Danum Senja

By aldinawa

16.7K 3.1K 3.7K

"Kalau kemarin aku nggak bangun lagi, mungkin itu bakal jadi kado paling indah buat ulang tahun ayah." Singka... More

01 - Awalan.
02 - Pangeran Roti Sobek
03 - Sadar
05 - Siapa yang Modus?
06 - Harusnya Gimana?
07 - Tunggu Sampai Pulang?
08 - Secepatnya
09- Mabuk Ketan?
10 - Nggak Usah Manja
11 - Kenapa Nggak Coba?
12 - Kalau Sama Terus Apa?
13 - Janji dan Maaf
14 - Capek
15 - Him
16 - Beruntung Bertemu
17 - Better Than What?
18 - Kita Nanti
19 - Second Chance
20 - Foto Keluarga
21 - Janji Lagi
22 - Salah Ku
23 - Benci Sekali
24 - Selamat Ulang Tahun
25 - Gagal Dirayakan
26 - Jangan Dulu Mati
27 - Bagaimana Rasanya Dunia Tanpa Dia

04 - Apes

658 137 120
By aldinawa

•••••

Lo nggak perlu repot-repot suka sama gue, biar gue aja yang suka lo.

•••••

Senja menyumpal kedua telinganya rapat-rapat dengan earphone, topi hitam juga sudah bergengger apik diatas kepalanya.

Dia harus sekolah, tapi keadaan rumah selalu sekacau ini. Senja membencinya.

Dibuka pintu kamar miliknya, dia harus melewati ayah dan ibunya yang sedang beradu mulut seperti hari-hari sebelumnya. Apa yang menjadi alasan pertengkaran itu? Jelas, karena ekonomi.

"Kamu harusnya nafkahin kita! Kamu yang harusnya jadi tulang punggung!"

"Kamu pikir gampang cari kerja sekarang?!"

"Gampang kalau kamu mau, Mas! Kamu terlalu pemilih, gengsi kamu tinggi tapi usaha kamu nol!"

"Kalau nggak bisa kerja seenggaknya berhenti ngutang sana sini----"

Prangg!!

Senja memejamkan matanya sekuat yang dia bisa. Kedua tangan gadis itu mengepal erat begitu gelas yang dilemparkan Juna--ayahnya hampir mengenai kepalanya.

Membentur ke dinding tepat dari posisinya berdiri. Demi apapun, baru saja keluar dari kamar, belum ada lima detik.

Ini yang disebut rumah?

"Ja! Kamu nggak papa?" dia menepis tangan Afni--ibunya, tatapan sinis Senja berikan pada kedua orang tuanya.

Dan tanpa mengucapkan sepatah kata dia memilih pergi. Dia tak membenci ibunya, sungguh.

Hanya saja perasaan kesal dan kecewa sebagai anak tak bisa dia sembunyikan. Kenapa tak berpisah? Padahal disetiap pertengkaran mereka pasti rencana itu yang mereka gaung-gaungkan.

Dia tidak masalah jika mereka memilih hidup sendiri-sendiri, daripada terus bersama dengan alasan bodoh.

Ibu pertahanin semuanya demi kamu.

"Cih!"

"Demi gue? Biar apa? Gue mati dipukulin kalau ayah lagi mabuk? Atau demi gue lihat mereka main salah-salahan setiap hari?"

Menurutnya wajar dia membenci sosok Juna sekarang, laki-laki itu berselingkuh, tukang mabuk dan suka sekali berjudi. Uangnya dari mana? Dari hasil kerja keras ibunya, laki-laki sialan.

Yang dia khawatirkan hanya satu, dia juga kehilangan kendali atas perasaanya terhadap Afni. Seringkali dia bersikap kasar pada wanita itu, bukan tanpa alasan dia hanya merasa jika ibunya terlalu naif dan tak mau mendengar apa yang dia inginkan.

Sesekali Senja menjadi sangat malas berinteraksi dengan Afni, dia hanya akan diam jika ditanya, diam jika diajak bercerita. Dia tak bisa melawan itu, ada kekesalan yang terpendam dalam dirinya pada sang ibu.

Tapi dia bersumpah, Senja menyanyangi Afni lebih dari apa yang terlihat.

Dan semoga ibunya mengerti hal itu.

Dia berdiri begitu bus yang akan membawanya ke sekolah tiba, halte sepi. Begitu juga bus hari ini, banyak tempat kosong. Senja bersyukur, setidaknya dia tidak harus berdiri.

Gadis itu terpaku dengan pemandangan didepannya, menatap keluarga kecil yang terlihat bahagia. Ayah, ibu, dan si anak yang entah sedang menertawakan apa.

"Cantiknya anak bapak," puji laki-laki paruh baya itu sambil menciumi pipi bulat sang bocah, perempuan disampingnya tersenyum melihat putrinya tertawa kegelian.

"Besok kalau aku udah besar masih cantik nggak, ya?" celetuk si bocah memandang kedua orang tuanya bergantian, "Masih, ibu yakin kamu bakal lebih cantik besok."

Dia tersenyum, puas dengan jawaban sang ibu. "Aku mau cepet-cepet besar, deh, kalau gitu."

Senja tertohok, dia pernah mengatakan hal yang dulu. Persis seperti itu.

Digenggam erat permen yang ada ditangannya, "Jangan dulu."

"Dewasa itu kutukan, fase paling sialan." gumam Senja tajam, berharap anak itu mendengar apa yang dia ucapkan.

"Lo masih bocah, belum dewasa." gadis itu menoleh cepat, terkejut saat tiba-tiba ada yang menyahutinya.

Senja mengernyit, "Sekarang apa? Kebetulan?"

Nathan tersenyum sambil mengedikan bahunya, "Setau gue, nggak ada takdir yang kebetulan."

"Lo ngerasa udah dewasa emang?"

Senja mencebik, membuang muka saat Nathan membahas perkataannya.

"Lo masih enam belas tahun---"

"Dewasa bukan tentang angka," sela gadis itu cepat, masih menghindari tatapan lawan bicaranya.

"Ya paling nggak, dewasa itu makannya bukan permen batang kayak lo." dia tak menjawab, sengaja memasukan lagi permen susu itu ke dalam mulutnya dengan ekspresi kesal yang menyenangkan bagi Nathan.

Cowok itu tersenyum, mengalihkan matanya dari Senja. "Lo masih jadi gelandangan? Tinggalnya dikolong jembatan mana?"

Senja menggelengkan kepala tak habis pikir, manusia ini ingin mempermalukannya atau bagaimana?

Beruntung urat malunya sudah putus, yang ada hanya syaraf bodo-amatan.

"Gue mau nawarin kontrakan kalau lo mau,"
Nathan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, diberikan selembaran kertas itu pada gadis disampingnya.

Sebuah brosur. Senja mengernyit, disana jelas tertulis seperti ini,

Dikontrakan, pemilik membutuhkan penghuni secepatnya.

Kalau betah boleh disinggahi selamanya, biaya seikhlasnya.

Hubungi nomor : 0856*******

Yang membuat Senja tak habis pikir, bukannya foto rumah yang katanya akan dikontrakan. Melainkan ada foto Nathan disana, sial.

Dia menatap cowok itu dengan sebelah alis terangkat, "Lo mempromosikan diri sendiri?"

Itu yang dia tangkap, rumah yang dikontrakan disini adalah Nathan sendiri. Bisa-bisanya, sungguh Senja takjub dibuatnya.

"Lo butuh rumah 'kan?"

"Tapi gue tau lo nggak mampu kalau beli cash, makanya gue kontrakin aja dulu."

Entah harus kesal atau bagaimana Senja sekarang, "Buat uang muka bisa diganti jadi makan siang mungkin?"

"Atau nonton film?"

"Nanti kalau lo suka rumahnya bisa dibeli, buat lo seutuhnya. Harga nanti kita omongin lagi,"

Nathan sudah seperti mbak-mbak SPG, semangat sekali manusia ini.

"Kalau mau dicicil juga boleh, jangka waktu angsuran selama-lamanya dan tidak terbatas---"

Cup.

Nathan langsung kicep ketika benda manis itu menempel dibibirnya.

Senja menahan bibir Nathan dengan permen miliknya, mengetuk-ngetukan permen susu itu dengan kesal.

"Be-ri-sik!" sungut Senja yang sudah tak tahan dengan semua ocehan Nathan.

"Suara lo ganggu, banget." dia mendesis tajam, mereka beradu pandang. Senja dengan tatapan sinis miliknya, dan Nathan yang terlihat lugu dengan sorot terkejut itu.

Hap. Nathan melahap permen rasa strawberry itu, merebut dari pemiliknya.

"Manis, jadi gini rasa bibir---eh permen----"

Dia mendelik, bibir gadis itu berkedut siap meneriakinya.

"Lo cabul!!!" pekik Senja sambil memukuli Nathan kesetanan, kesal sekaligus malu.

Cowok itu tertawa, berusaha menghalau pukulan dari gadis gila disampingnya.

"Udah, Ja. Capek nanti, sayang masih pagi."

Senja menarik tangannya dari cekalan Nathan, gadis itu terlihat menggebu-gebu dengan nafas tak beraturan.

"Jauh-jauh lo, gue alergi buaya!"

•••••

Senja berjalan cepat. Dia hanya ingin tak melihat penampakan malaikat tampan menjengkelkan itu, Nathan tidak waras baginya.

"Senja!"

"Tunggu dulu!!"

Dia dengar, tapi mana mungkin gadis itu berhenti. Senja masih kesal, sangat kesal pada Nathan. Sudah memergokinya menangis tempo hari, lalu sekarang meledeknya tentang perkara menjadi dewasa.

"Senja!"

Yang dipanggil mempercepat langkahnya, berharap Nathan berhenti mengikuti sampai kelas.

"Senja, stop!!"

BRUK!

Gadis itu jatuh terduduk begitu gagal menghindari manusia didepannya yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana.

Ngilu, Senja meringis begitu pantatnya terduduk kasar dilantai.

"Kamu nggakpapa?"

"Ngapain lari, sih?!

Semua gara-gara Nathan, gadis itu membetulkan posisi topinya. Bersiap meluapkan kekesalannya pada Nathan,

"LO COWOK ANEH, TUKANG MODUS, ANJ---"

Bibir Senja terkatup, dia menurunkan jari telunjuknya dari wajah laki-laki itu.

"P-pak Ponco?" dia tergagap, jadi yang sejak tadi memanggilnya bukan Nathan?

Guru olahraganya itu berdecak pelan, ada saja kelakuan siswinya ini. "Ada yang sakit, Ja?"

Senja menoleh cepat, kedua matanya terbuka lebih lebar lagi sekarang. Dia betulan apes hari ini, orang yang dia tabrak adalah Galang. Laki-laki yang pernah sangat dekat dengannya, dulu. Sekarang keadaannya sudah berbeda, dia milik Laurent.

"Mana yang sakit?" gadis itu menggeleng, "Nggak ada, gue nggakpapa. Maaf nggak sengaja." dia khawatir, interaksi ini mungkin akan berbahaya jika sampai pada Lau.

"Berdiri,"

"Aku bantu," Senja mendongak ketika kedua orang itu mengulurkan tangan, dia bingung. Apa iya berdiri saja harus dibantu dua orang?

Gadis itu diam, masih tak memilih diantara keduanya. "Hm, nggakpapa---eh!?"

Tanpa persetujuan mereka menarik kedua tangannya bersamaan, membuat tubuhnya yang tak seberapa terangkat dengan mudah.

Ponco melepaskan tangan kanannya, tapi tidak dengan Galang. Cowok itu meneliti keadaanya, memastikan tangannya tak terkilir. Ponco berdeham, membuat Senja rikuh dengan gurunya itu.

"Gue nggakpapa," tepisnya pelan sambil menjauh dari Galang, tatapan orang-orang yang melihat ini sungguh menganggu.

"Kamu ada masalah sama saya?" gurunya bersuara, "Saya modus? Kapan?"

Senja menggeleng, melambaikan kedua tanganya sebagai tanda bahwa ini semua hanya salah paham.

"Nggak, Pak. Bukan gitu!"

"Tadi saya, tuh---nah dia, anak baru ini!" Senja menunjuk Nathan yang baru saja bergabung, "Gue ketinggalan apa, nih?"

"Dia, Pak! Dia yang saya maksud tukang modus, dia yang aneh."

Ponco menatap Nathan sekilas, lalu beralih menatap Senja lagi. "Dia juga yang kayak anjing?"

Nathan syok, alisnya menaut tak suka. Apa-apaan ini pelecehan verbal oleh guru sendiri? Senja kelimpungan, dia tak bermaksud begitu tadi.

"N-nggak! Bukan gitu, belum, Pak. Saya belum ngomong kayak gitu tadi."

"Hampir 'kan?" Ponco mengangkat kedua alisnya, untuk apa ini dibahas? Senja menggeleng lemah, energinya sudah terkuras habis pagi-pagi begini.

"Lo ngatain gue kayak gitu didepan mereka?"

"Ke UKS, pergelangan kamu harus diobatin biar nggak lebam nanti."

Dila berjalan miring, wah sahabatnya dikerumuni tiga laki-laki? Rekor baru, "Gue nggak diajak, ya?"

Mereka semua mengarahkan pandangannya pada gadis yang tengah menyeruput minuman itu, Dila yang ditatap begitu tak masalah. "Gue ganggu?"

Tak ada jawaban, gadis itu mengedikan bahunya acuh. Menatap Senja yang tertekan diantara mereka, "Mau masuk sekarang atau nanti?"

Senja tak kuasa menjawab, dia membenarkan tasnya lalu melangkah---baru satu langkah, benar-benar baru selangkah.

Tangannya digapai, tasnya ditarik. Membuat tubuhnya kembali mundur ditempat semula, Dila mencebik. Ada yang salah dengan orang-orang ini.

Bagaimana bisa mereka serampak menarik sahabatnya, Ponco dapat tangan kiri, Galang tangan kanan, Nathan kebagian tas. Sebenarnya mereka itu kenapa?

"Awas!!" teriak Senja sambil melepaskan diri dari ketiga orang itu.

Ditatap tajam semuanya bergantian, lantas berhenti pada Nathan. "Gue nggak suka sama lo!"

Nathan mengerjap, "Kapan gue nembak lo?"

Senja menggeram begitu mendengar jawabannya, dia berusaha menahan diri agar tak menyumpahi manusia satu ini. "Pokoknya gue nggak suka sama lo, jangan deket deket gue!"

"Yaudah, gue aja yang suka lo."

•••••

Siapa sangka? Mereka melihat semuanya, gadis itu bersedekap dada. Berusaha menahan diri agar tak mendekat, walaupun tangannya sudah gatal sekali ingin menyerang mantan incaran sang kekasihnya dulu.

"Senja yang ganjen? Atau cowok lo yang belum move on?" kekeh Vaza sambil menatap Lau disebelahnya, "Dua-duanya bener,"

Vaza tertawa ringan, pasrah sekali temannya ini.

"Bisa, ya? Lo saingan sama cewek modelan kayak dia? Padahal status kalian jauh, mata Galang sakit 'kah?"

Laurent mendongkol, ucapan Vaza selalu membuatnya makin panas. "Gue lihat anak baru yang nempel terus sama dia lumayan, ganteng. Nggak mungkin juga tuh cowok dari keluarga miskin. Nggak mau lo rebut?"

"Rebut?"

"Well, kalau cewek kayak Senja bisa. Kenapa lo nggak? Coba aja, siapa tau bisa. Seru kayaknya kalau kita bisa rebut semuanya. Pertama Galang, kedua Nathan. Cara kayak gini juga keren 'kan?"

Vaza mengamati Nathan lagi dari kejauhan. Manusia itu memang tampan, sangat bahkan baginya.

"Don't challenge me, Lau."

Laurent tersenyum, "Let's play the games. I won't lose!"

Mereka saling tatap, sebelum akhirnya tertawa bersama. Persis seperti dua penyihir dikartun Tom and Jerry, hanya saja mereka lebih cantik secara fisik.

"Awas baper beneran!" canda Lau sambil menyenggol pelan bahu Vaza, "Itu lo, bilangnya penasaran. Malah baper beneran, sampai pacaran bahkan. Memalukan!"

"Sialan, lo!"

•••••

Done! Akhirnya revisi lagi, satu satu.

Yang lain nyusul.

#DanumSenja
#tbc















Continue Reading

You'll Also Like

1M 15.2K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
56.2K 1.3K 17
Inspirasi dari lagu Bang Virgoun - Surat Cinta Untuk Starla. Pengembangan dari Short Movie Surat Cinta Untuk Starla (on youtube 'Last Child' channel)
2K 540 9
tentang renjana yang terukir Amerta dalam bait-bait aksara, kemudian menjadikannya prosa nan dikara. -tentang rasa hati yang terukir dalam bait-bait...
39.7K 4.2K 58
Sepasang rasa yang tidak akan pernah bisa disatukan. Semesta hanya mempertemukan kita bukan untuk mempersatukan...