MATE FROM THE DARK [END ✔️]

De Mangokornet

84.1K 7.8K 658

[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN KOMENT] ⚠️UNTUK DI BACA BUKAN DI TULIS ULANG ALIAS PLAGIAT. MIKIR ALUR SUSAH... Mais

CAST
P R O L O G
CHAPT 1
CHAPT 2
CHAPT 3
CHAPT 4
CHAPT 5
CHAPT 6
CHAPT 7
CHAPT 8
CHAPT 9
CHAPT 10
CHAPT 11
CHAPT 12
CHAPT 13
CHAPT 14
CHAPT 15
CHAPT 16
CHAPT 17
CHAPT 18
CHAPT 19
CHAPT 20
CHAPT 21
CHAPT 22
CHAPT 23
CHAPT 24
CHAPT 25
CHAPT 26
CHAPT 27
CHAPT 28
CHAPT 29
CHAPT 30
CHAPT 31
CHAPT 32
CHAPT 33
CHAPT 34
CHAPT 35
CHAPT 36
CHAPT 37
CHAPT 38
CHAPT 39
CHAPT 40
CHAPT 41
CHAPT 43
E P I L O G U E
EXTRA CHAPT-GODDESS OF THE HUNT
EXTRA CHAPT-EVONSHIELD BROTHERS
EXTRA CHAPT-DEATH PRISON
EXTRA CHAPT-BABY DRAKE
EXTRA CHAPT-HUNGRY BISTRO
THE SILENT KILLERS

CHAPT 42

1.9K 164 16
De Mangokornet


MATE FROM THE DARK


Hindari tanda 🔞 bagi yang underage.


Kemarin Drake pergi ke bawah untuk memintakan izin Rigel pada Dewa Gerard agar diperbolehkan naik ke daratan karena Yoshi mengadakan makan malam dan mengundang beberapa dewa yang dia kenal. Yoshi bahkan mengundang Nyx, Aragorn juga Athena.

Hasilnya sekarang laki-laki penguasa Sungai Styx itu sudah duduk di sofa ruang tengah kastil tiga bersama Harvey, Valerie, Josephine dan Draco.

Rigel duduk plonga-plongo karena orang lain pada sibuk sendiri. Valerie sibuk membaca buku sambil makan.

Sedangkan Harvey, Josephine dan Draco duduk lesehan di karpet bulu sambil menggambar.

"Har!" Rigel mulai bosan karena tak ada yang mengajaknya bicara.

"Harvey!"

Harvey menoleh sebentar, menaikkan sebelah alisnya sebelum kembali tenggelam dalam kegiatan menggambarnya dengan anak-anak.

"Harvey Stainlyeon!"

Laki-laki dengan mantel hijau botol itu mengeram rendah.

"Apa Rigel Owenclaws?" Harvey melempar tatapan tajam pada Rigel yang duduk di sofa.

"Bukankah Valerie semakin cantik sejak dia hamil?"

Harvey mengangkat pandangannya menatap Vale yang tak memperhatikan sekitar, sibuk dengan dunianya sendiri.

"Kau melihatnya cantik dari mana? Bahkan sejak tadi wajahnya tertutup buku," Harvey merotasikan matanya. Dia paham pasti Rigel asal nyeletuk karena tak ada yang mengajaknya melakukan kegiatan sejak tadi.

"Ya auranya. Terasa sekali, kan?"

"Aura apa?"

"Aura ibu hamil," kata Rigel

Laki-laki itu tak menyadari bahwa sejak dia mengatakan Valerie cantik, si pawangnya udah di belakang dia. Drake diam, membiarkan sampai mana Rigel berani membicarakan Valerie.

Lalu secara tak sengaja mata Harvey melirik ke arah belakang tubuh Rigel. Laki-laki itu tersenyum tipis misterius membuat Rigel menatapnya curiga.

"Lebih baik kau diam saja jika nanti malam masih ingin melamun di dermaga," kata Harvey, kemudian dia kembali dengan kegiatan menggambarnya yang sempat tertunda.

"Vale!" Rigel memanggil Valerie, dia benar-benar bosan. Saking bosannya sampai berani menantang maut.

Vale menurunkan buku yang menutupi wajahnya sejak tadi, gadis itu melempar tatapan tanya pada Rigel.

Rigel langsung menepuki punggung Harvey begitu Vale menurunkan bukunya.

"Lihat! Lihat Valerie. Sangat cantik, kan?" Kata Rigel pada Harvey

Harvey menanggapinya dengan anggukan asal.

"Apa kau ini," ujar Vale menatap Rigel aneh.

Drake mulai kehabisan rasa sabar, dia langsung mencengkeram belakang leher Rigel dengan sebelah tangannya. Lelaki itu lantas merendahkan tubuhnya, berbisik di sebelah telinga Rigel.

"Mau di keluarkan dari ubun-ubun atau jantung?"

Suara rendah nan berat itu seketika membuat bulu kuduk Rigel meremang. Dia menoleh sedikit lalu nyengir kaku.

"Apa, Drake?"

"Jiwamu!" Tekan Drake seraya mengeratkan cengkraman tangannya.

Rigel tertawa pelan "aku hanya bercanda. Lagipula bukankah itu sebuah pujian, Drake? Kau juga setuju kan kalau Valerie memang terlihat lebih cantik sekarang?"

"Vale tidak butuh pujian dari orang lain. Hanya aku yang boleh memujinya. Apakah itu urusanmu? Dia lebih cantik atau tidak," ujarnya, Rigel makin panas dingin di tempat.

"Mampus," Harvey bergumam "nyari perkara sih." Lanjutnya

"Baiklah baiklah. Aku minta maaf, sekarang lepaskan leherku, Drake. Kau ingin mematahkannya?"

"Kalau iya kenapa? Kau tidak terima?"

Rigel gemetar takut, dia langsung menyesali celetukannya. "Vale! Bantu aku,"

Gadis itu hanya menaikkan kedua alisnya "tidak mau!" Dia lantas beranjak pergi dari sana tanpa mempedulikan suasana yang makin panas.

"Ayo, Drake jangan seperti ini."

"Kau yang memulainya," Drake membalas

"Oh astaga," Rigel mulai pasrah karena semakin lama cengkraman tangan Drake di lehernya makin erat.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi, Drake. Maaf, aku minta maaf."

Drake menyipitkan matanya, dia kemudian menghempaskan Rigel kuat sampai laki-laki itu tersungkur ke bawah menubruk Harvey dan Draco.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah nyusruk diomeli pula sama Harvey dan Draco. Rigel hanya bisa menghela napas pasrah. Sedangkan, Drake melenggang pergi usai membuat lehernya kram.

******

🔞 Area slebew 🔞

Pakaian hitam lelaki itu terlihat kontras dengan tempatnya berpijak sekarang. Salju ada di mana-mana. Drake berdiri menatap bangunan megah di hadapannya.

Dia baru saja selesai mengikuti acara makam malam. Valerie tadi ikut, hanya saja dia kembali ke kastil lebih awal karena perutnya tidak enak. Ngomong-ngomong Vale sudah bertemu dengan Athena, dan Athena senang mendengar kabar bahwa Vale tengah hamil sekarang. Athena bahkan memberikan hadiah kalung mewah untuk Vale.

Puas menatap bangunan kastil tiga, Drake melangkah masuk. Suasana sangat hening begitu kakinya menyentuh lantai marmer ruang depan.

Dia menghela napas lirih kemudian langsung pergi ke kamar Vale. Dia buka perlahan pintunya, matanya menangkap pemandangan indah. Vale tidur membelakangi pintu, tapi bukan itu yang membuat Drake gemas. Melainkan setelan gaun putih tipis yang Vale kenakan. Drake bisa melihat seindah apa tubuh Vale di balik gaun tidur itu.

Drake melangkah masuk, mengunci pintu, melepas mantel hitamnya kemudian naik ke ranjang. Dia menyusupkan sebelah tangannya ke bawah leher Valerie. Lalu, sebelah tangannya lagi mengusap-usap perut Vale.

Drake mendekatkan kepalanya, menghirup aroma lily dari belakang leher Vale. Tangannya berpindah, menyingkirkan rambut Vale lantas menurunkan gaunnya hingga bahunya terlihat.

Lelaki itu melancarkan aksinya, diciuminya bahu Vale. Menghirup aroma tubuh Valerie Drake makin terbakar gairah, dia melepaskan nafasnya tepat di telinga Vale. Seketika, gadis itu menggeliatkan tubuhnya sambil bergumam sesuatu.

"Sayang!" Drake berbisik seduktif "kau bangun?"

"Hmm," gumam Vale

Drake menyeringai tipis, tangannya berpindah lagi. Menyusup masuk ke dalam gaun Vale, meremas lembut dada gadis itu. Payudara Vale jauh lebih besar dari sebelum hamil. Biasanya pas di tangan Drake, sekarang tidak lagi.

Beberapa hari yang lalu Vale bilang kalau jarang memakai bra lagi karena sudah tidak ada yang muat. Jadi, dia hanya memakai kain khusus yang besar kecilnya bisa diatur. Dan kalau pergi tidur dia tak memakai kain tersebut. Vale merasa sesak juga kesulitan bernafas.

Gadis itu membuka matanya, tapi tak mau berbalik badan. Dia menikmati sentuhan Drake dari belakang. Vale membiarkan tangan Drake masuk ke celananya hingga akhirnya menyelak ke dalam organ intimnya. Lelaki itu bahkan menahan kaki Vale agar terbuka menggunakan sebelah kakinya. Dengan begitu Drake bisa lebih leluasa memainkannya.

Vale mendongakkan kepala, lenguhan-lenguhan lirih mulai terdengar bersamaan dengan bisikkan Drake meminta izin agar naganya diperbolehkan pulang ke sarangnya.

Drake makin gencar memberi rangsangan di leher Vale begitu mendapat izin dari gadis itu.

"Drake!"

"Ya, sayang." Drake membalik tubuh Vale secara perlahan, wajah gadis itu memerah, matanya juga sayu. Bukan sayu karena habis bangun tidur. Melainkan menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar sentuhan menyiksa ini.

Dia lantas membantu Vale menanggalkan pakaiannya, begitu juga dengan Drake sendiri langsung melucuti semua kain yang menempel di badannya. Tak butuh waktu lama, dua makhluk immortal itu telah sepenuhnya naked.

Drake membimbing Vale naik ke badannya, tak ada habisnya Drake memandangi Vale dari bawah. Valerie naked dan perut buncitnya, wah... Itu adalah kombinasi yang lebih memabukkan dari alkohol buatan Nayuta.

Usai memasukkan milik Drake ke dalam, Vale mulai bergerak naik turun secara perlahan. Tangan Drake berada di pinggang Vale membantunya bergerak.

Vale tak pernah berada di atas, ternyata dengan posisi seperti ini milik Drake terasa sangat dalam menusuk miliknya. Dan Drake juga merasakan hal yang sama.

Gerakannya memang lambat mengingat Vale sedang hamil sekarang. Tapi hal itu sama sekali tak mengurangi nikmatnya service yang Vale berikan.

Drake menahan desahannya agar tetap membuka mata dan bisa menatap Vale terus. Dia membiarkan Vale memimpin serta mencari kenikmatan sendiri. Sesekali tangan Drake meremas pantat dan payudara Vale secara bergantian.

Menyadari ada sesuatu aneh, Vale menyibak rambutnya kemudian membuka mata. Menatap Drake yang juga tengah memandangnya tanpa jeda.

"Terlalu pelan, ya?" Tanya Vale 

Drake menggeleng ringan "tidak. Aku menikmatinya,"

"Lalu kenapa kau tidak bersuara?"

"Kalau aku mendesah aku pasti memejamkan mata, lalu aku tidak melihatmu yang indah ini." Tangan Drake terulur, mengusap titik keringat di kening Vale.

"Kau lelah? Ayo bergantian kalau lelah," ujar Drake, suara seraknya memang tak bisa berbohong bahwa dia amat bergairah.

Gadis itu mengangguk malu, Drake membalasnya dengan senyuman tipis. Ia membalikan posisi tanpa melepas penyatuannya.

"Seperti biasa," Drake mengingatkan Vale sebelum mulai menggerakkan pinggulnya.

"Mencakar punggungmu, kan?"

Awalnya Drake bergerak pelan, masih ingat bahwa Vale sedang hamil. Tapi, begitu rasa nikmat itu membungkus logikanya, ia mulai bergerak tak beraturan. Dada Vale sampai bergoyang-goyang, seperti menggoda Drake untuk melahapnya.

Bukan Drake kalau tidak tergoda dengan dada, lelaki itu langsung merunduk. Melumat sebelah puting Vale seperti bayi kelaparan.

Desahan Vale makin menjadi-jadi kala dua titik sensitif di tubuhnya mendapat serangan bertubi-tubi. Vale merenggangkan tangan, kuku panjangnya muncul dan langsung dia gunakan untuk mencakar punggung Drake begitu pelepasan tiba.

Karena suara Vale sangat ribut, Drake membungkamnya dengan ciuman. Memasukkan lidahnya ke dalam dan mengajak Vale bergelung.

Desahan Vale mereda disusul tubuhnya yang melemas, nafasnya memburu tak karuan. Jantungnya berdebar-debar. Drake, memang tak pernah gagal membuatnya merasakan senikmat apa orgasme.

Drake melepas pagutan, ia menghujani wajah Vale dengan kecupan ringan.

"Cakarannya makin dalam, ya?"

"Maaf," Vale membalas lirih, matanya masih terpejam menikmati sisa orgasme yang masih berlangsung.

Memastikan Vale usai dengan pelepasannya, Drake mulai bergerak lagi. Dia juga turut mengejar pelepasannya.

Drake tidak mengeluarkannya di dalam, beberapa hari yang lalu Yoshi memberitahu jika istri sedang hamil bila sedang berhubungan, suami tidak boleh mengeluarkan spermanya di dalam karena dapat memicu kontraksi.

Drake memang jarang mendengar nasihat orang, tapi kali ini dia mengingatnya karena tak ingin terjadi apa-apa dengan Vale juga bayinya.

Setengah jam berlalu mereka berdua telah usai dengan kegiatan menggerahkan di tengah musim dingin. Drake mendekap Vale di balik selimut, kemudian bersamaan pergi ke alam bawah sadar. 

*******

Hari H melahirkan

Usai mendapat telepati dari Lucia yang mengatakan bahwa Vale segera melahirkan, Drake bergegas meninggalkan kastil ayahnya menuju istana.

Kastil tiga sangat ramai saat Drake datang, Drake melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju kamar. Dia menyelak beberapa orang yang berdiri di ambang pintu.

Lucia mengangkat pandangan menyadari kedatangan Drake. Lelaki itu mengendikkan kepalanya memberi kode pada Lucia untuk menyingkir dari sana.

"Suamimu datang," Lucia berbisik pelan pada Vale. Gadis itu menggeser netranya mengikuti pergerakan Drake.

Lucia langsung menyingkir, membiarkan Drake duduk di tempatnya tadi.

Di pojok kamar ada Josephine dan Draco yang saling berpegangan tangan ikut tegang melihat Vale. Sephine tak berani mendekat.

"Sayang!" Drake berbisik rendah tepat di samping telinga Vale. "lakukan seperti kau melahirkan Sephine dulu. Jangan takut, aku akan di sini. Menemanimu sampai mendengar suara tangisan bayi kita,"

"Draco! Apa mommyku akan baik-baik saja? Dia tampak kesakitan, aku khawatir melihatnya." Sephine menoleh pada laki-laki berambut perak yang sejak tadi menggeggam tangannya, raut wajahnya terlihat sangat gusar.

Draco menoleh, dia mengusap wajah Sephine dengan jemarinya kemudian mengangguk. "kau lihat ada Drake di sampingnya. Dia tak akan membiarkan mommymu kesakitan,"

Sephine kembali memperhatikan Vale.

"Bawa Sephine keluar. Aku tak tega melihatnya khawatir,"

Tanpa menjawab telepati kakaknya, Draco langsung membawa Sephine keluar dari kamar.

Dokter Harris akan membantu Vale melahirkan.

Membicarakan soal Dokter Harris, lelaki itu mendapat setitik darah Lucia agar bisa hidup abadi. Lucia membaginya sebagai hadiah atas pengabdian Dokter Harris pada keluarga kerajaan.

"Drake!" Vale merintih, tangannya meremat-remat bed cover menyalurkan rasa sakitnya yang amat sangat.

"Ya, aku di sini. Kau membutuhkan sesuatu?"

Vale menggeleng lemah, dia lantas memiringkan tubuhnya. Dokter Harris bilang pembukaan belum sepenuhnya, kira-kira butuh waktu satu jam lagi sampai pembukaan sepuluh.

Tangan Drake terulur, mengusap-usap pinggang Vale membantu meredakan sakitnya.

"Apa aku akan melahirkan bayi naga? Ini lebih sakit dari melahirkan bayi kembar," kata Vale pelan

"Bayi naga? Itu tidak mungkin," Drake terkekeh

Satu jam berlalu, Dokter Harris memeriksa lagi pembukaan Vale. Pria itu tersenyum ketika melihat sedikit kepala bayi Vale di dalam sana. Setelah itu, Dokter Harris memberi instruksi pada Vale untuk menempatkan badannya senyaman mungkin. Juga mengikuti semua arahannya.

"Kau dengarkan apa kata Dokter Harris?" Tanya Drake

"Jangan mengejan jika tidak disuruh. Dengar, Vale?"

"Dengar, yang!" Vale membalas frustasi saking sakitnya perut.

Dokter Harris menatap Drake, memberi kode bahwa persalinan akan segera dimulai.

"Sayang, dengar semua arahan Dokter Harris. Okey? Sebentar lagi kita akan bertemu dengan bayi kita. Kalau sakit, lihat aku saja."

"Melihatmu hanya membuat perutku bertambah sakit," Vale memalingkan wajahnya.

"Valerie!" Panggil Dokter Harris

Vale menoleh, "ya, dokter."

"Kalau saya tidak memberi instruksi jangan mengejan, ya?"

Vale mengangguk lalu kembali menoleh pada Drake yang setia menggeggam tangannya seolah tengah menyalurkan tenaga.

"Drake!"

"Ya,"

"Aku tidak suka banyak orang di sini, aku hanya ingin ada kau, Dokter Harris dan satu asisten saja."

"Baik aku akan mengusir mereka." Drake mengangkat pandangannya, menatap Lucia.

Lucia yang paham langsung membawa semua orang keluar dari ruangan itu. Mereka menunggu di ruang tengah dengan rasa khawatir.

Setelah itu, proses bersalin dimulai. Vale mengejan, mendorong kepala bayinya untuk keluar.

Drake menahan napas seraya terus menggenggan sebelah tangan Vale dengan dua tangannya.

"Eegnnhh... Sakittt," seru Vale

"Huufftt.... Perutku ikut sakit," gumam Drake.

"Ayo sedikit lagi, Vale!" Kata Dokter Harris "kepalanya sudah keluar,"

Mata Vale membola mendengarnya, hal itu sedikit menambah semangatnya.

"Kau pasti bisa" Drake berbisik, tangannya terangkat menyingkirkan rambut Vale dari wajahnya. Lalu dia membelainya lembut, Drake juga membisikkan kata-kata romantis hingga sempat membuat Vale tertawa pelan karena Vale geli mendengarnya.

"Terakhir, dorong sekuat mungkin." Dokter Harris memberi arahan.

Saat itu juga, Drake menggeggam kuat tangan Vale sambil memejamkan mata. Dia merapalkan sebuah mantra lalu meniupkannya ke wajah Vale. Bersamaan dengan itu, terdengar suara tangisan bayi memecah suasana tegang di kamar selama dua jam ke belakang.

Bayi keluar dalam keadaan bersih, tak terlalu banyak darah di badannya hingga bisa langsung diberikan pada Vale.

Dokter Harris meletakkan bayi tadi di badan Valerie yang tak terbungkus kain apapun selain selembar selimut tipis.

Vale memejamkan mata, menghela napas panjang-panjang. Dia merasakan detak jantung bayinya beradu dengan debaran jantungnya yang menggila habis melahirkan.

"Hangat," lirih Vale membuat Drake mendekat.

Mendengar suara tangisan bayi, Lucia dan Yoshi langsung masuk ke kamar. Sedangkan Allen, Liana, Elio, Draco juga Josephine masih menunggu di luar.

Lebih baik telat melihat bayi dari pada diomelin sama yang punya bayi.

Beberapa menit bayi itu berada di dada Vale kemudian berpindah ke badan Drake. Lucia yang membantu Drake menempelkan bayi tadi ke badannya. Drake mana mau disentuh sama orang lain, meskipun itu Dokter Harris.

Drake memperhatikan anaknya dalam diam. Rambutnya hitam mirip Drake, alisnya tebal seperti Drake, hidungnya mancung hasil sumbangan Drake. Bahkan ada simbol naga di lengan kecilnya. Warnanya masih samar-samar hampir tak terlihat jika tidak diperhatikan benar-benar. Bahkan bayi laki-laki itu mewarisi seratus persen darah Dewa dari Drake.

Sepertinya Valerie gak kebagian apa-apa selain susahnya membawa di dalam perut selama tiga bulan.

"Hai!" Mata Drake berbinar terang untuk pertama kalinya sejak kebangkitan makhluk bernama Hydra.

"Sean Evonshield,"

******

"Drake! Ouh kenapa aku memanggil namaku sendiri," Drake menggeleng "Draco!"

"Huh Gerard sangat tidak kreatif dalam membuat nama. Kenapa harus Drake dan Draco, kenapa tidak Drake dan Ryuu kalau memang ingin sama-sama naga," Drake menggerutu menyalahkan ayahnya.

Drake baru aja dari kamar Vale, ngerecokin istrinya itu nyusuin Sean.

Mendengar suara kakaknya, Draco menoleh.

"Kau menyukai anakku, kan?" Drake datang langsung menyenggol bahu Draco sampai anak itu oleng ke samping dan hampir nyusruk.

Drake memiliki tinggi seratus delapan puluh lima dengan berat tujuh puluh enam kilogram. Sedangkan tinggi Draco hanya seratus tujuh puluh dengan berat badan lima puluh delapan kilogram. Tentu saja dia terhempas.

"Ouh..." Draco mengeram rendah "apa kau ini,"

Drake merendahkan tubuhnya "kau menyukai anakku, kan?" Ulangnya, matanya melirik ke arah Josephine yang tengah membuat boneka salju dengan Thala.

"Anakmu yang mana?"

"Tentu saja Josephine. Memang kau suka dengan Sean?"

"Tidak," sanggah Draco seraya memalingkan wajahnya

Drake terkekeh "mulut memang bilang tidak. Tapi mata dan simbol kematian di dahi sama sekali tidak bisa berbohong,"

"Kau tentu tahu kan bahwa mata adalah bagian tubuh yang tidak bisa berbohong? Simbol kematian di dahimu juga berkedip setiap kali kau berdekatan dengan Sephine. Kau pikir aku tidak tahu?"

"Tapi Sephine tidak menyukaimu, ya?" Kata Drake dengan nada mengejek.

Draco menoleh, melempar tatapan menusuk pada kakaknya yang baru saja resmi menyandang status sebagai bapak dua anak.

"Tatapanmu semakin mempertegas bahwa kau menyukainya,"

"Jangan sok tau!" Sebut Draco

Drake mengangkat kedua bahunya, dia menegakkan badan sambil mengantongi kedua tangannya di saku mantel.

"Pada nyatanya aku memang tahu. Kau berusaha menyembunyikan setiap kali simbol itu menyala."

"Ya. Ya," Drake mengangguk "kau bisa menyembunyikan hal itu dari Eleanor, Yoshi, Liana, Allen, Elio, Valerie atau bahkan mother. Tapi kau tak bisa menyembunyikannya dari makhluk bernama Drake Evonshield," 

Draco menghela napas pasrah "lalu aku harus bagaimana?" Laki-laki itu mengarahkan netranya pada Josephine yang masih asyik membuat boneka salju.

"Perlu ku mintakan benang takdir pada Arthur?" Tawar Drake menoleh sekilas pada sang adik.

"Tidak perlu," Draco menggeleng

"Memang ada laki-laki lain yang menarik hati Sephine? Sampai dia mengabaikan adikku yang ganteng ini?" Drake merangkul Draco erat sampai anak itu merasa sesak napas.

"Ada." Akhirnya Draco pasrah dirangkul sama kakaknya yang mirip titan ini.

"Wow!" Drake terkejut "siapa?"

"Dia bersekolah di akademi militer. Tapi kembarannya adalah teman sekelas Sephine."

"Laki-laki itu bernama Julian, sedangkan adik kembarnya adalah Alice." Tutur Draco

"Lalu bagaimana bisa Sephine bertemu dengan Julian Julian itu?"

Draco menghela napas sebelum menjelaskan "Julian selalu datang menjemput Alice tiap akhir pekan. Kita pernah pulang sekolah bersama karena ternyata mereka tinggal di Northern Hill juga,"

Drake menganggukkan kepalanya "lantas kau sudah menyerah begitu saja?"

"Tidak!" Draco menggeleng cepat anak itu kemudian mendongak, menatap manik hitam kakaknya "bukankah yang ada sejak awal selalu menjadi pemenang, Drake? Seperti kau,"

Drake juga menatap manik silver adiknya. Jalan yang Drake tempuh tentu tak bisa diikuti oleh orang lain sekalipun itu saudaranya.

Lelaki itu menggeleng "tidak semua. Yoshi contohnya. Dia tidak ada sejak Eleanor kecil. Eleanor bahkan tumbuh bersama cinta pertamanya yang kandas. Dia bernama Aaron,"

"Tapi Yoshi menjadi akhir dari kisah cinta Eleanor. Kau tidak bisa mengcopy jalan hidupku, Co. Apa kisah kita terdengar sama?"

Drake mengangguk "mungkin saja sama. Namun, tak semuanya akan berakhir mirip seperti yang kau lihat dariku."

"Jika kau memang menyukai Josephine, kejar jangan diam aja. Kau tidak memiliki benang takdir, atau bahkan jalan hidupmu ke depannya belum ditulis oleh Arthur. Kau tidak bisa bersantai sepertiku," 

"Kisahmu memiliki dua kemungkinan di sini," ujar Drake

"Yang ada sejak awal akan menjadi pemenang sepertiku atau," lelaki itu menjeda, menatap Draco dalam-dalam.

"Atau yang bernama Julian itu akan menjadi akhir seperti Yoshi. Kita tidak tahu," Drake menggeleng

"Aku lemah dalam urusan meraba jalan hidup, karena Arthur berkuasa akan itu semua. Tentu dia tak ingin Dewa lain tahu terlebih dahulu tentang takdirnya,"

Hening melanda keduanya sampai beberapa saat lamanya. Tiba-tiba Drake penasaran akan sesuatu. Lalu dia bertanya.

"Apakah yang bernama Julian itu manusia biasa?"

Seketika, Draco melerai pelukan. Dia berdiri menghadap Drake. Menatap obsidian gelap itu dengan pandangan sulit diartikan. Bahkan Drake merasakan desiran darah ketika sang adik menatapnya sedemikian rupa.

Debaran tak nyaman langsung hinggap di jantung Drake menunggu jawaban dari Draco.

Draco menggeleng samar "Dia adalah anak dari Dewa Perang dan Dewi Kecantikan. Aragorn dan Aphrodite."

******

TBC

SEE YOU IN LAST CHAPT....

GAK KERASA WOYY UDAH MAU ENDING AJA NIH CERITA RUWET... GIMANA? KALIAN ENJOY KAN

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.

.....












Annyeonghasaeyo Sean imnida

Continue lendo

Você também vai gostar

557K 37.3K 44
menikah dengan duke Arviant adalah hal yang paling Selena syukuri sepanjang hidupnya, ia bahkan melakukan segala cara demi bisa di lirik oleh Duke Ar...
80.7K 6.6K 182
Judul :穿成炮灰后我成了综艺团宠 Penulis:噤非 Chap : 182 (169 chap + 13 Ekstra) An Rao masuk ke dalam sebuah buku tentang industri hiburan dan menjadi i...
1.1M 103K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
3.6M 352K 94
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...