sakit!"

"Nahkan gue bilang juga apa,"

Haechan panik melihat Renjun mendadak lemas. Haechan hendak ingin menggendong Renjun tapi di Renjun menolaknya dengan gelengan.

"Gak, gue gapapa. Cuma ga tau kenapa gue tiba-tiba sakit kepala sama badan gue lemes."

"Ini karena Lo milih-milih makan! Yaudah makan nih!"

Lagi-lagi Renjun menggeleng, "enggak bukan itu, gue khawatir sama Nana, semoga dia ga kenapa-kenapa. Eh maaf ya, kalian lanjut aja makannya gue beneran gapapa kok."

"Lo juga harus makan! Nih!" Haechan kembali menyodorkan sesuap bubur itu pada Renjun. Syukurnya Renjun mau menerima bubur itu.

Lagi asik-asiknya menyantap makanan, tiba-tiba ke empat orang itu di kejutkan oleh ketukan pintu yang terkesan mendesak. Kali ini Guanlin yang membuka pintu dan seketika terkejut melihat Jeno yang tengah menggendong Jaemin yang keadaannya kini pucat.

Tak ada yang tidak terkejut melihat keadaan Jaemin seperti ini. Acara makan itu pun di tunda. Renjun berlari sebisa mungkin untuk melihat dengan jelas keadaan kembarannya.

Firasatnya benar, alasan mengapa dia mendadak lemas karena kembarannya pingsan. Renjun kini menghawatirkan keadaan Jaemin.

"Astaga Nana! Kok bisa? Jen, kok Lo bisa bawa dia? Kok bisa dia kayak gini?  Ya ampun, kalo sampe Ayah tau ini bakal jadi masalah besar."

"Kak Nana, bangun. Kak Nana~" rengek Shotaro sambil menggoyang-goyangkan lengan Jaemin.

"Sebaiknya kalian ganti pakaian nya, dia udah kedinginan banget."

"Yaudah, Lo berdua keluar dulu. Biar gue yang urus." Titah Haechan pada Guanlin dan Jeno.



Kini keadaan Jaemin sudah lebih baik, Jaemin juga sudah siuman. Shotaro sejak tadi berada di samping Jaemin, kakak tersayangnya. Dari ketiga kakaknya, hanya Jaemin lah yang paling spesial. Dari kecil, Jaemin mengurus dan merawatnya. Jaemin bagaikan sosok ibu baginya, terkadang Shotaro merasa Jaemin bukanlah kakaknya.

"Kapan kamu pulang nya? Kamu ninggalin kak Renjun disini sendirian lagi?"

Shotaro nunduk merasa bersalah, "iya, kak. Maafin taro. Aku udah pamit ke kak Renjun, aku ada tugas kelompok di rumah temen terus kakak ngeizinin aku."

"Lain kali jangan gitu ya, kalo mau kerja kelompok atau mau main, di rumah aja. Kasian kakak sendirian disini, ga ada yang jagain."

"Iya, taro janji gak gitu lagi."

Jaemin tersenyum lalu mencubit pelan hidung milih taro. "Adeknya kakak pinter!"

Jeno dari ambang pintu menyaksikan kedua kakak beradik itu sedang berbincang. Jeno tersenyum kala melihat senyum lelaki manis itu mekar di wajah indahnya.

Merasa ada yang mengawasi, Jaemin mengalihkan pandangannya ke arah pintu.

"Gue ganggu gak?"

"Enggak kok."

Jeno menghampiri Jaemin, "udah ngerasa baikan gak?"

Jaemin mengangguk, "makasih, ya."

serasa ada kupu-kupu bertebaran di perut Jeno. Hatinya membuncah ingin berterus terang pada Jaemin akan perasaannya yang selama ini terpendam. Namun, Jeno merasa waktunya belum tepat.

•••

Tidak jauh berbeda dengan keadaan kamar sebelah, ada Guanlin dan Renjun sedang  berbicara berdua. Masih ada Haechan, tapi lelaki itu sedang berada di kamar mandi.

"Renjun."

Guanlin duduk di lantai, sambil menatapi Renjun yang berbaring di kasur sambil memejamkan matanya.

"Hm?"

Setelah itu Guanlin terdiam, ia begitu terpesona dengan wajah cantik dan tampan milik Renjun. Guanlin merasakan ada debaran di hatinya, senyumannya terukir saat Renjun membuka matanya dan menatap ke arahnya.

"Kenapa? Kok diem?"

"Kamu cantik banget."

Renjun itu tidak tahu caranya menyembunyikan ekspresi wajahnya. Seperti saat ini, ia langsung tersenyum ketika mendapat perkataan dari Guanlin yang notabene nya adalah gebetannya. Jantung nya berdegup kencang, lalu kedua pipinya merona.

"Aku tampan!" Sehabis mengucapkan kata itu, Renjun mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan mata dari Guanlin.

"Iya-iya, kamu cantik dan tampan. Kamu Maruk ih, tapi gapapa aku suka kok." Guanlin terkekeh geli ketika melihat wajah Renjun semakin memerah.

Renjun segera menyeret bantal yang berada di bawah kakinya lalu menendang bantal itu hingga tepat di wajah Guanlin. "Diem!"

"Lucu banget sih, tapi sayangnya bukan pacar aku."

"Makanya nembak! Eh?! Enggak maksud aku tuh-" Renjun panik sendiri dengan perkataannya.

"Yaudah, kalo gitu, mau gak jadi pacar aku?"

"Ih! Ih! Ga gituuu! Astaga" Renjun menyentuh dahinya.

"Oh, ga mau ya? Gapapa kok."

"Ehh!! Mau dong! Kata siapa ga mau?"

Senyum guanlin makin merekah. "Yaudah hari ini kita pacaran!"

"Ihh nyebelin banget!"

Suara tawa Guanlin terdengar hingga kamar mandi milik Renjun. Di dalam sana ada Haechan yang sedari tadi menguping pembicaraan antara Renjun dan guanlin. Seharusnya ia senang karena akhirnya perasaan Renjun terbalaskan, namun entah mengapa ia sedih.

Tangannya berada di dada, meremas kaos nya kuat. Di dalam hatinya sana tersimpan perasaan yang terpendam selama ini.  Perasaan yang tidak akan diungkapkan sampai kapanpun. Haechan lebih memilih sahabatnya daripada cintanya.

"Selamat untukmu." Ia pun menangis dalam diam.









🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃








"Makasih ya, tapi Lo gak mau singgah dulu?"

Ini Xiaojun, ia baru saja turun dari motor Hendery. Keduanya selepas dari rumah Hendery untuk latihan bersama sekalian mengadakan les gitar.

"Kayaknya eng–" Hendery melihat motor sang adik terparkir di halaman rumah itu. "Gue mau mampir bentar."

"Nah, gitu dong. Sekalian nunggu hujan reda."

Hendery mengangguk lalu memarkirkan motornya tepat disebelah motor sang adik. Setelah itu kedua orang ini masuk ke rumah.

Saat di depan pintu, Xiaojun mengernyit heran melihat ada  beberapa pasang sepatu dan sendal. Ia jadi yakin pasti di rumah ada tamu.

Dan benar saja, Xiaojun melihat kedua adik kembarnya sedang menonton dengan Haechan dan dua pemuda asing di ruang tengah.

Yang duluan menyadari kehadiran Xiaojun adalah Jaemin. "Eh? Kakak dah pulang?"

"Iya, kamu masak apa?"

"Maaf kak, aku ga masak hari ini. Tapi, temen aku udah beli makanan kok."

Xiaojun mengangguk. "Lain kali jangan nyusahin orang, kalo masih bisa buat sendiri. Yaudah, kakak mau ganti baju dulu." Sesempat mungkin Xiaojun melirik sinis ke arah dua pemuda asing itu.

Perkataan Xiaojun membuat Jaemin semakin merasa bersalah. Jaemin mendengus pelan, lalu berjalan ke arah dapur, ingin menyiapkan makan malam.

Renjun juga ikut merasakan hal yang sama, ia kasihan melihat saudara kembarnya dikatai seperti itu. Jika saja tidak ada tamu di rumah, maka Renjun sudah membalas perkataan si sulung dari tadi. Ia juga merasa kesal dengan tindakan Jaemin yang hanya diam tanpa mau membela diri.

Guanlin berbisik pada Renjun, "kakakmu lebih garang daripada Ayah mu."

"Emang gitu dia, sensi mulu kerjaannya."

Hujan belum reda, tujuh pemuda itu masih berada di rumah yang sama. Menonton dengan sedikit canggung. Shotaro sudah lebih dulu tidur di kamar.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian ketujuh pemuda ini. Si  sulung keluarga Na berdiri untuk membuka pintu.

Ternyata yang datang Yuta, tapi dirinya tidak sendiri melainkan datang bersama pemuda yang Xiaojun kenal.

"Kamu dah makan? Mana adik-adik kamu, udah pada tidur?"

"Belum kok, Yah. Kami nungguin Ayah pulang."

"Oh gitu. Eh! Nak Mark makasih banyak tumpangannya tadi, maaf jadi merepotkan."

"Gapapa kok, Paman. Omong-omong saya temennya Xiaojun. Jadi, paman ga perlu sungkan sama saya."

Dari jauh Jeno mengerutkan keningnya, "Abang?"

"Loh? Jeno? Ngapain disini?"

"Kalian temenan?" Tanya Yuta. Sebenarnya ia juga kaget karena kedatangan pemuda lain di dalam rumah.

"Enggak, Paman. Ini adik saya."

Kemudian Yuta kembali di kejutkan kedatangan beberapa pemuda lain dari arah ruang tengah. Ternyata rumahnya sedang ramai, pantasan di teras ia mendapati banyak sepasang sendal dan sepatu.

Raut wajah Yuta seketika berubah menjadi sedikit sinis. Ia bukannya tidak menyukai keramaian, namun ia sungguh tidak percaya anak-anak nya berani membawa pemuda lain masuk ke dalam rumah tanpa seizinnya.

"Ramai ya rupanya. Kalian semua  ke ruang tamu sekarang, ada yang saya ingin katakan."

Seketika hawa di dalam rumah itu menjadi menegangkan.

🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃

Wahh aku kembali lagi

Ini hanya iseng aja mau update, kalo dipikir-pikir udah beberapa bulan aku ga update huhu maapin aku

Pasti pembaca lama udah lupa jalan ceritanya hehe.. peace ✌🏻

Aku mau fokusin buat tamatin "TIME FOR US" jadi cerita ini di anggurin ngehehe

Gimana part ini?

Kira-kira apa yang bakal Yuta lakuin ke mereka semua ya?

Continue Reading

You'll Also Like

633K 11.5K 20
suka suka saya.
1.1M 116K 55
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
175K 15.2K 108
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
719K 9.4K 35
YAOI/GAY/HOMO/NFSW/BOYSLOVE (bukan boy pussy) Jangan salah lapak bro, kalo gak nemu cerita yang lo mau di sini pindah aja. Isinya oneshoot atau mun...