11 : rasa yang terpendam

1.9K 243 15
                                    









🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃










Hari Sabtu, di hari mendung ini, Jaemin baru saja keluar dari studio, ia sehabis melakukan pekerjaannya tentu saja.

Habis melakukan pemotretan dengan beberapa model, salah satunya Jeno. Lelaki bermata sipit itu, menjadi model majalah popular di kalangan remaja. Jadi, tidak heran mengapa Jeno terkenal hingga ke beberapa sekolah. Selama pemotretan berlangsung, Jeno terus saja mengalihkan perhatian Jaemin, seperti menggoda atau sekedar berkontak mata yang sangat lama; yang dapat membuat pemuda manis itu salah tingkah dan kurang fokus. Hal itu membuat Jeno harus di tegur oleh manager untuk tidak bermain-main.

Jaemin kini berjalan menuju halte, hari semakin mendung. Awan abu-abu kehitaman itu telah memenuhi langit, Ia harus secepatnya pulang ke rumah merawat Renjun dan kembali menginap di asrama.

Berbicara tentang Renjun. Selama masa pemulihan, Renjun di istirahatkan di rumah dan sebagai gantinya Jaemin yang tidur di asrama; hanya menginap dan bersekolah seperti biasa, bisa pulang dengan alasan merawat Renjun, begitu yang dikatakan kepala sekolah pada Jaemin.

Ia duduk di halte sambil menunggu bus selanjutnya. Ia cemas, begitu banyak hal ia cemaskan saat ini, seperti Renjun yang sendiri di rumah; ia yakin Shotaro pasti akan pergi bermain, lalu jemuran setelah itu membuat makan malam. Ayah Yuta dan Xiaojun, pasti keduanya belum pulang.

Tak terasa, hujan turun. Dari hujan gerimis hingga hujan semakin deras. Hujan mengguyur kota, hawa pun menjadi dingin akibat angin yang berhembus. Jaemin memeluk tas kecil berisi kamera kesayangannya, menjaganya agar tidak basah. Sialnya hari ini Jaemin tidak membawa payung dan tidak memakai jaket ataupun mantel.

Jaemin merutuki kecerobohannya. Merasa mengingat sesuatu, Jaemin buru-buru mengirim pesan kepada kembarannya agar tetap sabar menunggunya pulang.

Sudah setengah jam ia duduk di halte sendirian, tidak ada juga tanda-tanda bus lewat. Ia pun berfikir akan menerobos hujan. Mau tak mau, ia pun harus melakukannya. Menunggu hujan sampai reda akan memakan waktu yang lama, jadi lebih baik ia melakukan cara ini. Sebelum itu tas kecilnya ia masukkan kedalam ransel, lalu menaruh ranselnya di dada dan tidak lupa juga untuk melapis ranselnya.

Setelah dirasa aman untuk barang-barangnya Jaemin berlari sambil memeluk erat ransel itu. Ia sungguh tidak peduli akan pakaiannya yang basah, ia juga yakin akan langsung membersihkan diri di rumah agar tidak terserang penyakit.

Karena sifat gegabah nya inilah, Jaemin sampai lupa jarak studionya dan rumahnya cukup jauh, harus di tempuh naik kendaraan. Sungguh malang sekali harinya.

Jaemin hanya berharap ia dapat menemukan taxi, atau seseorang yang menawarkan tumpangan padanya. Namun sayang sekali, tidak ada satu pun taxi lewat atau orang yang menawarkan tumpangan padanya. Rasanya ia ingin menangis di tengah guyuran hujan deras ini.

Lelah berlarian terus dari tadi, ia pun memelankan langkahnya. Biarlah hujan membasahi dirinya yang penting barang yang ada di dalam ransel tetap kering dan aman.

Jaemin jadi memikirkan sesuatu yang buruk terjadi di rumah, seperti Renjun yang harus makan dam minum obat tepat waktu, mengurus Shotaro, dan memasakkan makanan untuk Yuta dan Xiaojun ketika sehabis pulang kerja. Rasa bersalahnya bermunculan, jikalau bisa ia ingin membelah diri menjadi dua untuk mengurus anggota keluarga dan mengurus dirinya sendiri. Terkadang Jaemin sampai lupa mengurus dirinya akibat terlalu fokus untuk mengurus orang rumah. Ia hanya menjalankan amanah Papa Winwin agar menjaga dan merawat Ayah Yuta dan saudara-saudaranya yang lain.

Malaikat Ayah [REVISI]Kde žijí příběhy. Začni objevovat