Malaikat Ayah [REVISI]

By Cicipang_

57.4K 5.4K 384

Seorang singel parent yang merawat ke empat anak-anaknya sendirian. Akankah dirinya berhasil menjadi orang tu... More

1 : awal yang baru
2 : Tentang Papa dan Ayah
4 : kesayangan Ayah
5 : Nana?
6 : rasa yang terbagi
7 : baik dan buruk
8 : egois
9 : jenguk
10 : Ungkap perasaan
11 : rasa yang terpendam
12 : sidang tertunda
13 : kelopak yang rapuh
14 : malam yang menyakitkan
15 : bunga yang layu
16 : penawar hati
17 : kata hati
18: ego yang terkalahkan
19 : seperti mimpi

3 : soal asmara

3.8K 367 26
By Cicipang_












🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃











Jaemin telah sampai di asrama, terlihat sepi di karenakan hari ini, hari Sabtu, itu artinya mereka libur. Jaemin menunggu si kembarannya itu di tangga dekat lapangan.

Felix, teman sekamar Renjun. Lelaki Submisif itu pindahan dari Australia. Kata anak-anak asrama dia dijuluki sebagai "bule nyasar". Felix, di asrama terkenal karena dia bule cantik yang membuat para dominan mendekatinya dan bahkan ada yang berani menyentuhnya sembarangan. Felix risih, ia juga takut kalau gebetannya melihat dirinya di goda dominan lain, Felix sedang menyukai seseorang tapi tak berani mengungkapkannya pada orang itu.

Renjun saat ini mondar-mandir mencari pakaian cocok untuk keluar nanti, "Lix, bagusan ini atau ini atau juga ini?" Tanya Renjun pada Felix yang masih setia memperhatikan kembaran Jaemin itu. Renjun memperlihatkan ketiga baju-hitam, putih, abu-abu- itu pada Felix.

"Putih aja"

"Ish.. kayaknya nggak cocok deh! Lo yang bener dong pilihnya, kalo nggak ikhlas yaudah!"

Felix sudah terbiasa sama Renjun yang tiada hari tanpa Omelan atau umpatan, rasanya kayak makan nasi tanpa lauk. Sekamar dengan Renjun membuat dia makin sabar.

"Gak usah pake baju sekalian, biar mampus masuk angin."

"Ish jahat Lo! Buru ih kembaran gue udah misuh-misuh di bawah katanya gue lama."

"Ya emang Lo lama. Lo aja dari tadi baru milih baju doang, terus habis ini pasti Lo nyuruh gue milihin celana, sepatu sama tas Lo. Gue hafal banget kebiasaan Lo, makanya Lo harus bersyukur dapet temen kayak Gue."

"Iye iye serah Lo, cepetan ih bantu gue!"

"Ish.. bawel Lo, ah"

Felix pun membantu milih outfit yang cocok buat Renjun, yang katanya ingin ketemu teman. Felix juga tidak tahu siapa yang Renjun maksud dengan kata 'teman' itu. Secara yang Felix tahu, Renjun itu paling jarang keluar, dia hanya menghabiskan waktunya hanya untuk menggambar.

•••

Renjun sudah siap, ia segera berlari. Renjun yakin setelah sampai di sana, Jaemin akan mengomelinya terlebih dahulu.

"Hey! Ayo!" Ajak Renjun yang langsung menarik lengan Jaemin.

Jaemin jelas tersentak, mengira ia di culik. Lalu ia memukul-mukul tangan Renjun seraya ikut berlari. "Lepasin dulu ih! Sakit tau!"

Seakan tuli, Renjun tetap menarik lengan Jaemin. Jika ia berhenti maka Jaemin akan mengomelinya terus-menerus sampai ia tidak akan bertemu dengan temannya itu. Hanya dengan cara seperti ini, Renjun menghindari halangan yang akan di buat kembarannya itu.

Mereka berdua tiba di lapangan basket indoor. Renjun mengedarkan pandangannya pada beberapa orang yang berada di sana, ia juga sudah melepaskan lengan Jaemin yang terlihat memerah di buatnya.

Jaemin meringis lalu memukul bokong Renjun dengan keras membuat si empunya meringis balik. "Sakit ih!" Ringis Renjun.

"Sakitan mana sama ini?! Liat coba! Sampe merah gini, gue aduin sama Ayah, ya! Biar Lo mampus diceramahi!"

"Ish..Lo mah ngertiin dikit kek, gue mau ketemu temen. Ngomelnya ntaran dulu."

Tiba-tiba ada dua orang cowok tinggi yang menghampirinya, satunya berbaju hitam sembari memegang bola basket dan satunya lagi cowok tinggi berbaju coklat dengan senyuman manis terpantri di wajahnya.

"Hai, nunggu lama, ya?" Tanya si cowok baju coklat.

Renjun membalas senyuman itu, "eh, enggak kok. Baru aja sampai."


Cowok baju coklat itu melirik ke arah Jaemin yang tengah meringis melihat lengannya yang merah. "Ini siapa? Temen kamu?"

"Enak aja temen! Gue ini kembarannya!" Jaemin menatap sebal ke arah si cowok baju coklat tadi, lalu melirik kembali ke arah Renjun dan memukul pelan lengannya. "Lo ga cerita sama temen Lo kalo Lo punya kembaran? Jahat banget."

"Ih bukan gitu, gue ga sempet cerita." Renjun melototi Jaemin agar menyuruhnya diam. Lalu Renjun kembali menatap wajah tampan di hadapannya ini. Terkekeh, "iya, dia kembaran aku. Maafin sikap dia, ya."

"Ah, gak apa-apa kok. Kapan-kapan kita jalan, ya." Ucap si cowok baju coklat.

"Iya, boleh."

Jaemin mendengus malas dengan percakapan kedua orang itu, lalu matanya tidak sengaja bertemu dengan mata si lelaki baju hitam itu. Lelaki itu terus menatap wajah kakaknya dan anehnya ia terlihat kesal juga dengan dua orang itu. Tapi, Jaemin memilih untuk tidak peduli.

Asrama di sini memiliki dua gedung yang saling berhadapan. Masing-masing memiliki lima lantai, setiap lantai mempunyai 10 kamar. 1 kamar berisi dua atau tiga orang di dalamnya. Gedung asrama berada di selatan gedung sekolah, di batasi dengan tembok. Lalu di tengah kedua gedung asrama, ada lapangan outdoor, yang biasanya di pakai untuk bermain.

Jaemin menatap heran kepada kedua lelaki di hadapannya ini, di gedung satu hampir semuanya Jaemin kenali. Namun, wajah kedua lelaki ini asing baginya. Jaemin menyimpulkan bahwa mereka penghuni gedung dua.

"Kamu udah mau balik?"

"Iya.. oh iya! Ini ada hadiah buat kamu." Renjun memberikan bingkisan kado untuk si cowok baju coklat, dalamnya hanya lukisan bergambar wajah cowok tersebut yang di lukis sendiri oleh renjun.

"Wah, terimakasih banyak."

"Iya, aku balik dulu ya, sampai jumpa besok lusa!"

•••

"Mereka siapa, sih?" Tanya Jaemin.

"Temen"

Jaemin menyubit pipi Renjun, "kalo di tanya tuh dijawabnya yang bener! Iya tau, temen. Temen dari mana maksudnya!?"

Renjun meringis kesakitan, "ish sakit! Lo main kekerasan mulu sama gue,"

"Ya lagian Lo ngeselin banget."

"Mereka temen gue," Jaemin hendak memukul Renjun tapi dengan segera Renjun menahannya, "eh bentar! Masih ada lanjutannya! Sabar dong. jadi gini,

"Lo masih inget gak? Sama mantan gue?"

Jaemin mencoba mengingat-ingat namanya. "OH! Iya inget, Jono gak sih namanya?"

"JENO! J-E-N-O..Jeeeno. Bukan Jono!" Koreksi Renjun, ia sebal dengan Jaemin yang seenaknya mengubah nama orang.

"Iya iya pokoknya itulah, terus?"

"Cowok baju hitam tadi itu dia."

Jaemin tersentak, "hah?! Kok bisa seganteng itu? Gue ingatnya dia itu cupu, jelek, pake kacamata gede, dan rambutnya yang kayak di pakein Pomade sekardus -ewhhh licin banget." Jaemin sendiri jijik saat mendeskripsikan bagaimana sosok Jeno dulu.

"Makanya Lo jangan remehin dia, dulu Lo juga sering ngejek dia, ya walaupun ga di depannya langsung sih."

"Tapi, serius deh! dia dulu jelek banget. Yang gue heranin, Lo kenapa mau pacaran sama dia?"

"Gue pernah nanya dia, tentang alasan kenapa dia nembak gue. Terus Lo tau gak apa jawabannya?"

Jaemin menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Karena Lo! Hahaha"

Jaemin terkejut terheran-heran, "hah? Kok bisa? Yang dia suka gue, yang dia pacarin elo. Aneh emang tuh orang."

"Dianya mau deketin Lo tapi gak berani, makanya dia minta tolong ke gue bantuin dia deketin lo. Eh tapi, ujung-ujungnya dianya malah nyaman sama gue," Renjun menoyor kepala Jaemin. "Lo sih, ga peka-peka. Dia capek tau nungguin Lo."

"Biarin aja –eh!? Kok malah bahas si Jono sih? Udahlah skip dianya, eh! ngomong-ngomong temen Lo yang tinggi banget itu siapa?"

"Namanya Guanlin, sebenarnya dia itu....... gebetan gue." Suaranya menjadi pelan saat mengucapkan dua kata terakhir tersebut.

"Demi apa?!"

"Iya, gue serius. Dan gue ga tau kenapa Guanlin dan Jeno bisa temenan."

"Coba Lo bayangin, gebetan Lo temenan sama mantan Lo. Iya, kalo mantan Lo itu udah move on, lain ceritanya kalo dia masih punya perasaan sama Lo. Jadi ribet." Jaemin jadi mengingat bagaimana ia menciduk tatapan mata Jeno tadi ke arah Renjun dan Guanlin. "Singkatnya gini, kalo Jeno masih punya perasaan sama Lo gimana?

"Itu sih, masalah dia."

•••

"Bro, udah kenal lama sama Renjun?" Tanya Jeno pada Guanlin.

Kedua lelaki itu tengah duduk santai di balkon, Jeno ditemani dengan sebuah gitar sedangkan Guanlin tengah merokok.

Menghembuskan asap rokok itu di udara. "Baru sebulan yang lalu sih, kenapa?"

"Enggak, nanya doang."

Guanlin merasa ada yang ganjal disini, ia pun menaruh curiga pada Jeno, teman sekamarnya. "Eh bentar, kok Lo tau sih namanya?"









🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃









Hari sudah menjelang malam, Xiaojun sibuk dengan pekerjaannya. Disini ia bukannya hanya menyanyi saja, dia juga harus melayani para pengunjung. Ada Hendery juga yang ikut membantu, selepas pulang dari kuliah, alih-alih pulang ke rumah, ia lebih memilih ke cafe.

Xiaojun tengah membawa nampan berisi beberapa gelas bekas, lumayan kesulitan untuk membawanya karena cukup banyak. Sampai-sampai ia hampir terpeleset, jika tidak Hendery yang menolongnya maka ia akan mendapatkan masalah besar setelah itu.

"Sini aku aja yang bawain." Hendery mengambil alih nampan itu.

Xiaojun diam. Ia terus berfikir, kenapa Hendery sepeduli itu padanya? Apa karena kasian? Atau hal lainnya? Kenapa dia sebaik itu?

Bahu si manis di senggol orang dengan cukup keras. Xiaojun hampir saja jatuh, untung saja ia bisa menyeimbangkan tubuhnya dengan cepat. Lalu menatap tajam ke orang itu.

"Kerja tuh yang bener! Ngelamun doang, kalo gak niat kerja, mending gak usah!"

Itu Jungwoo, bisa di bilang ia adalah senior di cafe ini. Karena dia sudah bekerja lebih lama di cafe tersebut. Dia dan Xiaojun dulu sempat menjadi akrab tapi setelah kejadian itu, Jungwoo jadi membencinya. Jungwoo sebenarnya tidak seperti ini sebelumnya, letak masalahnya ada pada mantan kekasihnya sendiri, Lucas namanya. Mereka bertiga menjadi karyawan di cafe ini, dan menjadi dekat seiring waktu. Lucas menyukai Xiaojun walau ia tahu bahwa ia sudah memiliki kekasih. Jungwoo yang cemburu, langsung melabrak Xiaojun dan menamparnya, hal itu di saksikan oleh Lucas, yang berakibat mereka -Jungwoo dan Lucas- bertengkar hebat. Lalu Lucas mengatakan pada Jungwoo, ia membencinya dan meminta putus secara sepihak. Hal inilah yang menjadi alasan Jungwoo membenci Xiaojun.

Xiaojun hanya menatap seniornya itu, ia ingin sekali memukul wajah menyebalkan itu sekarang juga. Tapi, ia tidak ingin membuat masalah, lagi pula keadaan cafe saat ini cukup ramai. "Maaf"

Jungwoo jalan melaluinya, ia juga sempat menyenggol kembali lengan Xiaojun seraya melototi, memberi peringatan pada Xiaojun.

Xiaojun hanya bisa mendengus pasrah, sambil mencoba mengontrol emosinya. Hendery datang, lalu mengusap punggung Xiaojun. "Habis ini kita pulang aja, aku-eh maksudnya gue udah minta izin sama Kun buat baliknya cepet."

Xiaojun mengangguk lemah, merasa dirinya juga tidak enak badan. Pulang lebih awal adalah solusinya. Setelah itu, ia berjalan menuju kamar ganti.

•••

Dijalan, Hendery membawa motornya pelan, ada Xiaojun di belakang dengan wajah cemberutnya. Ia punya rencana agar membawanya jalan-jalan dulu, lagi pula masih ada waktu sebelum waktu jam pulang kerja. Hendery sangat hafal dengan waktu yang di batasi oleh Ayah Yuta pada Xiaojun.

"Mau jalan-jalan dulu, nggak?" Tanya Hendery.

Karena anginnya cukup kuat, Xiaojun mendengar samar-samar suara Hendery. "Hah? Apa?"

"MAU.. JALAN-JALAN.. DULU, NGGAK?" Hendery yang kehilangan fokus menyetir, hampir menabrak kucing yang sedang melintas di jalan. Hendery yang panik langsung menarik kedua rem tangan itu.

Xiaojun pun ikutan panik dan langsung memeluk tubuh Hendery membuat Hendery berdebar-debar. Syukurlah, Hendery bisa menyeimbangkan motornya. jika tidak, mereka berdua pasti jatuh.

Lelaki manis itu memukul punggung Hendery hingga membuat sang empunya terkekeh. "Ish! Yang fokus nyetir nya! Kalo jatuh gimana coba?" Omelnya.

"Iya, maaf. Tapikan kita ga jatuh,"

"Makanya itu, setelah ini fokus dulu! Gak usah banyak tanya."

"Yeuu.. dasar Cerewet."

"Apa Lo bilang?" Xiaojun menyubit pinggang Hendery.

"Iya iya ampun"

•••

Disinilah keduanya singgah, di rumah Hendery. Soal ajakannya tadi langsung ditolak mentah-mentah oleh Xiaojun, karena kejadian 'hampir jatuh' itu. Lagi pula Xiaojun telah merindukan sosok papa keduanya, Chitta namanya. Walupun begitu, papa Winwin tetap nomor satu di hati Xiaojun.

Selepas ditinggal Winwin, Chitta menawarkan diri menjadi papa kedua dari ke empat anak itu. Yang paling dekat dengan Chitta ialah Xiaojun. Pernah dulu, Chitta ingin membawa Xiaojun untuk tinggal di rumahnya karena menurut Chitta, Xiaojun adalah anak yang sangat manis dan penurut. Tapi, Yuta langsung menolaknya dengan tegas. Pria duda itu sudah di tinggalkan suaminya untuk selama-lamanya, lalu anaknya ingin di ambil oleh Chitta, jawabannya tentu saja tidak! Yuta tidak akan membiarkan itu terjadi. Chitta pun mengerti. Setelah itu, Chitta hanya bisa mengunjungi mereka sebulan 3 kali.

"Papi mana?" Tanya Xiaojun pada Hendery yang hendak melepaskan helmnya.

"Ga tau, kita aja belum masuk ke dalam, kamu-eh maksudnya Lo udah nanya-nanya."

"Eh, iya juga." Setelah itu dia tertawa sendiri.

Hendery menyukai tawa itu, rasanya ingin sekali melihat itu terus sepanjang waktu. Apakah dia bisa?

Keduanya masuk dengan disambut dengan harum masakan. "Hendery pulang!"

Xiaojun berlari kecil menuju dapur dan mendapati Chitta tengah mengeluarkan nampan oven.

Chitta terkesiap saat Xiaojun memeluknya dari belakang. "Papii!!!"

"Astaga! anak ini ngagetin aja!"

Xiaojun melepaskan pelukannya lalu terkekeh, "maaf, papiku yang cantik." Xiaojun mencuri ciuman di pipi Chitta, bermaksud untuk menggoda Chitta agar tidak marah.

Setelah menaruh nampan itu di Pantry, lantas Chitta memeluk Xiaojun, tidak lupa juga memberinya kecupan sayang. "Ya ampun, kenapa baru berkunjung? Papi kangen banget tau sama kamu dan juga adek-adek kamu itu."

"Ini aja, aku rencananya mau langsung pulang aja tadi dari cafe. tapi, aku tiba-tiba keinget sama papi. yaudah, aku singgah aja deh!"

"Oh gitu, eh sini-sini! makan cookies yang papi buat. HENDERY!! SINI MAKAN!"

Xiaojun mencicipi cookies buatan Chitta dan rasanya enak walau sedikit pahit. Chitta dapat rasakan bagaimana ekspresi Xiaojun saat memakannya.

"Hehe, maaf ya. Tadi, Papi kelamaan angkatnya. Jadi, gosong dikit."

"Gapapa, Pi. Ini tetep enak kok."

Hendery menghampiri Papinya dan Xiaojun, dirinya sehabis mencuci wajahnya. Beberapa rambutnya terkena percikan air, membuat Hendery menyisirnya ke belakang.

Xiaojun terpesona melihatnya. Ia tidak mengira bahwa Hendery akan setampan ini.

"Mana cookies nya, Pi?" Hendery berada di sebelah Xiaojun. Dengan buru-buru Xiaojun mengalihkan pandangannya ke arah lain sebelum ia di ejek karena terciduk melihat Hendery dengan tatapan tak biasa.

"Ini, buru cobain deh" Chitta menyuapi cookies itu pada Hendery.

"Astaga, papi ini pahit banget! Ya ampun!" Xiaojun menyubit lengan Hendery lalu melototinya.

"Eh maksud Dery, ini enak banget! Manisnya kerasa banget!" Hendery terpaksa berbohong karena melirik Xiaojun yang masih melototinya.

"Padahal itu yang gosong loh." Ujar Chitta yang diakhiri kekehan.

Kedua bola mata Hendery melebar, "astaga pantesan! Air! Air! Mana air!" Lalu ia tidak sengaja melihat Xiaojun yang sedang minum. Dengan cepat menyambar gelas itu dan langsung meminumnya.

"Hendery! Kamu yang sopan dikit coba, itu punya Xiaojun. Kamu ambil sendiri sana."

"Dery gak sempet, Pi" Hendery mengembalikan gelas itu pada Xiaojun. "Nih, makasih, ya."

Xiaojun hanya diam menerimanya, lalu mengendikkan bahunya. Ini hal yang biasa yang mereka lakukan.

Hendery menyenggol lengan Xiaojun, membuat si empu menoleh padanya. "Dejun, ke kamar, yuk." Ajaknya.

Chitta memukul bokong Hendery." Astaga! Papi!"

"Ngapain kamu ngajak-ngajak Xiaojun ke kamar?" Chitta berkacak pinggang sambil melototi anaknya itu.

Merasa terpojokkan, Hendery langsung membela diri. "ih, papi apaan sih. Orang Dery cuma mau belajar doang."

"Kalo bohong Papi jewer ya kamu! Yaudah sana"

Hendery mencubit gemas pipi Papinya lalu kabur dengan menarik lengan Xiaojun.

"Dasar anak nakal!"

Kedua pemuda itu terkekeh, "Lo jahil banget jadi orang, kasian tuh Papi Lo."

Wajah Hendery berubah menjadi murung, "bukan tanpa alasan gue ngelakuin kayak gitu ke Papi."

Xiaojun menoleh, ia bingung. "Emang apa alasannya, kalo boleh tau?"

"Daddy dan Haechan gak ada di rumah sekarang, gue kuliah pulangnya sorean. Papi sendirian dirumah sebesar ini, seharian pasti papi bosan dan merindukan suasana hangatnya keluarga. Gue mau wujud-in keinginan papi yang satu itu. Gapapa gue sendirian ngehibur papi, asal papi seneng."

"Daddy masih keluar kota?"

Hendery mengangguk lemah.

"Ish~ Lo mah jangan kayak gitu. Bukan hanya Lo doang yang berusaha ngehibur papi, ada gue juga yang bakalan bantuin Lo." Ucap Xiaojun sambil tersenyum.

Hendery melirik ke arah Xiaojun, melihat senyuman itu, Membuat degup jantungnya berdetak kencang. "Gue boleh peluk Lo, gak sih?"

Wajah Xiaojun berubah menjadi datar, "NGGAK!" lalu ia berjalan cepat ke arah kamar Hendery. Meninggalkan Hendery yang sedang senyum jahil.

"Dih, tsundere banget. Tadi aja dianya yang malah meluk-meluk gue. Bikin berantakin hati aja Lo, dasar." Gumam Hendery.

🍃🍃 MALAIKAT AYAH🍃🍃

Oitt!
Gimana part ini?

Continue Reading

You'll Also Like

176K 12.6K 27
"kita akan berkeliling wisata nanti saat hesa sudah besar dan papa yang akan menjadi bos di perusahaan agar bisa meliburkan diri mengajak hesa dan ma...
719K 9.3K 35
YAOI/GAY/HOMO/NFSW/BOYSLOVE (bukan boy pussy) Jangan salah lapak bro, kalo gak nemu cerita yang lo mau di sini pindah aja. Isinya oneshoot atau mun...
1.9M 12.1K 20
⚠️Warn Not to under 20 Akan tamat maksimal threeshoot Open request Mengandung kata kasar dan vulgarisme πŸ”žMature ContentπŸ”ž
913K 50.1K 50
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...