Malaikat Ayah [REVISI]

By Cicipang_

57.4K 5.4K 384

Seorang singel parent yang merawat ke empat anak-anaknya sendirian. Akankah dirinya berhasil menjadi orang tu... More

1 : awal yang baru
2 : Tentang Papa dan Ayah
3 : soal asmara
4 : kesayangan Ayah
5 : Nana?
6 : rasa yang terbagi
7 : baik dan buruk
8 : egois
10 : Ungkap perasaan
11 : rasa yang terpendam
12 : sidang tertunda
13 : kelopak yang rapuh
14 : malam yang menyakitkan
15 : bunga yang layu
16 : penawar hati
17 : kata hati
18: ego yang terkalahkan
19 : seperti mimpi

9 : jenguk

2.4K 254 15
By Cicipang_










🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃










Tak ada yang lebih menyakitkan ketika kita melihat orang yang kita kasihi terbaring lemah dengan wajah pucat seperti ini. Yuta menatap wajah anaknya yang tertidur, wajahnya tenang, masih cantik dan manis di saat keadaanya seperti ini, mengingatkan Yuta pada Winwin. Dan baru ia sadari bahwa wajah Renjun semakin mirip dengan Winwin.

Melihat wajah Renjun, ia jadi mengingat kembali kejadian dimana Winwin terbaring lemah dan wajah pucat persis Renjun saat ini, saat itu Winwin sedang berada di ujung tanduk antara hidup dan mati, mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan sang buah hati. Akan tetapi takdir berkata lain, Pria Cantik itu berakhir meninggalkan kekasih beserta buah hatinya yang lain dengan berat hati.

Tuhan sudah menentukan takdir setiap orang, masing-masing dengan cara yang berbeda. Yuta berusaha untuk mengikhlaskan kepergian pasangannya meskipun hatinya tidak rela berpisah dengan cinta pertama dan terakhir nya.

Lagi-lagi Yuta di hadapkan dengan cobaan seperti ini. Yuta merasa amat bersalah pada anaknya itu, tidak ingin kejadian sepuluh tahun lalu terulang kembali. Katakanlah ayah yang memiliki empat anak ini cengeng, ia tidak kuat menatap wajah Renjun barang semenit saja. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa dan meminta maaf pada Renjun.

Waktu menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Yuta masih setia duduk di kursi plastik di sebelah ranjang Renjun.

Ia mengelus pelan wajah Renjun, sambil menitikkan air matanya. "Maafin Ayah udah buat kamu kayak gini, nak. Maafin ayah yang terlalu egois dan terlihat seperti pilih kasih di mata kamu, maafin Ayah."

"Kamu jangan ninggalin Ayah, ya? Ayah masih butuh kamu di sisi ayah. Tau gak? Ayah dapet pekerjaan baru, kerjanya di perusahaan ternama. Jadi, Ayah bakal usahain buat kamu dan saudara-saudara kamu hidup layak seperti yang kalian inginkan dulu. Ayah sayang sama kamu, cepat sembuh." Yuta mencium kening Renjun dengan tulus, bahkan air matanya jatuh di wajah Renjun.

Pria tua itu berjalan ke toilet, ingin menuntaskan panggilan bumi. Tanpa Yuta tahu sedari tadi, Renjun tidak benar-benar tidur, anak itu hanya memejamkan matanya sambil mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut sang Ayah. Walau matanya terpejam tapi air matanya mengalir, sudah tidak tahan lagi untuk segera keluar.

Ada penyesalan di hati Renjun, ia tidak seharusnya berkata kasar dengan mengumpat ayahnya beserta kembarannya itu. "Maafin aku." ucapnya lirih.










🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃










Di pagi hari Jaemin datang menjenguk Renjun, hari ini adalah hari dimana kembaran nya itu akan pulang, rawat jalan. Sebelum itu, Jaemin membeli bubur ayam untuk mereka bertiga makan.

Xiaojun tidak ikut di karenakan pekerjaan. Shotaro pun sama, tidak bisa ikut karena harus sekolah, barusan Jaemin sehabis menghantar Shotaro sebelum datang ke rumah sakit.

Jaemin memesan lalu menunggunya, sembari menunggu ia memainkan ponselnya. Ia meminta tolong pada Haechan agar memberitahu pada guru kalau dirinya izin absen.

"Jaemin?"

Mendengar namanya disebut, Jaemin mendongakkan kepalanya. Lalu mengerutkan keningnya. "Lo Jeno, kan?"

Tak di sangka mereka berdua bertemu di tempat yang sama. Jaemin heran dengan kedatangan Jeno, maksudnya untuk apa dia jauh-jauh dari asrama hanya untuk membeli bubur di depan rumah sakit. Secara kan, jarak asrama dan rumah sakit itu jauh. Setelah itu ia menepis pikirannya, untuk apa ia memikirkan itu? Semuanya kan terserah Jeno mau membeli dimana. lalu mengendikkan bahunya.

Tak tahu saja kalau Jeno jauh-jauh kesini hanya untuk bertemu dengan Jaemin. Dan sebuah kebetulan ia mendapati Jaemin sedang membeli bubur. Ia juga tadinya ingin membeli bubur untuk di jadikan buah tangan, tau-taunya saja rencana gagal. ia datang juga sekalian menjenguk mantan kekasihnya itu.

"Iya, gue Jeno. Ternyata Lo masih inget gue aja." Ucap Jeno lalu mendudukkan dirinya di sebelah Jaemin.

"Sebenarnya gue lupa sama Lo, tapi setelah kembaran gue ngomongin Lo, jadinya gue inget. Soalnya beda banget sama dulu, Lo waktu itu masih pake kacamata gede, dan keliatan cupu banget."

"Kalo sekarang?" Tanya Jeno sambil tersenyum dan menatap mata Jaemin yang juga menatapnya.

Seakan terhipnotis oleh tatapan itu, Jaemin menahan sejenak nafasnya. "Kalo sekarang ganteng-Eh!" Jaemin reflek menampar bibirnya karena keceplosan. Ia menjadi salah tingkah, bola matanya kini bergerak kesana-kemari, wajahnya terlihat sedikit memerah akibat kesalahannya sendiri.

Jeno terkekeh, ia juga ikutan salah tingkah karena di puji seperti itu. Padahal banyak yang mengatainya 'ganteng' tapi saat Jaemin yang mengatakannya terasa berbeda. Rasanya Jeno ingin menjungkirbalikkan badannya sekarang juga.

"Ini mas, buburnya."

Jaemin segera beranjak dan memberi uang, lalu ia ingin pergi begitu saja. tapi, tidak enak jika tidak berpamitan. Maka dari itu Jaemin pun berbalik badan, "gue duluan, ya. Maaf buat yang tadi." Setelah itu ia segera pergi dari sana. Di jalan, Jaemin merasa melupakan sesuatu tapi entah apa ia tidak ingat. Setelah itu, mengendikkan bahunya. "Mungkin perasaan gue aja."

Jeno melunturkan senyumannya, padahal ia baru saja dibuat berbunga-bunga tapi terhalang oleh tukang bubur.

"Ini masnya mau pesen bubur juga?"

"Aduh! kang, kok cepet banget sih buat buburnya? Saya masih mau ngomong sama dia~" rengek Jeno. Untuk kali ini biarkan dirinya kehilangan harga diri di depan tukang bubur.

Tukang buburnya di buat heran dengan kelakuan Jeno.

•••

Brak!

Pintu terbuka lebar, membuat beberapa orang di dalamnya terkejut dengan kedatangan Jaemin.

Lelaki manis itu menghela nafas lega, "akhirnya sampe juga. Ini gue kenapa sih?" Gumamnya sambil memukul kepalanya sendiri.

"Kamu kenapa? Dateng-dateng malah buat keributan, itu pasien lain terganggu karena kamu loh. Minta maaf sana." Omel Yuta. Jaemin pun meminta maaf pada pasien-pasien di dalam ruangan.

"Yaudah duduk sini, ayah mau beli sarapan dulu."

"Gak usah Ayah, Nana ada bawa kok, nih!" Jaemin menunjukkan satu kantong plastik.

"Nana masak? Atau beli?" Tanya Yuta sambil membuka plastik itu.

"Beli, Yah. Tadi, Nana gak sempet masak. Kak Ajun aja cuma sarapan nasi yang kemarin sama telur dadar. Taro cuma aku masakin mie instan dan telur mata sapi buat bekalnya. Gak sempet masak nasi sama lauk."

Yuta mengusap Surai Jaemin, "Yaudah gapapa. Sekarang sarapan dulu, yuk."

Jaemin melirik ke arah kembarannya yang tengah baring sambil melirik ke arah Yuta. Lalu, Jaemin mendekatkan wajahnya ke telinga Renjun, ingin membisikkan sesuatu.

"Tadi, gue ketemu mantan Lo." Bisiknya.

Mata Renjun membola. "Siapa? Dimana?" Ucap Renjun tanpa mengeluarkan suara nya.

Ia kembali mendekatkan bibirnya ke telinganya Renjun. "Si Jeno, di tempat penjual bubur ayam di depan rumah sakit."

"Kok bisa?"

Jaemin mengendikkan bahunya.

Yuta sedari tadi melirik ke arah kedua anaknya itu yang bergelagat aneh. "Itu ngapain bisik-bisik? Ngomongin apa kalian?"

Jaemin menegakkan badannya, lalu menoleh ke arah Ayahnya dengan tersenyum lebar. "Hehe~ enggak kok Ayah."

"Itu buburnya di makan, Nana. Jangan biarin kayak gitu, gak baik."

"Iya, Ayah." Jaemin menyendok bubur itu lalu ia makan, tidak lupa juga ia suapkan untuk Renjun.

Yuta sudah menghabiskan buburnya. "Nana? Minumnya mana? Kamu gak beli?"

Astaga! Itu yang Jaemin lupakan tadi. Karena salah tingkahnya tadi membuatnya lupa membeli minuman. Jaemin menepuk keningnya, merasa bodoh. "Astaga! Nana kelupaan, maaf Ayah."

Yuta menggeleng-gelengkan kepalanya, "kebiasaan, yaudah Ayah keluar dulu buat beli minumnya. Jagain kembaran kamu, ya. Kalo ada apa-apa panggil dokter."

Jaemin mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya, lelaki itu tidak bisa membuka mulutnya dikarenakan full akan bubur, bahkan kedua pipinya menyembul.

Renjun sedikit mengintip keluar, dirasa Yuta sudah agak jauh, ia pun memperbaiki posisinya, setengah duduk. "Kok bisa sih, sepagi ini Jeno disana? Emangnya dia gak sekolah?"

Lagi-lagi Jaemin hanya mengendikkan bahunya.

"Padahal kalo mau beli bubur, ada noh di depan asrama. Malah jauh-jauh ke sini. Gue yakin tuh anak punya sesuatu."

"Kayaknya mau jenguk Lo, deh. Cieee.. di jenguk mantan." Goda Jaemin.

Renjun mendelik tajam ke arah kembarannya, "dih! Apa-apaan sih Lo! Atau jangan-jangan dia yang mau ketemu sama Lo." Renjun menunjuk wajah Jaemin.

"Kok jadi gue sih? Gak ada hubungannya."

"Ada! Makanya peka, tolol." Renjun menoyor kepala Jaemin.










🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃












Sehabis drama merengek ke tukang bubur, Jeno memilih pulang ke rumahnya. Tidak ingin pulang ke asrama. jika ia pulang, maka penjaga asrama akan melaporkan dirinya bolos.

Jika masih jam pelajaran, asrama itu akan diperiksa kembali oleh penjaga asrama, mengabsen siswa-siswa di kamar mereka masing-masing, memastikan mereka pergi ke sekolah. Jika di dapati salah satu siswa yang masih di dalam kamar, maka akan di bawa ke ruang wakil kepala sekolah dan di interogasi langsung.

Jeno memilih pulang ke rumah, tidak jadi menjenguk. Apa alasannya nanti jika bertemu dan di tanyai oleh Yuta? Sepagi ini menjenguk Renjun? Itu tidak mungkin, yang ada dia malah di omeli habis-habisan karena waktu menjenguk tidak ada di waktu sepagi ini.

Lelaki itu tiba di gerbang rumahnya, tinggi dan besar. Pos satpam kelihatan sepi, alhasil Jeno memikirkan cara untuk bisa masuk. Ia tidak mungkin kan menunggu di sini sampai satpamnya datang berjaga? Ia nanti terlihat seperti pengemis.

Dengan satu cara, yaitu memanjat pohon mangga yang berada di samping tembok. Kebetulan pohon itu tinggi dan bisa menjangkau dinding pagar. Setelah dirinya berada di atas, Jeno melihat keadaan halaman rumahnya.

"Sip, aman."

Jeno pun meloncat. Dan memasuki rumah seperti pencuri. Tanpa tahu, ternyata ada Bubunya-taeyong yang melihatnya. Taeyong bangun sepagi ini karena ingin meregangkan otot-ototnya yang keram sehabis aktivitas malamnya bersama suami.

Pria tua itu melihat sosok yang berjalan mengendap-endap menuju pintu samping, alhasil Taeyong membuntutinya sambil membawa sapu lidi.

Jeno memutar kenop pintunya tapi tidak bisa, ia terus mencoba hingga sebuah sapu melayang ke kepalanya. "Aduh sakit~"

"Rasain ini! Dasar kamu maling! Berani banget masuk ke rumah ini, rasain kamu!" Serangan tiap serangan di lakukan oleh Taeyong. Tidak akan membiarkan orang itu kabur.

"Aduh bubu sakit~ ini Jeno! Bukan maling! Aw! Aw! Bubu ampun~" Jeno tidak bisa menghindari pukulan dari Taeyong.

Taeyong hanya bisa menatap tak percaya pada sosok tadi yang ia kira pencuri. "Astaga Jeno, ngapain kamu pulang?"

"Ihh Bubu! Bubu ngomong kayak gitu berasa aku anak buangan aja. Ya Jeno pulang lah, kangen rumah, kangen Bubu. Salah emang?" Jeno mengomeli Taeyong. Bibirnya mengerucut lucu, Taeyong merasa kasihan langsung mendekat ke arah Jeno lalu memeluknya sambil mengelus-elus kepala Jeno yang terkena sapu tadi.

"Lagian siapa suruh kayak gini, pulang rumah udah kayak maling aja. Kenapa sebelumnya nggak kabarin dulu? Biar di jemput."

"Jeno aja dadakan, Bu."

"Dadakan gimana?"

"Jeno sebenarnya tadi pengen jenguk temen di rumah sakit, tapi baru inget jam jenguk kan belum di buka jam segini. Ntar kalo Jeno di tanya-tanya sama orang tuanya gimana? Yaudah deh, Jeno pulang aja. Ntar aja jenguk nya."

"Terus sekarang kamu gak sekolah gitu?"

Mampus! Jeno tidak bisa mengelak lagi kalau begini. Ia pun memperlihatkan senyum manisnya, hingga kedua kelopaknya melengkung seperti bulan sabit. "Hehe~ satu kali bolos gapapa ya, Bubu?"

Taeyong melotot, sembari berkacak pinggang. Kebetulan sapu yang masih di genggamannya, ia pun memukul kembali pantat Jeno. "Enak aja kamu! Kalo Papa kamu tau anaknya bolos kayak gini, habis kamu di ceramahi."

"Aw! Iya, Iya, makanya Bubu jangan ngasih tau, please~"

"Dasar bandel! Tapi, barusan kamu lewat mana tadi sampe bisa masuk ke rumah? Perasaan gerbang masih tertutup. Pak satpam juga belum datang sepagi ini."

Jeno menggaruk kepalanya yang kebetulan gatal, "itu Bu," tunjukknya pada pohon mangga.

"Astaga anak ini!" Setelah itu Jeno mendapat kembali pukulan berkali-kali di daerah pantatnya.

•••


Jeno tersenyum lebar kala melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 11.00 Am. ia pun melangkahkan kakinya dengan hati yang riang.

Menyogok kakaknya agar meminjamkannya motor. Setelah itu ia berangkat menuju rumah sakit. Tak lupa juga ia singgah ke toko buah, untuk di jadikan buah tangan.

Sesampainya di rumah sakit, Jeno tak henti-hentinya tersenyum, untung saja ia memakai masker, jadi wajahnya tidak terlalu nampak jika ia sedang bahagia saat ini.

Sampailah ia di ruangan dimana mantan kekasihnya itu di rawat. Tak di tau-tau, Jeno kembali bertemu Jaemin yang keluar dari dalam sana dan hendak menyuci tangannya di westafel.

"Jaemin."

Yang di panggil tentu saja terkejut. "Eh! Ayam kaget!" Latahnya.

Jeno mengulum bibirnya, ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwa orang di hadapannya ini terlalu menggemaskan untuk di miliki. Demi menghilangkan rasa salah tingkahnya, Jeno berdehem. "Maaf, buat Lo kaget."

"Iya gapapa, Lo ngapain disini?" Sebenarnya Jaemin merasa malu tadi, pasalnya ia tiba-tiba latah.

"Anu.. ini, apa sih ini namanya?" Tiba-tiba saja Jeno salah tingkah hingga membuat otaknya tidak berfungsi dengan baik.

"Plastik?"

Yang di ucapkan Jaemin tidak salah, tapi bukan itu yang dimaksud oleh Jeno. Dan Jeno merutuki dirinya sendiri yang tiba-tiba lupa dengan buah yang di bawa nya.

"Bukan, aduuhh apa sih namanya ini?"

"Itu plastik Jeno."

"Bukan."

Rasanya Jaemin ingin memukul kepala Jeno saat ini juga. Ya kalo bukan plastik apa dong? Kardus? Ya ga mungkin lah, aneh nih orang. Cakep-cakep bloon.

PLAK!

Jeno menampar wajahnya dengan tiba-tiba membuat Jaemin sedikit shock. "Oh iya!! Ini buah tangan buat Lo-eh Renjun maksudnya."

Seketika Jaemin merasa bodoh, karena ikutan lupa dengan apa yang di bawa Jeno. Ya, sudah jelas ketika orang menjenguk pasti ada buah tangan di bawa. Dengan bangganya ia menyebutnya dengan 'plastik'. Tidak salah memang tapi tidak juga benar.

"Oh yaudah, gih masuk. Renjun ada di dalam." titahnya. Jaemin masih ingin mencuci tangannya.

Setelah selesai, ia berbalik dan terkejut kembali saat masih melihat Jeno berdiri mematung di belakangnya. "Kok masih disini?"

Jeno cengengesan. "Hehe~Temenin."

Ekspresi Jaemin:

🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃

Ciluukk??

Haha akhir nya update jugaaa!!

Ada yang kangen tidak?

Continue Reading

You'll Also Like

502K 1.5K 12
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
1.1M 117K 55
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
1.9M 102K 47
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA!] "GUE BUKAN MAINAN YANG BISA DI KENDALIIN SEENAK JIDAT KALIAN!" "Yang bilang kamu mainan siapa sayang, you are our queen...
743K 38.6K 36
Zelina anatasya gadis cantik, pintar, baik, sedikit barbar, periang dan berprestasi, namun keluarganya tak pernah melihat itu semua, gadis yang ada n...