BEYOND THE HORIZON

By mozachee

2.3M 371K 32.9K

• AVAILABLE ON E-BOOK VER (ORDER AT IG!) • Madelaine Vyacheslav menjalani kehidupan sebagai putri buangan yan... More

Prolog
Main Cast
Chapter 1 - Is It Really A Dream?
Chapter 2 - My Second Life
Chapter 3 - The Suspicious Servant
Chapter 4 - Unexpected Incident In The Village
Chapter 5 - Beautiful Lady With Ocean Blue Hair
Chapter 6 - A Strange Feeling That Invades Dixon's Heart
Chapter 7 - How Pain Destroys Itself
Chapter 8 - The Runaway Young Master
Chapter 9 - Secrets That Are Never Revealed
Chapter 10 - Who's That Lady?
Chapter 11 - The Ignored Lady
Chapter 12 - The Duke's Hidden Daughter
Chapter 13 - The Unconscious Grievous Wound
Chapter 14 - The Duke's Wrath
Chapter 15 - A Place More Terrible Than Hell
Chapter 16 - Kairos Bazyli Neveritas
Chapter 17 - Great Storm At Duke's Mansion
Chapter 18 - A Life That Shaded By Tragedy
Chapter 19 - Under The Suburban Sky
Chapter 20 - Avenge The Oppression Against His Daughter
Chapter 21 - News That Shocking The Empire
Chapter 22 - A Covenant
Chapter 23 - Escape Mission From Inside The Mansion
Chapter 24 - The blood-red Eyed Man
Chapter 25 - The Blushing Crown Prince And Faultless Duke
Chapter 26 - Visit The Emperor's Palace
Chapter 27 - Determination In A Cold Man's Heart
Chapter 28 - Behind The Confines Of Hate
Chapter 29 - The Man Who Infiltrated My Room
Chapter 30 - Mischievous Expression
Chapter 31 - The Showdown Between Crown Prince and Young Master
Chapter 32 - The Strange Change of the Duke's Mansion
Chapter 33 - Resistance From Madelaine, For The Fake Angel
Chapter 34 - The Power That Must Be Built Up
Chapter 35 - A Trust
Chapter 36 - Sometimes Heart And Mind Contradict Each Other
Chapter 37 - Portal of Enmity Between Magic and Divine
Chapter 38 - Brother And Sister, Right?
Chapter 39 - Not A Tramp But The Crown Prince
Chapter 40 - Jealousy Father And Brother
Chapter 41 - Terrible Fear And Anxiety
Chapter 42 - Violetta And Her Rebuttal
Chapter 43 - Handsome Intruder At Night
Chapter 44 - Excessive Attention And Castigation
Chapter 45 - The Great Sage Phoenix
Chapter 46 - The Duke's Daughter Appears For The First Time
Chapter 47 - Men Who's Fight Over A Blue Ribbon
Chapter 48 - Sneaky Game's At The Hunting Festival
Chapter 50 - The Mysterious Things Kairos Hides
Chapter 51 - Buried Memories Begin To Unfold
Chapter 52 - Buried Memories Begin To Unfold (2)
Chapter 53 - Little Boy With Pink Eyes
Chapter 54 - The One Who Enchanted To Meet Her, But Still Can't Have Her
Chapter 55 - Strange Things Happened Between All Of Them
Chapter 56 - Countess Sesanne Mirelle Rhodes
Chapter 57 - A Gift That Was Chosen Directly By A Father
Chapter 58 - Rude and Brutal Stranger Girl
Chapter 59 - The Duke Who Protects His Daughter
Chapter 60 - The Vyacheslav Adorable Relationship
Chapter 61 - Fierce Quarrel Between Crown Prince and His Brother
Chapter 62 - Family Dinner, And Violetta With Her Suspicious Plan
Chapter 63 - The Debutante
Chapter 64 - Snow, Kisses, and Love
Chapter 65 - The Debutante (2)
Chapter 66 - Strange News That Spreads in The Empire
Chapter 67 - The Conflict That Begins
Chapter 69 - Qualm And Warm Embrace
Chapter 70 - Vyacheslav Brother and Sister Conflict
Chapter 71 - The Slander That Hits the Crown Prince
Chapter 72 - The Endless Dispute
Chapter 73 - The Secret Birth of the Prince
Chapter 74 - Emperor's Deadly Disease
Chapter 77 - The Demon Army Attacks
Chapter 78 - The Demons Puppet
Chapter 80 - How It's End
Epilog
Sneek-Peek BONCHAP ! ( ⚠️ MATURE )
FALLEN CROWN ( SEBELAH )

Chapter 49 - Lost In The Forest

22.7K 4.8K 702
By mozachee


Kelompok perburuan Duke Vyacheslav adalah kelompok yang pertama kali kembali, dua pria bersurai seputih perak dan beriris kuning emas itu tampak mengangkat dagu mereka dengan angkuh. Melirik kearah kanan dan juga kiri—menebarkan aura kesombongan. Mereka berdua saat ini tengah mencari keberadaan seseorang yang ingin mereka pamerkan hasil perburuan tersebut.

Namun nihil, mereka tidak dapat menemukan 'seseorang' tersebut.

Lantas sang kepala keluarga melangkah menghampiri tenda miliknya. Membiarkan para pelayan disekitarnya membuka tirai dan menyambut dirinya, mempersilahkan dirinya untuk masuk.

Kosong, lagi-lagi pria berparuh baya itu tidak dapat menemukan keberadaan 'seseorang' yang ia cari.

"Dimana, putriku?" Lantas pada akhirnya ia bersuara. Menatap lurus secara bergiliran kearah para pelayan dan kesatria yang terdapat didalam tenda miliknya.

"Nona muda sedang berkuda, yang mulia."

"Berkuda?" Hadeon tampak mengerutkan pelipisnya.

Cepat-cepat sang pelayan menjawab. "Nona muda mengatakan bahwa beliau ingin menghabiskan waktunya dengan berkuda, dibandingkan menghadiri salon bersama nona-nona bangsawan."

"Kemana ia pergi berkuda?"

"Nona pergi ke pinggiran selatan hutan Erensia."

"Apa ada pelayan atau kesatria yang menemaninya?"

"Sir Kiley mengajukan diri untuk menemani nona, namun nona muda menolak."

"Tunggu dulu, maksudmu sekarang dia sendirian?"

Meski takut, sang pelayan tetap mengangguk.

Hadeon tampak begitu geram, sementara itu Dixon yang baru saja melangkah masuk reflek menghentikan kedua langkah kakinya.

"Kakak—Oh? Ada apa, Ayah?" Dixon melirik kearah Hadeon sejenak, sebelum kemudian mengedarkan pandangannya kearah sekitar. "Dimana kakak?" Pertanyaan dari Dixon membuat sang pelayan langsung menggeleng.

"Nona muda masih belum kembali, tuan muda."

"Lho, memangnya kemana kakak pergi? Bukankah salon sudah selesai sejak satu jam yang lalu?"

"Nona tidak pergi ke salon--"

"Dia pergi berkuda sendirian ke daerah pinggiran hutan Erensia." Tukas Hadeon.

"Apa?" Dixon tampak terkejut. Pria itu melirik kearah sang Ayah dengan tatapan yang begitu serius. "Ayah, bukankah.. Daerah itu ditutup untuk sementara?"

"Benar." Balas Hadeon dengan dingin.

"Lalu.. Bagaimana dengan kakak?"

"Seseorang pasti sengaja tidak memberitahukan hal tersebut kepadanya."

"Apa?! Siapa yang berani melakukan hal tersebut kepada anggota keluarga Vyacheslav, terlebih lagi kakakku!?" Amuk Dixon.

Hadeon melirik dengan sorot bak seorang pembunuh, menyeramkan sekali. "Fench." Serunya.

Sontak Fench langsung mendekat kearah kedua pria bermarga Vyacheslav itu. "Ya, yang mulia." Fench menunduk dalam.

"Kau cari tahu siapa dalang dibalik semua ini, dan kerahkan seluruh Kesatria keluarga Vyacheslav untuk menelusuri bagian pinggir selatan hutan Erensia." Perintah sang Duke.

Fench tampak mengerjap sekali, namun mendapati ekspresi geram Hadeon, cepat-cepat Fench mengurung niatnya untuk bertanya 'Apa yang terjadi' dan lebih memilih untuk menganggukkan kepalanya saja. "Baik, yang mulia."

"Lakukan itu sekarang." Desak Hadeon.

"Baik."

"Ah, Ayah." Dixon menyahuti. "Aku yang akan memimpin pencarian bersama pasukan para Kesatria."

********

"Apa yang terjadi?"

"Ya, yang mulia?"

"Itu." Ilario mengangkat dagunya kearah area tenda milik keluarga Vyacheslav yang tampak ramai.

Sang ajudan menggeleng sekali. "Entahlah, apa anda ingin saya mencari tahu apa yang terjadi disana?"

Ilario terdiam sejenak, sebelum pada akhirnya menyahut tidak acuh. "Tidak, untuk apa kita mencari tahu tentang keluarga Duke Vya—"

"Bukankah anda memiliki tugas untuk memata-matai pergerakan keluarga Duke Vyacheslav dari tuan besar?"

Ilario reflek termangu. "Ah.. Sial." Umpatnya kemudian, "Baiklah, cari tahu apa yang membuat keluarga Duke Vyacheslav tampak kacau begitu."

"Baik, yang mulia."

"Aku akan kembali ke tenda, bukankah hari ini Maceo akan datang bersama dengan pengasuhnya?"

"Iya yang mulia, tuan muda akan tiba malam ini."

"Hah.." Ilario mendesah singkat. "Bocah kecil itu, mirip siapa keras kepalanya? Aku pikir dia mungkin bukan putraku, sebab aku tidak sekeras kepala itu."

Sang ajudan tampak muak. "Bukankah itu sudah jelas menurun dari siapa?"

Ucapan yang keluar dari celah bibir ajudannya membuat Ilario reflek menoleh, dan melemparkan tatapan sengit. "Apa maksudmu?"

Alih-alih takut, sang ajudan malah membalas dengan datar. "Tuan muda Maceo sudah pasti menuruni sikap Ayahnya, yang mulia."

"Kau benar-benar menyebalkan."

"Saya hanya mengatakan apa yang ingin saya katakan, yang mulia."

"Tidakkah kau takut aku akan memotong lehermu?"

"Tidak." Balas sang ajudan cepat, "Saya pikir jika anda bisa melakukannya, anda pasti sudah melakukannya sejak dahulu."

"Hah.. Mengapa pula aku mempertahankan bawahan sepertimu, dasar menyebalkan."

"Kalau begitu saya permisi dulu, yang mulia." Pamit sang ajudan.

Ilario tampak menganggukkan kepalanya dengan ayal. "Ya, terserah kau saja. Sana pergilah, sesuka hatimu, kemanapun kau pergi, aku tidak perduli." Celotehnya.

Sang ajudan sama sekali tidak mengidahkan, dan lebih memilih untuk membungkuk dalam-dalam. "Permisi, yang mulia."

********

Didalam hutan Erensia, langit sudah mulai menggelap dan sosok Kairos beserta Madelaine tampak masih melajukan kuda yang mereka tunggangi dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Apa kau baik-baik saja?" Itu adalah suara milik Kairos.

"Ya, namun aku kehabisan anak panahku." Balas Madelaine.

Kairos melirik kearah Madelaine sekelebat, pria itu mengeraskan rahangnya karena merasa begitu bersalah telah membawa perempuan yang ingin ia lindungi kedalam bahaya. Terutama bahaya tersebut disebabkan karena dirinya.

Madelaine memandang lurus kearah depan sana. "Kita harus mengecoh mereka semua yang mulia, apa anda dapat pergi ke ujung kelokan disebelah sana?"

Kairos mengangkat wajahnya menuju arah yang Madelaine tunjuk. "Itu adalah rawa, apa kau yakin?"

"Kita hanya perlu tempat untuk mengecoh untuk sementara waktu, jumlah mereka jauh lebih banyak."

"Aku dapat mengalahkan mereka."

"Saya tahu." Balas Madelaine cepat. "Maka terlepas dari itu semua, kita harus pergi ke area rawa-rawa itu. Saya memiliki sebuah rencana." Ujar Madelaine, meyakinkan.

Kairos terdiam sejenak, sebelum kemudian menyetujuinya. "Baiklah, kalau begitu aku juga akan mempercayaimu."

Madelaine mengangguk. "Kalau begitu, mari kita lakukan ini bersama-sama yang mulia."

"Iya, bersama-sama.." Entah mengapa secara tiba-tiba saja seluruh wajah Kairos memerah.

Manakala Madelaine kembali menolehkan wajahnya kearah belakang sana, Madelaine berusaha untuk menghitung berapa pembunuh bayaran yang tersisa. Lantas setelahnya perempuan itu pun mulai menyusun rencananya dengan penuh prediksi.

"Yang mulia." Madelaine menyentuh lengan kiri Kairos. "Jika saya berikan tanda, tolong buat kuda anda berbelok ya."

Kairos terkejut dengan sentuhan jemari Madelaine, sebelum cepat-cepat berdehem dan menganggukkan kepalanya.

Madelaine kembali berhitung didalam hatinya.

Belum..

Sedikit lagi..

Ah, ini dia.

"Yang mulia, sekarang." Ujar Madelaine.

Detik itu juga, Kairos memutar kudanya dan memberikan gerakan yang secara tiba-tiba. Gerakan itu berhasil membuat para pembunuh bayaran terkecoh. Kairos kemudian menarik tali kekang kudanya untuk berhenti, tepat dihadapan sebuah rawa.

Madelaine dan pria itu melompat turun dari atas kudanya.

"Kau tunggulah disini." Perintah Kairos, sembari menarik keluar pedangnya.

"Baik."

Kairos kemudian berbalik dan melangkah menjauh meninggalkan Madelaine, namun tepat sebelum pria itu menjauh, Madelaine menahan lengannya sejenak. "Yang mulia, tolong berhati-hatilah."

Kairos tersenyum tipis begitu melihat air wajah Madelaine yang mengkhawatirkan dirinya. "Bukankah kau bilang kau mempercayaiku?" Pria tampan bersurai kuning emas itu tampak menaik-turunkan salah satu alisnya, menggoda.

"Saya percaya, tapi.."

"Tenang saja." Kairos mendaratkan tangan kirinya keatas puncak ubun-ubun Madelaine. Mengacak surai biru milik perempuan itu dengan lembut. "Aku akan kembali, sebab aku tidak akan meninggalkan perempuanku sendirian."

"A-apa??" Madelaine tekejut dengan apa yang Kairos lontarkan, namun setelah itu Kairos sudah terlebih dahulu menarik dirinya menjauh.

Ada apa sih dengan pria itu? Mengapa ia gemar sekali menggoda Madelaine??

Kairos saat ini tampak berdiri tepat ditengah-tengah jalur hutan, pria tampan itu memegang erat ujung pedangnya. Wajahnya tampak memancarkan aura amarah yang begitu menggebu-gebu, sementara rahangnya menegas, dan gigi-giginya saling bergemelatuk.

Pria itu memandang lurus kearah enam pembunuh bayaran yang saat ini tengah berdiri dihadapannya.

"Apa kalian tahu? Kalian baru saja mengusik calon permaisuri dimasa depan." Ucapan Kairos yang terdengar penuh penekanan itu membuat para pembunuh mengernyit, dan saling memandang satu sama lain dengan penuh tanda tanya.

Akibat beradu panah bersama dengan Madelaine, alhasil mereka saat ini telah kehabisan anak panah.

Pun hanya tersisa satu cara untuk membunuh Kairos, yaitu dengan cara beradu pedang.

Namun, bukankah itu artinya sama saja dengan bunuh diri? Kairos jelas bukan tandingan mereka.

"Aku.. Akan membunuh kalian semua dengan cara yang paling menyakitkan." Kairos melangkah untuk mendekati para pembunuh bayaran tersebut, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.

Ini sendiri seperti misi bunuh diri, seumpama para pembunuh bayaran tersebut kembali tanpa kabar baik. Tentu saja mereka akan berakhir mengenaskan ditangan sang Permaisuri. Namun dilain sisi, jika mereka memilih untuk melawan Kairos, merekapun juga akan berakhir mengenaskan. Semua pilihan, menuju kepada kematian.

"Ada apa? Apa kalian takut?" Dengan air wajah yang begitu dingin, Kairos menghadapi dua pembunuh bayaran sekaligus dengan mudahnya.

Menusuk dan memotong bagian-bagian tubuh mereka dengan bengis.

Darah segar tampak mengalir diujung bilah besi milik Kairos.

"Kemarilah, kalian." Saat itu, para pembunuh bayaran menyadarinya. Bahwa seperti inilah, perawakan 'malaikat kematian' yang sebenarnya.

Mereka semua.. Akan mati. Pasti.

Kairos kembali mengangkat pedang miliknya, tepat ketika Kairos hendak mengayunkan ujung pedang miliknya. Secara tiba-tiba saja seekor monster berwujud bak ular raksasa muncul dihadapannya, Kairos terdiam sejenak, lantas pada akhirnya menarik turun pedang miliknya.

"Hah.. Aku pikir aku tidak perlu repot-repot menguras tenaga untuk membinasakan kalian." Kairos mengangkat kedua bahunya dengan tidak acuh. "Yah, semoga neraka menjadi tempat perhentian terakhir kalian semua. Jadi, selamat tinggal."

Detik itu juga, monster berupa ular raksasa menyerang para pembunuh bayaran yang tersisa. Sementara Kairos berbalik dan melangkah untuk kembali kepada Madelaine.

*******

Madelaine menengadah dan menatap kearah pria tampan dihadapannya. Tubuh yang dipenuhi dengan noda darah, bagaimana pria tersebut disituasi seperti ini masih bisa berekspresi seolah-olah tidak ada yang terjadi?

"Ayo, kita harus segera pergi."

"Bagaimana dengan—"

"Mereka sudah mati."

Lagi-lagi Madelaine mengerjap dengan skeptis, secepat itu? Kairos, membunuh mereka semua?

"Kemarilah." Kairos meraih tangan Madelaine, dan menuntun perempuan itu menuju kuda miliknya. "Ayo cepat naik, saat ini yang harus kita khawatirkan bukan lagi para pembunuh itu." Ucapan Kairos berhasil membuat Madelaine bertanya-tanya didalam hatinya.

Namun, manakala Madelaine naik keatas kuda Kairos. Suara berisik dari belakang sana membuat perempuan itu reflek menoleh. Detik itu juga Madelaine langsung membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna, seluruh pertanyaan didalam kepalanya pun langsung terjawab. "I-itu.. Apa itu? Seekor ular?" Kejut Madelaine.

Kairos melirik kebelakang sana sejenak, sebelum pada akhirnya turut melompat naik keatas kuda. "Pegangan yang erat." Beritahunya terhadap Madelaine.

Madelaine hanya mengangguk sebelum kemudian meremat pakaian yang Kairos kenakan dengan erat.

Kairos melajukan kudanya. Membelah jalur hutan yang tampak rimbun dengan begitu cepat. Kairos mendesah dengan kasar, ia pikir saat ini hanya terdapat satu cara untuk melarikan diri dari seekor monster 'Ibilos' seperti yang sedang mengejar-ngejar mereka dibelakang sana.

Yaitu melompat kedalam sebuah genangan air.

Ibilos, atau monster berupa ular raksasa itu tidak akan bisa mencium bau tubuh mereka jika mereka terjun kedalam genangan air yang besar.

Seperti danau dibawah air terjun didepan sana contohnya.

"Apa kau takut air?" Tanya Kairos, secara tiba-tiba.

"Ya?" Madelaine mengerjap sekali. "Te-tentu saja tidak." Balasnya kemudian.

"Kalau begitu kita akan melompat dari atas sini kebawah sana."

"Apa??" Lagi-lagi Madelaine mengerjapkan kedua matanya.

Bukan air yang harus dipermasalahkan, akan tetapi ketinggiannya. Apa-apaan, melompat dari atas air terjun yang deras seperti ini? Madelaine tidak yakin, apakah dirinya akan tetap hidup atau tidak setelah melakukannya.

Belum sempat Madelaine mengeluarkan argumen, Kairos sudah terlebih dahulu meraih pinggulnya dan menarik tubuhnya kedalam dekapan pria tersebut. Kairos bahkan sampai menenggelamkan kepala Madelaine diantara dada bidangnya.

"Peluk aku yang erat jika kau takut." Tepat setelah berujar seperti itu, Kairos membawa tubuh Madelaine untuk melompat dari atas tebing air terjun.

Madelaine melakukannya, memeluk tubuh kairos dengan erat dan menenggelamkan wajahnya diantara dada bidang milik pria tersebut.

*Byuuuuur!

********

"Hah... Hah... Hah... Haaa..." Nafas Madelaine tampak terengah-engah. Perempuan itu melangkah keluar dari dalam danau bersama dengan Kairos.

Kairos melirik kearah atas tebing lalu mendesah singkat. "Monster itu sudah tidak mengikuti kita."

Madelaine pun turut menoleh kearah yang sama dan mengangguk. Madelaine kemudian mendaratkan tubuhnya keatas tanah. Perempuan itu mengerjapkan kedua kelopak matanya berkali-kali, sebelum pada akhirnya berujar. "Saya pikir, saya dan yang mulia akan mati."

Manakala Madelaine kembali membuka kedua kelopak matanya setelah terpejam untuk beberapa saat, hal pertama yang Madelaine saksikan adalah sosok Kairos yang bertelanjang dada. Pria itu.. Melepaskan seluruh atasannya, dan menyisakan sebuah celana panjang berwarna putih gading.

Dengan wajah yang memerah, Madelaine tampak membelalak. "A-apa yang anda lakukan?"

Kairos menolehkan wajahnya kearah perempuan itu. "Melepaskan pakaianku." Balasnya tenang.

Apa?? Melepaskan pakaian dihadapan seorang nona muda yang belum menikah? Apakah pria itu sudah kehilangan akal sehatnya, karena melompat dari atas tebing tadi?

Madelaine terlihat begitu syok.

Namun Kairos justru malah tetap biasa, dan santai-santai saja.

Bahkan pria itu baru saja melontarkan kata-kata yang nyaris membuat rahang Madelaine copot.

"Apa kau tidak melepaskan pakaianmu?"

"A-apa??" Kejut Madelaine.

"Apakah sulit? Mau aku bantu?" Ucapan pria itu benar-benar dapat membuat dirinya salah paham. Namun untung saja ekspresinya yang datar, dan suaranya yang tetap tenang. Yah, setidaknya Madelaine tahu bahwa pria itu tidak memiliki pikiran yang 'kotor' semacam itu. Meskipun kata-katanya nyaris membuat Madelaine kehilangan akal sehatnya!

Astaga, mengapa justru malah Madelaine yang saat ini kehilangan kata-kata.

Madelaine.. Kendalikan pikiran buasmu!

Madelaine kemudian melirik kearah Kairos, secara diam-diam.

Apa pria itu memang sepolos itu?

Manakala Madelaine tengah memandangi wajah Kairos dalam diam, Kairos justru kembali bersuara dan membuat Madelaine syok. Lagi.

"Apa kau ingin aku membuka pakaianmu?"

BUKANKAH JIKA ADA YANG MENDENGARNYA MEREKA AKAN SALAH PAHAM?!

*******

Continue Reading

You'll Also Like

34.9K 5.3K 39
WARNING! TATA KEPENULISAN MASIH ACAKAN! MOHON DIMAKLUMI. MELODRAMA | ACTION | FANFICTION | MYUNGZY "Aku dituntut menyembunyikan diri karena aku harus...
2M 305K 48
[Réincarnation Series #6] Aku terbangun sebagai seorang gadis bangsawan yang memiliki kehidupan suram. Aku bukanlah tokoh antagonis dalam cerita, dan...
2M 278K 49
[TIDAK UNTUK DITERBITKAN] Semua yang ditulisnya nyata. Dan Nousha tertarik masuk ke dalam dunia hasil karangannya sendiri, menempati tubuh tokoh anta...
4.3M 543K 83
[Bukan Novel Terjemahan - END] #9 in Fantasi !!! #1 in Fantasy !!! #1 in Romansa !!! Potongan memori yang terakhir dia ingat adalah ketika matanya me...