HISYAM

Oleh diaryalna

1M 130K 4.3K

Tisha Atifa cukup terpaksa menerima Hisyam Al-Ghifari sebagai masa depannya. Tak pernah sekalipun terpikirkan... Lebih Banyak

Bab 1 : Keliatan Tua
Bab 2 : Perempuan Istimewa
Bab 3 : Bertemu Lagi
Bab 4 : Fakta Tentang Syam
Bab 5 : Memilih Cincin
Bab 6 : Mampir Lagi
Bab 7 : Calon yang Baik
Bab 8 : Dilamar Duda
Bab 9 : Tidak Terasa
Bab 10 : Menuju Halal
Bab 11 : My Queen
Bab 12 : Doa Alif
Bab 13 : Tahajud Bersama
Bab 14 : Pagi yang Berbeda
Bab 15 : Syarat
Bab 16 : Tanggal Merah
Bab 17 : Syam Menyebalkan
Bab 18 : Pacaran yang Halal
Bab 19 : Nafkah Batin
Bab 20 : Tisha Khawatir
Bab 21 : Tangisan Alif
Bab 22 : Misterius
Bab 23 : Papa yang Sigap
Bab 24 : Vanya Kenapa?
Bab 25 : Kebahagiaan Syam
Bab 27 : Bermuka Dua
Bab 28 : Dresscode
Bab 29 : Alma Bercerita
Bab 30 : Pantai
Bab 31 : Undangan Vanya
Bab 32 : Permintaan Tisha
Bab 33 : Jatuh dari Motor
Bab 34 : Seperti Dongeng
Bab 35 : Rencananya Meleset
Bab 36 : Luka Syam
Bab 37 : Double Date
Bab 38 : Pembahasan Alma
Bab 39 : Tapi Caranya Salah
Bab 40 : Kabar Baik
Bab 41 : Selamanya Hanya Kamu
Bab 42 : Berbaikan dengan Masa Lalu

Bab 26 : Rajanya Modus

19.1K 2.6K 24
Oleh diaryalna

9 Maret 2022.

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Ambil baiknya buang buruknya ya. Bantu koreksi kalau ada salah 💗

Bab 26 : Rajanya Modus

***

Tisha menyambut antusias seperti hari-hari biasanya tatkala suami dan anaknya pulang dari masjid setelah melaksanakan salat isya' berjamaah.

Selesai Alif dan Syam berucap salam dengan kompak lalu Tisha menjawab dengan senyuman lebar, lelaki dewasa yang memakai koko lengan panjang, sarung, dan peci itu menurunkan putranya dari gendongan.

Syam lantas memeluk kemudian mencium kening istrinya seraya mengulum senyum bahagia. Setiap ada Alif, ia memang selalu memanfaatkan kesempatan.

Syam tulus melakukannya, tapi tidak dengan Tisha yang masih berpura-pura. Sejauh ini, Syam akui bahwa akting Tisha sangat bagus dan tampak natural.

"Cantik banget istrinya Mas," ucap Syam pelan, mencubit gemas kedua pipi Tisha. Perempuan itu terkekeh kaku.

"Alif mau juga!" rengek balita yang memakai pakaian hampir sama dengan papanya. Menggunakan peci, sarung, dan juga baju koko.

Alif suka mengikuti gaya Syam. Kebiasaan apa pun yang Syam lakukan, Alif pasti menirunya. Alhasil karena Syam tahu ia akan menjadi seorang ayah dan sebagai contoh untuk anak-anaknya, sampai sekarang ia sama sekali tak pernah merokok, meminum minuman keras, berusaha selalu menjaga perasaan wanita, dan berusaha menjadi hamba Allah yang baik.

Pengetahuan Syam tentang agama memang belum banyak, namun Syam mengusahakan yang terbaik untuk putranya. Seperti terus mengajaknya salat berjamaah di masjid, mengaji dan menghafal Al-Qur'an bersama, ikut kajian saat hari libur, dan sebagainya.

Kembali lagi kepada Tisha yang langsung peka dengan ucapan Alif, lantas berjongkok memeluk balita itu. Membiarkan Alif menyalami tangan dan mencium pipinya. Perempuan berjilbab itu membalas dengan kecupan di dahi.

"Semoga kelak Alif menjadi anak sholeh, hafiz Qur'an, sukses dunia akhirat, terus bisa banggain Papa sama Mama," doa Tisha sungguh-sungguh.

Syam dan Alif kompak mengaminkan. "Aamiin Ya Allah...."

Respon kedua laki-laki berbeda umur tersebut berhasil membuat Tisha mengulas senyumnya. Perempuan itu mencubit pelan pipi gembul putranya.

"Sekarang waktunya Alif buat siap-siap tidur, karena besok sudah harus sekolah," ujar Tisha diangguki oleh Alif.

Anak kecil itu lantas berjalan menuju kamarnya dengan langkah sedikit pincang. Setelah dipastikan Alif masuk ke kamar, Tisha mengatakan sesuatu lagi, "Nanti Mama bantu Alif wudhu lagi, ya!"

Alif pun mengiyakan. Tisha kembali menghadap ke depan, ke arah Syam yang masih berdiri tak jauh dari pintu. Perempuan berkerudung itu tiba-tiba menunduk, menyatukan tangan, lalu menggerakkannya secara abstrak.

Membaca kegugupan istrinya, Syam mendekat, menarik pelan tubuh Tisha dan memeluknya dengan dekapan yang menenangkan.

"Apa yang mengusik pikiranmu, My Queen?"

Tisha meneguk liurnya, belum berminat memeluk Syam balik. Pelan tapi pasti, ia membuka mulut mengeluarkan suara.

"Pak Syam ... aku ... aku mau tanya sesuatu tentang Alif."

Syam mengerutkan keningnya cukup dalam, merasa ganjal dengan kalimat yang keluar dari bibir istrinya. Seperti ada sesuatu yang berbeda, tapi Syam tak kunjung menyadarinya.

"Iya?" Syam mengendurkan pelukan
Membingkai wajah cantik istrinya, menatap intens kedua manik mata tersebut.

"Luka lebam yang ada di lengan Alif ... siapa yang buat?"

Tisha memang sudah tahu sebelumnya karena Alif telah menceritakan semuanya. Namun ia hanya ingin memastikan lewat papanya langsung, sebab Syam sendiri yang mengizinkan.

"Mama-nya," jawab Syam tanpa beban seolah tak mau lagi menyembunyikannya lebih lama. Toh, Tisha pun sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada Alif.

"Mbak Vanya?" Tisha nampak ragu.

Syam mengangguk disertai wajah yang mulai timbul guratan kesedihan. Lelaki itu menunduk saat rasa bersalah itu kembali hadir.

"Ini salah saya ...." gumam Syam, menurunkan tangannya yang sempat membingkai wajah Tisha.

"Saya kira dia benar-benar berubah."

Tisha menggeleng pelan, tak setuju ketika Syam menyalahkan dirinya sendiri. Satu tangannya refleks terulur menyentuh pipi Syam.

"Ini bukan sepenuhnya salah Pak Syam. Kejadian sekarang ... biar jadi pelajaran untuk masa yang akan datang."

Bibir Syam perlahan tertarik membentuk senyuman manis. Ditatapnya dalam kedua netra sang istri dengan mata yang berkaca-kaca. Tisha menarik tangannya dari wajah Syam lantas tersenyum canggung.

Detik berikutnya, Tisha mengajukan pertanyaan lagi masih dengan ekspresi gugup. 

"Kalau ... suatu saat Pak Syam harus memilih antara aku atau Alif. Kira-kira ... siapa yang akan Pak Syam pilih?"

Syam cukup terkejut dengan pertanyaan kali ini. Tak biasanya Tisha membahas hal seperti sekarang.

Namun, Syam berusaha mengerti. Walaupun sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa yang Tisha dan Vanya bicarakan siang tadi. Syam harus menahan diri, mungkin nanti Tisha mau bercerita dengan sendirinya.

"Gak akan ada yang saya pilih. Karena kamu dan Alif, masing-masing punya ruang khusus di hati saya."

***

Tengah malam, Tisha dipaksa bangun dari tidur nyenyak. Belaian lembut di pipi kirinya sangat menganggu acara istirahatnya. Alhasil karena telinga mendengar bisikan-bisikan tapi belum terlihat wujudnya, Tisha membuka kelopak matanya perlahan-lahan.

Tisha berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya akibat lampu kamar yang menyala terang seluruhnya. Sosok yang pertama kali ia lihat adalah seorang lelaki berhidung mancung, beralis tebal, sorot matanya teduh, dan memiliki garis rahang yang tegas. Tidak lain dan tidak bukan, lelaki itu adalah Hisyam Al-Ghifari.

Syam masih menggunakan piyama tidurnya dengan lengkap. Satu tangannya membawa sebuah piring yang di atasnya terdapat lima cupcake dengan hiasan meses warna-warni.

"Ciee ... yang sekarang umurnya udah dua puluh dua," kata Syam bersuara rendah dibarengi senyum jahil.

Tisha menutup kelopak matanya dengan malas, lalu ia menarik selimut hingga menutupi wajah kucelnya.

"Pak Syam tahu, kan, saya tuh gak suka kalau ulang tahun saya diucapin apalagi dirayain?" ujar Tisha memastikan ingatan Syam tentang dirinya di balik selimut.

Kemarin Syam mengira bahwa Tisha sudah luluh dan mulai jatuh cinta dengannya karena menyebut dirinya 'aku' bukan 'saya'. Namun ternyata, hal manis itu hanya sementara.

Syam mengangguk dengan wajah lugu. "Tahu."

"Terus kenapa masih diucapin pake kue segala?"

Setelah berkata demikian, Tisha membuka selimutnya, lalu menatap Syam sinis. "Pak Syam kasih selamat karena bentar lagi umur saya habis?" lanjut perempuan itu.

"Saya gak ngasih selamat." Syam berucap dengan polosnya. "Saya lakuin ini karena mau ngingetin kamu, kalau umur kamu udah dua puluh dua."

"Terus kenapa?" Tisha bangkit dari tidurnya, duduk bersandar ke kepala ranjang sambil membenarkan kerudungnya yang pasti berantakan.

Syam menaruh piring melanin yang dibawanya ke atas nakas samping tempat tidur. Ia tersenyum melihat wajah bangun tidur istrinya.

"Emangnya di umur kamu ini, kamu gak mau bikinin adek buat Alif?"

Syam memang rajanya tukang modus!

Tisha menekuk wajahnya kesal, memukul lengan Syam yang duduk bersimpuh di sebelah kasur, dekat dengan posisi tidurnya tadi.

"Ngawur!"

Syam tertawa ngakak memandangi wajah masam istrinya. "Gak, kok, bercanda."

Selalu seperti itu.

Syam kemudian duduk di depan Tisha yang langsung bersila seolah sengaja memberi ruang untuk suaminya.

"Saya gak serius tadi bilangnya, takut kamu ngambek lagi kayak waktu itu." Syam menaik-turunkan alisnya sambil menyeringai.

"Pak Syam! Jangan diingetin lagi!" Tisha merengek memohon dengan tampang kesal dan malu yang bercampur menjadi satu.

Syam terkekeh geli, mengacak puncak kepala istrinya membuang kerudung instan itu berantakan. "Iya, enggak lagi."

Tisha yang terlanjur bangun tengah malam seperti sekarang menjadi bingung harus melakukan apa. Alhasil ia mengambil gelas lalu menuangkan air dari teko yang ada di atas nakas dan meminumnya.

Setelah itu, Tisha melirik ke arah cupcake yang terlihat menggiurkan. Tahu apa yang Tisha lakukan, Syam menyindir halus.

"Makan aja, My Queen. Itu saya beli emang khusus buat kamu."

Tisha pun tersenyum, tanpa ragu ia mengambil makanan manis tersebut kemudian mengamatinya sekilas.

"Kapan belinya?"

"Pas pulang kerja."

Kening Tisha berkerut samar. "Disimpen dimana? Kok saya gak tahu?"

"Rahasia," ucap Syam dengan ekspresi sok-nya.

Tisha berdecak, tapi ia bertanya lagi, "Beli dimana?"

"Baru kemarin Mama launching produk baru, salah satunya itu," terang Syam menunjuk cupcake di tangan Tisha dengan dagunya. Tatapan lelaki itu sama sekali tak lepas dari wajah Tisha yang selalu polosan tanpa sentuhan make up.

"Oh ya?"

Sudah lama rasanya Tisha tak mengunjungi Fathir Bakery karena disibukkan mengurus apartemen dan Alif. Bukan hanya itu, Alma juga lebih tegas dari sebelumnya dalam melarang Tisha bekerja lagi.

Syam mengangguk membenarkan. Selesai membaca basmalah di dalam hati, Tisha segera menyantap cupcake tersebut dari pinggir. Tanpa diduga, Syam ikut menggigit di bagian yang lain membuat wajah mereka hampir tak ada jarak sama sekali.

Tisha terbengong sampai matanya membulat terkejut. Seluruh badannya membeku di tempat. Makanya, Tisha kesulitan menjauhkan mulut dari kue berukuran kecil itu.

"Enak."

Berbeda dengan Syam yang justru terlihat santai mengunyah kue di posisinya semula. Mendengar gumaman tersebut, Tisha segera menormalkan mimik wajahnya lalu mengunyah sambil bersikap biasa-biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi.

"Hm, enak," ucap perempuan itu sama-sama setuju dengan pendapat Syam.

Tatkala ingin menyantap kembali, Tisha menyampingkan letak cupcake di tangannya seperti sengaja disembunyikan agar Syam tak menyerobotnya lagi. 

Syam yang mengetahui hal itu hanya menggeleng lucu, membiarkan Tisha dengan lahap menghabiskannya 

"Kamu makan kayak Alif, ya? Belepotan." Syam terkekeh memperhatikan istrinya.

"Hm? Mana?" kata perempuan itu dengan mulut yang terisi penuh.

Belum sempat tangan Tisha terangkat untuk mengusap, Syam lebih dulu mengelap sisa krim di ujung mulut Tisha menggunakan bibirnya.

Kejadiannya bergulir begitu cepat dalam satu kedipan mata.

"Manis. Tapi lebih manis istri saya."

Tisha merasa ingin meneriaki aksi nekat Syam, kalau tak ingat dimana ia berada sekarang.

***

Bersambung....

Astagfirullahaladzim, sangat tidak ramah bintang 1😔

Follow Instagram @wp.diaryalna
Jangan lupa tinggalin jejak ✨

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

64.9K 2.3K 50
FOLLOW DULU YA BESTIE, SEBELUM BACA !! Hatur nuhun :) Nadhira Chairunnisa, gadis dengan mata hazel, yang dibesarkan oleh kakeknya. Kecelakaan besar...
1M 47.7K 69
Apa jadinya perasaan kamu ketika menerima undangan pernikahan atas nama kekasihmu dengan perempuan lain. Yah inilah kenyataannya mas Zain akan meni...
1.2M 157K 42
[ Spiritual - Romance ] - Selesai (belum Revisi) Sequel Halalku (bisa dibaca terpisah) "Bantu Mawar ya, A. Mawar jauh dari kata baik. Sekarang, Mawar...
28K 3.2K 12
Kisah bahagia dari sepasang kekasih halal yang terpisah untuk bersama. Sedari awal kisah, mereka telah melewati begitu banyak masalah hingga akhirnya...