BRIANNA [Proses Revisi]

saripahsaa tarafından

1.2M 138K 7.1K

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Setelah terbuka... Daha Fazla

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41

Chapter 20

26.5K 3.5K 213
saripahsaa tarafından

***

XII A-1

"Ken, kau sedang membaca apa?" tanya seorang gadis dengan menompang dagunya menatap dengan binar kearah pemuda disampingnya.

Sedangkan sang empu hanya diam. Tak membalas pertanyaan gadis yang selalu mengusiknya setiap hari.

"Ken, nanti antarkan aku ke salon ya?" ujarnya tak gentar dengan sikap pemuda disampingnya.

"Ken, Mami bilang kapan kau berkunjung lagi?"

"Kenzo... issh jawab" gadis itu berdecak sebal karena sedari tadi perkataannya tak ada yang dijawab olehnya satupun.

"Hm" hanya deheman singkat dari Kenzo.

Clara tersenyum senang. Akhirnya Kenzo meresponnya. Yah, meskipun hanya deheman singkat Clara tak ambil pusing yang penting Kenzo mendengarkannya.

"Ken, kemarin saat aku belanja dengan Mami tiba-tiba ada seorang gadis lusuh menabrak ku..." Clara berkata dengan nada manja. Berharap mendapatkan simpati dari Kenzo.

"Tidak sopan sekali! Bajuku jadi kotor karena gadis kampung itu, untungnya ada Mami. Mami marah-marah pada gadis kampungan itu, sampai mengusirnya. Mami hebat kan Ken?" Clara bertanya pada Kenzo.

Lagi-lagi Kenzo hanya diam.

"Kenzo jawab ih!" gerutunya kesal.

Karena kesal dirinya tak di gubris sedari tadi. Dengan tidak sopan nya gadis itu mengambil buku yang Kenzo baca dengan kasar.

"CLARA! APA YANG KAU LAKUKAN?!" bentak Kenzo kesal.

Sontak saja para siswa dikelas seketika memperhatikan keduanya. Clara sendiri shock mendengar bentakan Ken seperti ini.

"K-ken... Maaf a-aku hanya kesal karena dari tadi kau hanya diam saja" cicitnya. Namun terselip nada kesal di dalamnya. Ingat, ia tak suka diabaikan.

Kenzo menatap dingin pada Clara, sejujurnya ia sudah muak dengan gadis manja dihadapannya ini. Tapi, apa boleh buat ia tak bisa melawan perintah sang Papa untuk menjaganya.

Kenzo menatap dengan sinis, dan menarik kembali buku yang direbut oleh Clara secara paksa. Kemudian kembali duduk di bangkunya, dengan perasaan kesal yang sudah di ujung tanduk.

"Ken... a-aku minta maaf" sesalnya dengan mata berkaca-kaca.

Kenzo tak menggubris permintaan maaf Clara, seolah-olah perkataannya hanya angin lalu saja.

"Ken, maafkan aku".

"Ken, hiks... Aku minta maaf"

"Kenzo hiks, aku janji tak akan seperti itu lagi. Jangan diam seperti ini, aku tak suka hiks.." Clara menatap Kenzo dengan sedih

Kenzo memutar bola matanya dengan malas. Lagi-lagi seperti ini, padahal dia sendiri yang memulai tapi dia juga yang menangis. Seperti itulah Clara, menangis adalah caranya menyelesaikan masalah. Dan bodohnya dirinya yang selalu mengalah.

Lalu ia menyadari tatapan teman sekelasnya yang menatapnya dengan pandangan berbeda-beda. Sialan.

Dengan enggan, Kenzo menarik tubuh Clara dalam dekapannya. Menepuk punggungnya yang gemetaran.

"Jangan menangis" ucap Kenzo dengan kaku.

Clara mendongakkan kepalanya, menatap wajah tampan yang ia sukai dari dulu dengan sendu "jangan membentak ku seperti itu lagi Ken, aku takut".

"Iya".

Mendengar respon tersebut, diam-diam Clara tersenyum miring.  Bagus, memang seharusnya begitu. Kenzo harus tunduk dibawah kendalinya, tak sia-sia ia berakting dengan air mata buayanya ini.

Tak ingin kesempatannya terlewatkan begitu saja, Clara semakin mengeratkan pelukannya dan menelusupkan kepalanya ke dada bidangnya.

Namun pelukan itu tak berselang lama, karena guru mata pelajaran telah masuk kedalam kelas.

Membuat Clara berdecak sebal karena ia tak bisa berlama-lama memeluk Kenzo. Yang dimana jarang mereka lakukan saat sedang bersama.

Tetapi sepertinya ada sesuatu hal yang ingin guru itu sampaikan.

"Morning anak-anak" sapanya dengan riang.

"Morning Ma'am" balas mereka serentak.

"Anak-anak, kita kedatangan siswi baru" ucapnya.

"Ayo sayang masuk, dan perkenalkan dirimu".

Siswi itu kemudian masuk kedalam kelas. Berjalan dengan kepala menunduk, membuat para siswa di kelas menatapnya dengan penasaran.

Saat sudah berdiri di depan kelas, ia mendongakkan kepalanya menatap kearah teman sekelasnya satu persatu.

"Hai semua, perkenalkan nama saya Brianna Dwyne Ellara. Kalian bisa memanggilku Anna" ujarnya lembut. Lalu bibirnya melengkung membentuk senyum manis. Membuat sebagian para siswa menahan nafas.

Deg!

'shit, cantik sekali gadis ini'

'akhirnya, ada yang membuatku semakin bersemangat untuk sekolah'

'entah mimpi apa semalam, hingga saat ini aku bisa bertemu bidadari'

'cih! biasa saja, by the way kosong delapan berapa?'

'cantik sih. tapi sayang, boleh minta nomor ponselnya?

'cantik sekali gadis itu, membuatku iri'

'kau benar. bahkan dilihat dari penampilannya, sepertinya ia berasal dari keluarga terpandang'

'suaranya juga lembut sekal--'

Brak!

Suara gebrakan pintu kelas terdengar begitu keras, membuat atensi para siswa menoleh kearah sana.

"Bedebah! Aduh... Sakit sekali punggungku" rintihnya. Lalu ia menoleh kearah belakang, tangannya spontan menjitak salah satu pemuda berambut keriting dengan kesal.

Pletak

"Aw... Sakit bodoh" ringisnya sembari mengusap-usap kepalanya.

"Kau yang bodoh! Kenapa tiba-tiba mendorongku hah?!"

"Salah sendiri, kenapa kau malah berdiam diri di depan pintu kelas. Yasudah aku dorong saja, jadi aku tak perlu bersusah payah membuka pintu " kilahnya dengan raut wajah tak berdosa.

"Yakh! Kau—"

"Ekhem!"

Perdebatan itu terhenti karena mendengar deheman keras dari arah belakang.

"Eh... Ada Ma'am Zoya hehe" kata pemuda itu dengan cengengesan.

(fyi Ma'am itu artinya ibu dalam bahasa Rumania)

"Dari mana saja kalian hah?!"

"Dari hati Ma'am".

"Dari rumah Ma'am". jawab keduanya serentak.

"Saya sedang tidak bercanda ya BOBBY! AIDEN!

"Kami meminta maaf atas keterlambatannya Ma'am" celetuk seorang pemuda yang sedari tadi berdiam diri menyimak perdebatan kedua temannya.

Perlahan raut wajah Ma'am Zoya kembali melunak "Tidak apa-apa, jika boleh tau dari mana saja kalian tadi?"

"Kami bermain basket dilapangan".

Ma'am Zoya mengangguk mengerti "Yasudah. Albern, Denzel kalian boleh duduk".

Keduanya mengangguk "Thank you Ma'am" ucap Denzel.

Sebelum menduduki bangkunya, mata tajam Albern bertubrukan dengan mata teduh milik Brianna. Hanya beberapa detik, setelahnya Brianna memutuskan kontak mata mereka. Albern tersenyum tipis nyaris tak terlihat, mungkin hanya ia sendiri yang menyadarinya.

"Lho... Ma'am lalu bagaimana dengan kita berdua?" protes Aiden. Bobby mengangguk setuju perkataan temannya.

Ma'am Zoya menghela nafasnya, lelah dengan tingkah anak muridnya yang satu ini.

"Yasudah kalian berdua juga duduk, saya tidak akan memberikan hukuman apapun hari ini. Kasian teman baru kalian dia harus menunda perkenalannya gara-gara kalian berdua".

' tunggu teman baru?' Seoalah tersadar keduanya serentak menoleh kearah samping dan...

"OH MY GOSH"

"CANTIK SEKALI BABE"

Brianna hanya meringis pelan mendengarnya 'sepertinya ini awal hidupku menjadi tidak aman lagi'.

***

Bel istirahat sudah berbunyi dari 5 menit yang lalu. Brianna masih berada di dalam kelas, ia baru saja selesai mencatat materi.

Brianna duduk sendirian di bangkunya. Sebenarnya ia mempunyai teman sebangku, tetapi teman sebangkunya tidak masuk kelas hari ini di karenakan ia sedang sakit.

Di kelas ini hanya tersisa beberapa orang saja, termasuk dirinya.

Brianna menelungkup kan kepalanya dalam lipatan tangannya. Malas beranjak keluar, selain karena tidak ada yang ia kenal. Ia juga malas harus berdesak-desakan di tengah banyaknya orang.

Suara derap langkah terdengar begitu jelas menuju kearahnya. Brianna mendongakkan kepalanya melihat siapa yang datang.

"Hai, Anna..." sapa keduanya serentak dengan riang. Selayaknya anak kembar yang tak terpisahkan.

Brianna hanya tersenyum manis sebagai sambutan "Hai..."

Aiden dan Bobby tersenyum senang mendengar respon baik dari pujaan hatinya saat ini. Lalu dengan segera, keduanya mengambil kursi kosong untuk duduk di sebelah kiri Brianna.

Sedangkan dua pemuda lainnya. Albern dan Denzel mereka hanya diam namun mengubah posisi dengan Denzel yang berada di depan dengan melipatkan keduanya tangannya. Dan Albern duduk di kursi kosong sebelah kanan Brianna. Terlalu dekat sebenarnya, sampai mereka bisa merasakan aroma tubuh keduanya masing-masing. Saat Brianna akan menjauh, kaki Albern menahan gagang kursi bagian bawah hingga Brianna tak bisa bergeser sedikitpun.

Brianna hanya terdiam kaku, bayangkan saja kalian semua di kepung oleh beberapa laki-laki tampan dan sangat berpengaruh di sekolah ini.

"Anna, kita belum memperkenalkan diri tadi" ucap Bobby.

Brianna hanya tersenyum saja "Iya".

"Perkenalkan namaku Bobby Charlton, orang-orang memanggilku dengan sebutan Bobby jangan babi ya hehe".

"Kalau namamu siapa?" tanya Bobby.

Tak!

"Aduh... Apasi kau ini, sakit tau" keluhnya.

Aiden dengan sengaja menggeplak tangan Bobby dengan keras. Gemas akan tingkah temannya yang kelewat bodoh ini.

"Kau kan sudah tau namanya Anna, kenapa malah bertanya lagi" ujar Aiden dengan geram.

"Oh iya lupa" Bobby menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Bobby tersenyum malu kearah Brianna "Maaf ya Anna, kadang kalau liat orang yang cantiknya kelewatan suka lupa diri hehehe"

Brianna terkekeh pelan. Merasa lucu dengan tingkah teman kelasnya ini "Iya tidak apa-apa".

Kini giliran Aiden yang memperkenalkan diri. "Hai, Anna namaku Aiden Trustin. Orang-orang biasa memanggilku dengan Aiden, tapi khusus untukmu kau boleh memanggilku dengan sebutan sayang" kata Aiden dengan nada menggoda.

Sontak saja Aiden mendapatkan jitakan gratis dari temannya. Siapa lagi kalau bukan kembarannya Bobby.

"Langkahi dulu mayatku heh!"

"Sirik saja kau babi" Aiden menjawab dengan nada tengil.

"Sialan!".

Brianna hanya mampu tersenyum kaku.

"Aku Denzel Harries, salam kenal Anna" ujar Denzel menatap kearah Brianna dengan tenang lalu tersenyum tipis.

Brianna membalasnya dengan tersenyum tipis juga "Salam kenal juga Denzel".

Brianna suka dengan tatapan teduh milik Denzel terlihat menenangkan saat mata itu menatapnya. Namun sepertinya ia sedikit tertutup orangnya.

Lalu Brianna menoleh kearah samping, menatap pemuda yang sedari tadi terus saja memperhatikannya secara intens. Anehnya ia tak merasa risih dengan tatapannya itu.

"Em... Namamu siapa?" untuk pertama kalinya Brianna memulai pembicaraan pada sang lawan bicara. Jika biasanya ia hanya akan menjawabnya saja.

Albern menyeringai tipis. Lalu ia mendekatkan bibirnya kearah telinga Brianna "Albern Frey Caldwell." bisiknya padat dan jelas.

Brianna merinding mendengarnya, ia merasa geli karena bibir Albern tepat berada di telinganya. Perlahan ia memperbaiki posisinya, berusaha menjauh sedikit dari Albern. Albern hanya tersenyum geli melihatnya, ah sudah berapa kali ia tersenyum hari ini? Dan itu hanya karena siswi baru di sampingnya ini. Sepertinya sekolah tahun ini tidak akan membosankan.

"Ekhem" deheman seseorang mengalihkan atensi semua orang hingga tertuju padanya.

"Hai Anna, aku Kenzo".

Tunggu. Kenzo? Sepertinya ia tak asing dengan nama itu. 'max kau tahu Kenzo siapa?'

[Anda lupa tuan, dialah orang pertama yang menjadi target misi anda tuan]

'Ah yah! Aku ingat pantas saja'

"Kau bukannya Kenzo yang waktu itu?" tanya Brianna pura-pura memastikan.

Kenzo tersenyum puas "akhirnya kau ingat juga, kupikir kau tak akan ingat padaku."

Brianna tersenyum canggung "lama tak bertemu Ken."

"Ya! Tentu dan saat dipertemukan kembali kau semakin cantik saja Anna bahkan aku sempat tidak mengenalimu jika aku tak ingat namamu siapa."

"A-ah?! Haha terimakasih Ken." Tolong keluarkan dirinya dari situasi canggung seperti ini.

Kenzo lagi-lagi tersenyum "lalu apa kau sedang sibuk? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Si Kenzo ini pura-pura tidak melihat situasi atau bagaimana, ia tak menyadarinya kah jika dirinya saat ini tengah di tatap sinis oleh ke-empat pria yang lainnya.

"E-em... Itu ak—"

"Dia sibuk!" balas Albern tak terbantah.

"Ikut denganku" ucapnya dingin.

"E-eh!" kaget Brianna.

Albern meraih tangan mungil Brianna dalam genggamannya, keluar membawa Brianna bersamanya. Menghiraukan tatapan tidak percaya dari teman-teman sekelasnya.

***

Finally, akhirnya aku up.

Maaf karna buat kalian nunggu lama, sejujurnya aku bingung mikirin alurnya gimana lagi, makanya agak lama mikirin lanjutin apa engga ini cerita. tpi tenang aja cerita ini bakalan tetep lanjut kok tapi up nya mungkin agak lama sesuai mood aku ajaa.

Udaa segitu aja jan lupa vote sm komennya yaa.

Anw plis bngtt inii mah yaa kalo udaa baca usahain klik tanda bintangnya, sedih akutuu yang baca banyak yang ngevote dikit amat huhuu:(

dah yaa Babaii.

TBC

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
570K 33.5K 57
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
304K 20.5K 22
Bagaimana jika kamu sedang tidur dengan nyaman, tiba tiba terbangun menjadi kembaran tidak identik antagonis?? Ngerinya adalah para tokoh malah tero...
102K 8.5K 15
"Kalau aku mau putus, gimana?" "Sayang, lo tahu, kan, kalau gue nggak akan kabulin itu? Lo punya gue! Dan, lo nggak akan bisa kemana-mana dengan gela...