29 Januari 2022.
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Follow akun ini sebelum lanjut membaca ya. Thank you✨
Gak tahu kenapa pengen up lagi wkwk. Ambil baiknya, buang buruknya ya, bantu koreksi jika ada yang salah💞
Bab 14 : Pagi yang Berbeda
***
Pagi ini adalah untuk pertama kalinya, Tisha memasak makanan untuk dua orang baru di hidupnya. Pertama untuk Syam dan yang kedua untuk si kecil Alif.
Urusan baju keduanya sudah Tisha siapkan sedari tadi. Terutama Alif yang ia tunggu sampai selesai mandi dan memakaikan seragam untuk balita itu.
"Mama hari ini masak apa?" tanya Alif berlari kecil ke ruang makan. Menaruh tasnya di atas meja, lalu berusaha duduk sendiri di kursi makan.
Tisha menoleh sejenak ke belakang. Ia tersenyum ceria membawa dua piring nasi goreng ke atas meja.
"Coba tebak?"
Alif memandangi nasi goreng buatan Tisha yang terlihat menggiurkan dengan telur ceplok di atasnya ditambah dekorasi berupa sayuran sehingga bentuknya menjadi lucu.
"Nasi goreng!" Alif berseru senang. Ia segera meraih sendok dan garpu serta bersiap untuk menyantap.
"Sabar dulu, Alif. Kita tunggu Papa, ya?" Tisha mencegah balita itu ketika sendoknya akan menyentuh makanan.
Alif langsung cemberut. Ia meletakkan peralatan makannya lagi kemudian melipat tangan di atas meja.
Tisha yang tak tega menghampiri Alif dan mencium puncak kepalanya. "Bentar ya, Mama mau nyusulin Papa."
Alif mengangguk lesu. "Marahin Papa aja kalau Papa kelamaan."
Ucapan polos itu membuat Tisha menahan tawanya. Ia lantas mengangguk antusias dan melangkah cepat menuju kamar. Setibanya di depan pintu, Tisha membukanya dan mendapati Syam masih mengancingkan kemeja putihnya.
"Ini jam berapa, Pak? Lama banget sih ganti baju aja?"
Syam menoleh cepat ke asal suara, melihat bagaimana wajah Tisha yang pagi-pagi sudah cemberut. Lelaki itu tersenyum manis.
"Kamu itu dari tadi sibuk ngurusin Alif, sampai lupa ngurusin suami sendiri."
Tisha mengerutkan dahi, tak mengerti. Kakinya melangkah mendekati Syam, kemudian tangannya terlipat di depan dada. "Bapak mau saya mandiin juga? Mau saya bantu pakai baju juga, gitu?"
"Of course. Kalau kamu mau, kenapa enggak?" Syam berkata tanpa beban.
"Lebih irit waktu misalnya kita mandi berdua di satu kamar mandi."
Tisha yang merasa geli mendengar penuturan Syam langsung memberi cubitan maut di perut lelaki itu. Syam spontan mengaduh, mengusap bekas cubitan istri tercintanya.
"Queen ... jangan kasar ih!"
Lagi-lagi ucapan Syam membuat Tisha melotot semakin merasa geli, ditambah ekspresi Syam yang sangat menyebalkan. Perempuan itu langsung memberikan cubitan berkali-kali di beberapa bagian tubuh Syam seperti di perut dan lengan.
Syam berupaya menghindar sembari berkata, "Astagfirullah, masih pagi lho ini, My Queen."
"Bapak duluan yang mulai!"
Syam menempelkan telunjuknya untuk membungkam mulut Tisha yang di pagi hari sudah menjerit keras. Lelaki dengan dua kancing kemeja atas yang terbuka itu mendekat.
"Gak inget sama Alif? Kamu sendiri nemuin saya karena Alif, kan?"
Syam mencoba untuk mengingatkan Tisha tentang tujuannya repot-repot datang ke kamar. Lelaki itu dapat menebak alasan istrinya dengan mudah.
Tisha yang baru ingat hanya mematung di tempat dengan kelopak mata yang terbuka lebar. Ia buru-buru mendorong Syam menjauh darinya, lantas berbalik menuju ruang makan.
Sebelum keluar dari pintu kamar, langkah Tisha terhenti saat mendengar suara Syam. "Gak mau bantuin saya dulu pakai baju?"
Tisha memutar lehernya malas. "Tinggal pakai jas aja kenapa minta bantuan?"
"Dasi?" Alis Syam terangkat sebelah.
Tisha menggeleng. "Saya gak tahu cara pakein dasi gimana."
"Tenang aja, My Queen. Kan, ada saya. Saya bisa ngajarin kamu." Syam menarik kedua sudut bibirnya sambil menaik-turunkan alisnya.
"Secara gak langsung Bapak bilang sendiri, kan, kalau Bapak bisa pakai dasi?"
Syam tercengang sesaat. Ia mengingat kembali perkataannya di dalam otak.
"Kenapa gak pakai sendiri aja?"
"Tapi—"
Syam berusaha menjelaskan, namun pintu terlanjur menutup rapat. Lelaki itu hanya bisa menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala. Istrinya itu sangat lucu.
"Galak banget, My Queen." Syam bergumam menatap dirinya di depan cermin sembari mengancingkan kemejanya.
Sementara di sisi lain, Tisha langsung duduk di hadapan Alif. Tersenyum melihat balita itu menumpu kepalanya di kedua tangan yang berada di atas meja.
"Tahan bentar lagi, ya. Papa baru siap-siap." Tisha mengelus kepala Alif dengan penuh kasih sayang.
Alif mengangguk samar.
"Nanti Alif ke sekolah maunya di antar Mama atau Papa?" tanya Tisha berbasa-basi sambil menunggu Syam selesai dengan pekerjaannya.
Alif menegakkan kepalanya kemudian mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Euum ...." Ia berpikir sejenak.
"Sama Papa aja, ya?"
Hisyam Al-Ghifari tiba-tiba muncul ikut menimbrung pembicaraan. Ia lalu menarik kursi dan duduk di kursi yang menengahi sisi meja makan.
Tisha segera menyiapkan sarapan untuk suaminya, sebab ia tak tega melihat Alif sedari tadi tak sabar ingin menyantap.
"Makasih, My Queen," ucap Syam bergembira. Tisha meresponnya dengan mengangguk sekilas.
"Kalau Alif berangkatnya sama Mama boleh gak, Pa?" tanya Alif sebelum melahap nasi goreng dengan nikmat.
"Mama biar di rumah aja beres-beres."
"Bapak tadi, kan, bilang kalau saya masih boleh kerja. Gimana, sih?" Tisha memprotes.
"Tapi saya gak bilang kalau kamu boleh nganterin Alif."
"Kenapa gak boleh?"
"Kenapa saya gak ngebolehin?"
Tisha mendengus sebal. "Ngomong sama bapak-bapak ya gini jadinya."
Syam menahan tawanya. "Nasi gorengnya enak. Enak banget."
Alif mengangguk setuju. Ia mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Tisha.
"Mama juga bawain bekal buat Alif, lho."
Mata Alif berbinar cerah. "Alhamdullilah, makasih, Mama."
"Sama-sama anak sholeh."
"Buat saya?" tanya Syam memandangi Tisha.
Perempuan berkerudung segiempat itu memutar bola matanya jengah. "Udah saya siapin juga."
Hati Syam senang bukan main mengetahui sang istri diam-diam sangat perhatian dengan dirinya. Ia mengacak-acak rambut putranya menyalurkan rasa gemas.
"Cepat dihabiskan ya, Al. Nanti Mama yang anter ke sekolah," ucap Syam tak mampu menyembunyikan raut bahagia.
Tisha melirik ke arah Syam. Syam mendekat kemudian membisikkan sesuatu. "Menurut kamu, umur dua puluh delapan itu tua, ya?"
"Tergantung." Tisha menjawab dengan singkat. Alis Syam menukik tajam.
"Kalau umur dua delapan udah meninggal, kasian dia masih muda. Masa depannya masih panjang."
"Sedangkan kalau umur dua delapan udah punya anak, artinya emang bener udah tua."
"Berarti saya harus meninggal dulu baru bisa disebut muda?"
"Bapak ngomongnya ngaco deh. Masa saya yang gantian jadi janda?" Tisha mendelik tak terima.
Detik berikutnya, Tisha menaikkan bahunya enteng sambil tersenyum miring. "Tapi gapapa, sih. Biasanya yang janda dapet berondong ganteng."
"Astagfirullah...."
Selesai sarapan, mereka bertiga bersiap untuk pergi dengan tujuan masing-masing. Syam yang berangkat lebih dahulu berpamitan dengan Alif.
"Papa berangkat dulu, ya."
Alif mencium punggung tangan papanya. Selanjut ia mengecup pipi Syam sekali. Syam membalas memberi Alif kecupan di dahi.
"Hati-hati, Pa."
Syam mengangguk. "Sekolahnya yang semangat!"
Syam bergantian berpamitan dengan Tisha dengan mencari kesempatan mengecup keningnya cukup lama. Tisha menahan dirinya mati-matian agar tidak memberontak di depan Alif. Yang bisa Tisha lakukan hanyalah tersenyum palsu.
"Mas berangkat dulu ya, Queen."
Rasanya Tisha ingin memuntahkan seluruh isi perutnya mendengar ucapan Syam yang setengah berbisik padanya. Namun ketika ingat tentang Alif yang masih menyaksikan orang tuanya, membuat Tisha urung memprotes.
Tisha mengangguk semangat tapi tidak dengan hatinya yang begitu pasrah. Mau tak mau, Tisha menyalami Syam. Akan tetapi tidak lama, hanya secepat kilat.
Syam tersenyum tipis. Di dalam hati ia sangat gembira tatkala Tisha bersikap begitu penurut. Meskipun Syam tahu jika Tisha hanya berpura-pura.
Lelaki dengan wangi maskulin itu mendekatkan wajahnya ke telinga Tisha. "Mulai sekarang panggil saya 'Mas'. Jangan yang lain."
Tisha jelas tak menyetujui hal itu. Catat, sangat tidak setuju. "Kok maksa?"
"Perintah suami wajib untuk ditaati. Katanya mau dapat surga, hm?"
Tisha membuka mulut ingin berdemo, namun Syam kembali menyela.
"Lagian perintah saya tidak menyalahi syari'at, kan?"
***
Bersambung....
Aduh, pak duda ada maunya nih🤭💞
Lanjut jangan?
Jangan lupa tinggalin jejak ✨ Follow Instagram @wp.diaryalna
See you💗