MATE FROM THE DARK [END ✔️]

By Mangokornet

84K 7.8K 658

[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN KOMENT] ⚠️UNTUK DI BACA BUKAN DI TULIS ULANG ALIAS PLAGIAT. MIKIR ALUR SUSAH... More

CAST
P R O L O G
CHAPT 1
CHAPT 2
CHAPT 3
CHAPT 4
CHAPT 5
CHAPT 6
CHAPT 7
CHAPT 8
CHAPT 9
CHAPT 10
CHAPT 11
CHAPT 12
CHAPT 14
CHAPT 15
CHAPT 16
CHAPT 17
CHAPT 18
CHAPT 19
CHAPT 20
CHAPT 21
CHAPT 22
CHAPT 23
CHAPT 24
CHAPT 25
CHAPT 26
CHAPT 27
CHAPT 28
CHAPT 29
CHAPT 30
CHAPT 31
CHAPT 32
CHAPT 33
CHAPT 34
CHAPT 35
CHAPT 36
CHAPT 37
CHAPT 38
CHAPT 39
CHAPT 40
CHAPT 41
CHAPT 42
CHAPT 43
E P I L O G U E
EXTRA CHAPT-GODDESS OF THE HUNT
EXTRA CHAPT-EVONSHIELD BROTHERS
EXTRA CHAPT-DEATH PRISON
EXTRA CHAPT-BABY DRAKE
EXTRA CHAPT-HUNGRY BISTRO
THE SILENT KILLERS

CHAPT 13

920 115 9
By Mangokornet

MATE FROM THE DARK




⚠️ WARNING 🔞



Valerie tidur telentang dengan kedua kaki yang terbuka lebar, matanya menatap langit-langit kamar tanpa kedip sejak dua menit yang lalu. Ia tidak bisa tidur. Gale sedang berada di rings building dengan ayah, kakek dan pamannya serta Hugo dan Marcus.

Gadis itu lalu merubah posisi tidurnya menjadi miring. Helaan napas berat keluar dari mulutnya beberapa kali.

"Huft" Vale berbalik badan lagi menghadap pintu. Entah kenapa tiba-tiba menjadi gelisah.

"Drake!"

Lima detik

Sepuluh detik

Lima belas detik

Tiga puluh detik

Empat puluh detik

Empat puluh lima detik

Lima puluh detik

Enam puluh detik

'yes, dear."

Valerie tersenyum mendengar suara Drake meski tidak bisa melihat wujud pria itu. Suara yang hanya bisa Vale dengar sendiri. Sebenarnya belum terlalu lama tapi Vale merasakan rindu pada sosok itu.

"You okey?"

'why?"

Lagi-lagi Vale mengubah posisi tidurnya kembali telentang sambil memeluk guling.

"I miss you."

Drake tertawa mendengar ucapan Valerie. Ngomong-ngomong mereka lagi telepati.

'Sepertinya aku yang harus bertanya okey kepadamu,'

"Kenapa kau lama sekali menjawab panggilanku?"

'ya aku hanya memastikan bahwa itu benar suaramu,"

"Kau tidak ingin datang kesini, Drake?"

'tidak bisa. Aku memikirkan perasaan Gale. Dia suamimu, kau sekarang sudah menjadi miliknya aku tidak bisa sebebas dulu menemuimu."

Vale mengernyit bingung "but you're my—"

'benar," Drake menyela 'tapi aku cukup tahu etika'

'kalau memang ingin bertemu, okey aku bisa aku yang akan datang kesana tapi kau harus izin pada Gale. Kalau dia mengizinkan aku datang jika tidak jangan memaksa."

Sebulir bening air mata jatuh menuruni pipi Valerie mendengar kata-kata Drake. Gadis itu mengarahkan netranya ke atas agar air matanya berhenti keluar.

'Vale! Kau tidak tidur? Bukankah di Voresham sekarang sudah larut? Dan kemana Gale?'

Vale menyeka air matanya sebelum menjawab pertanyaan Drake "aku tidak bisa tidur. Dia sedang minum-minum dengan ayah, kakek dan paman Allen di rings building."

'Bisakah kita sudahi kegiatan ini?'

"Drake!!" Valerie berseru, seruan yang seperti menghantam hati dan jantung Drake. Sakitnya luar biasa mendengar suara Vale yang seperti itu. Suara putus asa, sedih, ditengah tangis sesegukan. Drake benci mendengarnya.

"Apa aku menyakitimu dengan pernikahanku dengan Gale ini?"

'tidak."  Drake membalas singkat setelah itu Valerie tidak lagi mendengar suara Drake. Pria itu memutus telepati mereka.

******

Gale keluar dari rings building lebih awal karena ia sudah tidak kuat menahan sakit di kepalanya. Sambil memegangi kepalanya, laki-laki itu melangkah sempoyongan menuju istana tiga.

"Ahhh," Gale mendesah "apa yang aku minum tadi." Ia melebarkan matanya lalu menggeleng berusaha mengusir rasa pusing itu. 

Dengan sedikit usaha dan hampir tersungkur beberapa kali akhirnya Gale tiba didepan kamar Valerie. Gale menghela napas sebelum membuka pintu kamar.

Kepalanya melongok sedikit melihat Vale yang tidur membelakangi pintu. Laki-laki itu tersenyum kemudian masuk kedalam.

Gale melangkah perlahan berusaha tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Valerie. Ia menahan napas pula ketika naik ke ranjang.

Entah dorongan dari setan mana atau pengaruh dari alkohol Gale memeluk Vale dari belakang, mengendus belakang leher Valerie juga mengecupnya ringan beberapa kali.

Bener sih pas buka pintu sama naik ke ranjang gak bikin Vale bangun. Tapi gara-gara tindakannya barusan Valerie jadi bangun.

Vale membuka matanya saat merasakan deru napas hangat menerpa kulit tengkuknya. Gadis itu menurunkan pandangannya pada lengan Gale yang melingkar di perutnya. Ia tersenyum tipis lalu berbalik badan.

"Oh aku membangunkanmu." Gale terkejut

Sekarang keduanya saling berhadapan. "Kau minum?" Vale memperhatikan wajah Gale yang memerah juga matanya yang sayu.

Gale mengangguk samar "maaf. Aku tidak enak jika menolak. Apalagi yang menuangkan ayah mertuaku." Ujar Gale sedikit mengerucutkan bibirnya

Mata Vale melebar "ayahku juga minum?"

"Iya," Gale mengangguk lucu, semakin lama wajahnya semakin merah.

"Wah," Vale berdecak "aku baru tahu daddy bisa minum. Padahal mommy bilang daddy bukan seorang peminum,"

Jujur saja tatapan mata Gale yang sayu membuat Valerie berdebar. Laki-laki itu mengulurkan tangannya menyelipkan seuntai rambut blonde Valerie kebelakang telinganya.

"Kau cantik sekali." Ucap Gale dengan suara rendahnya, matanya berkeliaran mengamati satu persatu komponen di wajah Vale.

"Astaga. Suamiku mabuk," Vale tersenyum lebar memperhatikan Gale, membawa sebelah tangannya mengusap wajah laki-laki itu.

Entah kenapa di saat mabuk seperti ini Gale terus ingin tersenyum.

"Aku baru tahu kau memiliki lesung pipi," ujar Vale begitu menyadari ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Valerie Graciella!"

"Hmm," Vale mengangkat pandangannya

Gale mendekatkan wajahnya pada gadis yang berstatus sebagai istrinya itu. "jujur sampai sekarang rasanya masih seperti mimpi. Kau adalah istriku?" Ia bertanya

Valerie menatap bibir Gale sekilas lalu mengecupnya ringan "aku istrimu. Jangan mabuk lagi agar kau tidak bermimpi,"

Laki-laki itu tertawa sekilas, ketika kembali menatap mata Vale pandangannya sudah lain. Sekarang bukan hanya sayu, tapi juga diselimuti kabut gairah. Dan Gale tidak bisa menyembunyikan keinginannya untuk mencumbu Vale sekarang. Alkohol benar-benar merusak kinerja otaknya.

"Vale! Maaf,"

"Maaf?" Valerie mengulang

Gale mengangguk, ah rasanya kepalanya ingin meledak. "I can't," ia menarik Vale semakin dekat,  kemudian mendaratkan bibirnya di atas bibir ranum Vale. Mengecupnya beberapa kali sebelum akhirnya melumatnya.

Lumatan yang berarti jauh, harus ada yang terjadi setelah ciuman itu.

Vale tersenyum disela pagutannya. Gadis itu memeluk leher laki-lakinya. Mereka saling menyesap, mengigit, melumat, bergelung lidah tanpa memedulikan suara decakan yang timbul karena kegiatannya.

Gale memindah tangan Vale perlahan, membaringkan gadis itu dengan benar. Ia sungguh kehilangan kontrol. Ciumannya turun ke leher jenjang Vale. Menghirup dalam-dalam aromanya, mengecupnya lalu mengigit dan memberi tanda kemerahan disana.

Valerie melenguh lirih ketika tangan nakal Gale menggerayangi seluruh tubuhnya. Meremas dadanya secara bergantian.

Nafas Gale memburu tak karuan ketika Vale melucuti kemeja yang ia kenakan kemudian meraba dadanya. Pun dengan Gale yang membuka kaitan gaun Vale di belakang.

Vale pasrah membiarkan Gale mendominasinya. Ia berada di bawah kukungan pemuda itu tanpa kekuatan apapun. Valerie benar-benar menikmati apa yang Gale berikan kepadanya.

Ciuman, kecupan, tanda kemerahan di leher, remasan di dada, lalu milik pemuda itu yang memenuhi miliknya. Vale menyerahkan seluruh tubuhnya pada Gale tanpa alasan apapun.

Vale bersedia di dominasi oleh Gale karena ia memang ingin, bukan sekedar memenuhi kewajibannya sebagai istri. Tidak, intinya Vale melakukannya dengan sepenuh hati.

Gadis itu membuka kakinya lebar-lebar, memberi akses Gale untuk bergerak lebih leluasa. Valerie meremat bed cover kuat-kuat kala Gale mengulum salah satu nipplenya serta memainkannya dengan lidah. Rasanya Valerie ingin berteriak karena tak kuasa menahan nikmat yang ia dapatkan dari dua titik sensitif ditubuhnya. Gale benar-benar membawanya melayang.

Tangan Valerie meremas rambut belakang Gale ketika laki-laki itu menyentak miliknya hingga tandas. Mengeluarkan seluruh benihnya didalam rahim gadisnya.

Gale masih bernafas tak teratur, ia mengecup dalam kening Vale yang sedikit berkeringat karena ulahnya.

"I'm sorry, i lost control. Apa aku menyakitimu?"

Vale menggeleng, mengusap peluh di dahi Gale dengan telapak tangannya. "aku menikmatinya. Kau membuatku tak bisa mengucapkan kata lain selain namamu,"

Gale terkekeh, memandang teduh perempuan yang berada di bawah kukungannya itu. Memang selama permainan mereka tadi, kata yang keluar dari mulut Valerie hanya Gale, Gale dan Gale.

"Kau pandai merayu," Gale menekan pipi dalamnya dengan lidah.

"Aku tidak merayu. Kau dengar sendiri kan tadi, aku—" mata Valerie memicing "aku hanya mendesahkan namamu."

"Berhenti menjadi nakal Valerie Graciella atau aku akan membuatmu mengeluarkan peluh lebih banyak."

Valerie menekan tengkuk laki-laki itu mengikis jarak diantara keduanya. "ayo lakukan saja sesukamu." Seringaian tipis yang terbit di bibir Valerie membangkitkan gairah Gale untuk benar-benar membuat gadis itu mengeluarkan peluh lebih banyak.

"Kau akan menyesalinya." Gale menaikkan sebelah alisnya sebelum kembali membuat Valerie mendesahkan namanya.

*****

Sesuai dengan pembicaraannya dengan Yoshi kemarin hari ini Lucia datang ke dunia bawah untuk menemui Drake sekaligus menemui Harvey kalau laki-laki itu ada disana.

"Owenclaws!" Lucia berseru kala melihat Rigel tengah memberi makan anjing peliharaan Drake.

Laki-laki yang hobi memakai jubah merah itu menoleh "oh kau Eleanor,"

Lucia berjalan mendekat "apa yang kau lakukan disini?"

Rigel mendongak "karena aku babu jadi pekerjaanku hanya memberi makan anjing tuanku,"

Ucapan Rigel berhasil membuat Lucia tergelak "babu mana yang boleh menggantikan tuannya mendayung perahu di sungai Styx? Kau merendah?"

"Tidak biasanya kau kemari, Eleanor." Rigel berdiri lalu mengajak Lucia untuk duduk di sofa.

Gadis itu mengangguk "benar aku tidak suka datang kemari sebenarnya. Drake dimana?"

"Death prison," ucap Rigel "sepertinya akan terjadi pertempuran antar dewa sebentar lagi," Rigel menggeleng pasrah "dunia bawah akan hancur jika kedua penguasanya saling melempar kekuatan."

Mata Lucia memicing hingga kedua alisnya nyaris bertaut "apa yang aku bicarakan?"

"Lebih baik kau menemui Drake saja agar lebih jelas."

Lucia menatap Rigel penuh tanya. Pertempuran antar dewa?

Penguasa dunia bawah?

Saling melempar kekuatan?

Apa yang sedang di bicarakan oleh pelayan—ah bukan pelayan, dia adalah pendayung perahu di sungai Styx yang sebenarnya. 

Lucia lantas beranjak dari duduknya "baiklah aku akan menemui Drake karena memang tujuanku kemari untuk bertemu dengannya." Lucia melangkah pergi bahkan sebelum Rigel menjawab.

Rigel menatap pintu besar kastil yang baru saja tertutup. "Seribu tahun untuk Eleanor dan berapa puluh tahun lagi untuk Valerie. Drake Drake kau benar-benar makhluk yang amat setia," Rigel tersenyum tipis. Laki-laki itu adalah saksi bagaimana perjuangan Drake mendapatkan restu dari Dewa Arthur untuk menikahi Lucia.

Dan Rigel juga menjadi saksi untuk pertama kalinya Drake tersenyum pada Dewa Arthur karena telah memberinya benang takdir yang setelah itu Drake ikatkan pada Valerie.

Drake yang hidupnya selalu hampa dan suram akhirnya bisa menemukan secercah cahaya dan harapan meski sekarang juga harus melewati ladang ranjau untuk yang kedua kalinya.

******

Hanya ada satu lentera kecil di lorong death prison yang lembab dan panjang itu. Benda itu  lebih terlihat seperti hiasan dari pada penerangan.

Kaki jenjang Lucia melangkah menyusuri tempat yang amat tidak ia sukai. Suara jeritan penyesalan dan minta tolong bergaung ditelinga Lucia sejak ia masuk kedalam gerbang. Bisikan-bisikan halus yang berusaha mempengaruhinya pun ikut mencari eksistensi karena kedatangannya.

Langkahnya melambat begitu matanya menangkap sosok bertubuh tinggi tegap berdiri didepan kurungan nomer 6. Meskipun lorong itu gelap gulita, mata istimewa Lucia bisa melihat jelas bahwa sosok itu adalah Drake.

"Drake!" Lucia mendekat

Drake menoleh, pria itu memiringkan kepala ekspresinya menggambarkan keterkejutannya karena kedatangan Lucia.

Sang Dewi kegelapan yang sensitif dengan hawa panas sekarang datang ke neraka. Ada apa gerangan?

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Ada yang perlu kubicarakan denganmu," ujar Lucia

"Katakan saja." Drake menggeser netranya kembali menatap kedalam kurungan nomer 6.

Lucia menjadi penasaran kenapa Drake terus-terusan menatap kedalam sana. Ia menghampiri Drake, berdiri disebelah pria itu.

Saat Lucia ikut memandang kedalam alangkah terkejutnya dia. Matanya membola lebar, sebelah tangannya menutupi mulutnya yang terbuka reflek.

"Drake!" Lucia sedikit mendongak agar bisa menatap wajah sang dewa kegelapan. "Jadi dia belum disegel?"

Drake melirik Lucia dengan ekor matanya "dia tidak tenang selama dua puluh tiga tahun. Ada dendam yang belum terbalaskan,"

"Tapi sudah hampir tiga tahun terakhir ini dia tiba-tiba tenang, tidak membuat kegaduhan, bahkan tidak lagi mempengaruhiku. Dan kau tahu?" Pria bersetelan serba hitam itu menoleh pada Lucia yang masih tampak shock dengan pemandangan didepannya.

"Apa?" Tanya Lucia tanpa mengalihkan pandangannya dari dalam kurungan. Menatap jiwa ringkih yang meringkuk di sudut ruangan sempit itu.

Drake mendesah berat "dia menjerit kesakitan ketika ku percikkan racun deathwoods. Padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti itu,"

"Dendamnya yang amat sangat membuatnya kebal dengan racun deathwoods." Imbuh Drake sambil mengantongi kedua tangannya kedalam saku mantel.

"Apa Gerard sudah tahu hal ini, Drake?"

Drake menggeleng "aku harus mencari tahu terlebih dahulu. Aku mencurigai Harvey dan sialnya Rigel juga melihat Harvey tiga tahun lalu didepan kurungan ini dengan tatapan kosong,"

Lucia memutar tubuhnya menghadap Drake, seketika perasaan cemas kembali merundung pikiran dan hatinya.

"Aku juga tengah mencari Harvey. Dia mengatakan padaku bahwa Selene memintanya menjadi pengawal."

Drake berdecih "itu tidak mungkin."

Lucia mengangguk setuju dengan ucapan Drake "ku pikir juga seperti itu. Lagipula kalau memang benar Arthur pasti akan memberitahuku. Lalu sekarang bagaimana, Drake?"

"Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada Gale dan Valerie," Lucia mendongak, menatap Drake penuh harap.

"Kita harus mencari Harvey apapun yang terjadi." Drake ikut memutar tubuhnya menghadap Lucia. Menatap obsidian gelap Lucia lurus-lurus.

"Ah sebentar. Apa yang membuatmu mengkhawatirkan keselamatan Valerie dan Gale? Kurasa jiwa ini tidak ada hubungannya dengan mereka,"

Lucia menelan salivanya kasar, nafasnya tiba-tiba tak teratur.

"Eleanor!" Drake menyentuh sebelah bahu Lucia

"What happen?" Drake khawatir karena Lucia tampak ketakutan. Ia bingung harus melakukan apa pada gadis itu.

"Here!" Akhirnya Drake menarik tangan Lucia, memeluk gadis itu, menepuk punggungnya perlahan untuk menenangkan.

Ini hanya berupa pelukan biasa tanpa perasaan. Karena sesungguhnya perasaan Drake pada Lucia selama seribu tahun itu telah luntur sepenuhnya. Drake tidak merasakan apapun ketika tubuh gadis itu bersentuhan dengannya.

"Jangan menangis. Tangisanmu tidak akan menyelesaikan apapun. Katakan, kita akan selesaikan bersama. Ini masalahku juga," ujar Drake sambil terus menepuk punggung Lucia.

Rasa cemasnya tidak hilang Lucia justru menangis sesegukan. Bahunya bergetar hebat, air matanya bahkan membasahi pakaian Drake.

Lucia menggeleng, ia benar-benar khawatir. Ia tidak ingin Valerie merasakan lagi apa yang telah dirasakannya dulu.

"Eleanor! Berhenti menangis." Ucap Drake mulai tak sabar.

Drake lantas melerai pelukan, mengusap air mata di pipi Lucia. Memperhatikan wajah ibu tiga anak itu seksama.

"Ayo katakan. Ada apa,"

Lucia menatap Drake dengan mata yang kembali berembun. Ia menarik napas perlahan.

"Aku merasakan hawa panas Ogleo dari tubuh Charles, ayah angkat Gale."

Seketika kegelapan menyelimuti Voresham, Tandore dan Icherland. Kabut berwarna coklat pekat menghalangi jarak pandang. Jiwa kegelapan seorang Drake Evonshield kembali bangkit setelah sekian lama tertidur.

******

An//: Gerard itu dalam mitologi Yunani adalah Hades sedangkan Drake itu adalah Erebus. Kalau Rigel merupakan original karakter dari aku. Dia ini sebenarnya pendayung perahu di sungai Styx sekaligus sosok yang kerap menyampaikan pesan Gerard kepada Drake.

Kalau Rigel nganter jiwa pake perahu itu tanpa mikirin dosa-dosa yang diperbuat selama hidup. Sedangkan Drake dia bakal pake perahu itu untuk nganter jiwa yang dosanya gak seberapa banyak. Misalnya jiwa yang di bawa Drake itu penuh dosa kek Aaron atau Ogleo gitu sama Drake di seret pake rantai gak bakal di naikin perahu.

Sebenarnya dalam mitologi aslinya Hades sama Erebus ini gak ada hubungan keluarga seperti yang aku gambarkan disini. SEKALI LAGI CERITA AKU INI FIKSI TIDAK SEMUANYA BERDASARKAN KISAH PARA DEWA YUNANI. OKEYY!!

Ah iya satu lagi, kalau kalian nanya bedanya dewa kematian sama kegelapan itu gimana. Jadi kalau Gerard tempat tinggalnya di neraka sedangkan Drake itu di atasnya, sebelum neraka gitu maksudku. Drake ini bak jembatan yang menghubungkan jiwa baru mati dan dunia bawah. Jadi Drake hidup di antara neraka dan dunia manusia. Makanya di kasih nama dewa kegelapan.





Hai genggssskkuuuu masih tetep betah nih jadi siders?

Gimana chapt ini?

Jangan lupa vote dan komen yaa zheyeng 🔪🔪🔪🔪🔪🔪 biar aing tuh semuangat gitu nulisnya

Okeyyy, see you next chapt

Big love Mrs. Evonshield ♥️











Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 178K 42
Follow dulu sebelum baca 🥰 BIASAKAN JANGAN BACA SETENGAH SETENGAH, JIKA ADA KEMIRIPAN CERITA DI AWAl MURNI KETIDAK SENGAJAAN. Tamara gadis yang beru...
125K 11.8K 34
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
1M 100K 31
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
979K 72.2K 33
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...