Surai dan iris kedua matanya yang berwarna biru. Ah tidak, warna biru itu bukan sekedar biru biasa. Entah mengapa rasanya warna biru itu terlihat sangat berbeda dari warna biru pada umumnya? Biru.. Memangnya ada orang yang memiliki warna biru seindah itu sebagai warna rambut dan juga kedua bola matanya?
Apakah nona itu adalah seorang putri yang kabur dari kerajaan sebelah? Peri? Dewi? Atau malaikat yang jatuh?
Keterlaluan, lebay sekali kau Eladio!
Perempuan itu memang cantik, tapi tolong jangan sampai melupakan sebuah fakta bahwa kau adalah putra dari seorang bangsawan yang harus menjunjung tinggi sebuah etika.
"Kak Eladio! Apakah kakak baik-baik saja?"
"Ah.." Eladio tersadar dari lamunannya saat merasakan jemari mungil Allen menarik-narik seragam kesatria yang ia kenakan.
Eladio melirik kearah Allen, "Apakah Allen baik-baik saja? Bagaimana dengan lukamu? Kau seharusnya segera mengobati luka itu, ayo kita pergi membeli obat."
Menyaksikan kelembutan tulus dari seorang kesatria yang melayani keluarga kekaisaran, dan seorang anak kecil yang hanyalah rakyat biasa berhasil membuat hati Madelaine terenyuh.
"Terima kasih tuan kesatria." Madelaine membungkuk dan mengucapkan terima kasih kepada kesatria yang ia ketahui bernama Eladio itu.
"Ah tidak apa-apa nona, itu memang sudah menjadi kewajiban bagi saya sebagai seorang kesatria untuk menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan." Balas Eladio dengan hangat.
Didalam hati, Eladio sempat bertanya-tanya. 'Apa mungkin perempuan itu adalah seorang bangsawan?'
Melihat bagaimana ia membungkuk dengan postur yang sangat sempurna. Namun, jika memang benar perempuan itu adalah seorang bangsawan, lantas mengapa Eladio tidak pernah mendengar hal apapun tentangnya?
Tentang seorang nona bangsawan yang memiliki surai dan iris sebiru samudra.
Allen melirik kearah lengan Madelaine yang terluka, dan kemudian berujar khawatir. "Kak Eladio! Kakak juga harus membelikan obat untuk nona itu! Lihat tangan nona itu! Darahnya masih keluar banyak!" Celoteh Allen.
Madelaine menggeleng dan menatap kearah Allen dengan sorot yang lembut, "Hei aku tidak apa-apa, ini tidak sakit. Lagipula darahnya sudah berhenti keluar kok karena aku sudah mengikat lukanya dengan kain untuk sementara."
Allen masih terlihat khawatir, anak kecil itu berjalan mendekati Madelaine dan membungkuk dengan dalam. "Maafkan saya nona! Karena saya nona jadi terluka seperti itu!"
"Hahahah tidak apa-apa." Madelaine membalas diselingi dengan senyuman hangatnya. "Aku memang senang ikut campur dengan masalah orang lain, huh."
Allen mengerjap sekali, kedua matanya yang bulat tampak memandang kearah Madelaine dengan sorot kagum. "Tapi nona.. Siapa nama nona jika saya boleh mengetahuinya?"
"Aku?"
"Iya! Nama nona siapa? Kalau aku adalah Allen."
"Ah begitu, halo Allen. Aku adalah Madelaine, panggil saja aku Maddie." Ujar Madelaine dengan ramah.
"Kalau begitu tuan kesatria, saya minta tolong kepada anda untuk menjaga Allen dan mengantarnya pulang dengan selamat. Saya pamit undur diri dulu untuk sekarang."
Eladio yang sejak tadi terpana dengan pesona kecantikan Madelaine langsung terkesiap dan mengangguk dengan canggung.
"Iya nona, anda tidak perlu khawatir. Saya pasti akan menjaga Allen dengan baik."
"Baiklah." Balas Madelaine. "Kalau begitu saya permisi dulu."
"Tu-tunggu nona!"
"Iya?"
"Jika anda tidak keberatan, apakah saya boleh mengetahui dimana tempat tinggal anda?" Pertanyaan yang Eladio ajukan berhasil membuat Madelaine terdiam. Ini adalah hal yang begitu asing baginya, sebab tidak pernah ada satupun pria yang mengajukan pertanyaan seperti itu kepada dirinya.
Huh, Madelaine harus menjawab apa?
"Ji-jika nona keberatan nona tidak perlu menjawab pertanyaan saya. Maaf karena saya telah lancang atau melewati batas saya sehingga membuat anda merasa tidak nyaman." Eladio lagi-lagi tampak canggung, sementara Madelaine segera menggelengkan kepalanya.
"Bukan begitu.. Hanya saja, saya tidak yakin apakah anda akan percaya atau tidak jika saya mengatakan bahwa saya tinggal dikediaman milik duke Vyacheslav."
"Ah anda tinggal di kediaman yang mulia duke.. Tu-tunggu dulu! Apa??" Eladio terlihat begitu terkejut. "Anda tinggal disana? Kediaman besar duke Vyacheslav, sang komandan pasukan militer itu??"
"Benar. Itu adalah tempat yang cukup buruk, namun tidak seburuk itu juga sih."
"Ah begitu.." Eladio menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau begitu saya undur diri, sebab saya harus segera kembali."
"Baik nona, hati-hati dijalan."
"Tentu, kau juga." Madelaine tersenyum hangat, "Sampai jumpa lagi tuan kesatria, dan juga Allen!"
"Iya sampai jumpa nona."
Selepas Madelaine merenggang pergi meninggalkan Eladio dan Allen. Allen sontak segera menatap kearah Eladio dengan sorot curiga.
"Kak Eladio, apakah kakak menyukai nona itu?"
Eladio menoleh dan menatap kearah Allen lalu mengulas senyuman hangatnya. "Mungkin iya atau mungkin tidak?"
"Huh! Ayo mengaku saja! Kak Eladio menyukai nona itu kan? Jangan mengelak! Lagipula aku juga jika menjadi kakak pasti akan jatuh cinta kepada nona itu sih. Dia sangat cantik dan juga keren! Nona juga pemberani! Ah.. Rambutnya yang biru! Seperti sebuah samudra!"
Celotehan Allen membuat Eladio terkekeh.
"Sudah berhenti meracau, sekarang ayo kita segera kembali dan mengobati luka memarmu itu."
Allen mengangguk setuju, "Iya, ayo."
Ketika Eladio mengangkat tubuh mungil Allen kedalam dekapannya, Allen kemudian kembali membuka celah bibirnya dan mengajukan sebuah pertanyaan kepada Eladio.
"Tapi kak El, ngomong-ngomong apakah kita dapat bertemu dengan nona cantik itu lagi?"
"Hmm.. Entahlah? Mungkin saja bisa, mungkin juga tidak."
"Ahh... Ini tidak adil!" Protes Allen sembari memanyunkan bibirnya.
"Ada apa?" Tanya Eladio kebingungan.
"Kakak Eladio sih bisa bertemu dengan nona itu lagi karena kakak adalah seorang kesatria anggota keluarga kekaisaran! Tapi jika aku yang hanyalah rakyat biasa tidak bisa! Lagipula kenapa juga nona itu harus tinggal di kediaman duke? Apakah nona itu adalah pelayan keluarga duke? Memangnya menjadi pelayan disana enak ya? Kudengar keluarga duke Vyacheslav kan sangat kejam dan juga bengis. Mereka hanyalah bangsawan kaya yang tidak memiliki hati!"
"Sssh. Kau tidak boleh berbicara seperti itu Allen, jika ada yang mendengarnya mereka bisa salah paham. Memangnya Allen mau berakhir dihukum mati karena telah menghina keluarga duke?"
"Tapi kan aku membicarakan fakta!" Elak Allen.
Eladio menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Tetap saja kau tidak boleh seperti itu."
"Huh! Ya, iya! Aku tidak akan seperti itu lagi deh."
*****
Gagal sudah rencana Madelaine untuk mengunjungi kelompok Serikat yang terkenal dapat memberikan apapun yang para pelanggannya butuhkan itu.
Atau jangankan pergi ke ibu kota, Madelaine justru malah terjebak kedalam hal berbahaya yang kemudian membuat tangannya terluka seperti sekarang.
"Huh.. Semoga saja tidak berbekas. Aku harus cepat-cepat meminta obat oles kepada para pelayan." Gumam Madelaine sembari melirik kearah sebuah luka yang terdapat dilengan kanannya.
Niat Madelaine untuk mengunjungi jasa Serikat terkenal agar dapat membeli identitas baru bagi dirinya kini kandas.
Yah walaupun Madelaine gagal pergi ke Ibu kota, sebenarnya Madelaine tidak merasa terlalu menyesalinya. Karena setidaknya Madelaine telah melakukan sesuatu yang patut untuk dibanggakan, dirinya yang berhasil menolong dan menyelamatkan nyawa seseorang.
Bukankah itu terdengar cukup keren?
Anak kecil yang menggemaskan, bernama Allen.
Kapan ya Madelaine dapat kembali menemui anak kecil itu?
Ngomong-ngomong kesatria bersurai cokelat tadi memiliki wajah yang cukup tampan. Namun entah mengapa, paras tampan yang dimiliki oleh kesatria itu rasanya cukup familiar? Kedua irisnya yang berwarna oranye, rasanya Madelaine seperti sudah sering melihat kedua iris itu sebelumnya. Namun dimana?
Kesatria itu jelas-jelas mengenakan seragam pasukan khusus milik keluarga kekaisaran, dan yang dapat masuk kedalam pasukan khusus keluarga kekaisaran hanyalah para anggota keluarga bangsawan yang memiliki bakat saja.
Jadi, kesatria itu berasal dari keluarga bangsawan mana?
Pria itu kelihatannya tidak buruk. Dia cukup tampan dan terlebih lagi pria itu adalah orang yang sangat hangat. Seorang kesatria yang perhatian terhadap rakyat biasa. Jika ksatria itu memang benar-benar berasal dari anggota keluarga bangsawan, itu berarti dia memiliki sikap yang sangat murah hati dan dermawan.
Yah mengetahui bagaimana para bangsawan pada umumnya bersikap arogan, itu adalah pertanda baik. Lampu hijau. Kesatria tersebut adalah pria yang baik. Ditambah lagi bukankah dia cukup hangat kepada anak-anak? Apakah dia menyukai anak kecil? Mungkin saja iya. Sebab kesatria itu mengetahui harus apa dan bagaimana saat menghadapi seorang anak kecil.
Calon ayah yang baik.
"Ukh!"
Astaga. Apa yang baru saja kau pikirkan Madelaine?!
Hal gila macam apa itu? Madelaine, kau sepertinya sudah tidak lagi waras. Bagaimana bisa baru sekali bertemu saja, kau sudah langsung membayangkan memiliki hubungan sampai ke jenjang berkeluarga dan memiliki anak bersama dengan Kesatria asing itu?
Dasar Madelaine gila.
Madelaine mendesah dengan kasar sebelum kemudian mengulurkan lengan kanan dan kirinya untuk meraih sebuah pegangan yang berada disisi tembok.
Setibanya diperbatasan antara tembok luar mansion dengan tembok dalam mansion, Madelaine sontak langsung mengedarkan pandangannya dengan waspada.
Perempuan itu saat ini tengah memastikan apakah ada kesatria bawahan ayahnya yang sedang berpatroli atau tidak. Setelah meyakini bahwa keadaannya cukup aman, Madelaine pun memutuskan untuk langsung meloncat dan mendaratkan kedua kakinya diatas halaman milik kediaman keluarga duke Vyacheslav.
Jika ada seseorang yang melihatnya masuk secara diam-diam seperti tadi, mereka pasti akan segera menganggap Madelaine sebagai orang yang tidak waras.
Yah itu semua karena tidak ada orang waras manapun yang berani memanjat tembok milik mansion keluarga duke Vyacheslav seperti yang baru saja Madelaine lakukan. Mereka semua tentu lebih menyayangi nyawa mereka.
Madelaine meringis saat luka dilengan kanannya berdenyut. Kain yang berasal dari sobekan ujung gaunnya itu terlihat basah, warna kainnya pun kini sudah sepenuhnya berubah menjadi merah.
Tetes demi tetes darah mulai kembali berderai. Rumput dihalaman kediaman duke yang berwarna hijau, tampak ternodai dengan noktah darah milik Madelaine.
"Ah pria tua tidak waras itu, bagaimana bisa dia melempar sebuah botol kaca yang sangat berbahaya seolah-olah itu bukanlah hal besar?" Madelaine mendengus dengan kasar.
Perempuan cantik yang mengenakan tudung kumal untuk menutupi rambut dan setengah dari wajahnya itu segera mengambil langkah untuk kembali ke balkon kamarnya.
Penampilannya yang sederhana bahkan nyaris seperti seorang pengemis itu benar-benar tidak melambangkan seorang nona bangsawan sama sekali. Siapa yang akan mengira bahwa Madelaine sebenarnya adalah putri seorang Duke? Salah satu nona muda yang tergolong kedalam jejeran anggota keluarga bangsawan eksekutif.
Akan tetapi Madelaine tidak terlalu membanggakan hal itu sih.
Madelaine tidak tertarik untuk memiliki status sebagai putri seorang Duke, walaupun status itu memang sudah seharusnya menjadi miliknya sejak saat ia dilahirkan kedunia ini oleh sang ibu.
Akan tetapi..
Yah, kehidupannya tidak seindah itu.
Madelaine kali ini juga tidak ingin kembali menyakiti dan membuat dirinya sendiri tersiksa oleh perlakuan ayah beserta adik laki-lakinya yang terbilang sangat menyebalkan.
Baik dikehidupan sebelumnya maupun sekarang tidak banyak yang berubah. Ah, barangkali itu karena dirinya yang hanya kembali ke waktu dua tahun sebelum kematiannya? Madelaine tidak kembali dihidupkan dengan umur balita, namun hanya dua tahun sebelum waktu kematiannya.
Sial, sebenarnya dewa hanya ingin mempermainkannya atau bagaimana sih?
Madelaine mendesah dengan kasar saat tiba didalam kamarnya dengan selamat. Perempuan itu melepaskan tudung kumuh yang membalut tubuhnya dan berdiri tepat dihadapan meja rias yang ia miliki didalam kamarnya.
Madelaine menatap pantulan dirinya sendiri didalam cermin tersebut.
Madelaine tidak memiliki rambut putih dan iris berwarna kuning emas seperti yang dimiliki oleh sang duke, beserta adik laki-lakinya Dixon. Akan tetapi Madelaine sangat mempercayai ibunya, Madelaine tahu bahwa ibunya tidak akan pernah melakukan hal rendahan semacam berselingkuh dengan pria lain.
Lagipula bukankah ayahnya juga tahu bahwa ibunya itu sangat mencintai dirinya? Dasar pria bodoh.
Akan tetapi jika Madelaine memang benar adalah putri kandung sang duke dan duchess, lantas apa ada penjelasan yang masuk akal dari penyebab warna rambut dan kedua iris milik Madelaine yang sama sekali tidak mirip dengan milik sang duchess maupun sang duke?
Sebenarnya.. Madelaine itu siapa? Dan, apakah keberadaan Madelaine dikediaman Vyacheslav benar-benar tepat untuk dirinya?
Jika memang Madelaine adalah putri kandung sang duke, lantas apakah pria itu suatu saat akan menyesal karena sudah memperlakukan Madelaine dengan buruk seperti ini?
Ah, ngomong-ngomong dikehidupan sebelumnya pria itu sama sekali tidak berbuat apa-apa saat menyaksikan dirinya hendak dieksekusi, bukan?
Madelaine jadi penasaran, setelah dirinya dieksekusi dengan cara seperti itu, apakah kebenaran mengenai dirinya yang tidak bersalah telah berhasil dikuak? Apakah mungkin saat itu ada sebuah bukti kuat yang menegaskan bahwa Madelaine adalah putri kandung sang duke?
Lalu jika memang benar ada, bagaimana ya responnya? Apakah pria itu menyesal karena sudah membiarkan putrinya sendiri dihukum mati dengan cara seperti itu?
*******