HISYAM

By diaryalna

998K 129K 4.3K

Tisha Atifa cukup terpaksa menerima Hisyam Al-Ghifari sebagai masa depannya. Tak pernah sekalipun terpikirkan... More

Bab 1 : Keliatan Tua
Bab 2 : Perempuan Istimewa
Bab 3 : Bertemu Lagi
Bab 4 : Fakta Tentang Syam
Bab 5 : Memilih Cincin
Bab 6 : Mampir Lagi
Bab 7 : Calon yang Baik
Bab 8 : Dilamar Duda
Bab 9 : Tidak Terasa
Bab 10 : Menuju Halal
Bab 11 : My Queen
Bab 12 : Doa Alif
Bab 13 : Tahajud Bersama
Bab 14 : Pagi yang Berbeda
Bab 15 : Syarat
Bab 16 : Tanggal Merah
Bab 17 : Syam Menyebalkan
Bab 18 : Pacaran yang Halal
Bab 19 : Nafkah Batin
Bab 20 : Tisha Khawatir
Bab 21 : Tangisan Alif
Bab 22 : Misterius
Bab 23 : Papa yang Sigap
Bab 24 : Vanya Kenapa?
Bab 25 : Kebahagiaan Syam
Bab 26 : Rajanya Modus
Bab 28 : Dresscode
Bab 29 : Alma Bercerita
Bab 30 : Pantai
Bab 31 : Undangan Vanya
Bab 32 : Permintaan Tisha
Bab 33 : Jatuh dari Motor
Bab 34 : Seperti Dongeng
Bab 35 : Rencananya Meleset
Bab 36 : Luka Syam
Bab 37 : Double Date
Bab 38 : Pembahasan Alma
Bab 39 : Tapi Caranya Salah
Bab 40 : Kabar Baik
Bab 41 : Selamanya Hanya Kamu
Bab 42 : Berbaikan dengan Masa Lalu

Bab 27 : Bermuka Dua

18.5K 2.6K 51
By diaryalna

9 Maret 2022.

Bismillahirrahmanirrahim.

Ambil baiknya buang buruknya. Bantu koreksi kalau ada salah ya 💗

Bab 27 : Bermuka Dua

***

Syam terbangun ketika ia membalikkan tubuhnya ke samping kiri dengan tangan yang meraba bagian tengah kasur. Karena tidak menemukan seseorang yang sebelumnya tertidur bersamanya, Syam membuka sedikit kelopak matanya. Dan benar saja, sang putra sudah tidak ada di sebelahnya. Syam tersenyum tipis di tengah-tengah nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya.

Anak itu jika sedang sakit memang manjanya minta ampun, meski hanya lecet di bagian lutut. Sebetulnya jika Alif mengeluh sakit, obat paling manjur hanya kehadiran papanya. Karena di dekat Syam, Alif merasa nyaman.

Syam mendudukkan dirinya dengan mata yang masih terpejam, rasanya berat sekali membuka mata. Detik selanjutnya terdengar suara kenop pintu dibuka, muncullah Alif yang nampak sudah bugar sambil membawa perlengkapan salatnya.

Syam menipiskan bibir melihat bagaimana Alif sampai berjinjit ketika akan menutup pintu kembali. Setelahnya Alif berlari kecil menghampiri papanya dengan wajah yang menggemaskan, saat sampai anak itu meringis. Lukanya yang tertutup plester terbentur ujung kasur.

"Papa ... Ayo, banguuun!" bisik Alif lucu melihat papanya masih memejamkan mata, walaupun posisinya telah duduk bersila.

Alif menoel-noel paha Syam. "Ayo, mandi, Pa. Habis itu kita ke masjid!" seru Alif lagi dengan suara pelan.

Syam tersenyum mendengarnya, menggeliat sebentar kemudian mengucek sambil menghilangkan kotoran yang ada di ujung mata.

Syam lantas mengangkat tubuh mungil Alif yang berdiri di samping tempat tidur, lalu mendudukkannya dengan hati-hati di pangkuannya.

"Bangun duluan gak bilang-bilang," kata Syam dengan suara serak khas bangun tidur. Alif menutup mulutnya lalu tertawa cekikikan.

"Eh, malah ketawa." Syam mencubit sekilas hidung mancung putranya. Syam geleng-geleng melihat Alif yang tingkahnya sangat lucu.

"Mandi sendiri, apa bareng sama Papa, hm?"

"Bareng Papa."

"Kalau gitu, Papa minta tolong ambilkan handuk di gantungan, ya?" tunjuk Syam ke arah gantungan handuk yang ada di dekat lemari pakaian.

Alif mengangguk patuh, menyanggupi perintah Syam. Badan kecilnya diturunkan dari pangkuan papanya lantas berjalan cepat menuju tempat yang Syam tunjukkan.

Syam beralih pada Tisha yang tertidur sangat nyenyak, tidak terbangun sama sekali padahal lampu menyala terang. Tentunya si kecil yang menyalakan seluruh lampu.

Perempuan itu baru saja merubah posisi menjadi miring ke kanan, sehingga Syam bisa dengan leluasa memandangi wajah istrinya. Syam menyibak selimutnya kemudian mencondongkan badannya mengarah pada Tisha.

Syam membenarkan kerudung Tisha yang melorot turun ke leher, menariknya lagi menutupi pundak. Setelah itu Syam menarik selimut hingga menutupi bagian punggung Tisha.

"Selalu cantik apa adanya," gumam Syam mencium wajah Tisha sekenanya. Tisha menggeliat, tapi sama sekali tak terganggu tidurnya.

Alif pun datang tergopoh-gopoh menghampiri Syam. Dengan sigap, Syam menggendong putranya ala pesawat terbang membuat balita itu terkekeh geli. Selepas itu mereka masuk bersama ke kamar mandi.

"Kaki kanan atau kaki kiri?" tanya Syam sebelum benar-benar masuk ke toilet di dalam kamar.

"Kiri!" seru Alif yang langsung dihadiahi usapan gemas di kepala.

Beberapa waktu berlalu dengan cepat. Tinggal belasan menit lagi untuk mendengarkan adzan Subuh berkumandang. Sekeluarnya Syam dan Alif dari kamar mandi, ternyata Tisha sudah bangun dan perempuan itu sedang merapikan tempat tidur.

"MAMA UDAH BANGUN?!" Alif berteriak senang sambil berlari tanpa memedulikan kakinya yang sedang sakit. Memeluk Tisha kuat dengan cengiran yang begitu lebar.

"Masyaallah ... anak sholehnya Mama udah mandi dan udah wangi ya?" Tisha merendahkan tubuhnya, memegang kedua lengan Alif, menatapnya intens.

Alif mengangguk antusias. "Soalnya mau ke masjid. Jadi, harus wangi."

Tisha sampai kehilangan kata-kata mendengar betapa bersemangatnya Alif untuk salat berjamaah.

"Alif bangun lebih dulu daripada Mama ya?" tanya Tisha kepada balita berkaos putih dengan celana bahan panjang.

Pakaian anak laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi itu sebenarnya sangat mirip dengan Syam yang masih belum keluar juga dari toilet.

"Kata Papa, bangun subuh itu artinya kita sedang melawan setan. Kalau bangunnya telat, berarti setan yang menang."

Hati kecil Tisha langsung tertohok.

"Cepat siap-siap, Al. Sebentar lagi adzan."

Syam tiba-tiba muncul mengalihkan atensi Tisha dan Alif yang sedang berbincang. Lelaki itu mengusap rambutnya yang basah seraya berjalan mendekati kasur. Di sana sudah ada pakaian yang tersedia untuk salat.

"Iya, Pa."

***

Matahari bersinar cerah, cuaca sedang hangat-hangatnya, dan ramainya jalan pertanda orang-orang tengah sibuk beraktivitas. Karena pagi tadi Syam yang mengantar Alif ke sekolah, kini gantian Tisha yang datang menjemput anak laki-laki itu.

Seperti hari-hari sebelumnya, Tisha masuk ke area sekolah setelah memarkirkan kendaraannya di depan gerbang. Perempuan berkerudung lebar dan memakai gamis berwarna gelap itu melangkah masuk menuju kelasnya Alif.

Namun Tisha terkejut bukan main saat mengetahui ada Vanya sedang duduk mengobrol bersama para wali murid yang lain. Seketika langkahnya terhenti, terasa begitu berat mengayunkan kaki menghampiri.

Tak lama, wanita yang menggunakan dress di atas lutut dengan lengan balon panjang sampai siku dan ada kancing di tengah dari atas sampai bawah itu menoleh ke arah Tisha.

Mendapati kehadiran ibu tiri putra kandungnya, Vanya menyunggingkan satu sudut bibirnya. Dengan gerakan anggun, wanita berdarah blasteran tersebut memakai kacamata hitamnya ke atas kepala, membalikkan badan ke arah para wali murid untuk berpamitan sebentar.

Baru setelah itu, Vanya mengayunkan kaki yang terbalut flat shoes warna senada dengan dress coklat susu yang tak ketat itu mengarah kepada Tisha.

"Hai, apa kabar?" sapa selebgram dengan pengikut jutaan orang di sosial medianya.

Tisha merasa seperti bertemu dengan Vanya yang lain, karena Vanya yang satu ini jauh berbanding terbalik dengan wanita yang menangis di pelukannya waktu itu.

"Alhamdullilah, baik." Tisha mengangguk segan.

"How about, Syam? Apa dia juga baik-baik aja?"

Hati Tisha seketika mencelus mendengarnya. Terlepas Vanya masih berstatus istri orang, tetap saja perasaannya menjadi tak karuan ketika Vanya bertanya mengenai Syam. Namun Tisha berusaha mengenyahkan pikiran buruk tersebut.

"Alhamdullilah, semuanya baik."

Vanya pun mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menggigit bibirnya yang terpoles lipstik warna merah muda.

"Mbak Vanya kenapa bisa ada di sini?"

Akhirnya Tisha memberanikan diri bertanya di tengah rasa gugupnya menjadi pusat perhatian beberapa orang. Vanya mengulas senyum tipis yang menawan.

"Mau jemput Alif, sekalian ajak dia ke mall. Kebetulan ada barang yang mau gue beli."

"Apa Mbak Vanya udah izin sama papanya Alif?"

Vanya mengerjap kaget. "Are you kidding?"

Tisha mengerutkan dahi, bingung. Detik berikutnya tawa mengejek terdengar dari mulut wanita yang rambut panjangnya tergerai indah itu.

"Gue mamanya. Gue yang hamil dan ngelahirin Alif, bukan Syam. Kenapa gue harus izin dulu buat pergi sama darah daging gue sendiri?"

Tisha meremas sisi gamisnya kuat. Menahan emosi yang meletup-letup ketika Vanya berkata begitu angkuhnya. Tisha akui, Vanya memang berjasa, tapi apa wanita itu lupa apa yang sudah diperbuatnya?

"Mama Vanya yang cubit Alif."

Perkataan Alif waktu itu terus terngiang-ngiang di pikiran Tisha, membuat perempuan itu memutuskan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Apalagi yang kedua kalinya.

Senyum di bibir Tisha dipaksakan ada, guna menghargai lawan bicaranya. "Semua tergantung Alif. Dia mau pergi atau tidak dengan Mbak Vanya nantinya."

Vanya terdiam menelaah kata-kata Tisha yang semakin berani di hadapannya.

Bel tanda pulang menggema di seluruh penjuru sekolah. Satu persatu murid keluar dari kelasnya masing-masing dan langsung disambut orang tua mereka.

Tatkala Alif keluar dari kelasnya, Tisha melebarkan senyum ceria, melambaikan tangan, kemudian berjongkok saat Alif berlari kencang menuju dekapan mamanya.

"Alhamdulillah, anak sholehnya Mama udah pulang." Tisha memeluk erat Alif yang barusan menubruk tubuhnya.

"Iya, Ma."

Seseorang yang sedari tadi memperhatikan terbatuk-batuk hingga kedua manusia yang sedang sibuk berpelukan tersebut teralihkan perhatiannya.

Alif yang mengetahui kehadiran Vanya raut wajahnya langsung berubah datar dan langsung mendekatkan diri kepada Tisha yang sudah menegakkan tubuhnya kembali.

Alif sejak tadi memang tidak menyadari keberadaan Vanya karena wanita itu berdiri memunggunginya ketika ia berlari menghampiri Tisha.

Vanya kemudian tersenyum, mencoba meraih tangan mungil putranya. "Ikut Mama ke mall yuk!"

Alif langsung melepaskan tangan Vanya yang berhasil menyentuh tangannya. Wanita cantik itu tersentak apalagi saat Alif menolaknya dengan gelengan kepala.

"Alif," panggil Vanya lembut. Alif masih belum menggubrisnya.

Vanya menarik napas dalam, berusaha sabar menahan emosi menghadapi putranya yang keras kepala.

"Alif Hafiz Shakran," panggilnya sekali lagi. Namun Alif masih tidak mau juga.

Alhasil karena kesal, Vanya menarik Alif paksa. Tisha yang melihat itu tak tinggal diam.

"Don't touch him!"

Entah darimana datangnya, Syam langsung menepis kasar tangan Vanya dan sukses menggegerkan kedua wanita beda umur tersebut.

"Pak Syam?" gumam Tisha sedikit tak percaya bahwa lelaki itu ada di sini.

Tanpa berkata banyak, Syam lantas menggendong Alif lalu menggenggam tangan istrinya, secepatnya membawa mereka pergi.

Vanya mengepalkan tangannya, merasakan gejolak kekesalan disaat harga dirinya seperti diinjak-injak karena ditinggalkan begitu saja.

Setibanya di depan gerbang, Syam segera mendudukkan Alif di jok motor belakang, memakaikan helm yang istrinya bawa untuk Alif. Mengetahui Syam tergesa-gesa membuat Tisha juga ikut cepat-cepat naik ke motor dan memakai helmnya.

"Setelah ini langsung pulang ke apartemen. Jangan mampir kemana-mana dulu," beritahu Syam ketika mereka berdua telah siap berkendara.

Syam lantas menyodorkan tangannya, Alif dan Tisha bergantian menyalami lelaki yang tampak cemas itu.

Sebelum Tisha menghidupkan mesin motor, ia lebih duluuu bertanya, "Kenapa Pak Syam tiba-tiba bisa ada di sini?"

Syam tersenyum. "Saya lagi ada meeting tadi di restoran deket sini. Terus saya sempatin mampir ke sini sebelum balik lagi ke kantor."

Tisha pun mengangguk paham. Setelah saling bertukar salam, perempuan itu lantas mengendarai motornya dengan Alif yang membonceng di belakang.

Syam yang sedang mengamati motor istrinya melaju menjauh, dikagetkan dengan suara wanita yang amat dikenalinya.

"Ingat Syam, lo berhutang banyak sama gue."

Syam memutar bola matanya jengah. Enggan menoleh ke samping kiri dimana Vanya berdiri.

"Lo yang ngajarin Alif buat ngejauh dari mama kandungnya sendiri, kan?"

Syam membenarkan kerah kemejanya sebelum membalas wanita itu.

"Anak itu belajar dari apa yang dilihatnya. Gak akan ada yang menjauh kalau dari awal gak ada yang memulai."

Selepas itu, Syam berjalan tanpa berpamitan dengan Vanya ke seberang jalan dimana mobilnya terparkir. Karena di dalam sana sudah ada sekretarisnya yang menunggu.

Syam tak punya waktu berurusan dengan masa lalu.

***

Bersambung...

Sejauh ini ada yang bisa nebak ga sih, masa lalu Syam sebenarnya gimana?😭

Gatau kenapa lebih baper sama hubungan Syam sama Alif ketimbang Syam sama Tisha, kek ... sweet aja gitu lhoo😭

Lanjut ya?

Follow Instagram @wp.diaryalna
Jangan lupa tinggalin jejak ya ✨

Continue Reading

You'll Also Like

24.5K 1.3K 22
Pengarang: Bunga dalam Hujan Jenis: Kelahiran kembali melalui waktu Status: Selesai Pembaruan terakhir: 04 Agustus 2022 Bab Terbaru: Bab 102 penganta...
2.8M 129K 37
(#35 in romance per. 10.10.17) BELUM REVISI *tanda baca dll masih belum rapi* " Aisyah seorang wanita berhijab yang menjadi sekertaris seorang lelak...
1M 47.7K 69
Apa jadinya perasaan kamu ketika menerima undangan pernikahan atas nama kekasihmu dengan perempuan lain. Yah inilah kenyataannya mas Zain akan meni...
59.3K 5.2K 28
Gilang Zean Adijaya, cowok SMA yang hobinya tawuran, balapan, keluar masuk club untuk minum minuman keras tiba-tiba jatuh cinta pada gadis bernama Al...