BRIANNA [Proses Revisi]

By saripahsaa

1.2M 138K 7.1K

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Setelah terbuka... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41

Chapter 24

22.5K 2.8K 139
By saripahsaa

***

Entah sudah berapa lama Malvin memandangi foto pigura yang berada di genggaman nya. Terlihat sebuah frame foto yang memperlihatkan seorang gadis cantik dengan gaun tipis, bertali spaghetti, berwarna hijau tua di dalamnya.

Jika mengingat kembali Brianna memang terlihat sexy saat itu. Namun pikiran Malvin juga tidak se dangkal seperti yang kalian pikirkan, meskipun dirinya sempat marah karena pakaiannya yang kurang bahan tetapi apa boleh buat demi kebahagiaan adik tersayangnya.

Ah ya, dulu Malvin sempat cemas karena dirinya pernah mengira menyukai adiknya sendiri. This so fucking crazy! Bagaimana bisa dia menyukai Brianna yang notabenenya adik kandungnya. Untuk sesaat Malvin merasa kalut, tak pernah terbesit dalam dirinya untuk menyukai adiknya sendiri. Saat itu memang diluar kendalinya, ia tak paham perasaan apa yang ia miliki pada Brianna. Saat bersamaan pula Brianna pergi meninggalkannya untuk tinggal bersama kakeknya di kota X. Awalnya Malvin tak mengizinkan Brianna untuk pergi, namun entah pikiran darimana bahwa ini lah saatnya Malvin menelisik perasaannya pada Brianna saat ia pergi jauh darinya. Akhirnya setelah beberapa bulan Brianna pergi darinya Malvin menemukan jawabannya.

Malvin merasa lega. Ternyata perasaan yang selama ini ia khawatirkan tidak akan pernah terjadi. Saat berada di dekat Brianna, jantungnya tidak berdetak lebih cepat seperti orang yang mencintai seseorang pada umumnya. Hanya normal-normal saja mungkin hanya sesekali karena tampilan adiknya yang terlihat mempesona. Brianna bukan hanya sekedar adik kesayangannya, tapi dia lebih daripada itu.

Sebenarnya Malvin juga pernah jatuh cinta pada seorang gadis sederhana, saat ia masih duduk di bangku sekolah dulu. Pertemuan singkat mereka mampu menggetarkan hatinya yang beku. Namun saat itu Malvin terlalu acuh hingga mengabaikan gadis itu, gadis yang setiap harinya menunggu di halte bus saat hujan turun. Saat itu Malvin sedang menunggu jemputan, tetapi sang jemputan tak kunjung datang. Akhirnya Malvin menunggunya di halte bus dan saat itu lah pertemuan pertama mereka.

Rintik hujan membasahi kota. Orang-orang yang tadinya berlalu lalang, kini berlarian mencari tempat perlindungan agar tubuh hangat mereka tidak terkena tetesan air hujan yang basah.

Untungnya Malvin datang ke halte bus saat hujannya belum sederas ini. Lalu memposisikan tubuhnya menyender pada tiang halte bus, tangannya ia masukan kedalam saku celana. Matanya terpejam, menikmati perpaduan rintikan hujan yang membasahi tanah dengan alunan musik di earphone yang sudah terpasang di telinganya.

Saat sedang menikmati alunan musiknya, tiba-tiba Malvin mencium aroma bunga Lily yang menguar pada seseorang disampingnya. Karena penasaran Malvin dengan segera membuka matanya.

Terlihat seorang gadis tengah tersenyum manis menatap rintikan hujan yang terus membasahi tanah.

'gadis aneh' pikirnya dalam hati.

Namun matanya malah terus memperhatikan gadis itu.

Sadar ada seseorang yang memperhatikannya, sontak gadis itu menolehkan kepalanya.

"Ada apa tuan? Kenapa kau terus saja memperhatikanku?" tanya gadis itu dengan penasaran.

Malvin menaikan alisnya "Kau terlalu percaya diri nona, aku tak pernah memperhatikanmu. Kurang kerjaan sekali" jawabnya angkuh.

Gadis itu menatapnya sengit "Oh ya? Kau pikir aku bodoh, aku sadar kau terus saja memperhatikanku dari tadi".

Malvin mengendalikan bahunya acuh "Terserah padamu nona, aku tak peduli".

Gadis itu berdecak sebal "Dasar menyebalkan".

Malvin hanya mengacuhkannya.

Hari berikutnya Malvin bertemu lagi dengan gadis sederhana itu. Kebetulan hujan kembali turun, dan Malvin ikut meneduhkan tubuhnya di halte.

Namun sepertinya gadis itu menenteng sebuah keranjang ditangannya.

"Kau membawa apa?" tanya Malvin penasaran.

Gadis itu menoleh. Kemudian berdecak saat Malvin yang bertanya "Apapun itu tidak ada urusannya denganmu" jawabnya ketus. Mengapa ia harus di pertemukan kembali dengan pria angkuh sepertinya sih.

Malvin menatapnya datar "Aku serius nona" ujarnya dingin.

"Aku berjualan kue. Kau mau membelinya?" tawar gadis itu.

"Tidak" jawab Malvin singkat.

Gadis itu kembali berdecak. Kesal karena bertemu makhluk se menyebalkan Malvin.

"Kau tidak sekolah? Kenapa tidak memakai seragam mu?" tanya Malvin kembali. Ya, gadis ini hanya memakai pakaian sederhananya, Malvin tak pernah melihat gadis ini memakai seragam sekolahnya. Padahal di jam seperti ini, anak-anak sekolah berhamburan keluar untuk pulang. Jika di pikir kembali sepertinya gadis ini seumuran dengannya.

Baiklah tolong catat, Malvin akan sering berbicara hari ini.

Sesaat mata gadis itu berubah menyendu. Namun dengan cepat kembali seperti semula "Aku putus sekolah" jawabnya lirih.

Malvin melihat tatapan sendu itu "Kenapa kau putus sekolah?"

Gadis itu menatap lurus kedepan. Menerawang rintikan hujan yang terus saja berjatuhan "Aku harus menghidupi adikku, dia harus sekolah dengan normal seperti yang lainnya. Aku tak ingin adikku bernasib sama sepertiku, cukup aku saja yang menderita adikku jangan" ucapnya dengan sedih.

Malvin tertegun melihatnya ternyata gadis ini menyimpan penderitaan seberat ini "Lalu dimana orang tuamu?" tanyanya dengan dengan hati-hati.

Gadis itu terdiam. Dengan segara Malvin menyela "Err... Maafkan aku kau tak perl—"

"Aku tak tahu dimana kedua orangtuaku, saat aku berumur 13 tahun mereka pergi meninggalkanku.  Bibi bilang mereka membuang kami dan tak ingin mengurus aku dan adikku saat itu. Mereka malah menyerahkan kami pada bibi. Aku masih ingat saat itu ibuku hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun lalu pergi begitu saja tanpa mengindahkan tangisanku yang terus meraung menyebut namanya untuk tidak pergi meninggalkanku. Bibi berteriak marah, memintaku untuk berhenti menangis. Namun aku tak bisa, rasa sesak di dalam hatiku tak dapat aku bendung lagi " tubuhnya bergetar dengan mata berkaca-kaca. Tanpa Malvin sadari tangannya terangkat mengelus bahu gadis itu dengan lembut.

"Saat itu bibiku bilang tak ingin mengurus kami berdua. Aku memohon padanya untuk mengurus adikku yang saat itu masih beberapa bulan dengan janji bahwa aku akan mencarikan uang untuknya. Bibi akhirnya setuju dengan syarat semua upah hasil kerjaku di berikan pada bibi semuanya. Aku mengangguk setuju apapun akan kulakukan asal adikku ada yang mengurusnya dengan baik".

"Aku tak tahu, aku pikir bibiku menyisihkan uangnya untuk keperluan adikku. Namun ternyata tidak, bibi malah membiarkan adikku menangis kelaparan. Bahkan bajunya pun bekas dari tetangga. Sejak saat itu, sebelum aku memberikan uangku padanya, aku menyisihkan beberapa lembar uang untuk keperluan adikku secara diam-diam". Gadis itu mengakhiri ceritanya dengan air mata yang sudah mengucur deras sedari tadi.

Bahkan Malvin sendiri tak sadar meneteskan air matanya mendengar cerita pelik dari gadis itu. Tak menyangka gadis dihadapannya ini mengalami cobaan seberat ini. Malvin membawa gadis itu dalam dekapannya, di usapnya dengan lembut punggungnya yang terus saja bergetar hebat.

Gadis itu seketika tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan "Astaga... Maafkan aku, t-tak seharusnya aku bercerita padamu seperti ini" ucapnya dengan kepala menunduk. Tak berani mendongakkan kepalanya, Ya Tuhan dirinya benar-benar merasa malu. Bisa-bisanya bercerita pada orang asing, apalagi orang angkuh sepertinya. Mungkin saja setelah ini dia akan mengejeknya seperti yang lainnya.

Malvin tersenyum tipis. "Kau tak perlu meminta maaf seperti itu, justru dengan kau bercerita seper—" belum sempat Malvin menyelesaikan perkataannya, gadis itu malah langsung lari terbirit-birit. Meninggalkan Malvin yang berdiri kaku melihatnya.

"YAKH...! ASTAGA GADIS ANEH, KAU MAU KEMANA?! AKU BAHKAN BELUM SEMPAT MENYELESAIKAN PERKATAANKU. HEI?!". Teriaknya, menghiraukan tatapan aneh dari orang-orang yang berada di halte bus itu. Namun sayang, gadis itu telah hilang dari pandangannya.

"Dasar gadis aneh. Sudah membuatku menangis dengan sia-sia, sekarang malah meninggalkanku" gumamnya kesal.

"Bahkan aku tak pun tak sempat menanyakan namanya".

"ARGHHHH! DASAR GADIS ANEH MENYEBALKAN" teriaknya dengan kesal.

"Tuan muda... Anda tidak apa-apa?" tanya seseorang dengan hati-hati.

Malvin menoleh "Jack. Kenapa kau lama sekali hah?!" semprot Malvin berteriak marah pada asisten pribadi Daddy nya.

"Maaf tuan muda, tadi ada rapat sebentar".

Malvin tak mendengarkannya ia malah berjalan menuju mobil. "Cepatlah Jack. Kau ingin aku pecat hah?!"

"B-baik tuan muda" dengan buru-buru Jack kembali kedalam mobil. Sepertinya tuan mudanya ini tengah dalam mood yang kurang bagus.

Selanjutnya dihari berikutnya. Setelah pulang sekolah, Malvin kembali menyempatkan dirinya untuk berkunjung pada halte bus itu, berharap gadis aneh itu kembali datang. Namun nyatanya nihil, Malvin tak melihat batang hidungnya sama sekali. Sepertinya gadis aneh itu akan datang saat hujan turun. Akhirnya Malvin pulang dengan perasaan sedikit kecewa dihatinya.

Hari-hari pun berganti, sudah seminggu ini Malvin tak melihat gadis aneh itu lagi di halte bus. Padahal sudah dua hari hujan turun, namun gadis itu tak kunjung datang juga. Tapi hari ini Malvin akan mencobanya, semoga saja gadis itu datang.

Dan ya, akhirnya gadis aneh itu datang juga. Dan Malvin akan bersiap melampiaskan perasaan kesalnya, bisa-bisanya dia meninggalkan dirinya begitu saja.

"Hei gadis aneh! Aku masih kesal padamu. Seenaknya saja kau meninggalkanku"

"Hai, untuk itu aku minta maaf, aku tak bermaksud meninggalkanmu aku hanya—"

"Tunggu kau kenapa? Kau terlihat lelah hari ini" Malvin bertanya dengan nada khawatir. Mata gadis itu terlihat sayu dengan kantung mata yang terlihat jelas dimatanya.

Gadis itu mengulas senyumnya "Aku tidak apa-apa, hanya kekurangan tidur saja" jawabnya meyakinkan.

Malvin tak percaya. Namun ia memilih diam "Dalam seminggu ini kau kemana? Aku tak melihatmu di halte bus padahal hujan beberapa hari turun. Tapi kau malah tak datang" tanya Malvin mengalihkan pembicaraan.

Gadis itu tersenyum jahil "Kau mencariku ya..?"

Malvin gelagapan. "T-tidak. Untuk apa aku mencarimu, tidak ada kerjaan sekali" jawabnya cepat.

Gadis itu menaikkan alisnya "Ya... Terserah padamu tuan, aku tak peduli" balas gadis itu acuh.

"Jadi kau dimana dalam seminggu ini?" tanyanya sekali lagi.

Gadis itu tersenyum tipis "Aku harus merawat adikku yang sedang sakit".

"Adikmu sudah sembuh dari sakitnya?"

Gadis itu menggeleng pelan "Adikku belum pulih sepenuhnya. Namun bibi memaksaku untuk terus bekerja mencari uang. Aku pun menurutinya asalkan bibi merawat adikku hingga sembuh, tapi aku tak tahu apakah bibi benar-benar merawatnya atau tidak" jawab gadis itu tersenyum miris.

"Kenapa kau tidak pindah saja dari rumah bibimu itu? Dari pada kau terus tersiksa karenanya" balas Malvin gregetan.

Gadis itu kembali menggeleng "Itulah keinginan kami berdua, meninggalkan tempat bibi. Namun aku tak bisa, uang yang aku sisihkan hasil kerjaku tak cukup untuk menyewa sebuah kontrakan kecil. Aku harus mengumpulkannya lebih banyak lagi" ujarnya lirih.

Malvin sendiri bingung harus berbuat apa. Lalu matanya menoleh kearah keranjang "Aku ingin membeli kuemu" pintanya.

Mata gadis itu berbinar "Kau ingin membeli kueku?".

Malvin menaikan alisnya "Tidak! Tentu saja bodoh, memang dasar gadis aneh" decaknya sebal.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya "Aku kan hanya memastikan, sensi sekali kau ini".

Gadis itu membuka isi keranjangnya. Yang Malvin lihat kue itu masih banyak "Kenapa kuemu masih banyak? Padahal ini sudah siang, biasanya orang yang berjualan hanya tersisa setengahnya" tanya Malvin dengan gamblang.

Gadis itu tersenyum tipis "Ya, kau benar. Seharusnya dagangan ku tersisa setengahnya, namun nyatanya dari pagi sampai saat ini belum ada satupun orang yang membelinya. Dan kau orang pertama yang membeli kueku hari ini".

Untuk sesaat lidahnya terasa kelu. Malvin merutuki dirinya sendiri yang menanyakan pertanyaan seperti itu. "Maafkan aku, jika pertanyaanku menyingg—"

"Tidak apa-apa. aku tak masalah" ucapnya memotong perkataan Malvin.

Akhirnya keduanya kembali terdiam. Gadis itu sibuk membungkus kue untuknya dan Malvin sibuk mencari cara agar dagangan gadis aneh itu bisa laris. Dan... Yah Malvin tau apa yang harus ia lakukan.

"Tunggu sebentar. Aku akan segera kembali" ucap Malvin. Gadis itu mengendikkan bahunya tak peduli, kemudian disibukan kembali dengan dagangannya.

'nak aku ingin membeli kuemu'

'wah sepertinya terlihat enak. Aku juga ingin membelinya satu'

"Eh..." gadis itu terkejut karena tiba-tiba ada banyak yang membeli dagangannya.

'aku juga ya'

'jangan lupakan aku'

"Eh, baik pak, bu tunggu sebentar akan saya siapkan" ucap gadis itu tanpa menutupi perasaan senangnya.

Diseberang sana Malvin tersenyum tipis melihatnya.

"Mari tuan muda, tuan sudah menunggu anda di kantor" ujar seseorang disampingnya.

Malvin menoleh "Tunggu sebentar Jack. Kau duluan saja ke mobil" perintah Malvin.

Jack mengangguk "Baik tuan muda" jawabnya patuh.

Dengan segera Malvin menghampiri gadis aneh itu. Yang saat ini sedang menghitung uang hasil jualannya.

"Sepertinya kau bisa tidur nyenyak malam ini" ucap Malvin tiba-tiba.

Gadis itu menoleh "Eh kau, ah ya ini kuemu" gadis itu memberikan kuenya yang memang sengaja d isisihkan satu untuknya.

Malvin menerimanya dengan senang hati "Ini bayarannya, kau ambil saja kembaliannya" Malvin memberikan uang beberapa lembar padanya.

"Tapi ini kebanyakan. Ini aku kembalikan" jawab gadis itu menolak.

"Kau ambil saja, dan jangan menolak pemberian dariku" balas Malvin kekeh.

Akhirnya dengan berat hati gadis itu menerimanya "Terimakasih. Tunggu, siapa namamu?"

Akhirnya pertanyaan yang Malvin tunggu terucap juga di bibir manis itu "Kau bisa memanggilku Malvin" kata Malvin dengan menjulurkan tangannya.

Gadis itu menerima jabat tangannya "Lily. Senang bertemu denganmu Malvin" balas Lily tersenyum manis.

Malvin membalasnya dengan anggukan.

"Tuan..." panggil seseorang.

"Jack" Malvin dengan segera melepaskan jabat tangan mereka. "Aku duluan, sampai jumpa Lily" pamit Malvin.

"Ayo Jack"

Lily melambaikan tangannya saat mobil Malvin melewatinya.

Sedangkan di dalam mobil Malvin berkata pada asistennya "Jack. Setelah kau mengantarkanku ke kantor, aku ingin kau mencarikan sebuah rumah untuk gadis tadi" perintah Malvin.

Jack mengerutkan keningnya "Tuan muda ingin membelikan sebuah rumah untuknya?"

Malvin mengangguk saja sebagai jawaban.

"Tapi untuk apa tuan mud—"

"Diam dan ikuti saja perintahku Jack. Oh ya, jangan bilang pada siapapun akan hal ini Jack, jika itu terjadi maka kau akan tau akibatnya" potong Malvin dingin.

"B-baik tuan muda".

Sejak saat itu Malvin tak pernah bertemu lagi dengan gadis yang beraroma bunga Lily persis seperti namanya. Ia disibukan dengan mempelajari perusahaan milik kakeknya, yang akan diwariskan padanya suatu hari nanti.

Disisi lain Lily menunggu Malvin dengan pandangan kosong.

"Kau dimana Malvin? Aku menunggumu disini".

"Aku ingin memberitahumu sesuatu, bahwa hidupku saat ini jauh lebih baik. Aku sudah tidak tinggal lagi dengan bibiku, ada seseorang yang berbaik hati memberikan sebuah rumah untukku dan adikku tinggali"

"Tapi kau malah tidak datang" ucapnya lirih.

Nyatanya Malvin adalah orang pertama yang mau berteman dengannya.

"Tuan..."

"Tuan muda..." Panggilnya sekali lagi.

Malvin terkejut "Jack. Kau disini?" kata Malvin tersadar dari lamunannya.

Jack menggaruk kepalanya tak gatal "Anu tuan... Sudah 1 jam saya berdiri disini, tapi tuan terus saja melamun sembari memandang pigura itu"

Malvin menoleh pada pigura ditangannya. Kemudian sesaat dirinya tersadar.

Brak!

Jack terperanjat kaget. Astaga tuanya ini, untung saja dirinya tak punya riwayat jantung.

"ASTAGA JACK! AKU HARUS MENJEMPUT SWEETIE HARI INI"

"Sialan! Dia pasti marah padaku" Malvin mengacak-acak rambutnya frustasi.

"CEPAT SIAPKAN MOBIL JACK!" Malvin berteriak marah pada asistennya.

"B-baik tuan" dengan segera Jack berlari keluar dari ruangan. Tak ingin menjadi sasaran amukan dari tuannya ini.

***

Malvin merutuki dirinya. Bagaimana bisa lupa bahwa hari ini dia harus menjemput adik kesayangannya itu. Brianna pasti akan marah padanya.

Sialan. Gara-gara memikirkan gadis aneh itu dirinya sampai melupakan hal penting, memang salahnya karena sempat mengingat kembali kenangan mereka.

"Lebih cepat Jack!" perintah Malvin tak sabaran.

"Iya tuan" Ya Tuhan, tuannya ini ingin mengajaknya mati bersama kah? Padahal mobilnya melaju dengan kecepatan 80km/jam harus menambah berapa lagi sebenarnya. Jack tak habis pikir, dirinya saja hampir spot jantung saat menyetir takut-takut saat membuka mata sudah beda alam.

"Kita sudah sampai tuan" mereka sampai di depan gerbang sekolah.

Dengan segera Malvin melepaskan salbetnya lalu turun dari mobil. Setelah keluar dari mobil Malvin mengedarkan pandangannya mencari adik kesayangannya itu.

"Dimana adikku Jack?" tanya Malvin.

Jack pun ikut mencari. Matanya menelisik ke sana kemari "Disana tuan" tunjuk Jack ke arah sebelah barat.

Malvin ikut menoleh seketika matanya melotot. Dengan segara Malvin berlari kearahnya.

"Sweetie..." panggilnya tertahan.

Brianna tersentak kaget "Kak Malvin".

Dengan segera Brianna mendorong tubuh kekar Albern dari jangkauannya. Lalu berlari kearah Malvin yang terus menatapnya tajam.

"Kita pulang" telaknya dingin.

Brianna hanya mampu mengangguk saja, tak berani menjawab.

Malvin meraih tangan Brianna dalam genggamannya. Meninggalkan mereka semua dengan pandangan tak terbaca.

"Pstt... Kau tau dia siapa?" tanya Bobby berbisik pada Aiden.

Aiden mengendikkan bahunya "Kekasihnya mungkin"

Bobby melototkan matanya "Whoa... Benarkah? Kau tau darimana?" ucap Bobby penasaran.

"Ck dasar bodoh! Tak mungkin gadis secantik Anna tak memiliki kekasih, sudah pasti dia punya lah" jawab Aiden dengan kesal.

Bobby mengangguk tanda setuju dengan perkataan sahabatnya ini "Iya juga sih, sudah pasti gadis secantik dirinya memiliki kekasih".

"Ekhem..." Albern berdehem. Dirinya tiba-tiba merasa gerah saat ini. Bukan, bukan karena cuacanya yang panas tapi karena pembicaraan dua tuyul mengenai hubungan Brianna dengan seorang pria tadi.

"Ayo kita pulang" ujar Albern dingin. Lalu beranjak menuju parkiran, meninggalkan para sahabatnya yang menatapnya bingung. Disusul dengan Denzel dari belakang.

Aiden dan Bobby saling berpandangan "Ada apa dengan bigbos?"

"Sudah lah lupakan. Ayo kita susul mereka" ajak Aiden. Bobby mengangguk saja.

***

Haii semua apa kabar? Maaf lama hehe.

Spesial taun baru aku panjangin chapternya.

Nah gimana udah terjawab kan rasa penasaran kalian. Oiyaa buat kalian yang ngira Malvin itu siscom, aku sempet ngakak waktu itu. Mungkin emg karna perlakuan Malvin yang kelewat posesif jadi kalian ngiranya Malvin itu sicom, padahal engga sma sekali. Ga mungkin juga aku peranin Malvin kek gitu, lagian agak gimna gitu masa kakak kandung bisa suka sama adik sendiri. Meskipun ini cuma fiksi tapi tetep aja aku sebagai penulis harus bisa ngasih contoh yang baik buat kalian sebagai pembaca yakan? Jadi maaf bngt buat yang pecinta siscom lapak kalian bukan disini:(

Btw satu lagi inget ya Malvin itu kakak kandung Brianna bukan sepupu kemaren aku sempet liat di kolom komentar ada yang ngira Malvin itu sepupunya. And kalian cukup nikmati sama resapi aja ceritanya nanti juga kejawab kok di chapter berikutnya ya gaes ya.

Jan lupa buat vote sama komennyaa yaa.

Babaiii.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

384K 26K 26
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...
373K 43.3K 55
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...
691K 2.3K 10
🔞 cerita ini mengandung adegan dewasa
7.5M 612K 59
Shela Aghatasiva, Queen Racing geng motor terkenal di Bandung di kabarkan meninggal dunia. Tidak sedikit yang syok mendengar berita tersebut, terutam...