NYCTOPHILE [END]

By AjengGpl

956K 32.8K 3K

"Gue lebih suka cewek penurut, gue gak suka cewek pembangkang." "Seharusnya kamu sadar, aku bukan siapa-siapa... More

Prolog
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
CAST NYCTOPHILE
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
ENDING
EXTRA PART
SEQUEL NYCTOPHILE

Chapter 43

6.7K 320 143
By AjengGpl

"Kehancuran yang akan memberimu kebahagiaan."

"Tolong tinggalin aku sendiri," lirih Rain menatap mereka semua.

Satu persatu dari mereka langsung keluar dari dalam kamar, mereka mengerti keadaan yang sedang dirasakan oleh Rain.

"Kita nginap atau pulang, Bil?" tanya Ardilla pada Nabila yang sedang duduk disofa ruang tamu.

"Nginap aja yuk."

"Tapi gua rasa Rain butuh waktu untuk sendiri."

"Dia pasti syok banget."

"Mau kabarin Delfan kapan? Sekarang atau nanti?" tanya Bryan menatap wajah teman-temannya.

"Menurut gua nanti aja, biarin Rain sendiri yang kasih tau ke Delfan tentang kehamilannya," ujar Denzi memberi saran.

"Menurut lo Delfan bakal bahagia atau nggak, pas tau Rain lagi hamil anaknya?" tanya Panjo melirik Panca yang berdiam diri didepan pintu kamar.

"Entah, tapi menurut gua dia pasti bahagia secara kan dia mulai jatuh cinta sama Rain."

"Besok final Olimpiade-nya, semoga aja dia yang menang biarin suasana hatinya mendukung." Sahut Perwira diangguki oleh mereka.

"Aamiin, semoga aja Delfan juara satu."

"Gua sama Ardilla temuin Rain dulu ya." Tanpa seizin mereka Nabila dan Ardilla langsung masuk kedalam kamar Bintang.

Rain berdiri membelakangi mereka. Cewek itu sedang menikmati pemandangan lampu kerlap-kerlip jalanan Ibu Kota yang memanjakan mata.

Air matanya mengalir, saat mengingat ucapan Dokter tadi, yang mengatakan bahwa ia sedang berbadan dua. Rain menunduk, lalu mengusap pelan perutnya yang masih datar.

"Hai, benar ada kalian disini, aku bahagia banget karena aku gak akan sendirian lagi."

"Tapi disatu sisi aku takut banget, aku takut papa kalian nggak mau bertanggung jawab atas kehamilanku," lirih Rain sembari mengusap air matanya yang terus mengalir.

Ardilla dan Nabila saling melirik, mereka berjalan pelan menghampiri Rain. Keduanya merangkul bahu Rain dari belakang.

"Gua yakin Bintang pasti tanggung jawab atas kehamilan lo." Celetuk Nabila tersenyum kecil.

"Kalaupun dia gak mau bertanggung jawab, lo tenang aja gak usah sedih karena kita berdua nggak akan pernah tinggalin lo."

"Jaga keponakan gua ya, Rain." Pinta Nabila membuat Rain tersenyum kecil.

"Mau sebanyak apapun permasalahan yang sedang lo alami, jangan sampai stress ya."

"Lo gak boleh banyak fikiran, ingat kata Dokter tadi usia kandungan yang masih muda, mudah sekali rentan keguguran. Gua gak mau hal itu terjadi dikehidupan lo."

"Kalo ada masalah atau apa cerita sama kita berdua, jangan disimpan sendirian. Sekarang didalam tubuh lo, ada dua nyawa."

"Apa kalian berdua masih mau sahabatan sama aku?" tanya Rain dengan suara parau.

"Ya jelas masihlah, ada apa kok lo nanya kayak begitu sih?" tanya Ardilla menatap lekat wajah Rain yang tampak murung.

"Aku takut kalian berdua malu, punya sahabat kayak aku, yang hamil diluar nikah."

"Sini, duduk dulu yuk," ujar Ardilla membawa Rain untuk duduk ditepi ranjang.

"Terserah oranglain mau ngomong apa, ini hidup lo bukan hidup mereka. Sesekali lo perlu menutup mata dan telinga, gak semua yang mereka bicarakan harus lo dengar dan gak semua yang mereka lakukan harus lo lihat."

"Tapi aku tetap takut, kalo mereka semua gak mau nerima kehadiran anak aku gimana?" tanya Rain tampak gelisah.

"Itu urusan mereka bukan urusan lo, oh ayolah Rain jangan berfikir negatif terus. Kalo mereka gak mau nerima kehadiran anak lo yaudah gak usah difikirin. Itu urusan mereka."

"Rencananya mau kapan, lo kasih tau Bintang tentang kehamilan lo?" tanya Nabila menatap Rain.

"Secepatnya tapi aku takut Bintang nggak mau bertanggung jawab atas kehamilanku."

Nabila mengusap pelan bahu Rain. "Lawan rasa takut lo, mau gimanapun dia perlu tau tentang kehamilan lo." Ujar Nabila diangguki Rain.

"Semangat Rain, jaga pola makan lo jangan makan sembarangan. Ingat didalam perut lo, ada keponakan gua."

"Keponakan gua juga tentunya!" ujar Nabila bersorak ria.

Ketiga cewek itu berpelukan, memberi kekuatan satu sama lain. Jam menunjukan pukul sepuluh malam, mereka berpamitan pulang pada Rain.

Setelah kepulangan mereka, Rain memilih duduk disofa ruang tamu. Membuka ponselnya, ia ingin mengabari Bintang. Tetapi nomor cowok itu hanya berdering saat ditelepon.

Rain menghela nafas pelan, ia berharap Bintang dapat menjawab telepon masuk darinya. Jam sudah menunjukan pukul 23.45 pm, Rain masih duduk termenung disofa ruang tamu.

Padahal matanya sudah mengantuk, ia enggan pergi kedalam kamar sebelum telepon darinya dijawab oleh Bintang. Malam ini, ia akan memberitahu cowok itu atas kehamilannya.

***

23.50 pm, Bandung.

Olivia menggeliat kecil lalu membuka matanya, pertama kali yang ia lihat adalah wajah Bintang yang sedang tertidur pulas disampingnya.

Tangan cowok itu memeluk pinggangnya, Olivia berusaha menyingkarkan tangan Bintang. Pelan-pelan tapi pasti, cewek itu berhasil melepaskan pelukan Bintang dari tubuhnya.

Matanya melirik ke arah nakas sebelah tempat tidur. Ponsel Bintang terus saja berbunyi, Olivia melihat arloji yang berada ditangannya. Padahal sudah tengah malam tetapi tetap saja ada yang meneleponnya.

Dengan hati-hati Olivia turun dari ranjang, ia tak mau membangunkan Bintang. Olivia lalu meraih ponsel Bintang yang berada dinakas. Nama Rain tertera ponsel cowok itu.

"Rain," gumam Olivia lalu melirik Bintang yang masih tertidur pulas.

"Mungkin Rain adiknya Bintang. Kira-kira angkat atau nggak ya. Kalo di angkat takut salah paham kalo gak di angkat takut penting. Lebih baik gua angkat ajalah!" ujar Olivia lalu menekan tombol hijau, panggilan mulai tersambung.

Rain is calling...

Hallo, Assalamualikum Bintang

Walaikumsalam

Loh kok suara kamu berubah, ini Bintang atau bukan

Olivia menggigit bibir bawahnya, entah hatinya merasa gelisah saat mendengar suara Rain.

Hallo kamu bisa dengar suara aku gak

I-iya bisa kok

Bintang kamu jangan ngeprank aku ya, aku lagi serius

Ini gua Olivia, Bintang-nya lagi tidur

Si-siapa? Maaf bisa diulang gak perkataan kamu tadi soalnya sinyal disini putus-putus

Ini gua Olivia teman Olimpiade-nya Bintang

Bisa kasihin ponselnya ke Bintang gak, ada hal penting yang ingin aku kasih tau ke Bintang

Hmm gimana ya, Bintang lagi tidur gak bisa diganggu

Rain mengganti sambungan telepon menjadi video call. Jujurnya perasaannya mulai gelisah setelah mendengar suara Olivia. Ia takut cowok itu mengkhianatinya.

Bintang menarik tubuh Olivia hingga terjatuh disampingnya. Cowok itu kembali memeluk erat tubuh Olivia. Tanpa sadar, tangan Olivia tak sengaja memencet tombol sambungan video call dari Rain.

"Gua benci sama dia, Liv. Dia udah ngehancurin semua kepercayaan yang udah gua kasih ke dia." Dengan senantiasa Rain mendengarkan ucapan Bintang lewat video call.

"Dia murahan Liv, dia selingkuh sama Airlangga. Sahabat yang dulu pernah ngerebut kekasih gua juga, dia bilang dia gak macam-macam tapi apa dia malah tidur berdua sama Airlangga."

"Bintang jangan begini, nanti lo sakit besok hari terakhir kita Olimpiade."

"Gua udah sakit Liv, sakit banget ngelihat dia tidur berdua sama cowok lain." Timpal Bintang terus meracau.

Dengan mata terpejam, Bintang terus menciumi wajah Olivia. Keduanya tak sadar jika video call sudah tersambung. Rain yang melihatnya hanya diam membisu.

"Ayo jadi pacar gua Liv, gua janji gua bakal tinggalin dia setalah lo jadi pacar gua!" celetuk Bintang benar-benar tak waras.

"Gua gak terima penolakan, ayo jadi pacar gua. Gua janji gua bakal tinggalin dia demi lo."

"Bi-Bintang lo serius bakal tinggalin dia demi gua?" tanya Olivia mulai terbuai dengan omong kosong Bintang.

"Gua janji, ayo jadi pacar gua."

"Ya gua mau jadi pacar lo."

Bintang menarik tengkuk Olivia, ia mencium dan menyesap bibir cewek itu. Ciumannya semakin menuntut, mereka berdua menikmatinya.

Sampai akhirnya Olivia tersadar bahwa video call bersama Rain sudah tersambung. Jujur ia merasa canggung saat tak sengaja menatap wajah Rain.

"Bi-Bintang berhenti, adik lo lagi video call kita!" ujar Olivia menyingkirkan wajah Bintang dari wajahnya.

"Gua gak punya adik."

"Loh, terus Rain ini siapa lo?" tanya Olivia sukses membuat Bintang mengerjapkan matanya.

"Rain!" gumam Bintang langsung mengambil ponselnya dari tangan Olivia.

Sambungan video call dari Rain terputus, cowok itu kembali menghubungi Rain tetapi tak bisa. Karena nomor Rain sudah tak aktif dari beberapa menit yang lalu.

Bintang duduk dipinggir ranjang, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Rasa bersalah mulai berkeliaran dihatinya, Bintang merutuki dirinya bisa-bisanya ia berbuat ceroboh.

"Pergi lo!" sentak Bintang mengusir Olivia dari kamarnya.

"Jangan bilang Rain itu pacar lo."

"Kalo iya memangnya kenapa?" tanya Bintang menatap Olivia yang tampak gelisah.

"Maaf Bintang gua nggak bermaksud bikin hubungan kalian tambah hancur."

"Diam."

"Sekali lagi gua minta maaf, gua gak bermaksud nyakitin hati cewek lo. Gua benar-benar nyesal udah ikut campur sama urusan lo."

"Pergi Oliv, jangan sampai gua berlaku kasar."

"Maaf Bintang."

"Pergi Oliv! Lo budek ya!" seru Bintang menarik paksa tangan Olivia agar keluar dari dalam kamar hotelnya.

"Awh sakit Bintang! Lepasin tangan gua."

"Gua benar-benar nyesal udah nyentuh tubuh lo!" seru Bintang menghempaskan tubuh Olivia kelantai depan kamarnya.

"Lo gak sopan Oliv, lo terima telepon dari cewek gua disaat gua masih tidur. Beruntung gua belum bobol keperawanan lo! Lebih baik lo pergi dari sini dan jangan pernah muncul dihadapan gua lagi!" Maki Bintang menatap tajam Olivia yang sedang menangis.

Makian Bintang terhadap dirinya sungguh sadis, hati cewek itu sakit saat mendengarnya. Ia fikir, Bintang cowok baik ternyata dugaannya salah besar. Bintang lebih dari bajingan.

"Maaf," lirih Olivia.

Setelah mengatakan maaf pada Bintang. Cewek itu berlari cepat menuju kamar hotelnya. Hatinya sakit sekali, harga dirinya seperti dipermainkan oleh Bintang.

"Terus hubungan gua sama dia gimana hiks, gua juga udah jadi pacar dia."

Olivia mengucap syukur karena Tuhan masih baik kepadanya. Seperti yang dikatakan oleh Bintang tadi, cowok itu tak jadi memperawani miliknya.

Karena ditengah nafsunya, tiba-tiba Bintang merasa ngantuk. Cowok itu langsung tertidur pulas sambil memeluk erat tubuh Olivia.

"Sial! Rain pasti hancur banget!" gumamnya berusaha meredamkan amarahnya.

***

Rain kecewa pada Bintang, cowok itu sudah mengkhianati cintanya. Air matanya terus saja mengalir tanpa henti. Rasa sesak didalam hati membuat nafasnya tercekat.

Bahunya bergetar hebat, tangisannya semakin kencang. Ia ingin meluapkan seluruh rasa sakit hatinya pada Bintang. Tetapi percuma, cowok itu tak ada disini.

Ia fikir, Bintang sudah berubah. Ternyata belum, dugaannya salah besar cowok itu masih sama seperti dulu. Sekali bajingan tetap bajingan.

Rain menyesal sudah jatuh cinta pada Bintang. Ia menangisi nasibnya, bagaimana bisa ia memberitahu Bintang tentang kehamilannya.

Cewek itu sudah terlanjur kecewa, ia mengusap pelan perut datarnya. Air mata terus berjatuhan membasahi bajunya, Rain mengepalkan jemari tangannya.

Rain memukuli perutnya, "Aku benci, benci banget sama papa kalian hikss!" seru Rain semakin kuat memukuli perutnya.

Hingga akhirnya tangan cewek itu lelah memukuli perutnya sendiri, ia merebahkan tubuhnya disofa.

"Aku udah kasih semua yang kamu mau, tapi apa pengorbanan aku sia-sia dimata kamu hiks."

"Aku nyesal kenal kamu, aku nyesal masuk kedalam kehidupan kamu, aku nyesal udah serahin semua kehidupan aku pada kamu."

"Bintang, jujur aku kecewa banget sama kamu, aku gak nyangka kamu bakal ngelakuin hal sekeji itu dibelakang aku hiks."

"Andai kamu tau, aku hancur Bintang. Hancur banget hiks, kamu jahat Bintang kamu jahat banget hiks hiks."

"Aku lagi hamil Bintang, hamil anak kamu hiks. Aku benci sama kamu hiks."

"Aku benci sama kamu hiks!" lirih Rain berusaha menghentikan tangisannya.

Setelah menangis berjam-jam lamanya, akhirnya Rain dapat tertidur pulas. Ia memeluk tubuhnya sendiri, AC yang berada diruang tamu sangat dingin membuat tubuh Rain menggigil.

***

Hari ini, hari terakhir Bintang mengikuti Olimpiade Sains. Fikirannya berkecamuk saat melihat Olivia yang berusaha menghindarinya.

Kejadian bersama Olivia semalam membuatnya merutuki diri. Nafsu sialan, dan lebih sialnya lagi ia mengajak Olivia untuk berpacaran.

"Anjing! Gua kenapa sih!" umpat Bintang berdecak kesal.

Final Olimpiade Sains  sebentar lagi akan dimulai Bintang sudah berdiri diatas podiumnya. Dengan cepat dan cekatan menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh MC kepada para peserta.

Nilai Bintang jauh diatas mereka, point demi point berhasil ia dapatkan. Sampai diakhir babak penentuan siapa yang akan menjadi juara umum Olimpiade Sains.

Olivia berdiri disamping Bintang bersama satu cowok dari sekolah lain yang sudah ditetapkan sebagai juara tiga. Sekarang tinggal penentuan antara Bintang dan Olivia.

"Pemenang juara umum Olimpiade Sains jatuh kepada Bintang Delfani dari SMA Angkasa Jakarta Pusat, beri tepuk tangan yang meriah." Bintang yang menjadi pemenang terlihat biasa saja.

Juara kedua Olimpiade Sains dinobatkan kepada Olivia yang sedang menangis haru. Tanpa sadar Bintang merangkul bahu Olivia, untuk meriahkan juara yang diraih oleh mereka.

"Bintang gua menang juara dua hua!" seru Olivia lalu memeluk tubuh Bintang.

"Selamat ya."

"Lo juga menang juara satu! Selamat ya bangga banget dah gua!" heboh Olivia dibalik pelukan mereka berdua.

"Gak usah pelukan disini, malu dilihatin banyak orang!" celetuk cowok bernama Zovan yang berhasil meraih juara tiga Olimpiade.

Ucapan Zovan membuat keduanya langsung melepaskan pelukan mereka. Olivia menunduk malu sekaligus takut sedangkan Bintang tampak biasa saja.

Tetap datar seperti tembok.

Olivia menunduk takut. "Maaf, gua gak sengaja peluk lo," ujar Olivia kepada Bintang.

"Its okay, gak masalah."

Satu persatu juri memberikan ucapan selamat kepada mereka. Salah satu juri memakaikan medali dan memberikan piala juara umum kepada Bintang.

Jam demi jam sudah terlewatkan, mereka akan pulang ke Jakarta pada pukul 13.15 siang hari. Bintang sedang mempacking seluruh pakaian dan barang-barang miliknya selama berada di Bandung.

"Ah akhirnya pulang juga, gak sabar mau ketemu Rain. Gua harus kasih pelajaran ke dia." Sahut Bintang tersenyum kecil.

Kooper kecil Bintang sudah siap, pintu kamar hotelnya diketuk oleh seseorang. Bintang lalu membuka pintunya, pertama kali yang ia lihat adalah wajah Olivia.

"Mau ngapain lo?" tanya Bintang menatap Olivia yang masih berdiam diri didepan pintu.

"Boleh gua masuk?" tanya Olivia membalas tatapan Bintang.

"Silahkan."

"Hmm Bintang, lo kapan pulang ke Jakarta-nya?" tanya Olivia to the point.

"Sebentar lagi."

Olivia membuka ranselnya, ia mengeluarkan satu paperbag berisikan hoodie. Tanpa mengucapkan sesuatu, Olivia memberikannya pada Bintang.

Olivia tersenyum manis, "Hadiah kecil untuk lo, tolong dijaga dengan baik ya." Ujarnya menatap Bintang penuh harap.

"Untuk gua."

"Iya untuk lo, anggap aja ini hadiah perkenalan kita selama Olimpiade."

"Sorry, kalo semalam gua kasar sama lo."

"Gapapa, gua juga sadar kok. Kalo semalam gua udah lancang buka ponsel lo."

"Maaf."

"Iya udah gua maafin kok. But the way jangan lupa dipakai ya hoodie-nya."

"Okay."

Bintang menyodorkan ponselnya didepan Olivia, tanpa mengucapkan sesuatu. Olivia tak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh Bintang.

"Ada apa?" tanya Olivia kebingungan.

"Ketik nomor lo disini," serunya lalu memberikan ponselnya kepada Olivia.

Olivia mengambil ponsel Bintang, ia memasukan nomor ponselnya ke ponsel cowok itu. Setelah selesai ia langsung memberikan ponsel itu kepada Bintang.

"Ponsel lo mana?" tanya Bintang pada Olivia.

"Mau ngapain."

"Mau masukin nomor gua ke ponsel lo." Mau tak mau Olivia memberikan ponselnya kepada Bintang.

Keduanya saling menatap, Bintang merangkul bahu Olivia dari depan. Jarak diantara keduanya semakin dekat, Olivia memejamkan matanya. Ia takut dan gugup.

Perlahan Bintang mengecup pipinya, Olivia diam membisu. Hatinya berbunga-bunga, sungguh perasaan aneh yang tumbuh dihatinya.

"Kapan-kapan main ke apartemen gua."

"Memangnya boleh."

"Tentu aja boleh, gak ada yang ngelarang lo untuk main ke apartemen gua."

"Gua boleh nanya gak?" tanya Olivia berusaha memberanikan dirinya.

"Boleh."

"Jadi hubungan kita kayak gimana? Pacaran?" tanya Olivia kembali.

"Ya."

"Ta-tapi cewek lo yang di Jakarta kayak gimana, gua gak mau nyaktin hati dia."

"Gak usah difikirin, biar dia urusan gua."

"Gua gak mau jadi selingkuhan pacar orang tapi dilain sisi gua mulai jatuh cinta sama lo."

"Terus."

"Lo harus putusin dia."

"Gua gak bisa, dia separuh hidup gua."

"Kalo gitu, kita gak jadi pacaran."

"Yaudah, atur sesuka lo aja. Sebentar lagi pihak sekolah bakalan jemput gua, lebih baik lo pergi dari sini."

"Jadi serius kita gak pacaran?" tanya Olivia tampak labil dengan ucapannya sendiri.

Bintang melepaskan kaitan kalung berbandul huruf RB-nya. Ia lalu memakaikannya dileher putih Olivia, ia melupakan satu hal bahwa kalung itu pemberian dari Rain.

"Jaga baik-baik kalung itu, sekarang lo milik gua! Gua nggak suka berbagi apalagi terbagi." Jelas Bintang membuat Olivia mengangguk paham.

"Aaa makasih Bintang gua janji bakal jaga kalung pemberian lo, sampai bertemu kembali di Jakarta pacarku!" ucap Olivia memeluk tubuh Bintang.

"Sorry Rain gua berkhianat, salah lo sendiri yang udah berani mainin perasaan gua!" batin Bintang.

Cowok itu tersenyum tipis dibalik pelukan mereka. Sekali lagi, Bintang melupakan Rain karena sibuk menaruh hati pada cewek lain.

"Rain tapi lo tetap pemenangnya." Gumam Bintang.

31 Januari 2022

Continue Reading

You'll Also Like

15.7K 169 14
Warning ⚠️ cerita ini mengandung unsur 21+ dan kata kasar. Dina Vardashia seorang gadis berusia 18 tahun, berdarah asli Indonesia yang memiliki paras...
466K 17K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
35.1K 3.9K 42
Serendipity adalah sebuah keberuntungan yang didapat saat seseorang tidak bermaksud untuk mencarinya. Sebuah kebetulan yang mungkin akan menjadi takd...
50.8K 1.8K 8
Cinta terlarang seorang kakak dan adik . Mario Stevano dan Ify Alyssa Cover by Nikitanikita6 #11 ifyalyssa (02/06/18)