TRUE FIRST LOVE

By AFDL_09

155 0 0

"Perjuangan melupakan cinta pertama yang telah mematahkan hatinya bukanlah hal yang mudah. Dalam usahanya men... More

Prolog
part 1
part 2 capek
part 3 bola voli
part 4 siapa dia?
part 5 terbongkar?
part 6 buah pir & mochi
part 7 supermarket
part 8 Hana kenapa?
part 9 piknik

part 10 hari yang melelahkan

8 0 0
By AFDL_09



"Bro jadi pergi gak sore ini?"  Tanya Agara.

"Jadi, dong. Ini gue mau otw," jawab Zey.

"Ok. Nanti langsung aja ke taman serpia, ya."

"Ok, bro." Zey pun menutup panggilannya dan segera bergegas ke taman serpia.  Beberapa menit kemudian, Zey telah tiba di tempat tujuannya. Ia memarkirkan motornya di tempat parkir sebelum berjalan masuk.

"Wih. Udah dateng aja, nih," ucap Zey dengan senyum lebarnya ketika melihat Agara sudah duduk di bawah pohon yang rindang bersama gitar di pangkuannya.

Agara pun menengok dan menghela kesal, "lama banget lo."

Zey terkekeh pelan melihat raut wajah Agara yang begitu kusut. Kemudian ia menghampiri Agara lalu duduk di sampingnya.

"Maap, bro." Ucapnya dengan senyum polos dan Agara hanya mengangguk. Mata Zey terus melihat sekeliling dan itu membuat Agara sedikit bingung. "Kenapa?" Tanya Agara.

"Tempatnya bagus, ya. Ada danaunya gini," jawab Zey pelan, matanya terpancar pesona saat melihat sekeliling.

"Lho... lo baru tau?"

"Iyalah, tadi gue nyari dulu di maps makannya lama," ucap Zey, sedikit menggelengkan kepala.

Agara menghela dalam mendengar jawaban Zey, "astaga... kenapa lo gak bilang? Kalo gue tau kan lo bisa bareng gue," ucap Agara dengan wajah frustasi, keningnya sedikit berkerut.

"Ya, maap. Gue kan mau mandiri," ujar Zey sambil tersenyum, mencoba meredakan kekesalan Agara. Agara memutar bola mata, namun tetap tersenyum.

"Udah sekarang kita mau ngapain? Btw kok pada ngeliatin kita?" tanya Zey bingung, kedua alisnya sedikit berkerut.

"Udah lah biarin aja." Jawab Agara singkat dan ia kembali menyetel senar gitarnya.

"Apa jangan-jangan, mereka ngira kita... gak normal???" Zey memicingkan mata, mencoba menahan tawa.

Sontak Agara langsung menatap Zey dan melihat sekeliling, "JANGAN NGACO LO! OGAH BANGET GUE! SANA LU," teriak Agara dengan wajah serius, matanya melebar.

Zey langsung tertawa puas karena ia berhasil menggoda temannya yang sedingin es batu itu.
"Gue masih normal woi!" Agara menghela kesal melihat Zey terus tertawa dan ia memutar bola matanya malas.

"Dah, ayo nyanyi. Gue udah bawa gitar, nih." Ucap Agara dan Zey pun mengangguk setuju.

Mereka berdua pun bernyanyi dan merekamnya, duduk bersama di bawah pohon rindang di taman. Agara mulai memetik senar gitar dengan lembut, menciptakan melodi yang menenangkan, sementara Zey melantunkan lagu dengan suara yang merdu. Mereka terlihat begitu menikmati saat berkarya, seperti menari di atas awan.

Tak lama kemudian, suara mereka mulai menyebar ke sekitar taman. Para pengunjung taman yang sedang duduk-duduk atau berjalan-jalan pun teralih fokusnya kepada mereka. Beberapa dari mereka berhenti sejenak untuk mendengarkan dengan penuh perhatian, tersenyum, dan mengangguk seakan mengapresiasi penampilan mereka.

Suasana taman menjadi semakin hidup dengan kehadiran mereka. Sebagian pengunjung yang awalnya sibuk dengan urusan masing-masing, kini ikut merasakan kedamaian dan keindahan dari alunan musik yang mereka ciptakan. Tak heran jika mereka berdua terkenal di sekolah, karena bakat mereka yang memang sangat istimewa dalam bermusik.

"Eh, suara siapa tuh adem bangett," ucap Jihan, matanya berbinar antusias sembari melihat sekeliling, berusaha mencari sumber suara tersebut.

"Iya tuh, ada yang nyanyi dari arah sana," sahut Diara, wajahnya penuh kekaguman.

"Itu tuh, 2 cowok itu yang nyanyi." Ucapnya sembari menunjuk ke arah Zey dan Agara duduk dari kejauhan. "Ya ampun mau ikutan," ucap Jihan histeris dan Diara hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Lo aja sana," usir Diara sambil tersenyum.

"Ih, ayo gabung yo, pasti gak nolak mereka, suara kita juga gak jelek banget." Rengek Jihan dan Hana hanya menghela kesal.

"Yang lain mau?" tanya Nayra, wajahnya penasaran.

"Gak kenal, ngapain gabung," sahut Hana dengan wajah acuh. Diara pun mengangguk setuju

"Ish, enggak! Semuanya ikut," Jihan langsung menarik tangan Hana dan berjalan mendekati dua cowok tersebut.

"Hai... boleh gabung?" Sapa Jihan dengan senyum cerah ketika berhenti di samping mereka.

Dua cowok itu pun menoleh dan mereka sama-sama terkejut.

"Zey? Agara?" Tanya Jihan, matanya berbinar antusias.

"Dia lagi." Batin Hana, wajahnya sedikit kesal.

"Kalian beautiful four itu kan???" Tanya Zey sambil terkekeh. Jihan pun mengangguk dengan semangat.

"Boleh gabung?" Tanya Jihan.

Zey pun tersenyum ramah dan mengangguk, "boleh dong, boleh banget. Ya gak, Ra?"

"Iya, boleh kok, santai." Ujar Agara, mengangguk.

Jihan pun langsung duduk di samping Agara dan menunggu teman-temannya ikut duduk juga. Mau tak mau, Diara dan Nayra pun menuruti permintaan Jihan. Sementara Hana masih berdiri menatap mereka, tidak tertarik sama sekali.

"Gue pulang, ya? Ada urusan." Ujar Hana yang sontak membuat mereka semua terkejut. Nayra langsung bangun dan mendekati Hana, "kenapa, Na? Lo gak nyaman, ya?" Tanya Nayra, wajahnya penuh perhatian.

"Gak apa-apa, Na. Santai aja, nih," sahut Diara, tersenyum. Tapi Hana masih berdiri dan memalingkan wajahnya dengan kesal. Ia tidak ingin menganggu momen ini tapi entah kenapa dia merasa begitu tidak nyaman.

Tanya ia sadari, sejak tadi Zey menatap Hana dengan penuh kebingungan. Mencoba untuk mengerti kenapa Hana begitu enggan untuk duduk dan bergabung.

"Lo kenapa sih, Na? Apa salahnya coba?" Tanya Jihan yang mulai emosi.

Melihat Jihan yang mulai naik darah, Hana pun tak bisa lagi menahan kesabarannya yang sejak tadi ia tahan. Ia menatap Jihan dengan tatapan dinginnya itu.

"Gue kan dari awal bilang gue gak mau! Gue gak suka ya dipaksa!" Balas Hana dengan nada tinggi.

"Cuma hal sepele doang lho, Na! Kenapa lo ribet banget, sih!" bentak Jihan agak kesal. Ia masih tidak mengerti dengan pola pikir Hana. Situasi mulai terasa begitu menegangkan.

Mendengar Jihan berkata "sepele" membuat Hana benar-benar kecewa dan ia meredakan emosinya dan kembali menatap Jihan.

"Gue cabut." Dengan itu Hana berbalik dan mulai berjalan keluar dari taman. Mata Zey pun melebar, ia bangun dan langsung mengejar Hana dan diikuti oleh yang lainnya. Entah kenapa ia ingin sekali Hana tetap di sini.

"Hanaa!" Teriak Zey. Akhirnya ia berhasil mengejar Hana dan ia menarik lengan Hana dengan lembut. Hana berbalik dan langsung melepaskan tangan Zey dari lengannya. Wajahnya terlihat begitu kesal.

Zey menghela lembut, ia tidak ingin membuat Hana semakin kesal. Kemudian ia melangkah mendekati Hana dan menatap matanya dengan hangat, "lo kenapa gak mau gabung sama gue dan Agara? Kita buat salah sama lo?" Tanya Zey.

Hana sempat terdiam sejenak sebelum menjawab dengan pelan, tapi terdengar serius.

"Gue paling gak suka kalo lagi ngabisin waktu sama kalian, tapi malah bawa orang asing, gue gak nyaman."

Alis Jihan mengerut mendengar hal itu dan ia mendekati Hana. Menurutnya ini tidak masuk akal dan Hana hanya berlebihan.

"Lo alay banget sih, Na, mereka kan satu sekolah sama kita." Ucap Jihan dengan sedikit nada kesal.

Lagi, ucapan Jihan membuat para sahabatnya itu begitu terkejut dan Diara langsung mendekati Jihan dengan tatapan serius "Han, jaga omongan lo."

Ucapan Jihan terasa begitu menusuk di hati Hana, entah kenapa sahabatnya sendiri bisa berkata sekasar itu padanya.

"Alay? Ya udah, lanjut aja, gue cabut." Ucap Hana dengan nada kesal. Situasi semakin kacau dan tidak ada seorang pun yang bisa meredakan amarah Hana.

Hana pun berbalik dan dengan tergesa-gesa ia berjalan keluar dari taman. Nayra hendak mengejar Jihan tapi di hentikan oleh Zey. Akhirnya Zey lah yang kembali mengejar Hana. Ia merasa bahwa Hana tidak bisa ditinggal sendirian dalam situasi seperti ini.

"Jihan! Lo apa-apaan, sih?! Lo selalu gak bisa kontrol ucapan lo itu!" Bentak Diara.

Jihan menghela kesal dan melirik Diara dengan tajam, "gue kesel, kenapa Hana segitu gak maunya."

"Kenapa gak sekali aja dia ngalah gitu? Masa kita terus?!!!" Sambungnya.

Nayra menghela lembut, kali ini ia harus meredakan emosi di antara kedua sahabatnya. Sementara Diara masih begitu kesal dengan tingkah Jihan.

"Udah-udah kalian jangan berantem juga." Ucap Nayra lembut

"Lo mungkin gak tau, bisa aja ada alasan lain yang buat Hana se gak mau itu, posisi di mana seseorang merasa gak nyaman itu bener-bener ngerusak mood-nya, lo harus ngertiin orang yang susah buat nyaman sama orang baru, mereka bukan alay, mereka juga gal mau punya rasa itu." Ujar Agara.

Kemudian ia menghela lembur sebelum lanjut, "seharusnya lo gak marah ke Hana, harusnya lo ngertiin dia dan ngomong pelan-pelan" tambahnya. Setelah itu ia pun pergi meninggalkan Jihan dan yang lainnya.

Jihan hanya merenung mendengar ucapan Agara. Sekarang perasaan bersalah mulai muncul di pikirannya. Tapi semuanya sudah terlambat. Dia benar-benar membuat kekacauan lagi.

Setelah Hana keluar dari taman ia mengeluarkan ponselnya dan hendak pulang dengan ojek online. Zey yang melihat hal itu pun langsung menghampiri Hana, ia berdiri di depannya dan menatap Hana.

"Pulang sama gue." Ucap Zey dengan lembut, tapi tatapannya begitu serius.

"Ga." Jawab Hana acuh.

Zey menghela dalam, sungguh ini membuatnya prustasi. Tapi ia tetap ingin menenangkan Hana karena ia merasa bahwa ini terjadi karena kesalahannya.

"Gak bisa. Lo harus pulang sama gue, Hana. Nanti lo kenapa-kenapa di jalan." Ucap Zey menatap Hana, tatapannya semakin khawatir.

Belum sempat Hana menjawab tiba-tiba ponselnya berdering, tertanda mamah.

"Hana kemana lagi kamu? Bibi bilang kamu pergi piknik. Tapi sampe Jam segini belum pulang? Udah mau jam 8 malem, Hana."

"Maaf, mah. Ini Hana mau pulang." Jawab Hana. Ia masih berusaha untuk tidak bersikap kasar seperti yang Zey telah katakan padanya kemarin.

"Atau jangan-jangan kamu main ke mall, ya?! Kenapa kamu suka banget sih foya-foya?!" Suara Lia terdengar begitu kesal dan lagi, ia menuduh Hana tanpa alasan.

Hana benar-benar kehabisan tenaga untuk berdebat dengan mamahnya kali ini. Masalahnya dengan Jihan belum selesai dan sudah ada masalah baru.

"Mah, aku capek." Balas Hana dengan nada rendah. Zey bisa melihat dari sorot mata Hana ia begitu rapuh. Rasanya ia ingin sekali menarik Hana dalam pelukannya saat ini. Tapi itu tidak mungkin.

"Capek?" Terdengar suara tawa Lia dari sebrang setelah mendengar ucapan Hana. "Capek ngabisin duit mamah dan papah, ya?"

Hana tidak bisa berkata-kata setelah mendengar mamahnya meremehkannya seperti itu. Hatinya terasa begitu hancur. Bagaimana bisa ibunya sendiri mengatakan hal seperti itu. Kemana lagi ia harus berkeluh kesah?

Rasanya ia ingin sekali membentak mamahnya. Tapi dadanya terlalu sesak untuk bicara lagi. Zey semakin khawatir ketika melihat mata Hana yang mulai berkaca-kaca. Ia mendekati Hana dan terus menatapnya dengan penuh perhatian.

"Emang kapan mamah ngasih duit ke aku? Kalo bukan karena papah, mamah gak akan pura-pura baik ke aku, kan?" Balas Hana dengan sinis sembari menyeka air mata yang mulai mengalir di pipinya.

"Hana! Jaga omongan kamu!"

Hana hanya menghela kesal mendengar bentukan mamahnya dan ia langsung menutup panggilan tanpa mengatakan apapun. Hana hanya diam setelah itu dan ia memalingkan wajahnya dari Zey. Ia tidak mau menangis dan terlihat konyol di hadapan siapapun.

Dengan lembut Zey mendekati Hana dan berdiri di depannya. Ia tidak mungkin akan meninggalkan Hana yang terlihat begitu rapuh sekarang. Faktanya, ini semakin membuat Zey ingin melindunginya.

"Sekarang, lo gue antar pulang, ya?" tawar Zey, sementara Hana hanya terdiam. Wajah Hana mencerminkan kelelahan emosional, matanya sayu dan ekspresinya lesu.

Tanpa pikir panjang, Zey dengan lembut memegang tangan Hana dan menuntunnya ke tempat di mana ia memarkirkan motornya.

Di perjalanan, Hana hanya diam, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Semua kejadian hari ini benar-benar membuat tenaganya terkuras. Perasaan kesal, kecewa, marah, dan sedih bercampur menjadi satu.

Zey menyadari bahwa Hana sejak tadi hanya diam dan tidak melakukan penolakan apapun. Melihat ini membuat Zey semakin khawatir. Lalu ia melambatkan sedikit laju motornya dan menoleh ke arah Hana, "Kalau lo ngantuk, tidur aja ya, pegangan," ucap Zey, tapi Hana tidak membalasnya.

Beberapa menit kemudian, mereka pun telah sampai di rumah Hana. "Udah sampe nih," ucap Zey sembari melepas helmnya dan menoleh ke arah Hana.

Kemudian Hana turn dari motor Zey, "makasih," ucap Hana dengan suara lembut, ekspresi wajahnya masih mencerminkan kelelahan.

"Iya, sama-sama. Lo sekarang masuk, ya. Bicara baik-baik sama orang tua lo, kalau ada apa-apa, telepon gue aja," ucap Zey dengan senyum hangatnya. Meskipun sebenarnya ia ingin sekali tetap di sini untuk memastikan Hana baik-baik saja.

"Iya." Jawab Hana dan kemudian ia mulai berjalan memasuki gerbang rumahnya. Zey hanya tersenyum tipis sembari memastikan Hana benar-benar tah masuk rumah.

Dengan hati yang berat, perlahan Hana membuka pintu rumahnya dan berjalan masuk tanpa mengatakan apapun. Bi Nayah yang mendengar suara pintu terbuka langsung berjalan ke ruang tamu dan ekspresinya sedikit terkejut ketika melihat Hana yang begitu lemas.

"Non, habis nangis?" tanya Bi Nayah yang melihat mata Hana sedikit merah.

"Enggak, Bi, kelilipan debu di jalan," jawab Hana dengan senyum tipis, mencoba menyembunyikan perasaannya.

"Hana naik dulu, ya." Ucapnya dan belum sempat ia menaiki anak tangga, suara Alex tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Hana, kenapa baru pulang?" tanya Alex keluar dari kamarnya.

Hana terdiam sejenak sebelum menoleh ke arah Alex, "ada masalah dikit tadi, pah." Ucap Hana.

Alex pun mengangguk pelan. Namun, tiba-tiba Lia keluar dari kamarnya dan menatap Hana dengan tajam. Hana yang melihat kehadiran mamahnya langsung memutar bola matanya malas dan ia menghela kesal.

"Oh. Baru pulang, ya?" Tanya Lia sinis.

"Iya, mah. Tadi kata Hana ada masalah dikit." Balas Alex, mencoba membuat Lia tidak salah paham dengan Hana. Tapi Lia tidak menggubris dan terus mencari kesalahan Hana.

"Bilangin anak kamu itu, jangan suka ngabisin duit buat hal-hal yang gak berguna." Ucap Lia sembari melototi Hana. Alex hanya mehela sembari menggelengkan kepalanya tipis.

Hana kemudian membalas, meskipun terdengar santai ia benar-benar begitu kesal dengan mamahnya ini, "buktinya mana kalo aku foya-foya?" Tanya Hana sembari mengangkat alis kirinya. Seolah menantang Lia.

Lia menghela kesal dan rasanya ia semakin naik darah. Kemudian ia mendekati Hana tapi Alex segera menarik lengannya, tatapan tajam Alex membuat Lia berhenti dan akhirnya ia berbalik dan kembali masuk kamarnya dengan kesal.

•••
See u next part!!
^●^
♡♡♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.6M 313K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.βžβ–«not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...