Mendengar ucapan Aziz, Putra terdiam. Pergi kajian bersama Aziz akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Namun, apakah dirinya mampu untuk menahan debar yang kadang terasa tak terbendung di dada?
Ah, tapi mereka kan tidak hanya berdua, akan ada para pengurus masjid di sana. Selama mereka tidak berduaan saja, rasanya tidak akan ada masalah. Jika dirinya berhasil menghadapi Aziz di sana, bukankah menjadi sebuah kemajuan besar? Artinya dia tidak perlu khawatir lagi saat berhadapan dengan pria mana pun?
Ya! Bukankah itu yang terbaik?
Lagipula, hari Minggu ini artinya bersamaan dengan rencana Rara dan Raja ke rumahnya. Ini kesempatan baginya jika ingin menolak mereka. Dia bisa beralasan baru ingat sudah punya rencana. Pergi mengikuti kajian bukankah lebih berfaedah?
Dia belum siap bicara dengan Bunda.
Putra menyeruput es jeruknya dengan cepat untuk meredakan gugup saat mengambil sebuah keputusan berat.
"Umh ... Saya ada urusan hari itu, Bang," kata Putra akhirnya.
Aziz nyaris berdecak keras. Rencananya yang sempurna ternyata gagal.
"Tapi nanti kalau urusannya batal, saya hubungin deh, Bang," tambah Putra.
Aziz mengulas senyum meski agak dongkol. Paling tidak, sepertinya dia masih punya harapan.
"Oke, Put. Abang tunggu kabarnya, ya!" Aziz berusaha tersenyum meski akhirnya dia melampiaskan kekesalannya dengan melahap habis nasi gorengnya dengan kecepatan tinggi.
Putra yang seolah bisa merasakan bahwa Aziz terburu-buru pun segera menghabiskan makanannya. Dia tak ingin membuat Aziz sampai terlambat masuk kerja padahal telah membuatnya tergesa makan demi menemaninya.
Untungnya, Aziz pun berpamitan dan tidak sempat mengantar Putra karena waktu masuk kerja sudah semakin dekat.
Di halte bus, Putra mengembuskan napas penuh kelegaan. Setidaknya dia tampaknya sudah mengambil keputusan tepat dengan menghindar sejauhnya. Dirinya belum yakin mampu menahan godaan syahwat terhadap Aziz. Apalagi di usianya sekarang ini, syahwat adalah salah satu ujian yang harus dihadapi baik untuk kaum sepertinya ataupun yang menyukai lawan jenis.
Bersikap sangat berhati-hati jauh lebih baik daripada menyesal di kemudian hari.
Semoga begitu.
Putra tiba di rumah dan langsung membersihkan diri. Rasanya lelah sekali, tapi ada sisi hatinya yang berbahagia telah bertemu Aziz.
Hentikan, Put! Jangan happy! Tadi, cuma untuk konsultasi! Putra memaki dirinya sendiri.
Seusai salat Asar, Putra baru bisa membuka gawainya. Dahi Putra berkerut saat menemukan grup baru dalam aplikasi chatnya.
'Malaikat Pelindung Putra'
Nama grup yang norak sekali. Agak enggan, Putra membuka isinya.
Cewek berisik created group "Malaikat Pelindung Putra"
Cewek berisik added Putra
Cewek berisik:
Tes 1 2 4
Raja:
Positif
Cewek berisik:
Positif jadi istrinya Putra?
Putra berdecak. Harusnya dia tahu siapa yang membuat grup dengan nama norak begitu.
Putra:
Malaikat? Kalian?
Raja:
Yes, hooman. We're here for you 👼
Putra:
….
Gue left nih
Cewek berisik:
Jangaaan!
Kan kita di sini mau nyemangatin lo, Flai!
Putra:
Flai? 🙄
Cewek berisik:
Iya, nama panggilan sayang dari gue.
Dari Flaithri.
Kan bokap lo udah susah payah kasih nama, sayang kalo nggak dipake.
Putra:
Emang lo tau cara ngucapinnya?
Cewek berisik:
?
Flaithri biasa kan?
Flai.
Putra:
(mengirim link cara pengucapan Flaithri dalam logat Irish)
Cewek berisik:
Ribet amat, Flai!
Gue panggilnya Flai aja ya.
Kayak fly terbang gitu
Raja:
🤣🤣
Sok-sokan sih lo!
Tapi gue juga mau punya panggilan sayang dong buat Putra~
Putra:
🤢
Cewek berisik:
Dilarang pake Flai! Udah jadi punya gue!
Putra:
🤮
Cewek berisik:
Flaaaaai!
Lo kenapaaa?
Sakit?
Raja:
Hamil kali, Ra.
Cewek berisik:
OEMJIII!
Gue kan belom ngapa-ngapain lo, Flai!
Putra:
Gue blok ya kalian
Cewek berisik:
Nooooo!
Raja:
Noooooooo!
Cewek berisik:
Nooooooooooo!
Putra left
Raja added Putra
Raja:
Sori, sori, Put. Canda doang kita mah
Ahem.
Sekarang kita serius
Cewek berisik:
Lo udah siapin mental buat hari Minggu besok?
Raja:
Ra… gue mau nanyain itu duluan
Cewek berisik:
Bdmt 😛
Putra membaca chat kedua temannya yang sibuk saling balas, tapi dirinya tidak tahu harus membalas apa. Siap mental? Tentu saja belum! Dia tidak yakin mentalnya akan pernah siap.
Kalimat-kalimat Bang Aziz menghantui kepalanya. Bagaimana jika Bunda membencinya? Bagaimana jika Bunda justru merasa patah hati dan kemudian sakit jantung seperti yang terjadi pada ibunya Bang Aziz?
Berbagai macam simulasi ‘bagaimana jika’ terus bermunculan tanpa mampu dihentikan di kepala Putra.
Cewek berisik:
Flai bobo?
Raja:
Masih read kok dia
Cewek berisik:
Belom siap, ya?
Putra:
Y
Raja:
Ngeselin bet jawaban lo, Put!
Cewek berisik:
Bwakakakak.
Satu hurup!
Raja:
Minta ditoyor!
Cewek berisik:
Sori ya, Flai, kemaren kita terkesan maksa lo...
Raja:
He eh. Sori. Kayaknya kita ngelewatin batas
Cewek berisik:
Padahal malaikat pelindung tugasnya mantau doang. Nggak seharusnya kita maksa lo gitu.
Raja:
Kalo lo emang belom siap, nggak apa-apa, Put
Cewek berisik:
Iya, pada akhirnya nanti, lo yang harus ngadepin konsekuensinya. Kita cuma nemenin doang.
Jadi, lo yang berhak mutusin kapan lo bakal jujur sama bunda lo.
Raja:
Yang pasti, apa pun hasilnya, kita berdua bakal tetep di samping lo
Cewek berisik:
Dalam suka dan duka
Raja:
Dalam sehat dan sakit
Cewek berisik:
Dalam kaya dan miskin
Raja:
Heh! Orangnya nggak bales-bales
Malaikat memanggil Putra
Halo, halo
Pupuuut
Cewek berisik:
Flai, lo masih read kan?
Kok cuma di-read aja sih?
Oh iya, tapi meskipun lo belum mau jujur, kita boleh kan tetep dateng ke rumah lo hari Minggu?
Putra menggaruk keningnya. Menimbang jawaban apa yang sebaiknya ia berikan. Sesaat wajah Aziz muncul di pikirannya.
Putra mengirim balasan.
Putra:
Iya, dateng aja
Setelah ini dia harus menghubungi Aziz.
Begitulah, Bang. Maaf acaranya jadi beneran
Yah, acara apaan sih, Put? Apa nggak bisa dibatalin?
Enggak, Bang
Padahal acara di masjid langka banget. Apalagi kamu diundang meski bukan pengurus. Kesempatan bagus. Temanya juga pas banget buat kegalauanmu.
Putra menatap gawainya serba salah. Bertemu dengan kedua teman rusuhnya itu memang bisa dilakukan kapan saja. Meminta mereka datang minggu depan pun bukan menjadi masalah besar.
Namun, nuraninya terusik. Instingnya meronta menjerit untuk bertemu kedua makhluk abstrak itu minggu ini. Tidak boleh diundur sedikit pun.
Iya, Bang. Soalnya udah duluan janjiannya. Maaf, ya
Ya udah, Abang nggak maksa.
Setelah itu tidak ada balasan apa pun dari Aziz ketika Putra mengucap salam untuk berpamitan. Bahkan tidak dibaca.
Putra merasakan nyeri di hatinya. Apa Aziz marah? Kenapa marah? Pemuda itu berusaha menepis pikiran buruk. Mungkin Rahman mengganggu atau istrinya memanggil makan. Bukankah ini jam makan malam?
Maka Putra pun meletakkan gawainya dan bergerak keluar kamar menemui Bunda yang baru saja memanggil namanya.
Sementara di rumah Aziz, pria itu melempar gawainya ke kasur dengan kesal. Rencananya kacau balau! Dia harus mencari cara yang lebih agresif!
Dia akan mendapatkan Putra! Bagaimanapun caranya!
071221
Kalau copas dr google doc ke Wattpad, semua setingan hilang. Kudu lewat browser. Itu juga jadi rata kiri semua. Gemes....
Btw, ada yang kangen? Ahahha. Maaf, lupa update Mulu (ditoyor Feyn)
Jangan lupa mampir ke RAHASIA CINTA SANG CEO di aplikasi FIZZO, ya! 100% gratiiis