Pengulangan | KNY

By Baby_panda_exo

22.9K 2.3K 1.3K

Pernah kalian bayangkan? Bagaimana jika hasil dari pertarungan akhir adalah seri? Muzan tak mati, namun dia... More

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

19

664 86 78
By Baby_panda_exo

Yapsss, saya up lagi!!
Semoga kalian gak bosen sama cerita absurd ini ya!
Jangan lupa buat tekan bintangnya juga~
And don't forget for Comment!^^

See you~






































~JanganLupaFollowAkunSaya~
~HappyReading~




























































"Aku tidak tahu... Kakak hiks aku tidak mengerti... Rasanya, dadaku sakit... Sakit sekali... Hiks..." isak Nezuko, gadis itu makin erat memeluk Kakak laki-lakinya.

"Ssstt.... Semuanya baik-baik saja, tenanglah..." penuh kesabaran Tanjirou mengelus kepala sang adik, mencoba menenangkan.

.
.
.

Srakkk....

"Kau sudah merasa lebih baik Nezuko?" sapa Tanjirou pada sang adik yang baru turun, "ya, Kakak... Kapan kita berangkat?"

"Hhh, apa sebaiknya kau istirahat saja hari ini?" cemas Tanjirou sedangkan Nezuko menggeleng. Gadis itu mengangkat wajahnya lantas tersenyum.

"Aku baik-baik saja, Kakak tidak perlu khawatir!"

Tanjirou kembali menghela nafas, dia hanya bisa mengangguk. Adiknya benar-benar keras kepala.

"Ayo makan ini," Tanjirou memilih mengalah dan meletakkan sepiring nasi goreng di depan sang adik, diterima baik oleh Nezuko.

"Oh ya, mereka akan pulang minggu depan. Semalam tou-sama menelfon," Nezuko hanya mengangguk sebagai respon, terlihat sekali dia banyak beban fikiran.

"Nezuko, kau sungguh baik-baik saja kan?"

"Umm, aku hanya sedang mengingat masa lalu," jawab Nezuko, kerutan bingung mampir di dahi Tanjirou. "Apa itu?"

"Bukan apa-apa, cuma teringat sesuatu, tentang sarapan yang biasa ku siapkan untuk Zenfuji, haha, anak itu sangat suka dengan nasi goreng di pagi hari," Tanjirou sedikit kebingungan dengan apa yang Nezuko bicarakan, dalam benaknya Tanjirou bertanya, siapa itu Zenfuji?

.
.

Kali ini keduanya menggunakan motor besar milik Tanjirou, biasanya pria itu tidak mau membawa kendaraan sendiri. Hanya saja, melihat kondisi sang adik membuat Tanjirou berpikir ulang untuk naik kendaraan umum.

"Ayo ikut Kakak, bell masih lama jadi kita punya waktu ke kantin," Nezuko hanya menurut,

Dan begitu sampai di kantin, ternyata kelompok Tanjirou sudah ada di sana, sepertinya tengah sarapan. Kali ini mereka mempunyai tambahan anggota, yaitu Yuki.

"Kalian baru sarapan?" sapa Tanjirou begitu sampai, "yah begitulah," sahut Aoi malas.

"Aku sudah sarapan di rumah, tapi saat kesini perutku kembali bunyi," ujar Inosuke seadanya, mendengar itu Tanjirou tertawa kecil.

Nezuko menatap Zenitsu dan kursi kosong di samping, sudah pasti ia duduk disana karena hanya itu tempat kosong lainnya.

Dada Nezuko terasa sesak serta matanya memanas, "Nezuko, cepat duduk," tegur Tanjirou.

Zenitsu menoleh ke samping, dan dia terkejut melihat Nezuko yang sudah akan menangis. Tanpa sadar Zenitsu berdiri. Tentu hal tersebut menarik perhatian yang lain.

"Nezuko, a-ada apa?" tanya Zenitsu sedikit gugup, apalagi ketika air mata Nezuko jatuh begitu saja.

"Ti-dak.. Se-senpai... Aku... Aku hanya.. Hiks.. Aku tidak apa-apa.. Zuzu hiks.. Hanya.. Hiks..." isakan Nezuko semakin parah, Tanjirou sudah berdiri hendak menenangkan.

Namun kalah cepat oleh Zenitsu yang langsung memeluk si gadis, tentu semua orang terkejut bukan main karena Zenitsu terang-terangan memeluk Nezuko.

Pria itu sadar jika gadis di depannya ini telah mendepatkan ingatan ketika panggilan itu keluar dari bibir tipisnya, sebuah panggilan yang ada setelah mereka menikah.

"Maaf Nezuko... Maaf... Maaf... Maaf..." Zenitsu terus menerus mengulangi kalimat yang sama, makin membuat tangisan Nezuko pecah.

Gadis dengan pita rambut merah muda tersebut memeluk erat sang lelaki, menumpahkan segala rindu dan sakit yang selama ini di pendam.

Tidak ada yang berbicara, bahkan Inosuke sampai menghentikan acara makannya.

Zenitsu dengan lembut mengelus surai Nezuko yang sehalus sutra, "ssttt... Berhentilah menangis hm... Kau bisa demam kalau menangis berlebihan," bisik Zenitsu mengingat kebiasaan sang gadis.

"Hei, sebenarnya sejak kapan mereka begitu dekat?" bisik Genya bingung, berbeda dengan Yuki yang telah mendengar semuanya semalam, gadis itu bahkan ikut meneteskan air mata.

Beberapa saat kemudian Nezuko sudah lebih tenang, Kanao dengan cekatan memberinya minum.

"Perasaanmu sudah lebih baik Nezuko-chan?" tanya Aoi lembut, Nezuko sendiri mengangguk pelan. Sedikit merasa malu karena lepas kendali.

Tentu saja, siapa yang tidak akan menangis jika bertemu dengan seseorang yang kau cintai setelah sekian lama? Apalagi beberapa waktu pahit yang Nezuko lalui sendiri. Rasanya, Nezuko ingin menjerit pada Zenitsu. Mengatakan seberapa kerasnya kehidupan yang ia jalani tanpa pria itu.

"Kalian berpacaran?" selidik Genya, sedangkan dua orang yang ditanya diam, Tanjirou menghela nafas.

"Aku tidak mengerti, kalau kalian pacaran pun kurasa aku tidak akan marah?" bujuk Tanjirou,

"Tanjirou, kau tidak akan mengerti meski kujelaskan sampai mulutku berbusa, ini cuma masalah waktu, kau akan tahu nanti..."

"Bukan hanya dirimu, tapi kalian semua, jadi kurasa kalian perlu bersabar," jelas Zenitsu seraya menatap teman-temannya, lantas berdiri tak lupa ia ajak Nezuko.

"Aku pinjam dulu adikmu, sampai jumpa di kelas!" dan setelahnya Zenitsu pergi menarik Nezuko keluar kantin.

"Zenitsu semakin aneh!" Aoi mendumel,

"Si Monitsu mau kemana?! Apa dia lupa kalau pagi ini aku harus menyalin Pr miliknya?!" dengus Inosuke kala ingat tentang tugas dari guru Matematika.

"Kau belum mengerjakannya?!" delik Genya, "Hahahahaha, memang kau sudah Gensi?!" tuding balik Inosuke.

"Tentu saja belum!!!!" teriak Genya panik,

Tukk!!

Tiba-tiba Tanjirou melempar buku ke arah mereka, "nah cepat kerjakan! Gak usah ribut,"

Keduanya tersenyum sumringah, Aoi berdecak sedangkan Kanao hanya menggelengkan kepala.

"Uhh, aku pun belum, boleh aku lihat juga?" Yuki berkata ragu, ini akibat kejadian semalam, kalau saja dia tidak terluka parah dia tidak akan melewatkan tugasnya.

"Ah, ya... Silahkan?" Tanjirou yang sedikit kaget, "hee, kau belum mengerjakannya?" imbuh Aoi, dan Yuki hanya bisa meringis.

"Sepertinya kau masuk kedalam geng kami berdua," Inosuke mengoceh dan Genya mengangguk, disambut tatapan sinis Aoi.

"Iya, GTD, Geng Tugas Dadakan!" sindir Aoi, disahuti tawa Kanao serta Tanjirou.

.
.

"Kenapa kau disini?" Gyutaro bertanya datar pada anak di hadapannya, semua guru di kantor pun ikut heran. Ingat, ruang guru itu semuanya menyatu. Dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.

Sedang yang ditanya malah merebahkan kepalanya di meja Gyutaro, nampak seperti orang kelelahan.

"Rui-chan tampak sangat lesu, apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya seorang guru wanita yang mejanya ada di samping Gyutaro.

"Yumi-san, anda tidak perlu repot bertanya. Bocah ini memang sedikit aneh," tukas Gyutaro pada sang rekan, guru dengan nama lengkap Takumi Yumi itu tersenyum lembut.

"Gyutaro-san, mungkin Rui-chan punya sedikit keluhan? Coba kau dengarkan, anak-anak memang seperti itu pada orang dewasa yang dekat dengannya," Gyutaro mengernyit, dekat?

"Hei bocah, kau dalam masalah?" kali ini suara Gyutaro lebih bersahabat, membuat Rui mau menatapnya.

Bocah bersurai hitam legam itu menatap Gyutaro masih dengan dagu menempel pada meja.

"Uhhh, Kakak~" suara Rui sedikit bergetar menjadikan Gyutaro menelan kembali protesannya, lagian kalau Rui sudah memanggilnya seperti itu berarti bocah ini memang punya masalah.

"Ada apa?" balas Gyutaro, dia mengarahkan seluruh atensinya untuk sang adik?

"Nezuko nee-san hiks... Nee-san hiks..." Gyutaro mengernyit tak paham, "ada apa dengannya? Apa dia terluka?" sontak Rui menggeleng. Namun tangisannya pecah begitu saja.

"Huaaaa nee-san... Nee-san... Huaaaa," tangisan keras milik Rui mengundang perhatian seluruh guru, di mejanya Giyuu ikut mengernyit.

"Oh ayolah Kawasaki-san! Jangan buat anak orang menangis!" tegur Obanai ketika terganggu, pria itu sedang sibuk mengurusi pengumpulan nilai.

"Iguro-kun, jangan terlalu dingin~ umu!" komentar Kyojurou,

Menghela nafas, Gyutaro mengusak rambut Rui pelan. "Coba ceritakan perlahan, ada apa?" suara tangisan Rui berubah menjadi isakan.

Gyutaro serasa berbicara dengan adik perempuannya, "uh.. Jadi hiks Nee-san hiks dia... Sudah mengingat masa lalunya hiks..." cerita Rui dengan terbata, mendengar itu Gyutaro mengernyit.

"Lalu, apa masalahnya?" Gyutaro ini gak peka atau dia memang tidak tahu masalahnya?

"Huaaaaaaaa," bukannya menjawab Rui malah kembali menangis keras, untuk kedua kalinya semua guru menatap anak itu. Dia seperti tidak tahu tempat atau tidak mau tahu?

"Duh astaga! Aku salah apa sebenarnya?!" geram Gyutaro gemas, pria dewasa itu kebingungan sendiri.

.
.

"Hei kalian sudah dengar?" Yuichirou membuka pembicaraan, "tentang apa?" Asano si wakil osis yang kebetulan ikut berkumpul di meja Muichirou menyahut.

"Itu lohh, tentang Asagaya Hanaki,"

"Ah, bukannya dia anak kelas kita yang sudah seminggu belum masuk ya?" timpal Akemi diangguki Yuichirou, "apa dia sudah ditemukan?" tanya Hanabi si gadis terlugu di sekolah.

"Sayangnya tidak, ada yang mengatakan dia mungkin sudah meninggal," jelas Yuichirou dengan raut sedih, Muichirou yang dari tadi menutup mata mulai bangun.

"Mungkin saja dia memang sudah ada di alam baka, siapa yang tahu?" ucapan mendadak Muichurou menjadi sorotan.

"Hush! Jangan berbicara yang tidak-tidak!" tegur Akemi, "bercandanya Muichirou-kun menyeramkan ya?" tutur Hanabi dengan sedikit tawa lugu. Muichirou sekedar menghela nafas mendapati respon teman-temannya.

Dia tidak mungkin mengatakan pada mereka jika semalam orang yang membunuh Hanaki adalah dirinya, bisa geger satu sekolah.

"Yah, itu hanya pendapatku," gumam Muichirou malas, kemudian dia kembali merebahkan kepala di meja. Mencoba untuk tidur sebelum bell masuk.

"Kudengar turnamen pedang kali ini secara tertutup ya untuk finalnya?" cetus Hanabi, meski lugu anak ini memiliki banyak koneksi.

"Umm, katanya sih, dan juga ada hal yang sedikit janggal." semua semakin penasaran dengan apa yang Akemi katakan, "apa itu?" sambar Yuichirou.

"Orang yang melawan si juara bertahan selalu terlihat aneh setelah bertarung dan berakhir dengan kematian yang aneh," beber Akemi dengan raut horror, "yah tapi itu hanya sekedar rumor?" lanjutnya,

"Bukankah Asahi-kun kalah di final? Tapi dia masih hidup sampai sekarang?" tanya Hanabi dijawab gelengan Akemi.

"Tidak, Asahi tidak pernah melawan si juara bertahan. Dia melawan orang lain, waktu itu yang maju ke babak terakhir ada tiga orang," jelasnya, 

"Kau tahu dia dari sekolah mana?" tanya Muichirou dengan mata terpejam.

"Hm, kalau tidak salah dia dari SMP Gritma," jawab Akemi, bola mata Hanabi membesar.

"Eh! Sekolah yang punya kelas malam itu?!" pekiknya, "iya, dia dari sana."

"Siapa namanya?" tanya Muichirou lagi, "kau penasaran padanya ya Mui?" tutur Yuichirou ketika mendapati sang adik banyak sekali bertanya.

"Takura Hikumi, kalau aku tidak salah," jawab Akemi, mendengar itu kedua mata Muichirou terbuka.

Sekilas Netra miliknya bersinar dan dia berdesis, "Takura Hikumi, hidupmu sebentar lagi akan berakhir," Hanabi sedikit bergidik.

"Muichirou orangnya memang sangat menyeramkan ya!" ocehnya lalu pergi dari sana karena bell berbunyi.

.
.

Bell sudah berdentang namun Zenitsu juga Nezuko masih berada di UKS, si gadis tengah mengobati luka di pinggang Zenitsu.

"Maaf, aku malah membawamu kemari," sesal Zenitsu, pria itu bingung dan berakhir kesini. Yah lagipula pinggangnya belum diobati dari semalam.

"Ini... Luka sayatan dari kuku Iblis," gumam Nezuko yang terdengar oleh Zenitsu,

"Apa sakit?" tanya Nezuko lembut ketika melilitkan perban, sontak Zenitsu menggeleng. "Tentu saja tidak, karena Nezuko-ku yang merawatnya," gadis itu hanya tersenyum.

"Anata..." lirih Nezuko menarik perhatian Zenitsu, "bisakah... Kita hidup normal kali ini?!" katanya pelan dengan tangan meremat seragam Zenitsu.

"Bisakah... Kau berhenti dari pekerjaan ini? Aku... Aku tidak mau kehilangan dirimu lagi..."

Mendengar bisik lirih sang gadis membuat hati Zenitsu seperti tercabik, "kau tahu, ketika aku melahirkan putra kita, aku menangis keras karena kau tidak ada disampingku..."

Air mata Nezuko kembali mengalir, "aku tahu kau telah tiada hiks tapi aku selalu menunggumu setiap malam... Dengan naif berpikir kau akan kembali pada kami... Zenfuji hiks.. Anak itu selalu menghiburku, kau tahu? Dia.. Dia sangat mirip denganmu Anata hiks..." sebuah senyum pedih terukir di wajah manis Nezuko makin menusuk sanubari Zenitsu, segera dia dekap sang kekasih.

"Maaf... Nezuko... Maaf... Kau pasti sangat kesulitan kan? Aku minta maaf... Sungguh..."

"Tapi Nezuko, aku tidak mungkin berhenti... Kalau Muzan dibiarkan dunia bisa hancur... Kau mengerti bukan? Aku juga harus membalaskan dendam kita..." tangisan Nezuko makin keras,

"Kenapa hiks.. Kenapa harus kita... Aku hiks kehilangan dirimu, Kakak.. Dan Zenfuji.. Dia hiks aku melihatnya hiks ketika dia dimakan dan aku hanya mampu menangis hiks... Aku.. Tidak--"

"Ssttt... Nezuko, percayalah padaku, kali ini kami akan menang. Kita tidak akan membiarkan dia merajalela seperti dulu, aku akan berusaha, kau tenang saja..."

Nezuko mengangguk pelan, dia sadar, tidak mungkin keinginannya barusan dapat terpenuhi. Dia memang tidak bisa egois.

Di kehidupan sekarang pun Nezuko harus merelakan cintanya kembali ke sarang bahaya.

Kehidupan tenang yang ia idamkan hanyalah sebuah fatamorgana.

.
.

"Kau semalam kemana? Aku menghubungimu berkali-kali tapi tidak dijawab," oceh Shinobu pada sahabat pinknya, "maaf... Aku ketiduran,"

"Hm, Mitsuri menurutmu bagaimana?" Mitsuri mengernyit bingung, apanya yang bagaimana?

"Maksudmu?" Shinobu menghela nafas untuk kesekian kali, gadis dengan surai ungu itu mulai merebahkan kepala diatas meja.

"Kisah cintaku yang suram~"

Mitsuri baru dapat mengerti, "hei Shinobu-chan, kau sungguh menyukainya?"

"Siapa?" Shinobu malah balik bertanya, Mitsuri jadi gemas sendiri. "Siapa lagi memang? Ya Tomioka-san lah!"

"Oh~ entah, mungkin saja? Aku juga tidak tahu tapi aku sangat suka menggodanya," kikik Shinobu di akhir.

'Dasar Shinobu-chan, perangainya tidak berubah.' batin Mitsuri bersuara.

"Omong-omong Mitsuri-chan, bagaimana caranya kau bertahan lama dengan Obanai-kun?" kepo Shinobu, "dia kan sedikit aneh,"

"Aneh apanya?"

"Itu loh! Dia sangat suka menutupi mulutnya, kalau bukan pakai masker pasti pakai syal, ah dia juga pernah pakai jaket yang kerahnya tinggi," Shinobu terus mengoceh ditanggapi senyuman Mitsuri.

"Itu sudah kebiasaannya dari dulu,"

"Umm, hei Mitsuri, apa kau pernah bermimpi?" kali ini Mitsuri menanggapi dengan serius, dia tahu yang membebani Shinobu sekarang bukanlah permasalahan cintanya melainkan sesuatu yang lain.

"Tentu, ketika tidur aku selalu bermimpi," balas Mitsuri, "Ara~ bukan begitu maksudnya, apa kau pernah bermimpi hal aneh?"

"Seperti?"

"Yya... Bagaimana ya," nampak wajah frustrasi Shinobu keluar, jarang sekali gadis ini mengalami depresi.

Mitsuri sendiri memilih diam memberikan sang teman waktu, "kau tahu... Aku semalam bermimpi berjalan berdua bersama Tomioka sensei, ta-tapi..." wajah Shinobu memerah membuat Mitsuri menaikkan alisnya.

"Kau bermimpi jorok ya?" dengan polosnya Mitsuri bertanya, "Tentu saja tidak!" sangkal Shinobu keras.

"Lalu? Kenapa wajahmu memerah,"

"Uhh, itu karena di mimpiku... Tomioka sensei bertarung melawan makhluk menjijikkan untuk menolongku~ uwaaaa dia sangat tampan!" pekik Shinobu di akhir, Mitsuri menghela nafas.

"Terus bagian mana yang anehnya?" seketika Shinobu menegak, rautnya kembali serius seperti di awal bahkan lebih tegas.

"Aku juga memegang pedang dan membunuh makhluk mengerikan itu, kau tahu sendiri bukan jika aku phobia terhadap darah?" Mitsuri tertegun, ia melupakan itu.

Dalam kehidupan yang baru ini, sang teman sangat takut akan darah. "Aku tidak tahu apa yang kumimpikan akhir-akhir ini, semuanya selalu berhubungan dengan darah!" seru Shinobu serta mulai menjambak rambutnya sendiri.

"Apa kau tahu bagaimana rasa frustrasinya?! Ini semua sangat mengganggu!" desis Shinobu lagi, "Shinobu... Berhenti menjambak rambutmu," perlahan Mitsuri membawa turun kedua tangan Shinobu.

"Dengar, mungkin sudah saatnya kau mengatasi pasal rasa takutmu, hm?" ujar Mitsuri lembut, namun respon Shinobu adalah gelengan kuat.

"Jadi maksudmu aku harus berlatih melihat darah?! Tidak!!!" jerit Shinobu panik, sontak hal itu menarik perhatian seluruh kelas bahkan Giyuu yang baru masuk.

"Ada apa, kenapa kalian ribut di pagi hari?" tanya guru itu datar, Mitsuri menghela nafas.

"Bukan apa-apa sensei," balas Mitsuri sopan, kemudian ketua kelas mulai menyapa sang guru diikuti murid lain.

Giyuu mengernyit melihat Shinobu hanya diam, biasanya anak itu yang paling heboh. Mitsuri pun melirik sang teman dari samping.

"Baiklah, kalau begitu kalian bisa buka halaman--"

"Mitsuri... Aku tidak mau! Aku tidak mau!!!" tiba-tiba saja Shinobu menjerit ketika melihat Giyuu, "tenanglah Shinobu!" seru Mitsuri,

"Kochou Shinobu, apa yang sedang kau lakukan?" kata Giyuu datar seraya mendekat ke meja mereka, seluruh murid diam memperhatikan.

Semakin Giyuu mendekat semakin keras juga Shinobu menggeleng, hal itu menjadi tanda tanya besar bagi mereka semua.

"Berhenti! Berhenti disana! BERHENTI DISANA TOMIOKA-SAN!!!" bentak Shinobu dengan nafas tersenggal dan air mata yang mulai bercucuran. Tentu saja, secara otomatis Giyuu menghentikan langkahnya.

Dalam pandangan Shinobu sekarang, sekujur tubuh Giyuu tersiram oleh darah, persis seperti di mimpinya semalam.

"Shinobu tenanglah!" Mitsuri berusaha menahan Shinobu yang mulai lepas kendali, dapat dia rasakan tubuh Shinobu yang bergetar hebat.

"Sebaiknya kau bawa dia ke ruang kesehatan," kata Giyuu datar kemudian berbalik dan kembali ke depan, mau tidak mau Mitsuri mengangguk.

"Shinobu ayo," gadis dengan surai seindah kelip malam itu hanya menurut, dia bahkan tidak sedikitpun melirik ke arah Giyuu.

"Hahh... Ayo lanjutkan, buka halaman 43," Giyuu kembali memulai pelajaran saat keduanya telah pergi, tak dapat dipungkiri, hati kecil miliknya tercubit sakit.









Yeah, segitu aja dulu~
Jangan lupa buat votenya ya^^
Makasih buat kalian yang selalu dukung^^
See you~

Pojok Gambar.









































Continue Reading

You'll Also Like

16K 1.1K 16
Menurutmu, apa itu paradoks?. Apa kau bisa menjawab pertanyaan paradoks?. Paradoks membingungkan. Tapi benar. Paradoks hampir mirip dengan riddle. Na...
195K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
240K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1M 84.7K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...