BRIANNA [Proses Revisi]

By saripahsaa

1.2M 138K 7.1K

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Setelah terbuka... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41

Chapter 29

17.8K 2.2K 185
By saripahsaa

***

"Kita sudah sampai".

Tak ada jawaban apapun, hanya terdengar dengkuran halus dari samping. Albern menoleh, rupanya gadis ini tertidur karena kelelahan. Albern tersenyum lembut, lalu tangannya bergerak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah cantiknya.

"Bahkan dalam keadaan tidurpun kau selalu cantik" Albern tak menampik jika dirinya selalu terpesona dengan keindahan dan tingkah laku gadis ini.

Dengan segera ia melepaskan sabuk pengamannya, keluar dari mobil. Mengangkat pelan tubuh mungil Brianna dalam gendongannya. Kemudian berjalan menuju mansion milik keluarga Brianna.

Albern masuk kedalam setelah dibukakan pintu oleh penjaga gerbang. Di depan rumah sudah ada bodyguard yang menjaga, melihat Brianna yang berada di gendongan Albern sontak bodyguard itu menatapnya dengan panik. Albern dengan cepat mengintruksikan untuk diam, bodyguard itu pun tak membantah karena dirinya tahu sosok dihadapannya bukan sembarang orang.

"Tolong panggilkan nyonya Liana" perintah Albern pada bodyguard itu dengan dingin.

Tanpa ba-bi-bu bodyguard itu mengangguk. Setelahnya ia masuk kedalam.

Sembari menunggu, Albern kembali memandangi wajah tenang Brianna dalam gendongannya. Sesekali tersenyum kecil saat Brianna mendusel kearah dada bidangnya mencari tempat nyaman.

"Tuan muda Albern" barulah Albern tersadar, dan melihat seseorang yang memanggilnya.

"Selamat malam nyonya Liana" sapa Albern datar.

"S-selamat malam tuan muda Albern" jawab Liana gugup.

"Just Albern" sejujurnya Albern risih karena terus saja di panggil tuan muda oleh orang lain.

"Ah ya, baiklah. Ada keperluan apa—"

"Tunggu. Apa yang terjadi dengan putriku?" tanya Liana panik saat dirinya melihat siapa yang berada dalam gendongan Albern.

"Dia hanya tertidur".

Syukurlah, Liana bernafas lega mendengarnya. "Terimakasih Albern karena sudah mengantarkan putri saya".

"John, tolong bawa baby Ann ke kamarnya" dengan cepat Albern menyela " Biar saya saja nyonya" ucap Albern dingin. Dirinya tak rela jika Brianna dalam gendongan pria lain.

"Eum, baiklah. John kamu tunjukkan kamarnya ya" bodyguard itu mengangguk patuh.

"Mari silahkan masuk Albern" Liana mempersilahkan Albern memasuki mansion. Albern hanya mengangguk saja.

Tak butuh waktu lama mereka akhirnya tiba dikamar Brianna. Aroma wangi lavender kini tercium dalam indra penciumannya, ternyata gadis ini memang maniac aroma yang klasik namun memabukkan. Sepertinya aroma ini akan menjadi aroma favoritnya sekarang.

Dengan hati-hati Albern membaringkan Brianna pada kasur king size, lalu menyingkirkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah cantiknya.

Albern menunduk mensejajarkan wajahnya dengan Brianna "Sleep well cantik" bisiknya pelan. Lalu mengecup keningnya lembut.

"Hanya sebentar lagi" ujarnya menatap Brianna dengan intens dengan perkataan yang hanya dimengerti olehnya saja.

Setelah itu beranjak dari kamar. Dan melihat Liana yang kini berdiri di ambang pintu menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

Liana menyungging senyum tipis "Sudah Albern?". Albern mengangguk sebagai respon.

"Saya duluan nyonya. Selamat malam" Albern menunduk sedikit sebagai tanda hormat, jika bukan karena ibunya Brianna ia tak akan sudi menundukkan kepalanya pada orang lain. Jangan salahkan dirinya, karena sejak dulu ia dilatih untuk tidak tunduk pada siapapun. Setelahnya Albern mengelos pergi.

"Selamat malam" jawab Liana lirih.

***

Brianna terusik dalam tidurnya karena mendengar suara deringan handphone yang ia letakkan di atas nakas. Tangannya meraih handphone tersebut dengan nyawa yang masih belum terkumpul, dengan segera ia menekan ikon hijau. Tanpa melihat nama kontak yang tertera di layar.

"Halo..." Panggil Brianna dengan suara serak khas bangun tidur.

"Morning sweetie" sapa seseorang di sebrang sana.

"Siapa?" tanyanya masih linglung.

Terdengar dari sebrang sana menaikan sedikit suaranya "Kau melupakan kakakmu ini sweetie?"

Brianna mengerutkan keningnya, saat melihat kembali layar ponselnya. Matanya langsung melotot. Astaga, ternyata yang menelpon itu Malvin. Kenapa dirinya bisa lupa sih "Maafkan aku kak, tadi aku sedang tidak fokus" ringisnya.

"Kau baru bangun tidur?" tanya Malvin heran.

"Iya" jawab Brianna jujur.

"Tidak biasanya kau bangun terlambat seperti ini" Malvin heran, karena biasanya Brianna akan bangun disaat fajar belum terlihat. Dan sekarang ia malah bangun terlambat yang bahkan hampir mendekati siang.

"Semalam aku mengerjakan tugas kak, itu sebabnya aku bangun terlambat" bohongnya. Tak mungkin kan dirinya mengatakan jika kemarin ia pergi berduaan dengan Albern apalagi tempatnya yang lumayan jauh dari pemukiman kota. Yang ada Malvin marah besar.

"Pantas saja kemarin malam kau tidak bisa dihubungi, lain kali jangan terlalu dipaksakan ya sweetie, tidak baik untuk kesehatanmu" tutur Malvin lembut.

Brianna meringis "Iya, kak".

"Yasudah, sekarang kau istirahat dengan cukup. Tidur lagi juga tidak apa-apa, asalkan imun tubuhmu merasa lebih baik lagi" Brianna hanya mengangguk saja.

"Ah ya, dua hari lagi kakak pulang. Ingin dibawakan sesuatu?"

Brianna menggeleng "Tidak usah kak, hanya dengan kembalinya kakak ke rumah itu sudah lebih dari cukup" ucapnya lembut.

Diseberang sana Malvin tersenyum simpul "Adik kesayangan kakak ternyata sudah dewasa ya" di akhiri dengan kekehan kecil. Padahal memang benar adanya jiwa Brianna di isi oleh orang dewasa yang bahkan umurnya lebih tua dari Malvin.

"Dan jangan lupa jika kau ingin pergi kemanapun harus hubungi kakak lebih dulu okay?" titah Malvin protektif.

"Iya" iyakan saja lah, toh jika ia membantah maka ada seribu kalimat yang Malvin ucapkan untuknya jika ia tak menurutinya.

"Okee kaka tutup, jaga dirimu baik-baik sweetie. See you soon"

"See you too kak".

Bip

Bunyi ponsel dimatikan. Brianna menghela nafasnya, matanya melirik kearah jam weker.

09.15

Ternyata sudah se siang itu, matanya pun sudah tidak mengantuk lagi. Mungkin karena asupan ceramah dari Malvin di pagi hari membuatnya tak mengantuk lagi. Kebetulan karena hari ini libur Brianna berencana untuk berjalan-jalan santai mencari udara segar, Cuacanya pun cukup mendukung hari ini. Baiklah sepertinya ia harus bersiap-siap sekarang.

Brianna telah siap dengan pakaian kasualnya, kemudian ia mengambil tas selempang nya. Setelah itu keluar dari kamar.

Selama berjalan menuju ruang bawah ia tak melihat Mommy nya atau pun Daddy nya sama sekali. Padahal ini kan hari libur, biasanya mereka sudah duduk di ruang keluarga bercengkrama bersama-sama.

"Kak bel dimana Mommy and Daddy?" tanya Brianna saat dirinya berpapasan dengan Bella.

"Kau sudah bangun Anna?"

"Iya, jadi dimana mereka?"

"Tuan dan nyonya sedang menghadiri jamuan kolega bisnisnya" jelas Bella.

"Kenapa mereka tidak memberitahuku?". Bella menghela nafasnya "Tadinya aku ingin membangunkan mu, tapi nyonya Liana menahanku katanya biarkan saja dia beristirahat seperti itu".

Brianna mengangguk paham "Hari ini aku ingin pergi keluar mencari udara segar".

"TANPA BODYGUARD" Brianna dengan cepat menyela saat Bella ingin mengatakan sesuatu.

"Please, kali ini saja. Aku ingin menikmati hari liburku dengan tenang tanpa di ikuti oleh siapapun" dengan wajah melasnya Brianna memohon pada Bella agar ia bebas dari gangguan para bodyguard yang selalu membuntutinya.

Bella mengusap wajahnya kasar "Baiklah, tapi janji kau tidak boleh lama. Sebelum petang kau harus sudah ada disini okay?"

Brianna mengangguk semangat "Okay". Dengan segera ia beranjak keluar.

"Hati-hati Anna".

Brianna mengangkat jari jempolnya, dan perlahan menghilang dari pandangan Bella.

Tak butuh waktu lama akhirnya ia bisa berjalan dengan bebas. Brianna kini tengah tersenyum, menikmati suasana bebas tanpa merasa di ikuti oleh siapapun. Walaupun masih ada beberapa orang yang memperhatikannya secara intens, namun Brianna tak ambil pusing. Selagi tidak menggangu ketenangannya itu tidak apa-apa.

Kakinya terhenti di sebuah toko supermarket. Karena tidak terbiasa berjalan kaki itu membuatnya merasa haus, dengan segera Brianna memasuki toko supermarket itu.

Saat ia memasuki toko, rasanya seperti flashback pada kehidupannya dulu saat dirinya menjadi Caitlin. Setiap bulannya ia selalu rutin mendatangi toko supermarket untuk membeli keperluan rumah. Sedangkan sekarang, jangankan ke supermarket keluar rumah saja tidak di izinkan jika tidak ada hal yang penting. Keluarganya memang terlalu protektif jika menyangkut dirinya apalagi Malvin, bocah itu jangan di tanya lagi he's to much for anything.

Brianna tersenyum karena menemukan minuman favoritnya, setelah itu ia berjalan menuju kearah kasir. Untungnya antrian kasir tidak penuh hanya terdapat beberapa orang saja.

"Ini kembaliannya tuan"

"Kau ambil saja" jawabnya dingin. Brianna mengerutkan keningnya saat ia mengenali siapa pemilik suara itu.

Barulah Brianna menoleh "Denzel?" panggil Brianna.

Denzel menoleh kebelakang karena merasa namanya terpanggil Denzel menoleh "Ya?" jawabnya datar.

"Kau belanja juga?" Brianna melihat barang bawaan Denzel yang terlihat banyak di tangannya.

"Seperti yang kau li—"

"Ekhem, maaf tuan nona di belakang masih ada banyak antrian. Jika ingin mengobrol tolong menyingkirlah" ujar pelanggan lain dari belakang.

Brianna gelagapan "Eh iya, maafkan aku. Eum, Denzel tunggu sebentar di luar tidak apa-apa?" Denzel mengangguk lalu mengelos pergi.

Setelah itu Brianna dengan cepat membayar minumannya pada kasir. Kemudian pergi menyusul Denzel yang kini menunggunya dengan badan yang ia senderkan pada motor sportnya.

"Maaf, kau menunggu lama?" Denzel menggeleng seolah berkata tidak.

"Omong-omong belanjaanmu banyak sekali, rutin bulanan ya?".

Denzel menggeleng "Bukan, ini untuk anak-anak jalanan". Brianna sedikit tertarik "Anak-anak jalanan?"

"Ya".

"Sekarang kau ingin pergi ke sana?" Denzel mengangguk sebagai respon.

"Eum... Bolehkah aku ikut?" tanya Brianna ragu.

Denzel menaikan satu alisnya "Kau yakin?".

"Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak" balas Denzel singkat.

Setelah itu ia mengambil helm dan memakainya. "Awas" Denzel meminta Brianna untuk menyingkir. Brianna menurut, ia memundurkan langkahnya menjauh dari motor Denzel.

Melihat Brianna hanya diam seperti patung, barulah Denzel bersuara "Kau tidak ingin naik?"

"A-aku?" tunjuknya pada diri sendiri.

Denzel memutar bola matanya. "Tapi aku memakai rok pendek" cicit Brianna.

Denzel menilai penampilan Brianna, kemudian ia berdecak. Kakinya berjalan mendekati Brianna, dan melepaskan jaketnya. Lalu di pasangkan pada tubuh mungil Brianna. Respon Brianna tentu saja diam terpaku, tak menyangka perlakuan Denzel yang biasanya dingin padanya kini melakukan hal seperti ini.

"Ayo" perkataan dingin Denzel menyadarkan lamunannya. Dengan cepat ia menaiki motor sport Denzel. Meninggalkan toko supermarket itu.

***

Haii semuanya.

Tumbenan bngt kan aku upnya cepet wkwk. Ga tauu deh soalnya emgg lagi mood ngetik aja.

Sengaja ceritanya aku gantung biar kalian makin penasaran hhee.

Jan lupa vote sm komennya yaa.

Babaiii.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

623K 42.9K 28
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."
111K 13.4K 13
[BUKAN TERJEMAHAN!] Deenevan Von Estera adalah Grand duke wilayah utara yang terkenal tertutup. Dia adalah pemeran antagonis dari cerita berjudul "Be...
1.8M 120K 70
Seorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yan...
302K 20.5K 22
Bagaimana jika kamu sedang tidur dengan nyaman, tiba tiba terbangun menjadi kembaran tidak identik antagonis?? Ngerinya adalah para tokoh malah tero...