Danum Senja

By aldinawa

16.4K 3.1K 3.7K

"Kalau kemarin aku nggak bangun lagi, mungkin itu bakal jadi kado paling indah buat ulang tahun ayah." Singka... More

01 - Awalan.
02 - Pangeran Roti Sobek
03 - Sadar
04 - Apes
05 - Siapa yang Modus?
06 - Harusnya Gimana?
07 - Tunggu Sampai Pulang?
08 - Secepatnya
09- Mabuk Ketan?
10 - Nggak Usah Manja
11 - Kenapa Nggak Coba?
12 - Kalau Sama Terus Apa?
13 - Janji dan Maaf
14 - Capek
15 - Him
16 - Beruntung Bertemu
17 - Better Than What?
18 - Kita Nanti
20 - Foto Keluarga
21 - Janji Lagi
22 - Salah Ku
23 - Benci Sekali
24 - Selamat Ulang Tahun
25 - Gagal Dirayakan
26 - Jangan Dulu Mati
27 - Bagaimana Rasanya Dunia Tanpa Dia

19 - Second Chance

373 79 31
By aldinawa

•••••

"Senja itu semestanya Nathan."

-Nathan Immanuel

•••••


Lebih dari dua kali dua puluh empat jam, Nathan tidak menginjakan kaki ke rumah. Dan siapa yang jauh lebih cerewet? Justru Arka, iya, Arka.

"PULANG KE RUMAH LO SEKARANG, NATHAN!!"

Nathan Immanuel Maheswara tersentak. Hampir limbung karena Arka yang menolak kedatangannya dengan teriakan lebih dari delapan oktaf. Wah, sahabatnya terlihat lebih garang dari sang bunda.

"Sabar, Ka. Semua ini bisa dibicarakan baik-baik." kilah Nathan sambil berjalan mundur sebab Arka memblokir jalannya.

Cowok dengan setelan kaos dan celana sepaha itu tampak tak main-main, dia betulan marah sepertinya.

"Sekarang tuh cewek lebih penting dari bunda?" Nathan meneguk ludah susah payah, dia memang salah kali ini. "Nggak, bunda tetep prioritas gue."

Decakan sinis lolos dari bibir Arka. Cowok itu melangkah masuk ke dalam rumah, disusul Nathan dengan langkah kecil.  Si pemilik rumah memilih tempat didekat meja makan, meneguk segelas air dingin untuk meredakan marahnya.

"Nggak cape juga lo ngurusin cewek nggak jelas itu? " Senja terus saja dipanggil begitu olehnya. "Senja jelas, Ka. Jangan gitu nyebutnya."

Jawaban dari Nathan benar-benar membuat hatinya kesal. "Lo bikin dua tindakan bodoh dalam dua hari,"

Dia tak berani menyela. Mendengar dengan seksama apa yang akan Arka katakan kali ini. "Pertama, lo nggak pulang sama sekali, selama dua hari."

"Kedua, lo bayar cewek itu dari club."

Nathan menautkan kedua alisnya. Kebingungan, bagaimana cowok itu bisa tau? Sedangkan tak ada pihak lain yang terlibat saat pembayaran kemarin. Kecuali, anak buah suruhannya.

"Njir, bapak bapak cepu!" desis tuan muda keluarga Maheswara sambil menunduk kecil. "Jangan sampai papa tau, Ka."

Bibir Arka kelu. Masih heran dimana letak otak manusia itu, "Nathan... "

"Iya?" sahutnya dengan senyum samar.

"Kenapa?" dia kembali bertanya, sedikit menyudutkan.

"Karena gue sayang Senja---"

"Karena lo sayang Senja."

Kata keduanya bersamaan. Ekspresi yang berbeda dan intonasi yang sangat bertolak belakang.

Arka berdecak sebal untuk yang kesekian kalinya. Menampar pelan wajah cowok berkalung salib didepannya dengan geram.

"Lima puluh juta?!" gelengan kuat sebab tak paham Arka lakukan. Ditatap wajah sahabat bodohnya dengan sisa sabar yang ada. "Lo terlalu berlebihan buat yang ini,"

"Sadar! Kurangin porsi cinta lo buat dia. Perpisahan itu bakal datang, Nath. Entah karena lo capek berjuang sendirian atau dia yang terlambat buat sadar."

"Peran lo sekarang itu sebatas mencintai bukan dicintai." tandasnya diakhir.

Satu tamparan kembali Nathan rasakan. Bukan dari tangan kekar Arka, tapi dari fakta yang ada. Menyedihkan memang.

"Nanti juga dicintai. Tunggu aja." Terlalu percaya diri? Biarkan saja. Nanti juga tau rasanya ditolak realita.

Cinta itu butuh usaha, butuh uang juga, konon. Jadi, kalau belum kaya nggak usah kenal cinta dulu.

•••••

"Nuel...,"

Pelukan hangat yang tak pernah mendapatkan tandingan. Dewi, ibunda Nathan mendekap sang putra lebih kencang. "El, kemana aja kamu?!"

Cowok itu menggoyang goyangkan wanita paruh baya yang hampir menangis sebab terlalu khawatir.

"Maaf, Bunda." katanya sambil mengurai pelukan. "Nathan udah pulang. Nggak kenapa-napa juga."

Dewi memukul lengan Nathan main-main. Kesal dengan sikap putra semata wayangnya yang menjengkelkan.

"Kemana aja? Bunda sama sekali nggak kamu kabarin, kita khawatir."

Ibu anak itu menoleh bersamaan. Menemukan Dirga yang berjalan mendekat kearah mereka dengan muka datar yang nampak tak bersahabat.

Bohong jika Nathan biasa aja, dia takut sebenarnya. Tapi sadar juga akan kesalahan.

"Pa---" Dirga menepis, menolak uluran tangan sang putra untuk menyalaminya.

"Anak siapa kamu?" tanya laki-laki berusia lima puluhan itu. "Anak bunda sama papa."

Dewi yang ada diantara keduanya nampak waspada. Mengamati suami dan anak yang masih saling tatap. "Siapa nama kamu?" Nathan menunduk, menghindari kontak mata dengan papanya.

"Nathan Immanuel Maheswara," jawab remaja itu terdengar cukup lantang.

"Kamu pakai nama keluarga saya, Nuel." suara Dirga memelan tapi tidak menyurutkan ketakutan Nathan kali ini.

"Keluarga saya punya aturan. Kalau mau hidup bebas tinggal sendiri, hidupi diri kamu sendiri dan saya tidak akan melarang apalagi menghukum kamu." begini jika dia sudah berhasil membuat suami bundanya marah. Cara bicara Dirga berubah jika sedang serius, membuat siapapun jauh lebih segan kepadanya.

"Nathan salah. Papa boleh marah, mau hukum sekarang juga nggak papa."

Demi siapa dia begini? Demi gadis kesukaannya yang masih belum menyukainya. Miris.

"Sekarang saya minta kamu jujur." Nathan mengangkat kepalanya. Menatap laki-laki dengan kemeja pendek coklat yang masih berdiri gagah, "Apa yang Arka bilang benar, El?"

Remaja itu memejamkan mata. Jika sudah membawa nama Arka, sudah pasti bisa ditebak arahnya kemana.

"Bukan, dan kayaknya nggak perlu melibatkan orang lain disini. Nathan salah, ini salah Nathan sepenuhnya."

Lagi, Dewi menatap mereka bergantian. Menggeleng pelan kearah suaminya. Seolah melarang untuk bicara lebih jauh.

"Cinta itu ada baik buruknya. Kalau orang yang kamu suka bawa pengaruh negatif seperti ini, dia bukan perempuan yang layak kamu perjuangkan." tak ada jawaban, Nathan diam tanpa melakukan pembelaan.

"Kamu harus tau caranya pilih-pilih, bukan asal mengatasnamakan cinta. Lihat latar belakangnya, pastikan dia anak keluarga baik-baik." sambung Dirga yang langsung mendapat reaksi dari sang putra.

Tatapan Nathan menyipit, dengan kedua alis yang nyaris menyatu. "Pah, udah."

Satu satunya wanita disana dibuat panik. Dewi berdiri diantara anak dan suaminya dengan terburu. "Arka emang nggak suka sama cewek yang lagi deket sama Nathan. Tapi bukan berarti apa yang dia bilang tentang Senja benar, Pah."

"Arka bicara berdasarkan fakta, El."

"Nuel udah, dengerin bunda."

Nathan menggeleng kuat, dia sudah tidak tahan mendengarnya. "Jangan panggil aku pakai nama itu!"

Orang tuanya terkejut. Tak menyangka Nathan meninggikan suaranya pada mereka. Meski tau jika itu terjadi tanpa sengaja.

Ingatannya kembali pada masa dimana dia membenci semua tentang tahun itu. Dadanya naik turun dengan mata memerah, semua berkecamuk sebab didorong dengan hal-hal yang berkaitan.

Nathan membenci dirinya sendiri disaat seperti ini, dia belum berhasil berdamai dengan apa yang telah terjadi.

Selama ini dia hanya berpura-pura mengabaikannya.

"Aku nggak mau kehilangan dia. Nggak lagi, Bunda." rengekan itu membuat atmosfer disana berubah drastis. Dirga memaksa padam egonya demi sang putra.

Sedangkan Dewi dibuat panik karena ketakutan Nathan yang kembali muncul tiba-tiba. "Bunda...,"

"Salah aku, semuanya salah aku."

•••••

Sebelum semuanya terlambat, dia ingin setidaknya merasakan bahagia. Senja ingin merasa dicintai dan disayangi sebagaimana dulu dia diperlakuan.

Tapi fakta mengalahkannya. Tak ada satupun yang tersisa dari keluarganya. Jika bisa membenci sang kakak, mungkin Senja sudah melakukannya sejak dulu.

Tugasnya sekarang hanya menunggu dan menunggu. Menunggu mereka pulang atau menunggu dirinya dijemput tuhan?

"Kalau mati sebelum ibu sama kakak pulang, mungkin bakal jauh lebih memudahkan mereka nanti." gumam gadis berambut pendek itu dengan senyum tipis.

Kepalanya bergerak mengikuti irama lagu yang tengah dia dengarkan. Dia sekarang sedang menuliskan beberapa keinginan yang setidaknya ingin kembali dirasakan.

"Dipeluk ibu,"

"Jalan-jalan sama kak Abi,"

"Foto keluarga formasi lengkap--nggak mungkin kalau ini." monolognya sembari mencoret keinginan yang dia tuliskan dibuku catatan miliknya.

Sekarang bagaimana mewujudkannya? Sedang tidak ada yang tersisa dihidupnya.

"Senja!!!" Senja terkejut bukan main. Dia bahkan nyaris terjungkal karena suara dan kehadiran Dila yang tak dia ketahui.

"Gue jantungan, sumpah." gadis itu menggeram kesal, satu tangannya menekan bagian dada sebab merasa jantungnya berdetak terlalu cepat.

Dila tersenyum, tak menunjukkan penyesalan setelah apa yang sudah dilakukan.

"Chat gue nggak dibales, call  juga nggak diangkat. Maunya disamperin langsung?"

Senja membuka laci meja belajarnya. Mengambil ponsel miliknya yang seperti tidak ada harapan lagi untuk dihidupkan.

"Hancur, kayak hidup gue." celetuknya dengan senyum terpaksa. Dila menganga dibuatnya, heran bagaimana bisa ponsel milik Senja bisa sehancur itu.

"Lo apain?" Dila bertanya sambil menggapai benda pipih ditangan Senja. Layarnya benar-benar remuk, pecah seperti sengaja dihancurkan.

"Ayah balik semalem." cewek itu menoleh tak santai, "Sumpah?"

Senja mengangguk. "Nyari duit, gue mana punya."

Kedua remaja perempuan disana saling tatap, Dila jadi ragu dengan semua rencana yang sudah dirinya persiapkan. Dalam hening otaknya berpikir keras, menimang semua kemungkinan yang mungkin saja datang.

"Lanjut nggak papa kayaknya," monolog cewek itu yang tak luput dari perhatian Senja. "Apanya yang dilanjut?"

Dila menggeleng cepat, meraih tangan sahabatnya untuk diajak pergi. "Eh, apaan?" Senja menahan tubuhnya susah payah agar tak beranjak dari meja belajarnya.

"Ayo, jalan."

"Kemana?"

"Ada pokoknya. Ayo," Senja panik. Dia mengibaskan tangannya, menyuruh cewek itu keluar. "Yaudah, keluar dulu."

"Gue ganti baju sebentar." Dila mengangguk mengiyakan. "Jangan lama lama!" teriaknya sambil melangkah pergi dari kamar sang sahabat.

Senja mengeluarkan beberapa bungkus obat miliknya dari bawah tumpukan buku,dia pindahkan kedalam laci dengan sedikit tergesa. Hampir saja.

•••••

"Lho, Dila mana?"

Nathan menyambut sang gadis dengan senyum kecil. Mengamati Senja yang begitu cantik dengan pakaian itu, indah yang sederhana baginya.

"Kenapa lo yang disini? Dila mana?" nampak tergagap, Nathan kelabakan dengan pertanyaan yang seharusnya sudah bisa diterka. "P-pulang barusan,"

Kening gadis itu berkerut dalam, membuat kedua alis tipisnya nyaris menyatu. "Ha?"

Nathan terlihat sedikit panik. Dia membetulkan proporsi berdirinya, mendekat pada Senja yang nampak kesal.

"Gue dapat amanah buat ngajak lo jalan jalan hari ini. Dila ada urusan, abisnya nunggu lo lama." kerutan dikening Senja nampak jauh lebih dalam dari sebelumnya.

"Lama dari mana? Gue cuma ganti celana." tukas gadis itu semakin kesal. "Kalian sengaja? Lo yang nyuruh Dila?" lanjutnya cepat.

Nathan menggeleng. "Demi Tuhan, Dila yang nyuruh gue jemput lo."

"Iya, Dila yang nyuruh atas rencana lo."

Sebuah hela nafas kasar lolos dari bibir cowok berkalung salib itu. Merasa tersudut, sedang yang Senja katakan tak sepenuhya salah.

Gadis didepannya berbalik, hendak kembali masuk ke dalam rumah. "Mau kemana?"

"Gue mau keluar karena Dila. Kalau dia nggak ada, berarti nggak jadi." kata Senja menatap cowok itu sekilas.

Tak ingin rencana mereka berantakan, Nathan berlari mengejar Senja yang nyaris masuk kembali ke dalam rumah.

"NATHANN!!" Senja refleks berteriak. Kaget saat iba-tiba Nathan menyambar tubuhnya.

"Lo gila, ya?!" cowok itu menahan nafas kala pukulan dari sang gadis yang terasa cukup menyakitkan.

Meski sulit, pada akhirnya dia berhasil membuat Senja masuk ke dalam mobil. "Kok lo jadi maksa gini, sih?!"

Nathan menyempatkan senyum meski nafasnya terengah. "Gue janji bikin hari ini berkesan. Kita senang senang, ya?" kalimat itu terdengar ambigu. Membuat pupil mata sang gadis membesar detik itu juga.

"Lo mau apa?" Nathan terkekeh melihat Senja yang siaga, gadis itu bahkan beringsut mundur setelah mendengarnya.

Dia menunjuk wajah Nathan panik, "Jangan macem-macem lo!"

Tawa milik cowok itu lepas juga, tak cukup kuat melihat kelakuan Senja yang menurutnya terlalu menggemaskan.

"Lo takut gue apain?"

"Siapa yang tau pikiran laki-laki, beberapa dari kalian bisa ngelakuin apa aja yang kalian mau tanpa pikir panjang." begitu ungkap Senja yang berhasil membuat tawa Nathan perlahan mereda.

"Siapa yang lagi lo bicarain?" cowok itu menimpali, "Gue bukan beberapa dari mereka. Yang perlu lo tau, lo itu dunia gue."

"Senja itu semestanya Nathan."

"Gue bakal jaga lo lebih dari yang lo kira, gue nggak akan biarin dunia gue hancur.  Gue nggak akan biarin kita terpisah lagi, nggak akan pernah."

Kesempatan kedua selalu ada, tapi tidak semua orang beruntung mendapatkannya.

Dia akan lakukan apapun untuk memastikan semestanya tersenyum, dia tidak akan diam jika dunianya mendung.

"Janji gue nggak cuma berlaku hari ini, tapi sampai hari sebelum gue mati."

•••••

Iya tau iya.
Maaf lama, ya

Nggak ada janji deh, takut ga sanggup buat nepatin.

Makasih semua, see u in next part.

#tbc
#danumsenja

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 298 22
Tiara disaat itu mencari informasi dari sebuah karya tulisan ( novel πŸ“œ ) yang ditulis selama 4 tahun hingga ia berhasil bertemu dengan penulis nove...
282 77 11
"Gaada yang bisa di bangga in dari nilai 4 lo itu vy!! Dia jadi kursi aja kebalik" "Bodoh banget gitu doang ga bisa" "Gue malu punya cewe kaya lo" "A...
8.9K 1K 37
πš‚πšŽπšŒπšŽπš›πšŒπšŠπš‘ πš‘πšŠπš›πšŠπš™πšŠπš— πšžπš—πšπšžπš” πš‹πšŠπš‘πšŠπšπš’πšŠ, πš–πšŠπšœπš’πš‘ πšŠπšπšŠπš”πšŠπš‘? 2 4 4 : πšƒπ™Ύπ™³π™°πšˆ, πšƒπ™Ύπ™Όπ™Ύπšπšπ™Ύπš†, & π™΅π™Ύπšπ™΄πš…π™΄πš "Kamu lump...
3.1M 260K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...