Sweet Chaos | NamJin

By christalalice

24K 3.4K 502

Bagi Seokjin, Namjoon adalah orang yang menyebalkan. Bahkan sejak pertemuan pertama mereka. More

Part 1: Don't You Dare
Part 3: Cruel Summer
Part 4: Fearless
Part 5: Stay
Part 6: Stuck With U
Part 7: Tolerate it
Part 8: Going Crazy
Part 9: Don't Fight the Feeling
Part 10: He Could Be
Part 11: Sour Grapes
Part 12: Bad Vibrations
Part 13: What If
Part 14: Need to Calm Down
Part 15: Trick or Treat
Part 16: Take it Futher
Part 17: Faded
Part 18: Get It
Part 19: Diggity
Part 20: Connected
Part 21: Time Out

Part 2: I Knew You Were Trouble

1.7K 271 29
By christalalice

Penyamaranku terbongkar. Tolong jaga adikku. Lakukan apa pun untuk melindunginya.

Namjoon menegang saat dia menatap pesan yang baru saja dia terima dari sahabatnya─Hoseok. Apa yang terjadi?

"Sir?" Asistennya memanggil.

Namjoon mencengkeram ponselnya dengan erat seiring dengan detak jantungnya yang mulai bergemuruh.

"Sir, mereka semua telah menunggumu."

Namjoon melirik ke arah auditorium yang dipenuhi oleh orang-orang. Dia sedang dalam perjalanan menuju ke podium saat dia memeriksa ponselnya. Biasanya, Namjoon tidak mengizinkan dirinya untuk mengecek ponsel ketika dia memiliki jadwal untuk presentasi. Tetapi, bunyi notifikasi istimewa─yang sengaja Namjoon atur untuk kode urgent─menarik perhatiannya.

Para wartawan, jurnalis, dan juga reporter terus menatapnya. Menunggu dengan penasaran. Sementara Namjoon hanya memandang mereka dengan napas tertahan. Dia harus segera pergi dari sini.

Lindungi adikku.

Lindungi Kim Seokjin.

Namjoon memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Meskipun dia adalah orang yang memimpin presentasi ini, dia hanya mengenakan jins usang dan kemeja sederhana. Sementara, para tamu yang datang ke acara ini mengenakan setelan dari desainer ternama yang mahal. Mereka semua mencoba untuk membuat orang lain terkesan dengan uang dan pengaruh yang mereka miliki.

Yeah, Namjoon tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.

Kecuali, satu orang.

"Namjoon?" Asistennya beringsut mendekat.

"Temukan keberadaan Seokjin," perintah Namjoon dengan suara rendah pada asistennya. "Aku ingin tahu di mana dia berada. Sekarang juga."

"Huh? Sekarang juga?" Soobin mencoba mengkonfirmasi. "Tapi, Sir─"

Detik berikutnya, Namjoon berpaling dan melangkah menuju podium. Dia meraih mikrofon dan membuka acara, "Well, aku tidak mengira kalian semua akan sangat antusias hadir dalam acara ini." Namjoon menyapa dengan ramah. "Aku berjanji, perangkat lunak terbaru kami akan mengejutkan kalian semua."

Penyamaranku terbongkar

Namjoon tersenyum dan sengaja memamerkan lesung pipinya karena itu akan membuatnya semakin menawan. Dia adalah ikon perusahaan. Wajahnya sering muncul bersama dengan beberapa tokoh bisnis ternama dunia di berbagai macam media dan artikel.

Tolong lindungi adikku.

"Memperbesar market pasar dan menjaga relasi dengan para konsumen akan selalu menjadi prioritas utama perusahaan kami. Aku akan memastikan bahwa para pelanggan setia Kanfast akan mendapatkan pelayanan terbaik." Mereka telah berhasil menguasai sebagian besar industri bisnis bernilai miliaran dolar. Perusahaan terkenal seperti Arcade, Black Ops War, Devil Forces, Makarov pun telah menggunakan perangkat lunak yang dia ciptakan bersama Hoseok.

Hoseok.

Kalimat di dalam pesan yang baru saja Namjoon terima kembali melayang dalam pikirannya. Lakukan apa pun untuk melindunginya.

Kerumunan orang-orang di depan sana menunggu dengan penuh semangat dan antusias. "Aku tidak ingin terlalu banyak bicara. Kalian harus melihat sendiri perangkat lunak terbaru kami. Sebagai gantinya, tim-ku akan menampilkan proyek luar biasa yang telah kami persiapkan dengan sangat baik."

Di belakang Namjoon, terdengar suara gumaman terkejut. Karena hal ini tidak ada di dalam agenda mereka. Persetan, dia harus merubah agendanya untuk presentasi hari ini.

Namjoon meninggalkan podium bahkan ketika para wartawan meneriakkan namanya untuk mengajukan beberapa pertanyaan.

Sementara itu, asistennya─Soobin berdiri dengan panik di belakang.

"Di mana dia berada?"

Soobin menelan ludah gugup, "Seokjin─dia sedang berkencan."

Namjoon berdecak.

"Mereka berada di salah satu restoran di dekat Museum Kunsthal. Kau bisa menemukan mereka di─"

"Awasi mereka." Namjoon menunjuk dengan ibu jarinya ke arah kerumunan wartawan yang masih heboh berteriak untuk mengajukan pertanyaan.

"Sir, tapi─"

"Jangan khawatir. Anggota tim yang lain akan membantumu." Mereka telah menunggu di sisi kanan. Setelah Namjoon melemparkan bola panas itu kepada mereka, tentu mereka akan segera menanganinya. Lagi pula, dia telah melatih timnya dengan sangat baik. "Aku punya urusan mendesak."

Soobin melompat ke hadapan Namjoon. Menahan bosnya untuk pergi. "Sir, urusan apa yang lebih mendesak dari acara ini?" Bulir-bulir keringat membasahi kening pemuda itu. "Ini adalah acara penting bernilai miliaran dolar, apakah kau sadar?"

Namjoon tahu. Tapi, ada hal lain yang lebih penting dari semua dolar itu. Kim Seokjin. "Aku harus merusak acara kencan seseorang." Siapa pun yang sedang bersama Seokjin, Namjoon berharap orang itu tidak menghalangi rencananya. Dia tidak sedang mood untuk di ajak bermain-main.

Soobin nyaris menjatuhkan rahangnya, "Kau... serius?" Lalu, dia tergagap. "Kau─kau ingin merusak acara kencan Seokjin? Namjoon, kau pasti juga tahu kalau dia akan mengamuk."

Tidak masalah. Namjoon selalu siap menerima segala amukan Seokjin.

Namjoon tidak mengatakan apa pun lagi dan hanya menepuk pundak pemuda itu dua kali lalu pergi dari sana dengan langkah terburu-buru. Sekilas, dia melambai ke arah anggota timnya yang lain. Dia semakin mempercepat langkahnya saat dia telah sampai di lobi. Dia tahu bahwa mobil dan sopirnya telah menunggu.

"Sir, anda sudah selesai?" Tanya sopirnya terheran-heran saat Namjoon melangkah keluar gedung.

Namjoon mengangguk sekilas, "Bawa aku ke restoran di samping Museum Kunsthal."

Pria itu bergegas membukakan pintu mobil untuk Namjoon.

"Jika kau bisa membawaku tiba di sana dalam waktu sepuluh menit, aku akan memberikanmu bonus."

Beberapa saat kemudian, mobil itu berdecit menjauh dari gedung tersebut. Namjoon mengeluarkan ponselnya dan sekal lagi memindai pesan teks dari Hoseok.

Penyamaranku terbongkar.

Dia mencengkeram ponselnya dengan erat. Situasi ini sangat buruk. Dia mengetik balasan dan mengirimnya pada Hoseok.

Lalu bagaimana keadaanmu? Kau aman?

Tapi setelah beberapa menit menunggu, tidak ada balasan yang dia terima.

Sialan. Tapi setidaknya, Namjoon telah menyampaikan beberapa patah kata kepada pers. Jika Hoseok harus membuang ponselnya dan menghilang untuk sementara waktu, berita tentang peluncuran perangkat lunak mereka akan disiarkan dimana-mana. Lalu Hoseok akan melihatnya, juga mendengar kode dari kata-kata yang telah Namjoon layangkan kepada media. Hoseok akan tahu bahwa Namjoon telah menerima pesannya.

Jangan khawatir tentang Seokjin. Aku akan menjaganya.

Kencan ini benar-benar menyebalkan. Sangat buruk. Makan malam di restoran favorit Seokjin menjadi sangat membosankan, sekaligus menyakitkan. Ternyata, Choi Yeonjun lebih tertarik dengan kakaknya. Karena sepanjang acara makan malam ini berlangsung, Yeonjun hanya terus membicarakan tentang Hoseok. Bukan dirinya.

Benar-benar sebuah penghinaan.

Seokjin sudah tidak minat untuk menatap semua makanan yang disajikan di hadapannya. Yeonjun memesan VVIP table yang berada dilantai dua untuk mereka berdua. Awalnya hal itu membuat Seokjin terkesan, tapi sekarang...

"Kakakmu sangat hebat dan jenius."

Seokjin memaksakan diri untuk mengulas senyuman manis. Seolah dia belum pernah mendengarkan lontaran kalimat pujian itu dari orang-orang di sekelilingnya. Dia telah mendengarnya ratusan kali tentang bagaimana mereka begitu kagum terhadap apa yang telah dicapai oleh kakaknya. Hoseok yang cerdas. Hoseok yang hebat. Hoseok yang jenius. Seokjin pun juga mengagumi Hoseok dan dia sangat bangga memiliki kakak yang hebat seperti pemuda itu.

Tapi, dia tidak ingin membicarakan hal itu dalam acara kencannya.

"Aku kagum dengan caranya mengembangkan perusahaan. Aku tahu dia memulainya dari sebuah bisnis kecil hingga akhirnya sekarang dia menguasai pangsa pasar internasional."

Seokjin menahan diri untuk tidak mendengus. Lagi pula, bukankah dia sendiri yang telah menyetujui untuk berkencan dengannya. Tapi, astaga... dia berpikir berkencan dengan salah satu staff Kanfast adalah ide bagus? Oh ya, tentu. Oke deh, dari segi penampilan, Yeonjun memang menarik. Pemuda itu pindahan dari Australia. Seokjin bertemu dengan pemuda itu seminggu yang lalu di kantor kakaknya ketika dia sedang mampir ke sana. Seokjin tidak mengira jika pemuda itu─

"Dia melakukan semua itu sendirian, itulah yang paling membuatku terkesan. Kebanyakan orang-orang tidak akan bisa─"

Seokjin mengernyit dan akhirnya dia bisa fokus kembali pada Yeonjun. "Informasi itu tidak benar."

Yeonjun mengerjap. "Apa maksudmu."

Sekarang, Seokjin menegakkan tubuhnya, "Dia tidak membangun perusahaan itu sendiri."

Yeonjun terkekeh, dan pemuda itu melambaikan tangan samar ke arah Seokjin. "Kau tidak bekerja di sana, Seokjin. Aku mengenal dengan baik seperti apa bos-ku."

Serius? Memangnya pemuda itu pikir, siapa dirinya? Hoseok adalah kakaknya, tentu saja Seokjin mengenalnya lebih baik!

Seokjin merasa bahwa dia tidak bisa menoleransinya lagi, "Kakakku memiliki partner bisnis yang sama hebatnya seperti dia." Tukasnya. "Dan aku tahu kau mengenalnya dengan baik."

Lalu, Yeonjun tertawa sarkas. Membuat Seokjin kembali mengerutkan kening karena kali ini dia tidak menyukai suara tawa pemuda itu. Yeonjun menggelengkan kepalanya pelan, "Kau sedang membicarakan Namjoon, ya?"

"Ya, Kim Namjoon. Sebagai seorang staff di perusahaan itu, bukankah seharusnya kau tahu untuk siapa kau bekerja?"

Yeonjun menggedikkan bahu, "Kim Namjoon si Bad Boy of Tech? Dia tidak membangun perusahaan. Dia hanya sebuah ikon untuk menarik perhatian. Semua orang juga tahu bahwa kakakmu adalah tokoh utamanya─The Wizard of Tech."

Seokjin hampir saja memelototinya jika dia tidak mengingat untuk menjaga image. "Namjoon membenci julukan itu. Catat baik-baik, jika dia mendengarmu memanggilnya seperti itu, aku yakin dia akan memecatmu sekarang juga."

Yeonjun menjilat bibirnya. Bagus, sekarang pemuda itu terlihat gugup. "Yah, untung saja dia tidak berada di sini."

Yeah, tapi Seokjin mengharapkan kehadirannya.

Eh, tunggu. Apa yang baru saja dia pikirkan?

"Seokjin, di mana kakakmu berada sekarang? Aku yakin dia sedang merakit software baru. Aku berharap aku bisa belajar darinya untuk membentuk ide-ide seperti yang dia pikirkan. Aku ingin─"

"Kalau begitu, berkencan saja dengannya."

Yeonjun ternganga.

Ups. Apakah Seokjin terlalu kasar?

Tapi, ekspresi Yeonjun mengatakan bahwa ya, memang seperti itu.

"Maaf?" Dia tertawa kaku.

"Kupikir aku mulai mengantuk." Seokjin mulai bersiap-siap untuk beranjak.

"Apakah aku sudah mengatakan bahwa aku pindah dari Australia ke sini hanya karena aku ingin bekerja untuk Kanfast? Karena aku ingin menjadi seperti─"

"Hoseok." Seokjin menyelesaikan.

Yeonjun mengangguk dengan penuh semangat dan sekarang, dia meraih tangan Seokjin untuk dia genggam. "Tepat sekali. Aku ingin menjadi hebat sepertinya!"

Ya Tuhan. Tolong kirim seseorang untuk menyelamatkannya.

Tapi, tentu saja tidak ada orang lain yang mungkin bisa membawa Seokjin pergi. Hanya ada para pelayan yang berdiri cukup jauh dari mereka. Andai saja dia bisa memutar waktu, dia tidak akan mau menerima ajakan kencan pemuda ini.

Benar-benar membosankan.

Dari balik kaca bening di kejauhan, Seokjin melihat sosok yang beberapa saat lalu dia pikirkan tengah melangkah... ke arah mereka. Dia berkedip beberapa kali, lalu menyipitkan mata untuk memastikan bahwa apa yang dia lihat bukanlah halusinasi.

"Aku ingin menjadi seperti Hoseok, bukan seperti Namjoon. Karena, ayolah... siapa sih yang mau menjadi bajingan egois sepertinya?" Yeonjun terkekeh lagi. "Dia hanya seorang tuan muda kaya raya yang arogan seperti Tom Hardy dan hanya bisa berkeliling kota dengan mobil-mobil mewahnya."

Wah.

Sekarang, Namjoon telah berdiri di belakang Yeonjun. Jelas sekali pemuda itu mendengar komentar dari Yeonjun karena sekarang pemuda itu tengah tersenyum.

Senyuman yang terlihat menakutkan.

"Hei, bajingan egois yang kau bicarakan, sekarang ada di belakangmu." Bisik Seokjin memberitahu.

Yeonjun tampak tersedak ludahnya sendiri dan genggamannya pada tangan Seokjin semakin erat.

"Lepaskan tanganku," kata Seokjin padanya.

Tapi, Yeonjun tidak mendengarkannya. Malahan, jari-jarinya bergerak untuk melingkari pergelangan tangan Seokjin.

Kemudian, Yeonjun menoleh ke belakang dan bertemu tatap dengan Namjoon.

Namjoon menyilangkan tangannya di depan dada, "Sepertinya aku mengenalmu."

Yeonjun mengangguk.

"Kau bekerja di perusahaanku."

Yeonjun menelan ludah dan dia masih menggenggam pergelangan tangan Seokjin. Seakan meminta pertolongan.

Seokjin mendesah pelan dan bangkit berdiri.

Namun, Yeonjun ikut bangkit berdiri dan masih tidak melepaskannya. "Benar..." Katanya seraya mengangguk. "Aku bekerja di perusahaanmu dan Hoseok. Aku berada dalam Divisi Marketing dan─"

Namjoon melangkah menghampiri Seokjin. "Seokjin, kita harus pergi."

Di hari-hari normal, biasanya Seokjin akan membalasnya dengan mengusir Namjoon. Dia tidak pernah menerima perintah darinya atau dari siapa pun. Tapi hari ini pengecualian karena dia sedang terjebak di situasi yang menyebalkan. Seokjin bahkan hampir melompat kegirangan. Girang karena sebentar lagi, akhirnya dia bisa meninggalkan Yeonjun. "Oke. Aku sudah selesai."

Namjoon menatapnya dan mengerutkan kening curiga. Ya, mungkin karena sebelumnya Seokjin tidak pernah menurut padanya dalam hal apa pun. Berkelahi dengan Namjoon dan membuat pemuda itu gila adalah hobi favorit Seokjin.

Seokjin melangkah menghampirinya, tapi Yeonjun masih menggenggam pergelangan tangannya. Bahkan ketika Seokjin mencoba untuk menyentaknya, Yeonjun balas menariknya hingga nyaris membuat Seokjin jatuh ke belakang.

Namjoon dengan sigap memegangi Seokjin dan menarik pemuda itu ke pelukannya. Dia menggeram, mendorong Seokjin ke belakang tubuhnya lalu menerjang maju ke arah Yeonjun. "Berengsek─"

Seokjin buru-buru melangkah di antara kedua pemuda itu. "Namjoon, jangan!"

Namjoon nyaris saja melayangkan tinjunya pada Yeonjun jika Seokjin tidak menahannya.

"Namjoon, tenang. Kupikir dia hanya terlalu gugup karena kau muncul di sini." Seokjin mendorong bahu pemuda itu perlahan untuk menjauh beberapa langkah dari Yeonjun. "Jangan membuat keributan di sini, oke?"

Namjoon masih menatap Yeonjun seolah dia ingin menelannya bulat-bulat. "Dia tidak seharusnya menyentuhmu." Geramnya lagi. "Kenapa kau berkencan dengan si idiot ini?"

"Hei!" Yeonjun melangkah ke hadapan Namjoon dan dengan berani membusungkan dadanya. Tidak terima dikatai idiot. "Dengar, Tuan Namjoon─"

"Ooh, sekarang kau memanggilku Tuan Namjoon?" Namjoon mengangguk-angguk. "Kupikir beberapa saat yang lalu, kau memanggilku si bajingan egois atau Venom?"

"Bukan. Tapi bajingan egois dan Tom Hardy." Seokjin mengoreksi.

"Seokjin, Tom Hardy adalah pemeran utama dalam film Venom."

Seokjin berpikir sejenak, dan kemudian mengangguk. "Ah, kau benar."

Bibir Yeonjun terbuka. Tertutup. Lalu terbuka lagi. Pemuda itu tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada kata-kata yang dia ucapkan.

Sementara fokus Seokjin masih beralih pada Namjoon. "Tunggu, bukankah malam ini kau memiliki presentasi penting?"

"Benar. Tapi, ada urusan lain yang lebih penting."

Urusan lain? Seokjin melirik ke arah Yeonjun. Sebenarnya, dia ingin bertanya lagi dan mencari tahu apa yang terjadi tetapi dia tidak ingin membicarakannya di sini. Tidak dengan Yeonjun yang sedang berada di sekitar mereka. Baiklah, sekarang waktunya untuk pergi. "Goedeavond, Yeonjun."

Namjoon meraih lengan Seokjin─mengenggamnya ketika pemuda itu mulai melangkah menjauh dari Yeonjun. Tidak seperti biasanya, Seokjin tidak melayangkah protes dan pemuda itu mulai mengekori Namjoon.

"Jadi gosip itu memang benar, ya?" Suara Yeonjun kembali menginterupsi. "Aku mendengar desas-desus tentangmu."

Seokjin berhenti. Dia menoleh dan mengunci tatapannya pada Yeonjun. "Apa maksudmu."

"Mereka sudah memperingatkanku untuk tidak berkencan denganmu."

Wah. Wah. Wah. Yeonjun diperingatkan untuk tidak berkencan dengannya? Tapi, kenapa tidak ada satu pun orang yang memperingatkan Seokjin untuk tidak berkencan dengan pemuda itu?

"Mereka memberitahuku... bahwa kau telah menjalin hubungan dengan seseorang." Mata Yeonjun tertuju pada Namjoon. "Pada awalnya aku hanya iseng mengajakmu berkencan. Tidak mengira kau akan menerima undanganku."

"Itu hoax." Seokjin menggedikkan bahu. "Dan aku masih single."

"Benarkah?" Yeonjun menyipitkan mata. "Tapi kau baru saja membelanya di depanku!"

Dia membela Namjoon karena pemuda itu tidak bersalah. "Lalu apa korelasinya?"

"Dan sekarang kau akan pergi bersamanya! Gosip itu telah menyebar di kantor tentang─"

"Mari kita selesaikan omong kosong ini." Namjoon juga berbalik. "Kau pikir aku tidur dengannya. Itu yang kau bicarakan?"

Keping mata Yeonjun membola.

"Kau benar. Tuduhan mereka benar. Aku tidur dengannya."

Tidak. Tidak. Tidak. Tidak.

Namjoon belum selesai, "Dan sekarang, aku diliputi kecemburuan karena memikirkannya sedang bersama orang tolol sepertimu, jadi aku datang ke sini untuk membawanya kembali. Aku bersumpah tidak akan pernah membiarkannya luput dari pandanganku lagi."

Ya Tuhan.

Suara Namjoon cukup keras untuk didengar oleh orang-orang yang berada di sisi meja lain karena sekarang, para pengunjung lain menoleh ke arah mereka.

Seokjin menggelengkan kepalanya, "Namjoon─"

Namjoon melangkah mendekati Yeonjun dan berdiri menjulang di hadapannya. "Dan jika kau berani menyentuhnya lagi apalagi menyakitinya, aku akan menghabisimu detik itu juga. Sudah jelas?"

Seokjin melirik ke sekitar. Dia bisa mendengar suara-suara bisikan mereka dan bahkan melihat beberapa orang merekam dengan kamera ponsel mereka.

"A-aku tidak bermaksud menyakiti Seokjin. Aku hanya... tidak sengaja, oke?" Bahu Yeonjun terkulai lesu. "Maafkan aku."

"Bagus," puji Namjoon. "Lanjutkan hidupmu dengan baik, man."

"Hentikan, Namjoon." Tukas Seokjin. Tidak seperti biasanya, mengapa Namjoon terlihat begitu emosional dan tidak bisa mengendalikan diri? Seokjin menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman Namjoon.

Secara otomatis, Namjoon melepaskannya.

"Teman-teman, aku akan pulang." Kata Seokjin pada mereka. Seolah-olah mereka semua memang berteman. "Kupikir malam ini akan menyenangkan, tapi ternyata tidak. Yeonjun, aku sangat menyesal."

Yeonjun tampak tergagap.

"Dan Namjoon..." Seokjin memulai dan tatapan pemuda itu yang semula tertuju pada Yeonjun kembali beralih padanya. Namjoon mengulas senyuman. Memamerkan lesung pipinya yang seksi.

Seokjin mengatupkan bibir. Berusaha mengabaikan bagaimana senyuman itu menggelitik hatinya. Lagi pula, dia sudah belajar sejak lama untuk mengendalikan sikapnya di hadapan Namjoon. "Terima kasih karena sudah datang. Tapi kupikir, aku akan pergi ke bioskop untuk menonton sesuatu." Setelahnya, Seokjin berbalik dan pergi meninggalkan mereka berdua. Meninggalkan meja VVIP itu. Tatapan orang-orang mengikuti langkahnya ketika dia pergi.

Dia menghela napas pelan. Dia tidak membutuhkan drama picisan seperti ini dalam hidupnya. Seokjin menjaga punggungnya tetap tegak dengan dagu terangkat saat dia melewati beberapa pelayan yang membungkuk sopan kepadanya.

Dan jika kau berani menyentuhnya lagi apalagi menyakitinya, aku akan menghabisimu.

Seokjin mengepalkan tangan. Mengapa Namjoon senang sekali mempermainkannya?

Seokjin marah.

Namjoon memperhatikan sosok Seokjin yang telah menjauh. Sosok yang selalu dia kagumi kapan pun dan di mana pun─"

"Apakah aku dipecat?" Suara Yeonjun pecah.

"Aku tidak punya waktu untuk melayanimu sekarang." Dia harus berlari mengejar Seokjin. Pemuda itu terlihat sangat kesal dan dia harus merayunya dengan cepat.

"Well, bos. Apakah kau marah karena aku menyebutmu bajingan egois?"

Namjoon melirik ke balik bahunya. "Aku memang bajingan egois, tapi yeah, kau sangat bodoh. Setidaknya, perhatikan sekitarmu saat kau ingin mengatakan hal-hal buruk tentang atasanmu."

"Aku─"

"Dan, aku sangat marah karena kau hampir melukai Seokjin. Jangan berani mendekatinya lagi, kau mengerti?"

"Oh." Yeonjun mengangguk. "Jadi memang benar kau menidurinya─"

"Tidak!" Bentak Namjoon. Itu hanya fantasi yang sering dia impikan.

"Tapi kau bilang─"

Namjoon mengabaikannya. Dia bergegas mengejar Seokjin begitu dia melesat keluar dari VVIP room. Lalu, dia melihat Seokjin yang bergegas menuruni tangga. "Seokjin!"

Seokjin tidak berhenti. Malah mempercepat langkahnya.

Jika dia terjatuh di tangga itu...

Namjoon memutuskan untuk tidak mengejarnya menuruni tangga. Itu akan membuat langkah Seokjin semakin terburu-buru. Jadi, dia berlari ke arah lift yang baru saja terbuka dan menekan tombol untuk lantai utama. Pintu-pintu besi itu bergeser menutup, dan untuk sesaat, Namjoon menatap bayangannya sendiri yang memantul di depan sana.

Bajingan egois.

Itu memang benar. Tapi, bukankah setiap manusia memiliki satu atau dua titik yang menjadi kelemahan mereka?

Pintu-pintu itu akhirnya terbuka. Dan yah, Namjoon melihat titik lemahnya sedang melangkah menuju pintu keluar yang mengarah ke bagian belakang gedung. Namjoon mempercepat langkahnya untuk menghampiri Seokjin. Dia menyentuh bahu pemuda itu dan di saat yang sama Seokjin menginjak kakinya sendiri karena terkejut.

"Hati-hati, Seokjin." Tangan Namjoon melingkari pinggang Seokjin.

Seokjin menghela napas. "Kau yang mengagetkanku!" Tukasnya kesal.

"Aku tidak bermaksud melakukannya."

Seokjin menyipitkan mata.

Jika saja tatapan bisa membunuh... mungkin Namjoon akan sekarat di tempatnya berdiri sekarang.

Pegangannya pada pinggang Seokjin semakin erat, "Kita perlu berbicara."

"Lepaskan."

"Tanganmu atau tanganku? Karena kau mencengkeram pakaianku erat-erat dan kupikir sebentar lagi bajuku akan robek."

Seokjin membelalak karena dia tidak sadar telah melakukannya. Dia melepaskan Namjoon dengan cepat.

Namjoon pun melakukan hal yang sama. Melepaskan pemuda itu. "Jangan terjatuh, oke? Tapi tidak masalah, aku akan menangkapmu."

Seokjin berdecih dan memutuskan untuk melanjutkan langkah. Penjaga pintu buru-buru membukakan pintu untuk mereka.

Namjoon mengikuti tepat di belakangnya. "Seokjin, kita perlu bicara." Kata Namjoon lagi. Dia mengangguk ke penjaga pintu yang menyapanya ramah tetapi tatapannya tampak mengasihani. Mungkin dimatanya, Namjoon tampak seperti sedang membujuk kekasihnya yang sedang marah. "Dengar, ini sangat penting─"

"Bukan urusanku." Kata Seokjin acuh.

"Seokjin." Namjoon mulai tidak sabar.

Seokjin kembali menoleh dan menatapnya dengan kemarahan yang sama. "Kau selalu berkata padaku untuk tidak mencampuri urusanmu! Lalu, apa yang kau lakukan sekarang? Kau yang mencampuri urusanku!"

Namjoon menghela napas dan dengan sabar menelan kemarahan pemuda itu. "Situasinya berbeda."

"Terserah." Seokjin tetap acuh. Dia melangkah menuju trotoar untuk memanggil taksi.

"Kau tidak perlu taksi."

"Aku tidak bawa mobil. Yeonjun menjemputku di rumah dan aku tidak berencana untuk memintanya mengantarku ke bioskop. Jadi, aku memerlukan taksi."

"Mobilku sudah menunggu." Hanya beberapa langkah jauhnya di tempat parkir. "Aku bisa mengantarmu."

Sebuah taksi perlahan menuju ke arahnya.

Seokjin menatap Namjoon curiga. "Kenapa kau mengganggu kencanku? Dan, bagaimana kau bisa tahu di mana aku berada?" Dia tidak suka dengan kegelapan yang berada di sekitar mereka. Lampu di troar ini mati dan cahaya yang bisa mereka andalkan hanyalah pantulan dari lampu di area parkiran.

Namjoon melihat supirnya membawa mobilnya mendekat. Dia telah mengirim pesan kilat saat keluar dari lift. Meminta agar pria itu segera bersiap menjemputnya begitu dia keluar dari restoran. "Kakakmu memintaku untuk─"

Serius? "Mengapa semua orang selalu membicarakan kakakku?" Seokjin menggelengkan kepalanya kesal dan mengambil langkah cepat saat taksinya mulai mendekat. "Kusarankan sebaiknya kalian mulai berkencan dengannya."

Detik berikutnya sebuah peluru melesat dan menghancurkan LED reklame yang terpasang di tiang listrik di dekat mereka. Namjoon telah lebih dulu meraih Seokjin saat kaca reklame itu pecah berhamburan.

Jika saja Seokjin tidak mengambil langkah cepat ke arah taksi, maka peluru itu akan mengenainya.

Untuk sesaat, Seokjin hanya ternganga dan akhirnya berteriak.

Namjoon membawa Seokjin bersamanya dan berlari memasuki mobil. "Jalankan mobilnya!" Perintah Namjoon. "Sekarang!"

Tubuhnya berada di atas tubuh Seokjin. Dia terburu-buru masuk dan melemparkan tubuh mereka berdua ke kursi penumpang. Jantung Namjoon berdebar kencang karena, astaga, seseorang baru saja mencoba menembak Seokjin! Seseorang baru saja mencoba membunuhnya!

Mobilnya dengan cepat meluncur meninggalkan gedung restoran di belakang sana. Kaca mobilnya menggunakan kaca anti peluru, jadi Namjoon tidak terlalu khawatir jika si pelaku akan menembak lagi. Jantungnya masih bergemuruh di dalam dadanya, dan saat itu, Namjoon baru menyadari beberapa hal.

Pertama... Seokjin sama sekali tidak mengeluarkan suara. Tidak sejak dia berteriak saat peluru tadi melesat dan nyaris mengenainya

Kedua... Tubuhnya berada di atas tubuh pemuda itu dan dia masing mencengkeram kedua tangan pemuda itu dengan erat.

Kepala Namjoon terangkat. "Seokjin, kau baik-baik saja?"

Seokjin perlahan mendongak dengan deru napasnya yang memburu cepat.

"Sa─Seokjin?" Tidak. Namjoon hampir saja memangilnya sayang. Itu akan menjadi kesalahan fatal. "Apakah kau terluka?" Apakah Seokjin terkena pecahan kaca?

Seokjin menelan ludah, "Seseorang menembakku..." Bisiknya.

Yeah. Sebenarnya, malam ini Seokjin telah ditembak tiga kali. Oleh dua orang pemuda menyebalkan dan juga sebuah peluru. "Kau terluka?" Tanya Namjoon lagi khawatir.

"Tidak." Gumam Seokjin rendah.

Bibirnya hanya berjarak beberapa inci dari bibir Seokjin. Akan sangat mudah bagi Namjoon untuk menunduk dan menciumnya. Untuk meraih apa yang telah dia impikan dan inginkan sejak lama.

Dan, Namjoon mulai menunduk. Perlahan. Seokjin tidak mengatakan apa-apa. Mobilnya masih melaju melintasi jalan dan Seokjin yang berada di bawahnya adalah godaan yang─"

"Namjoon, apa yang kau lakukan?"

Pertanyaan Seokjin membawa Namjoon kembali pada realita. Dia berhenti ketika bibirnya dan bibir Seokjin hanya berjarak satu inci. Apa yang kau lakukan? Namjoon berdeham. "Menyelamatkan hidupmu tentu saja."

To Be Continued

6:44 PM

8/1/2022

Your vo-ment is greatly appreciated

Thank you! :D

[twitter: christal_alice]

PS: NamJin kalau mereka akur hehe

Continue Reading

You'll Also Like

235K 529 3
yg di bawah umur jangan di baca!!!
7.7K 905 7
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Menceritakan sekelompok keluarga mafia yang berusaha menjadi keluarga terkuat di suatu kota. ⚠️ PENTING ⚠️ Cerita ini mengan...
8.2K 803 14
berkhianat?,apakah semua itu benar?