BRIANNA [Proses Revisi]

By saripahsaa

1.2M 138K 7.1K

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Setelah terbuka... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41

Chapter 22

24.4K 3.2K 107
By saripahsaa

***

"Al, sampai kapan kita berada disini?" Brianna berkata dengan kepala menunduk menatap wajahnya yang terpahat sempurna yang saat ini tengah berbaring di pangkuannya.

"Albern?"

Hening tidak ada jawaban sama sekali.

'apakah dia tertidur?' batinnya.

Dengan segera Brianna menyandarkan punggungnya kearah sofa, untuk melihat wajah Albern yang saat ini berbaring menyamping menghadap perut ratanya. Ternyata benar Albern tertidur dengan damainya.

Brianna menghela nafasnya. Jika seperti ini bagaimana caranya ia bisa keluar dari ruangan ini, bel masuk juga sebentar lagi akan berbunyi.

Bukan, bukan karena dirinya ingin cepat-cepat pergi ke kelas, tapi hari ini adalah momen pertama pertemuan antara Aluna dengan Ken di kantin. Dengan ketidaksengajaan Aluna menumpahkan minuman ke seragam Ken, ia tak ingin melewatkan tontonan itu. Sekaligus ingin tahu rupa dari tokoh asli di dalam novel, apakah sesempurna yang ia bayangkan seperti yang sudah tertulis di dalam novel, ataupun hanya khayalan penulis saja.

Brianna melirik Albern sekilas. Membangunkan Albern rasanya tak mungkin, karena ia terlihat sangat pulas dalam tidurnya

Dengan ragu Brianna mengangkat pelan kepala Albern untuk ia pindahkan ke sandaran sofa. Namun sepertinya karena gerakan tersebut, membuat Albern terusik dari tidurnya. Dengan gerakan pelan, matanya membuka dengan sempurna.

Menyipitkan matanya memandang Brianna dengan penglihatan yang terlihat samar-samar. "Apa yang kau lakukan?" ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Brianna meringis pelan. Astaga, padahal dia sudah berhati-hati untuk tidak membangunkannya. Tapi pria ini malah terbangun sendiri.

"Kau tak mendengar ucapanku?" Albern menaikan alisnya.

Brianna tersentak seketika "A-ah tidak aku hanya, em-- maksudku sebenarnya aku tak bermaksud untuk membangunkan mu, tadinya aku hanya ingin memindahkan mu ke sandaran sofa".

"Padahal aku sudah berhati-hati, tapi kenapa dia bisa terusik ya? Instingnya tajam sekali" bisiknya pelan.

Albern menatap datar kearahnya "Kau mengatakan sesuatu?"

Brianna mendongak "Tidak ada" kilahnya tersenyum paksa.

Albern mengendikkan bahunya acuh. Kemudian ia bangkit dari sofa dan meregangkan otot-ototnya. Matanya menoleh kearah samping.

'10.45'

Ternyata sudah setengah jam dirinya tertidur. Biasanya ia tak pernah tidur di waktu siang seperti ini, entahlah untuk pertama kalinya Albern merasa tidurnya kali ini lebih nyenyak dan nyaman dibanding sebelumnya. Mungkin berkat gadis disampingnya ini.

Albern memperhatikan Brianna dengan ekor matanya. Terlihat sang empu menatap lurus ke depan, tidak menyadari bahwa seseorang di sampingnya menatapnya begitu lekat.

Albern memperhatikan dengan seksama. Mengakui paras luar biasa rupawan yang dimiliki gadis ini. Albern sudah beberapakali bertemu dengan gadis cantik, namun saat melihat Brianna ia merasakan hal yang beda. Bahwa gadis gadis yang sering ia temui kini terlihat biasa saja dimatanya hanya karena gadis ini. Sepertinya memang gadis ini memiliki daya tarik yang kuat untuk memikat para pria, termasuk dirinya mungkin.

Cukup lama Albern memperhatikan Brianna dalam diamnya. Matanya pun seolah enggan untuk berpaling, seperti ada magnet yang menariknya untuk terus menatapnya. Tersadar bahwa ada seseorang yang terus memperhatikannya sedari tadi, barulah Brianna menolehkan kepalanya.

"Ada apa?" tanyanya heran.

"Tidak ada" jawabnya singkat.

Brianna mengendikkan bahunya acuh tak peduli.

Drttt.. Drtt...

Seketika Albern melihat ponselnya yang bergetar di sakunya.

My Bob is calling...

Sejujurnya bukan Albern yang menamainya dengan nama menggelikan seperti itu. Tentu saja Bobby sendiri dalangnya. Menggantinya? Albern terlalu malas jadi biarkan saja.

Dengan cepat Albern menggeser tombol hijau ke kanan yang ada di layar.

"Big bos, kau dimana? Dari tadi kami semua mencarimu..

"Mana ada big bos, dari tadi si iden malah duduk santai merayu para junior cantik" desis Bobby dari sebrang sana.

"Diam kau bocah ingusan!! Kau kan hanya bocah mana tahu nikmatnya di kelilingi para gadis cantik" timpal Aiden dengan nada meledek.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan bocah ingusan, sialan!" Bobby berteriak marah di sana.

"Ow... Ow... Calm dude. Bocah ingusan dilarang mengumpat" ucap Aiden dengan terkekeh pelan.

"Iden ponselnya"

"Apanya?"

"Ck! Berikan ponselnya padaku"

"Astaga, bicara yang jelas. Sudah tau aku tak mengerti bahasa singkatmu itu" decak Aiden.

"Al, cepatlah datang kesini" itu suara Denzel. Sepertinya ia mulai jengah dengan perdebatan tak bermutu yang dilakukan kedua sahabatnya.

"Posisi?" tanya Albern yang akhirnya bersuara.

"Kantin" jawab Denzel.

"Oke"

Tut.

Bunyi ponsel dimatikan secara sepihak.

Lalu dirinya bangkit dari sofa. Kemudian ia menjulurkan tangannya kehadapan Brianna. Brianna menaikkan alisnya bingung.

"Pegang tanganku" jawabnya datar.

Dengan ragu, Brianna menerima uluran tangan Albern yang terlihat lebih besar darinya. Spontan Albern menarik bibirnya membentuk senyum tipis, tangannya semakin mengeratkan pegangan mereka.

"Ayo" ujarnya lembut.

***

"Em... Al. Kau duluan saja, aku ingin ke toilet sebentar" ucap Brianna menghentikan perjalanan mereka.

Albern menatap datar "Aku antar" jawabnya.

Brianna menggeleng cepat "Tidak usah, aku bisa sendiri" tolaknya halus.

Albern menatap Brianna sebentar. Kemudian mengangguk "Baiklah, kau boleh pergi".

Brianna tersenyum manis mendengarnya. Untuk sesaat Albern terpaku melihatnya, begitu indah saat bibir itu terukir. Beberapa detik kemudian ia kembali tersadar. Sialan, sudah berapa kali ia terjerat pesona gadis di hadapannya ini, Albern tak yakin ia bisa menahan diri jika terus saja berdekatan dengannya.

"Ekhem... Aku tunggu di kantin" Albern berusaha menutupi kegugupannya.

"Tapi aku--"

"Tidak ada penolakan apapun" balasnya cepat.

"Okee" jawabnya pasrah.

'tapi tidak janji' lanjutnya membatin.

Albern tersenyum puas. Kemudian ia berbalik pergi.

Setelah dirasa sudah tidak ada sosok Albern di hadapannya, akhirnya Brianna dapat bernapas lega. Sebenarnya ia tak ingin ke toilet, itu hanya alasannya saja agar dirinya bisa terbebas dari sosok Albern. Tujuannya karena ia tak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang, terlalu repot jika itu terjadi. Dengan begitu ia akan menjadi tokoh figuran yang sebenar-benarnya.

Tujuan lainnya agar ia dapat menonton pertunjukan tokoh utama secara bebas tanpa ada gangguan apapun yang menghalanginya. Baiklah Caitlin sekarang kau harus memerankan peranmu dengan baik tanpa merubah apapun, agar alur disini tetap berjalan sebagaimana semestinya.

'astaga, aku sudah tak sabar menunggu hal ini' pekiknya girang.

Dengan cepat ia berjalan menuju kearah kantin.

Sesampainya di kantin. Brianna berdiri celingukan mencari tempat yang kosong untuk ia duduki. Namun sepertinya tak ada satupun meja yang kosong disini, tempatnya sudah di isi penuh oleh para siswa.

Brianna menghembuskan nafasnya kasar. Jika seperti ini bagaimana ia bisa menonton, jika berdiri terus rasanya tak etis, yang ada kakinya akan merasa pegal.

Otaknya terus berpikir, apa yang harus ia lakukan saat ini. Tunggu... Mungkin Max bisa membantu, astaga Brianna bodoh kenapa tidak dari tadi sih.

'psttt.... Max, kau bisa membantuku?' Panggil Brianna ber-telepati.

[Dengan senang hati tuan]

[Asal tidak yang aneh-aneh] sambungnya.

Brianna berdecak mendengarnya 'mana pernah aku meminta yang aneh-aneh'

Max menatap tuannya tak peduli.

[Jadi anda butuh bantuan apa tuan?]

'kau bisa mencarikan aku meja kosong? Atau jika bisa usir salah satu rombongan untuk pergi dari kantin ini' pintanya.

[Saya kira ada apa ternyata hanya itu saja]

[Kenapa tidak dengan tuan sendiri saja yang melakukannya] ujar Max dengan nada menyebalkan.

Sedangkan Brianna berusaha untuk tidak mengumpat pada robot laknatnya ini. Jika tidak menjaga imagenya menjadi seseorang orang yang lemah lembut dalam bertutur kata, mungkin Brianna sudah berteriak mengucapkan sumpah serapahnya dari tadi.

'ck! terserahlah apa katamu, aku sudah malas' jawab Brianna ketus.

[Saya bercanda tuan, jangan baperan seperti itu]

[Baiklah apapun yang anda minta akan saya kabulkan]

Ting!

Dalam sekejap salah satu meja kantin kini kosong tak ada seorangpun yang mendudukinya.

[Sudah tuan, sesuai dengan permintaan anda]

Brianna hanya berdehem sebagai balasan.

[Tak ingin mengucapkan terimakasih pada saya tuan?]

'hm, terimakasih' kata Brianna dengan tidak ikhlas.

Secepatnya Brianna menduduki meja kosong yang sudah disediakan oleh Max. Kemudian matanya kembali celingukan mencari pusat objek yang dicarinya. Namun nyatanya nihil, Brianna tak dapat melihatnya secara jelas karena ramai oleh beberapa siswa yang berlalu lalang. Sial, kenapa susah sekali sih.

Akhirnya dengan rasa terpaksa ia harus memanggil robot menyebalkan itu lagi. 'Max, kau tau dimana para tokoh itu berada?'

[Saya pikir anda sudah tau tuan]

'Jika aku sudah tau, mana mungkin aku bertanya padamu bodoh' Brianna kembali berdecak kesal.

[Astaga tuan, saya hanya bercanda. Sensi sekali anda ini]

Brianna tak memperdulikan ocehan Max. Ia kembali bertanya 'jadi dimana tokoh utama itu?'

[Arah jam 3 tuan]

Dengan segera Brianna menolehkan kepalanya. Dan... gotcha! Brianna akhirnya menemukan kedua tokoh itu. Terlihat si female lead membawa minuman ditangannya dan si male lead tengah fokus pada ponselnya, tak memperhatikan kondisi di sekitarnya.
Tapi tunggu... Sepertinya ia merasa familiar dengan postur tubuh si wanita. Persis seperti siswi yang ia tabrak tadi pagi.

Brukk

Prang!

Bunyi pecahan terdengar begitu jelas di seluruh penjuru kantin. Membuat seisi kantin menoleh kearah sumber suara.

'stt... suara apa itu?'

'wah... sepertinya akan ada pertunjukan seru'

'astaga, ceroboh sekali gadis itu sampai menabrak seorang Kenan Adhitama'

'ck! bisa kah kalian diam! 

Beberapa siswa berbisik-bisik mengenai kejadian hal ini. Ada yang mencibir ada juga yang menatapnya dengan tatapan kasihan.

"A-ah maafkan aku. Aku tidak sengaja menabrak mu" ujarnya dengan nada gemetar menahan takut.

Sedangkan sang korban malah sibuk membersihkan noda sirup yang menempel di seragamnya. Tak memperdulikan permintaan maaf si pelaku.

"Biar aku saja yang membersihkannya" dengan lancangnya Aluna membersihkan nodanya tanpa persetujuan sang pemilik.

Kenan menepis tangan itu dengan kasar "Jangan menyentuh ku" ucapnya dingin.

Aluna tersentak kaget melihatnya. Tak pernah sekalipun ia menerima penolakan seperti ini. "M-maaf, aku-- aku tak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin--"

"Pergi dari hadapanku!" Kenan menatap tajam gadis dihadapannya.

"T-tapi, aku minta maaf. Maaf karena telah menab--"

"KUBILANG PERGI DARI HADAPANKU. KAU TULI HAH?!"

Aluna lagi-lagi tersentak kaget. Matanya berkaca-kaca. Sialan, bukan ini yang ia inginkan. Harusnya Kenan, memaafkannya dengan lembut seperti yang lainnya. Bukannya bentakan dan penolakan yang ia terima. 'ku pastikan kau harus membayar atas kejadian ini Kenan Adhitama!' batinnya menggebu-gebu. Dengan perasaan kesal dan malu, Aluna beranjak pergi dari sana. Menghiraukan tatapan cemoohan dari para siswa di kantin.

Brianna menganga lebar melihatnya. Hell, ini benar-benar melenceng jauh dari cerita novel yang ia baca. Bagaimana bisa Kenan bersikap kasar seperti itu, harusnya dia terpesona dengan tatapan polos yang di miliki Aluna. Tapi ini? Jangankan menatapnya dengan terpesona, meliriknya saja seolah enggan.

Sibuk dalam pikirannya, Brianna tak sadar bahwa sedari tadi ada seseorang yang menatapnya dengan tajam.

"Ekhem... Sepertinya kau melupakan janjimu nona" ujarnya seseorang menatap datar.

Brianna menoleh ke sumber suara 'astaga, si pengganggu datang lagi' batinnya pasrah.

***

Haii semua apa kabar?

Untuk kesekian kalinya aku bener" minta maaf. Bukan bermaksud buat ingkar janji, tapi dari akhir bulan kemaren aku sibuk ngerjain tugas yang bejibun, apalagi minggu kemaren lagi pas. Tadinya mau up tapi tetep aja gadaa waktu luang buat ngetiknya.

Aku ga janji, tapi insyaallah setelah selesai ngerjain tugas aku bakalan sering up buat kalian semua. Jadi aku minta maaf sekali lagi ya guys🙏😭

Jan lupa vote sm komennya.

Babaiii

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

480K 50.1K 56
note: jumlah kata setiap chapter akan terus bertambah seiring berjalannya cerita. __________________________ Menceritakan kisah tentang Elvian Jhonso...
872K 52.9K 56
Setelah menerima banyak luka dikehidupan sebelum nya, Fairy yang meninggal karena kecelakaan, kembali mengulang waktu menjadi Fairy gadis kecil berus...
1.3M 125K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
623K 43K 28
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."