Bagian 102
Melihatmu, menciummu, membuatku merasa bahagia, dan ingin tertawa.
Pengarang : Jianjia Nizi
Penerjemah : FoxyJung
ꐆ꒿ꐆ꒿ꐆ꒿ꐆ
Yan Sui belum menanggapinya, dan mengangkat dagu Meng Ting, lalu mempertemukan dengan bibirnya. Sekali lagi melanjutkan ciuman yang sebelumnya ditolak dan diinterupsi oleh Meng Ting. Bahkan karena menyuarakannya seperti ini, membuat ciuman ini lebih betah untuk berlama-lama, dan terasa lebih manis. Sungguh membuat seseorang tidak mampu menghentikan dirinya sendiri.
Ciuman mereka semakin intim, membuat kata-kata yang telah digenggam terurai seluruhnya, dan telah kembali berbaikan seperti sebelumnya. Sedangkan, si malang Xiao Zimo yang tengah menantang angin malam, harus tetap waspada sepanjang waktu. Telinganya harus selalu memperhatikan situasi yang terjadi di dalam mobil, berjaga jika adik kecilnya mungkin perlu untuk meminta bantuan.
Tidak ada pergerakan di sekitar. Dia berjalan ke arah mobil beberapa kali untuk menengok ke dalam, dan kedua orang itu bak bayi kembar siam, sama sekali tak terpisahkan.
Dia tidak bisa melihat dengan apa yang tengah mereka lakukan, namun apa masih perlu untuk dilihat? Karena bahkan dengan menggunakan jari kakinya dia telah mengetahui apa yang tengah mereka lakukan.
Dia menghentakkan kakinya sekali lagi, dan akhirnya tidak mampu menahan diri. Dia berjalan ke sisi pintu Yan Sui, lalu mengetuknya dua kali, "Oke, jika ada sesuatu yang ingin dibicarakan, mari pergi ke hotel dan mengobrol di sana."
Ketika Xiao Zimo melihat ke dalam dan tidak segera mendapatkan tanggapan, dia mengetuknya dua kali lagi. Setelah itu barulah Yan Sui menekan jendelanya turun, dan mengibaskan tangannya, lalu Xiao Zimo segera saja ke pintu belakang dan membukanya untuk masuk.
Yan Sui membuat panggilan telepon dan menjelaskan situasinya kepada kepala pelayan tua keluarga Xu. Sedangkan, Meng Ting juga menoleh ke belakang dan bicara pada Xiao Zimo.
"Kakak Kedua, maaf, baru saja aku tidak sengaja melupakanmu."
Lampu mobil meredup di waktu yang tepat, menghadang Xiao Zimo yang belum menyesuaikan dirinya untuk beberapa saat. Dengan ekspresi yang agak terpelintir, dan wajah tegang dia mengatakan, "Tidak apa-apa."
Meng Ting yang mendengar ucapannya yang seperti ini, segera mempercayainya pula. Dia yang melihat Yan Sui telah menutup telepon, segera menyentuh tangannya, "Kakak Kedua mengatakan tidak apa-apa."
"Uhuk, uhuk," Xiao Zimo berpaling dalam satu tarikan nafas, dan tidak mampu menahannya lagi, "Xiao Zinuo, memangnya aku bukan Kakak Kedua terdekatmu?"
Sekali lupa dan kembali melupakannya, maka harus diberitahu dengan lebih jelas sekali lagi. Agar tidak mengganjal di hati, dan karena dia adalah orang yang pengertian. Sebaliknya, Meng Ting justru membujuk Yan Sui. Di saat dialah orang yang seharusnya perlu untuk dibujuk.
Meng Ting mendengarnya namun tetap menatap ke arah Yan Sui. Keterkejutan melintas di matanya, "Benarkah?" Mungkinkah ada area yang masih belum diperiksa dengan jelas mengenai sejarah hidupnya?
"Benar," jawab Yan Sui, dan mengangkat tangan untuk membelai pipi Meng Ting. Setelah itu berpaling untuk menatap Xiao Zimo, "Zimo, jangan ribut dengan Ting Ting."
"Apa ah......tidak bolehkah aku ribut dengan Nuo Nuo kami?" Xiao Zimo baru saja membuka mulutnya, dan langsung saja merasa agak menyesal. Dengan karakter Meng Ting yang seperti itu akan sangat sulit untuk beradaptasi dengan lelucon mereka, dan sungguh tidak baik untuk menganggapnya dengan terlalu serius. Tentu saja, dia dan Yan Sui telah menekankan kata kunci 'kami.'
Meng Ting berbeda dari sebelumnya. Sekarang Meng Ting memiliki seluruh keluarga Xiao sebagai pendukungnya. Jika Yan Sui benar-benar berani berpaling dari kata-kata Meng Ting, mereka benar-benar akan membuatnya membayar mahal.
Yan Sui berpaling seraya tertawa, dan tampaknya tidak menyadari peringatan dari Xiao Zimo. Dia sekali lagi menatap ke arah Meng Ting dan menenangkannya, lalu melajukan mobilnya.
Termasuk dalam keluarga manakah Meng Ting itu, Yan Sui sama sekali tidak perlu meributkannya dengan Xiao Zimo. Tatapan Meng Ting yang ditujukan padanya telah menjelaskan segalanya, bahwa untuk selamanya dia adalah keluarganya.
Sepanjang perjalanan, Xiao Zimo sedikit terpancing oleh senyuman Yan Sui. Segera setelah dirinya merasa lebih tenang, mereka sudah berhenti di depan sebuah bangunan hotel. Xiao Zimo sekali lagi merasa tercengang, "Kau, bagaimana kau..... Lupakan saja. Ayo turun terlebih dulu dan mencari sesuatu untuk dimakan. Aku kelaparan."
Yan Sui yang mampu menghadang mereka di tengah jalan, maka sekarang tidak aneh pula jika dia tahu dimana hotel yang telah mereka pesan.
Jika dibandingkan dengan Yan Sui, dia dan Xiao Zi'ang masih sedikit kurang cakap. Sebaliknya, Meng Ting pada sebagian besar waktu terlihat sederhana, tidak benar-benar sederhana, namun pernah tertipu satu kali oleh Yan Sui.
"Lapar?" Yan Sui menghentikan mobilnya, dan berpaling untuk menatap ke arah Meng Ting. Terdapat rasa tidak berdaya dan kasihan dalam tatapan matanya, selama Meng Ting dan Xiao Zimo berjaga di luar area kilang anggur, pastinya bahkan tidak memperdulikan untuk makan.
Meng Ting dengan teliti merasakannya setelah mendengar pertanyaan tersebut. Barulah dia merasa sedikit lapar, dan mengangguk ringan, "Sedikit."
"Kalau begitu mari makan lebih dulu, lalu kembali," Yan Sui mengatakannya dan sekali lagi memasukkan gigi untuk kembali memulai perjalanan. Dia jauh lebih memahami Licheng dari pada Xiao Zimo, setelah mengitari gang-gang kecil, mereka pun akhirnya berhenti.
Yan Sui membawa Meng Ting ke sebuah kedai mie. Setelah lebih dari pukul sembilan malam, bisnis mereka masih sangat bagus. Meja dan kursi yang telah ditata dengan rapi di depan kedai, telah terisi penuh dalam beberapa langkah. Mereka menunggu beberapa saat, sampai ada tempat kosong. Di saat menunggu inilah, bertepatan dengan mie mereka yang telah tersaji.
Ketika pertama kali melihat kedai rumahan ini, Xiao Zimo agak meragukan penilaian Yan Sui. Namun sekali mie tersebut masuk ke mulutnya, dia tidak repot-repot mempertanyakannya lagi.
"Segar, lezat!"
Meng Ting melirik Xiao Zimo, lalu mengamati Yan Sui yang baru saja kembali dari membersihkan sumpit mereka dengan air panas. Dia mengambil sumpit tersebut, dan membenamkan dirinya untuk makan.
"Aku mau satu mangkuk lagi......"
Tiga pria dewasa yang lepas kendali saat makan, dan memiliki nafsu makan yang besar. Setiap dari mereka menghabiskan dua mangkuk besar, dan masih ditambah beberapa hidangan sampingan.
Mereka tengah lepas kendali untuk makan di tempat ini, dan tak lama kemudian Xiao Zi'ang yang baru saja tiba di Licheng, segera saja memutar balik mobilnya ke kedai mie itu pula. Hanya saja dia tidak ikut bergabung dalam jajaran raja berperut besar. Karena dia sudah makan selama perjalanannya kemari.
Dia menggeser bangkunya, lalu duduk di samping Yan Sui dan berbisik, "Kakek akan datang ke Ningcheng sore ini."
Raut wajah Yan Sui membeku ketika mendengarnya, sekelebat pemikiran melintas di matanya. Kemudian dia pun mengangguk ringan, "Kakek sangat perhatian."
Yan Sui memalingkan kepalanya, dan bersiborok dengan mata Meng Ting yang telah terbuka lebar-lebar. Dia pun tidak menutupi apapun, "Anggota keluarga dari klan Deng ada di Ningcheng."
Jadi Tuan Besar Xiao pergi mencari kakek dan ayah Deng Yu. Jangan katakan Deng Yu tidak berani untuk melakukan sesuatu pada Yan Sui dan juga Meng Ting, meskipun berani, dia tidak memiliki kuasa ini.
Ketika mereka membicarakan ini, Deng Yu juga menerima panggilan telepon dari sang ayah. Dengan tanpa sapaan, maupun umpatan, hanya beberapa kalimat perintah dan peringatan sederhana. Deng Yu yang tumbuh besar di lingkungan keluarga seperti ini, bagaimana mungkin dia tidak jeli terhadap hal ini.
Setelah menutup telepon, dia sekali lagi membuat panggilan telepon lain, dan segera saja memahami apa yang tengah terjadi.
Su Siyu itu sungguh tidaklah sepadan dengan Meng Ting. Terdapat keluarga Xiao di belakang Meng Ting, dimana Tuan Besar Xiao secara pribadi melakukan perjalanan untuk mengawalnya. Sementara, semenjak masalah yang ditimbulkan Su Siyu hingga saat ini, Tuan Besar Su selalu sibuk untuk memutuskan hubungan dengannya, dan pasti inilah yang disebut dengan takdir.
"Si Tua Yan itu pasti masih terus mengawasi. Yang lain tunggu dulu...... dia akan datang untuk mencariku."
Deng Yu mengibaskan tangannya pada orang dalam ruangan tersebut untuk undur diri. Kemudian menjepit celah di antara alisnya, dan menutup matanya untuk beristirahat. 'Dia' di sini tak diragukan lagi adalah Yan Sui. Dia yang sampai saat ini terlibat dalam konflik dengan klan Yan, maka mustahil bagi Yan Sui untuk terus berjalan tanpa dirinya.
Dan, pada tahapnya saat ini dia belum memiliki modal untuk memutuskan hubungan dengan Yan Sui. Sekarang jika merenungkannya, hari ini dia terpengaruh oleh kata-kata Su Siyu, yang mana membuatnya benar-benar sangat emosional.
Tidak lama setelah Yan Sui dan lainnya kembali ke hotel yang telah dipesan oleh Xiao Zimo, dia menerima sesuatu yang dikirimkan oleh Nian Wu.
"Ini adalah rekaman Su Siyu, dan ini adalah kartu memori dari foto-fotonya. Sementara yang lainnya sudah dihancurkan."
Nian Wu mengatakannya, setelah itu membungkuk dan undur diri.
Yan Sui kembali ke ruang tamu kamar hotelnya. Sedangkan Xiao Zimo masih belum selesai mengobrol dengan Meng Ting, dan Xiao Zi'ang telah kembali ke kamarnya.
Yan Sui meletakkan benda ini ke sakunya, lalu segera berjalan mendekat, dan mendudukkan dirinya di sebelah Meng Ting. Dia merentangkan tangannya untuk merengkuh Meng Ting, dan bersama-sama mendengarkan ocehan tiada henti Xiao Zimo, yang mana membicarakan tentang hal-hal menarik serta memalukan dalam perjalanannya ke semua tempat selama beberapa tahun terakhir.
Mata Meng Ting masih terbuka lebar, dan tidak terlalu merasa mengantuk, akan tetapi dengan perlahan menyerong ke arah Yan Sui. Pada akhirnya, hampir setengah badannya terbaring dalam pelukan Yan Sui, dan tangannya mendarat di pinggang Yan Sui. Dia ingin memeluknya namun tampak malu-malu, yang mana membuat Xiao Zimo merasa khawatir saat melihatnya.
Tentu saja, Xiao Zimo juga tahu bahwa Meng Ting bisa saja tengah kebingungan, karena suaranya yang tiada henti dalam memproklamirkan eksistensi dari perasaannya, hingga membuat Meng Ting tidak melupakan bahwa kakak keduanya masih di sini. Serta tidak mampu secara langsung mengikuti kata hati, dan langsung berpelukan sesuai keinginannya.
"Baiklah, aku lelah hari ini, dan ingin pergi tidur. Kakak akan istirahat lebih awal."
Setelah Xiao Zimo selesai mengatakannya, Meng Ting akhirnya berpaling untuk menatapnya. Dia mengerutkan bibirnya, dan mengangguk berulang kali, "Kakak Kedua, selamat malam." Meng Ting yang begitu lugas tidak berbeda dengan dirinya yang secara langsung mendesak Xiao Zimo untuk pergi tidur.
Gagal dalam menumbangkan Yan Sui, dan semua yang dijejalkan oleh adiknya sendiri ke mulut Xiao Zimo hanyalah ampas-ampas es, membuatnya perlahan membalik badan, lalu melayang kembali ke kamarnya.
"Kakak Keduaku sangat suka sekali bicara. Jika dia dan Sepupu berada di tempat yang sama, pasti akan ada banyak hal yang dibicarakan."
Setelah Xiao Zimo berbalik, Meng Ting langsung menyerongkan badannya dan menempel ke dalam pelukan Yan Sui. Dia meletakkan kepalanya ke bahu Yan Sui, dan mengatakannya dengan perlahan.
"Itu belum tentu," ucap Yan Sui, dengan sedikit humor dalam suaranya. Dia memalingkan kepalanya untuk mencium pipi Meng Ting, setelah itu bergumam, "Bagaimana kalau kita pergi tidur?"
"Oke," Meng Ting mengangguk, dan melingkarkan tangannya di leher Yan Sui, meminta untuk dibopong masuk ke dalam kamar.
Dalam perjalanan singkat menuju kamar, Meng Ting tidak mampu menahan dirinya lagi, dan mengecup pipi serta leher Yan Sui.
Yan Sui mempercepat langkah kakinya. Ketika pintu kamar tertutup, barulah dia menurunkannya. Dia menghimpit pemuda itu ke pintu dan menciumnya. Sebagian besar berat Meng Ting bertopang pada Yan Sui. Tangannya terus saja menghasut Yan Sui, hingga dia benar-benar melepaskan seluruh gairahnya.
Dengan adanya Xiao bersaudara, Meng Ting dan Yan Sui secara sadar maupun tidak, menjadi lebih menahan diri mereka. Waktu yang mereka habiskan di dalam mobil tadi tidak cukup untuk meredakan emosi dalam diri satu sama lain, dan ketika kembali ke hotel, Meng Ting mempertimbangkan untuk hanya berduaan dengan Yan Sui, dan bermesraan dengannya.
Namun Xiao Zimo menariknya untuk mengobrol, dan bicara dengan tiada henti, dan ini membuatnya sangat cemas.
"Yan Sui, ayo kembali ke tempat tidur, dan menyamankan diri di sana."
Meng Ting berucap seraya terengah-engah, dan tatapan matanya semakin terfokus untuk memandang Yan Sui, dengan emosi yang tak terhalang oleh apapun di sana. Yang mana aura cinta kasih sepenuhnya tergugah dari dalam dirinya dan tanpa sadar telah menguar keluar. Jangankan Yan Sui, bahkan siapapun yang memiliki perasaan, pada saat ini pastilah akan kehausan setengah mati, dan kepanasan dari ujung kepala hingga kakinya.
"Baiklah," jawab Yan Sui dengan sangat enggan, dan kemudian menarik Meng Ting untuk berjalan ke arah tempat tidur dengan tergesa-gesa.
Merasakan kegelisahan Yan Sui, membuat tawa bahagia Meng Ting berlipat ganda. Yan Sui berpaling untuk menatapnya, dan Meng Ting pun terus saja tertawa.
"Aku hanya merasa gembira, dan tak dapat menahan diri untuk tertawa. Ini mungkin karena dirimu."
Meng Ting kembali berucap untuk menyanggah dirinya sendiri lagi, "Tidak, bukannya mungkin. Tapi ini karena dirimu. Melihatmu, menciummu, membuatku merasa bahagia, dan ingin tertawa."
"Yan Sui, bersama denganmu sangatlah baik."
Meng Ting yang dihimpit dan dikungkung Yan Sui di tempat tidur, mengatakan hal ini, sebelum Yan Sui mencium bibirnya sekali lagi.
Senyuman yang ada di wajah Meng Ting, adalah penampilan yang muncul dari lubuk hatinya yang terdalam, yang mana membuat Yan Sui merasa dengan hanya ciuman saja terasa tidak cukup. Emosi yang disebut dengan kebahagiaan dan cinta menghantam hatinya dengan tiada henti, membuatnya ingin mencintai pemuda yang ada di bawahnya ini dengan pantas dalam sepanjang kehidupannya.
"Ting Ting, aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu."
Meng Ting membalas dengan kata-kata ini secara lembut dan lugas, sebelum dirinya tenggelam ke dalam dunia mimpi.
Sebenarnya, Yan Sui memiliki rencana sebelum tidur, yaitu untuk melakukan sesuatu, tapi sekarang dia telah sepenuhnya lupa. Dengan orang yang kau cintai berada dalam dekapanmu, dia sudah tidak mampu lagi membagi perhatiannya keluar untuk orang maupun masalah lain, terkecuali Meng Ting.
######
FJ's Note : Jujur aku ga terlalu sreg sama terjemahan di chapter ini karna ada beberapa hal yang aku ga ngerti maksudnya apaan. Kayak di bagian bercandaannya Xiao Zimo itu, aku ga terlalu paham maksudnya(╥ᆺ╥;)
Kalo pas dibaca ada yang bingung aku minta maaf yah, aku juga bingung soalnya. Jadinya kita bisa bingung bareng2 huhuhu(╥╯θ╰╥)(╥╯θ╰╥)