LGBT story - FLAITHRI - Cinta...

By Shireishou

28.9K 4.4K 2.1K

⚠️ WARNING! 18+ Baca dengan bijak Cerita LGBT! Flaithri Putra Ravi : Gue jatuh cinta sama dia. Abang yang n... More

PRAKATA
PROLOG
Bab 2 - Kepanikan yang Melanda
Bab 3 - Antara Dua Hati
Bab 4 - Sahabat dari Sahabat
Bab 5 - Taktik yang Efisien
Bab 6 - Sudah Cukup!
Bab 6 - The Past that Haunt Us
Bab 8 - Jantung yang Lagi Bungee Jumping
Bab 9 - Antara Baper dan Nggak Boleh Baper
Bab 10 - Kejutan yang Mengejutkan Banget (eh)
Bab 11 - Kejujuran yang Dinanti
Bab 12 - Masalah yang Dicari Sendiri
Bab 13 - Malaikat Pelindung Putra
Bab 14 - Teman Sejati
Bab 15 - Dia yang Menghilang
Bab 16 - Kejutan Mendebarkan
Bab 17 - Jawaban Pertanyaan
Bab 18 - Serangan Balasan Aziz!
Bab 19 - Obat Tidur dalam Gelas
Bab 20 - Pembicaraan Berdua
Bab 21 - Kejujuran yang Mengejutkan
Bab 22 - Proses yang Mendebarkan
Bab 23 - Kejujuran yang Berbahaya
Bab 24 - Kekacauan yang Memuncak
Bab 25 - Pengakuan Sesungguhnya
Bab 26 - Pesan-Pesan Mengerikan
Bab 27 - Hasil Rapat Dosen
Bab 28 - Keputusan Putra
Bab 29 - Perempuan yang Terluka
Bab 30 - TAMAT

BAB 1 - Perjumpaan yang Heboh

1.8K 231 95
By Shireishou

⚠️ Ditulis oleh Reyn ⚠️

Senin pagi, lalu lintas kota Jakarta padat seperti biasanya. Mahira Rania alias Rara merengut melihat bus yang ditunggunya sudah penuh penumpang. Beberapa orang bahkan terlihat berdiri.

Gadis dengan rambut sepanjang siku dan agak ikal itu, menyugar rambutnya malas. Angin menggoyangkan rambutnya yang sengaja digerai bebas. Tubuh Rara yang tidak terlalu tinggi membuatnya segan jika harus berdiri di bus. 

Kali ini, Rara mengenakan baju kuliah yang sedikit santai. Celana jin sedikit longgar dan sepatu kets adalah andalannya untuk mengejar bus. Kemeja perempuan ditutupi jaket kulit longgar berwarna hitam. Sungguh penampilan yang terlihat gagah dibandingkan tinggi badannya.

Jam di tangan Rara masih menunjukkan pukul 7.12. Mata kuliah pertamanya dimulai pukul delapan, masih ada waktu. 

Rara nyaris membiarkan bus di depannya lewat begitu saja saat matanya menangkap sosok familier yang duduk di dalam bus. 

Flaithri Putra Ravi!

Tanpa pikir panjang, Rara melompat naik.

"Astagfirullah, Neng! Kalau mau naik, dari tadi atuh! Jangan naik bus yang udah jalan! Bahaya!" Kernet bus mengomelinya, tapi Rara hanya menyengir. Gadis itu masuk lebih dalam untuk menghampiri sosok yang tadi menarik perhatiannya.

Tepat saat itu, sosok yang dia cari berdiri untuk mencolek seorang pria tua yang berdiri tak jauh dari dirinya. Tanpa bicara apa pun, sang pemuda menyingkir dari tempat duduknya, mengisyaratkan pria tua tadi agar duduk di tempatnya.

Putra di mata Rara tampak berkilauan saat berbuat kebaikan seperti tadi. Cahaya mentari yang menyinari wajahnya, membuat ketampanannya meningkat 1000%. Apalagi wajahnya yang selalu terlihat cool meski sedang melakukan hal menakjubkan seperti tadi.

Rara tersenyum lebar, semakin mendekati pemuda itu. 

"Pagi, Put!" sapanya ketika dia berdiri di sisi sang pemuda.

Putra hanya meliriknya sepintas, tak menjawab. Rara bergegas mengganti kalimatnya.

"Assalamualaikum, Putra." Senyum manis tak lupa dilemparnya.

"Waalaikumussalam." Balasan yang diterima Rara lebih mirip gumaman. Wajah pemuda itu juga tetap masam seperti biasa, tapi Rara cukup puas.

"Udah sarapan, Put?" Rara mencoba mencari bahan obrolan lain.

Putra malah mengambil earphone dan menyelipkannya di telinga. "Jangan ganggu gue, gue mau belajar," sahutnya ketus. Pemuda itu membuka buku catatan kecil yang dipenuhi kata-kata berbahasa Jerman.

Bibir Rara mengerucut. Namun, dia ingat bahwa minggu ini memang sudah masuk minggu ujian. Dia tidak ingin mengganggu Putra. Pernyataan cintanya bisa menunggu, setidaknya sampai ujian selesai siang nanti. 

Sebagai gantinya, Rara ikut menyelipkan earphone di antara helai rambutnya, lalu membuka flashcard berisi huruf-huruf kanji Jepang.

Dengan begini, mereka seperti sedang kencan belajar di dalam bus, 'kan?

Rara melirik pemuda di sebelahnya, lalu tersenyum. Dia jadi teringat interaksi pertamanya dengan pemuda itu. 

Rara menatap gedung di hadapannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Sekali lagi, dirapikannya kerudung yang menutupi rambutnya, memastikan tidak ada rambut yang mengintip.

Ini bukan kali pertamanya memasuki masjid kampus, tapi kali pertamanya memasuki gedung putih ini dengan mengenakan kerudung yang tidak hanya disampirkan di kepala. Menyadari hal itu, rasa gugup kembali menyerangnya. 

"Tenang, Ra. Lo nggak ngapa-ngapain, cuma mau ikut kajian." Rara bicara pada dirinya sendiri.

Rara dan kerudung. Rara dan kajian. Dua kata berawalan huruf K itu sungguh tidak cocok disandingkan dengan namanya. Rara yang urakan, yang ceplas-ceplos tidak ada anggun-anggunnya, yang sampai tahun lalu masih sering pergi clubbing

Kembali membuang napas, Rara memantapkan diri masuk ke dalam masjid, bergabung dengan perempuan lain yang kebanyakan berjilbab lebar.

Awalnya Rara canggung berada di antara mereka, tapi kebanyakan tidak memperhatikannya, fokus pada kajian yang sedang berlangsung. Rara lega, hingga seseorang menjawil bahunya.

"Ra? Lo ngapain di sini?"

Rara menoleh dan melihat Sari dan Wina, dua orang teman sejurusannya yang aktif di lembaga dakwah kampus. Keduanya terlihat sangat heran menemukannya di tengah peserta kajian. 

"Ngaji," jawab Rara polos.

"Kenapa lo pake jilbab?" tanya Sari lagi.

Meski bingung dengan pertanyaan itu, Rara menjawab juga. "Pengen aja."

"Kepengen aja? Kalau besok pengen buka terus buka aja gitu?" tanya Wina dengan nada menuduh.

"Benerin dulu niat lo! Jangan pake jilbab setengah-setengah gitu!" Seloroh Sari.

Rara melongo mendengarnya. Rasanya dia ingin membalas ucapan keduanya, tapi enggan membuat keributan di dalam masjid.

'Sabar, sabar…. Jangan ditonjok! Sabaaar…. Istighfaaar….  Jangan dicekek!' Rara menenangkan dirinya. Rasanya Rara ingin memberi tepuk tangan untuk dirinya sendiri saat ia berhasil menahan diri hingga acara berakhir. 

Rencana awalnya, Rara ingin melabrak Sari dan Wina selepas kajian, tapi kedua gadis itu sudah menghilang, berkumpul dengan panitia kajian lainnya.

Dengan rasa dongkol, Rara keluar dari masjid, menuju toilet gedung G. Mendapati toilet sepi pengunjung, Rara melepaskan kerudungnya dan menumpahkan kedongkolannya di sana.

"DASAR RESEK! EMANG CEWEK BANDEL NGGAK BOLEH HIJRAH?! BIAR GUE KAYAK PREMAN, GUE KAN JUGA PENGIN BERIMAN! LAGIAN, GUE DATENG KE RUMAH ALLAH, APA ANEHNYA GUE PAKE JILBAB?!"

Suaranya menggema di dalam toilet. Dadanya masih naik turun menahan amarah saat tiba-tiba ia mendengar suara dari toilet laki-laki di sebelah.

"Boleh, kok. Cuekin aja omongan orang. Asal lo beneran hijrah, yang penting niat lo. Ngomong-ngomong nggak boleh nyebut nama Allah di WC."

Rara mengerjapkan matanya sebelum membalas, "Lo juga nyebut di WC."

Hening.

Mungkin laki-laki tadi baru sadar apa yang dikatakan Rara. Atau mungkin … tadi Rara bicara dengan makhluk halus?

Tiba-tiba Rara bergidik ngeri. Dia bergegas keluar dari toilet wanita. Tapi rasa penasarannya lebih besar dari rasa takutnya. Bukannya pergi dari sana, ia malah mendekati toilet pria. Saat gadis itu hampir melongok ke dalam toilet pria, seorang pemuda keluar dari sana.

"Ngapain ngintip-ngintip?" katanya galak.

Suara yang sama. Rara bisa bernapas lega karena tadi dia tidak bicara dengan makhluk halus.

Tanpa menunggu jawaban Rara, pemuda itu berjalan begitu saja melewatinya.

"Thanks!" seru Rara. Namun pemuda itu tak merespon, berlalu meninggalkannya.

Rara tahu pemuda tampan itu bernama Flaithri Putra Ravi, mahasiswa jurusan Bahasa Jerman, seangkatan dengannya. Pemuda itu sudah menarik perhatian para mahasiswi Fakultas Bahasa dan Seni sejak masa pengenalan akademik fakultas.

Menurut Rara, Putra seperti idol Jepang, tipikal bishounen alias lelaki cantik. Jenggot halus di dagunya terkesan aneh dipadankan dengan parasnya yang cenderung cantik. Namun, jenggot itu juga menambah kesan saleh, dan akhirnya menjadi daya tarik tersendiri.

Sepengetahuan Rara pula, banyak mahasiswi yang mendekati Putra, baik secara halus maupun terang-terangan. Meski begitu, selama ini bagi Rara, Putra hanya penyegar pandangan saja di antara penatnya kegiatan kampus. Tak pernah terpikir olehnya untuk menjadi bagian dari para mahasiswi yang mengejar Putra. Dirinya yang urakan dan bandel mana cocok bersanding dengan Putra yang saleh? 

Namun, interaksi mereka yang kedua mengubah pikirannya.

"Hijrah ternyata emang susah ya, Kak? Sorry, Rara belum bisa wujudin keinginan Kakak," gumam Rara pada udara. Tangannya mengelus pasmina yang disampirkan menutupi kedua bahunya.

Dari balkon lantai dua, Rara mencari sosok pemuda yang membelikan pasmina ini untuknya. Melalui hasil investigasinya, Rara tahu bahwa sebentar lagi pemuda itu akan kemari karena ada kelas di gedung ini. Karena itulah Rara menunggunya di sini.

"Putra!"

Menemukan sosok yang dicari tengah berjalan sendirian di bawah sana, Rara bergegas turun. Kakinya melangkah cepat, sesekali melompati dua anak tangga sekaligus. Sisa empat anak tangga lagi saat ia tersandung, membuat gravitasi menarik tubuhnya ke depan. 

Tepat saat itu, Putra yang tiba di depan tangga segera menangkapnya.

"Lo gimana, sih?! Turun tangga lari-lari kayak anak kecil! Bahaya tau!" Rentetan omelan meluncur dari mulut Putra.

Namun, Rara yang masih merasakan jantungnya berpacu cepat malah terfokus pada satu hal: Putra menangkapnya. Meski pemuda itu bisa menghindar, meski pemuda itu selalu terlihat terganggu olehnya, pemuda itu tidak membiarkannya jatuh.

Senyum terkembang di bibirnya. "Gue suka banget sama lo, Put!" katanya, mengabaikan omelan Putra.

Rara menyiapkan diri untuk mendengar penolakan dari Putra seperti biasa.

'Gue nggak suka sama lo!' Penolakan pedas seperti itu sudah biasa dia dengar. Dan sependek pengetahuannya, semua gadis yang menyatakan perasaan pada Putra mendapatkan jawaban yang serupa.

Namun, kali ini Putra menanggapi pernyataan cintanya dengan bisikan, "Gue homo."

Belum sempat Rara mencerna ucapan pemuda itu, Putra sudah meninggalkannya.

14 Nov 2021

Tertolak dengan sempurna. Wakakaka.

Kira-kira gimana reaksi Rara mendengar penolakan 'ajaib' itu?

Continue Reading

You'll Also Like

68.7K 6.9K 30
🏆The WATTYS 2021 Winner genre Wild Card, kategori Young Adult. -3 Desember 2021. 🥈#LGBT on December 2021 Namanya Alden Watts, tetapi orang-orang me...
7.1K 1.2K 20
rub·rik : kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat kabar, majalah, dan sebagainya; novel. mulai; 14 April 2019
3.1K 548 20
[ Salah satu cerita Season Series yang mengambil tema musim gugur (Autumn) ] . . Ella si cadel cuma cewek baperan, baru lulus SMA yang bekerja di seb...
70.4K 7K 18
Gimana jadinya kalo Irene nampar Seulgi di kerumunan ramai kantin ngira Seulgi itu selingkuhan pacarnya. NO PLAGIAT PLEASE (Kalo pun mau cari inspira...