Never Know [Completed] ✔️

By yennymarissa

95.6K 15.1K 3K

Song Series #2 But you'll never know unless you walk in my shoes You'll never know, my tangled strings 'Cause... More

You Never Know
01 : Pagi yang Buruk
02 : Satu Pertanyaan
03 : Menjadi Sulit
04 : Segala Awal
05 : Menutupi Sesuatu
06 : Selalu Sama
07 : Bukan Mengikat
08 : Menarik Ucapan
09 : Tamu Mengejutkan
10 : Perlahan Retak
11 : Selalu Kalah
12 : Yang Tersembunyi
13 : Terlalu Mengejutkan
14 : Menyembunyikan Luka
15 : Pesta Terkutuk
16 : Tentang Alasan
17 : Masa Lalu
18 : Penyesalan Lagi
20 : Rahasia Terbuka
21 : Tiap Penjelasan
22 : Pertengkaran Besar
23 : Masih Dingin
24 : Terulang Lagi
25 : Rasa Sakit
26 : Masih Meraba
27 : Dikejar Waktu
28 : Penyerangan Tiba-Tiba
29 : Perasaan Asing
30 : Kisah Bercerita
31 : Kebersamaan Semu
32 : Dibalik Keberhasilan

19 : Hubungan Manis

2.1K 409 63
By yennymarissa

"Apa kau senang melihatku marah seperti ini??"

Sevy menarik napas pendek. "Tentu saja tidak. Maafkan aku. Jika saja aku tidak menyetujui dari awal, semuanya pasti tidak akan seperti ini."

Menyadari penyesalan itu, Sean ikut membuang napas berat. "Mereka benar-benar membuatku emosi," sahutnya, lalu menarik Sevy untuk berbaring bersamanya di atas tempat tidur. "Aku baru tahu kalau Nea memiliki sifat mengerikan seperti itu."

"Dia mantan kekasihmu."

"Dan dia kakakmu." Sean membalas dengan delikan sebal, yang membuat Sevy tertawa. "Jangan tertawa," sungutnya. "Mulai sekarang, kita cukup mengabaikan mereka saja. Kita akan sarapan dan makan malam di kamar, setelah kau menyiapkannya."

"Ini rumahmu, kenapa kau harus bersembunyi seperti itu?"

"Katakan itu pada dirimu sendiri yang seminggu terakhir bersembunyi seperti seorang pengecut," sambar Sean sambil mengetuk pelan kening Sevy. Melihat decakan keras yang diberikan Sevy membuat Sean mendengkus geli dengan senyum tertahan di bibir. Sean menatap lekat wajah cantik Sevy. Ia bahkan baru menyadari bahwa istrinya ini memiliki bulu mata dan alis yang sangat cantik. Seluruh perpaduan yang terbalut sempurna. "Bagaimana ini? Tiba-tiba aku jadi menginginkanmu."

"Kau ini—" Kalimat Sevy terhenti karena Sean sudah lebih dulu mencium bibirnya lalu memberi lumatan-lumatan kecil yang berakhir dengan kebersamaan mereka di atas tempat tidur. Sean pasti tidak akan pernah tahu bahwa apa yang menjadi kebutuhan pria itu justru sesuatu yang selalu membuat debaran di dada Sevy meluap sampai hampir membuatnya sesak napas.

Sean masih mengatur napasnya saat membiarkan Sevy memakai kembali pakaian tidur. Tangannya seketika terbuka meminta Sevy masuk ke dalam pelukannya. "Terima kasih," bisiknya sambil mengusap rambut Sevy. "Aku menyukai sikapmu sejak kemarin."

Sevy mengernyit dalam pelukan Sean. "Memangnya ada yang berubah dari sikapku?"

"Kurasa begitu," balas Sean masih dengan senyum. "Aku tidak suka kau selalu diam dan bertingkah tenang tanpa mau menunjukkan apa yang sedang kau rasakan. Itu membuatku terlihat seperti pria tolol."

Kalimat itu justru membuat Sevy terkekeh kecil. "Kau terlalu berlebihan," sahutnya.

"Aku serius." Sean kembali membantah dan menunduk untuk menatap Sevy. "Saat awal bertemu denganmu dalam rencana pernikahan kita, kupikir akan sangat mudah mengendalikanmu yang hidup sebagai putri bungsu keluarga Poulga. Kau tahu apa kata orang di luar sana tentangmu? Kau adalah gadis manja yang disembunyikan Poulga karena terlalu disayangi layaknya putri," ujarnya panjang. "Sayang sekali kau sudah bukan gadis lagi sekarang."

Tawa Sevy terdengar sangat geli saat mengartikan kalimat terakhir Sean—setelah berusaha mengabaikan awal kalimat itu. "Aku baru tahu kau bisa bicara panjang seperti ini."

Sean mendengkus samar. "Aku bisa bicara sangat panjang pada orang yang dekat denganku."

"Jadi aku salah satu orang yang dekat denganmu?"

"Setelah apa yang kita lakukan tadi, kau masih bertanya?"

Sekali lagi, Sevy tertawa. Malam ini, Sevy benar-benar bahagia. Rasa lelah dan sakitnya tiba-tiba menguap begitu saja. "Aku pikir, sikapmu juga berubah setelah kemarahanmu malam itu."

Diingatkan lagi tentang kesalahannya, membuat Sean menarik napas pendek. "Aku benar-benar konyol malam itu. Maafkan aku."

Sevy hanya tertawa geli.

"Kau seharusnya marah, bukan tertawa."

Sean hanya tidak perlu tahu bahwa sekalipun marah, Sevy selalu mampu menahan dirinya dengan baik. Terbukti tiap kali Nea memancing emosinya, Sevy selalu tahu bagaimana harus menahan diri agar tidak ikut terpancing. "Marah atau pun tidak, setidaknya kau sudah menyadari kesalahanmu. Itu yang lebih penting, kan?"

"Sikapmu inilah yang membuatku berpikir bahwa sepertinya aku sudah salah menilaimu."

Sevy berusaha menahan senyum masam di bibirnya. "Memangnya, apa penilaianmu padaku selama ini?"

"Aku bertemu denganmu hanya beberapa kali saat—ya kau tahu saat..."

"Saat kau masih menjadi kekasih Nea?" sambar Sevy dengan senyuman geli di bibirnya.

"Sepertinya kau senang sekali membahas masa laluku dengan kakakmu." Sean mendelik sebal. "Apa itu karena kau tidak mencintaiku?"

"Apa kau mencintaiku?"

"Kenapa kau justru balik bertanya?"

Sevy kembali tertawa mendengar nada kesal itu. "Aku menikahimu yang sekarang, bukan masa lalumu. Jadi, kenapa aku harus terganggu dengan apa yang terjadi di hidupmu dulu?"

Jawaban itu tanpa sadar membuat dada Sean berdesir hangat.

"Jadi, apa yang ada di pikiranmu dulu tentangku?"

Sean mengulas senyum simpul. "Kau adalah porselen cantik yang sangat dijaga oleh keluarga Poulga sampai tidak pernah dikenalkan pada dunia karena takut tersakiti. Dulu Neo juga pernah mengatakan kalau kau sangat manja dan penurut, jadi dunia kejam ini tak cocok untukmu yang selalu diperlakukan bagai putri. Nea juga selalu mengatakan hal yang sama. Karena itulah saat menerima pernikahan ini, kupikir akan mudah mengontrolmu yang selama ini pasti selalu menuruti apa pun yang diperintahkan keluargamu," ceritanya. "Tapi saat di awal pernikahan kita kau selalu membalas tiap kalimatku, aku mulai sangsi dengan perkataan Neo. Ditambah bagaimana perubahan sikap Nea padamu sekarang membuatku merasa ada yang aneh di antara kalian."

Sevy mendengarkan tiap kalimat itu dengan hati yang teriris perlahan. "Lalu, apa penilaianmu padaku sekarang?" tanyanya—berusaha tetap mempertahankan seulas senyum.

"Kau sangat abu-abu."

Kepala Sevy mendongak kecil untuk membalas tatapan Sean.

"Kau bukan wanita manja, tapi justru wanita keras kepala yang bahkan selalu membuatku tidak mampu meraba isi kepalamu." Sean mengetuk pelan pelipis Sevy saat mengatakan dua kata terakhirnya.

"Mana yang kau sukai?"

"Aku menyukai kebersamaan kita malam ini."

Sevy mengulas senyum geli, lalu mengatur posisinya agar lebih nyaman dalam pelukan Sean.

"Ceritakan tentang dirimu."

Kedua alis Sevy menekuk saat mendengar permintaan Sean yang tiba-tiba itu. "Tidak ada hal menarik tentangku."

Sean mencebik kecil mendengar balasan itu. "Setidaknya, ceritakan tentang kehidupanmu sebelum menikah denganku," ujarnya. "Apa kau memiliki mantan kekasih?"

"Ya."

Jawaban itu sedikit membuat Sean terkejut. "Oh, ya?"

"Apa kau pikir, hanya kau yang memiliki mantan kekasih?" balas Sevy dengan senyum dibuat mengejek. Tetapi tentu saja Sevy tidak berniat mengatakan siapa pria itu.

"Kenapa kau berpisah dengannya?"

Tatapan Sevy berubah menerawang. "Karena harus seperti itu."

Kening Sean mengernyit dalam. "Apa karena perasaan kalian tidak lagi sama?"

"Ada sesuatu yang mengharuskan kami berpisah."

"Apa karena pernikahan kita?"

Sevy tertawa kecil. "Tentu saja bukan. Kami sudah berpisah jauh sebelum kita menikah."

Sean terdiam sesaat. "Bagaimana perasaanmu padanya?"

Pertanyaan itu seketika membuat Sevy tertegun cukup lama. "Aku menyayanginya."

Tubuh Sean menegang tanpa sadar. Tetapi Sevy jelas tidak tahu tentang keterkejutan yang berusaha ditahannya karena wanita itu justru mendongak dan memberinya senyum lebar seolah ingin menenangkan perasaannya yang tiba-tiba merasa terluka.

"Tapi kau harus tahu kalau itu tidak akan mengubah apa pun. Aku tidak akan mengkhianatimu. Kau bisa membunuhku jika aku melakukan hal menjijikkan itu." Setelahnya, Sevy memberikan kecupan di pipi Sean yang masih terdiam. "Ayo, tidur."

Tanpa sadar, Sean mengeratkan pelukannya pada tubuh Sevy yang masih bersandar nyaman di dadanya. Perasaan yang Sean rasakan kali ini... terasa sangat asing.

+•+

Sevy bersyukur bahwa hubungannya dan Sean benar-benar membaik dalam waktu yang cukup lama dibanding sebelumnya—sudah berjalan dua minggu lebih. Mereka benar-benar mengabaikan kehadiran Nea dan Hades yang masih bersikap sangat tidak tahu malu untuk memancing keributan entah di pagi atau malam hari. Tetapi beruntung Sean tidak lagi terpancing dan benar-benar hanya mempedulikan hubungan mereka.

"Menyiapkan makan malam untuk suamimu, heh?"

Tubuh Sevy menegang saat mendengar satu suara bernada sinis itu. Sevy tidak menduga kalau Hades akan pulang lebih cepat dari biasanya. Sial, sekarang di rumah ini hanya ada mereka berdua dan pelayan yang mungkin sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing—karena tadi pagi Nea mengatakan pada Sean akan pergi ke rumah ayah—sekalipun hanya diabaikan oleh suaminya itu. "Bukan urusanmu," sahutnya berusaha abai.

Hades mendengkus samar, lalu menghampiri Sevy yang masih sibuk menyiapkan makanan untuk pria lain. "Kau membuatku sangat cemburu sampai benar-benar ingin melenyapkan suamimu."

"Berhati-hatilah dengan kalimatmu, karena aku sedang memegang pisau, Dash," desis Sevy pada Hades yang sudah berdiri santai di sampingnya. "Pergilah sebelum ada yang melihatmu di sini."

"Kau takut ada yang mencurigai hubungan kita?"

"Sayang sekali kita tidak memiliki hubungan apa pun."

Hades hanya mengangguk-angguk seakan sedang mengejek kalimat Sevy barusan. "Bagaimana jika suamimu tahu tentang hubungan kita di masa lalu, Sevy?"

"Nea mungkin akan lebih dulu membunuhmu jika berita itu tersebar."

Tangan Hades merangkum tangan Sevy yang sedang memegang pisau lalu membuang benda tajam itu dari dekat mereka.

"Lepaskan aku!" desis Sevy kehilangan pengendalian dirinya.

"Kau tahu apa yang harus aku alami setelah kehilanganmu dan ayahku?" Hades bertanya sambil menarik tangan Sevy agar berada tepat di depan dadanya.

Tatapan Hades yang berubah menjadi tatapan terluka membuat gerakan Sevy yang ingin melepaskan diri seketika terhenti.

"Aku membuka hatiku untukmu, memberimu segalanya yang aku punya, tapi kau justru menipuku dengan sangat kejam," desis Hades penuh luka. "Kau bukan hanya menghancurkan hatiku, tapi juga hidupku! Dan tiba-tiba kau menikah dengan orang lain? Tidakkah kau sudah sangat keterlaluan padaku?!"

"Hentikan kegilaanmu sekarang dan bangunlah dari semua masa lalumu!" Sevy berusaha keras untuk mengabaikan luka di kedua mata Hades. "Kau sudah menikahi Nea, Dash. Bukankah kalian bahagia selama tiga tahun ini? Jika kau kembali ingin balas dendam karena tidak menyukai kehidupan baruku, setidaknya jangan libatkan orang lain. Ini hanya urusan kita berdua."

"Begitu?" Hades memberi seringaian dingin. "Kau tahu rencana apa yang sudah disiapkan Yamata untuk suamimu?"

Raut wajah Sevy berubah pias.

Hal itu dimanfaatkan Hades untuk membawa Sevy ke dalam pelukannya. "Dan aku akan membantu Yamata untuk membunuh suamimu, Sevy. Karena pada akhirnya, kau akan kembali menjadi milikku. Seperti dulu."

Seketika kesadaran Sevy mencuat dan ia langsung menjauhkan tubuhnya dari Hades untuk memberi pria itu tatapan dingin. "Aku akan membunuhmu lebih dulu sebelum kalian berhasil melakukan rencana itu."

"Kau benar-benar mencintainya ternyata." Hades berusaha menyembunyikan nada ironi dalam suaranya. "Tapi sekalipun kau mencintainya, aku tahu kau tetap tidak akan bisa membunuhku." Hades memajukan tubuhnya untuk berbisik tepat di telinga Sevy. "Karena kau... juga menyayangiku," ucapnya dengan senyum puas saat melihat kebekuan dalam raut wajah Sevy. Hades perlahan menjauhkan wajahnya. "Aku bisa merasakan ada ketulusan dalam topengmu saat bersamaku dulu. Karena itulah aku merencakan banyak hal selama menghilang. Dan sekarang, aku kembali untukmu... untuk kita."

+•+

Sevy masih termenung menatap pantulan wajahnya di cermin. Setelah berkali-kali membasuh wajahnya agar tidak terlihat kusut dan pucat, Sevy memperhatikan lamat-lamat wajahnya yang kali ini terlihat menyimpan banyak kesakitan. Sevy sadar kalau kondisinya pasti sudah semakin memburuk mengingat rasa sakit di kepalanya tidak lagi hilang timbul melainkan datang teratur jika ia tidak meminum obat pereda nyeri. Dokter Will juga berkali-kali menghubunginya untuk melakukan pemeriksaan tapi selalu ia abaikan. Karena bagi Sevy sekarang, kondisinya bukan hal paling penting yang harus diselesaikan. Dan Sevy berharap tubuhnya akan tetap kuat sampai akhir ia berhasil menyingkirkan Dash dan memastikan tidak ada yang mengusik kehidupan Sean lagi.

Tapi sekalipun kau mencintainya, aku tahu kau tetap tidak akan bisa membunuhku.

Kalimat itu kembali terngiang dan membuat Sevy memejamkan kedua mata lalu menahan tubuhnya pada pinggiran westafel. Raz benar, Dash tidak akan pernah melepaskannya.

Semua kegusaran Sevy terhenti saat mendengar suara Sean memanggilnya dari balik pintu kamar mandi. Sevy segera mengeringkan wajahnya dan menepuk pelan kedua pipinya agar memilki rona. "Hai, kau ingin langsung mandi?"

Sean bergumam mengiyakan, lalu memberi kecupan di kening Sevy—sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya setelah hubungan mereka benar-benar membaik. "Minta pelayan saja yang mengantarkan makan malam kita ke sini."

"Baiklah." Sevy menggangguk dan membiarkan Sean membersihkan dirinya di kamar mandi. Setelahnya, Sevy meminta pelayan mengantarkan makan malam yang sudah dibuatnya ke dalam kamar. Sevy tersenyum saat melihat Sean keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih segar. "Ayo, makan. Aku membuat daging panggang dan tumis udang dengan wortel."

"Sepertinya menu makanan buatanmu semakin beragam."

Sevy tertawa kecil, lalu menyiapkan sepiring menu untuk Sean. "Makanlah."

"Kau tidak ikut makan?" Sean bertanya saat duduk di samping Sevy.

"Aku membuat roti jagung dengan sup." Sevy menunjuk menu makanan di depannya.

"Kau kenyang dengan makanan itu?"

"Tentu saja," sahut Sevy lalu mulai menikmati makanan miliknya.

Sean mengulas senyum tipis sambil mengusap pelan puncak kepala Sevy. "Ada cerita apa hari ini?" tanyanya sambil lalu, karena mulai menikmati makan malamnya.

Tubuh Sevy sempat mematung saat mendengar satu tanya itu. Sevy lupa kalau sudah menjadi kebiasaan mereka saling bertukar cerita sejak hubungan mereka membaik dua minggu terakhir. "Tidak ada yang menarik hari ini."

"Benarkah?"

Kepala Sevy menangguk saja. Tidak memperhatikan bahwa Sean sedang menoleh menatapnya dengan lekat.

"Tapi kupikir, pelukan Hades untukmu adalah sesuatu yang menarik bagiku."

Seluruh tubuh Sevy terasa lumpuh saat mendengar kalimat bernada tenang itu. "Nea... yang memberitahumu?"

Kepala Sean mengangguk tenang—masih sambil menikmati daging panggangnya. "Dia mengirimkanku foto saat Hades sedang memelukmu di dapur." Sean menoleh dan menatap Sevy dengan serius. "Apa yang dilakukannya padamu? Dia mengganggumu?" tanyanya. Sejak menerima kiriman foto dari Nea, Sean berusaha keras untuk menahan emosinya. Sean sedang berusaha memberi kepercayaan penuh pada Sevy, jadi ia pasti akan menepatinya. Hanya saja, Sean tidak bisa mempercayai Hades dan Nea. "Mereka berdua, pasti sudah merencakan hal ini."

"Sean, kau percaya padaku?" Sevy berusaha menelisik ke dalam tatapan Sean. Demi apa pun, hubungan manis mereka baru berjalan beberapa minggu. Sevy tidak ingin segalanya kembali rusak hanya karena hal ini.

"Aku sedang berusaha melakukannya. Karena itu, kau tidak akan mengecewakanku, kan?"

"Tentu saja. Kau bisa membunuhku jika aku mengkhianatimu."

Telunjuk Sean seketika mendorong kening Sevy dengan pelan. "Kenapa mudah sekali bagimu mengatakan hal itu? Bodoh!" Sean kembali memakan makanan di piringnya.

"Kau tidak marah?"

"Tentu saja aku marah," sahut Sean setelah selesai mengunyah satu suapan makanannya. "Kau seharusnya memakai pisau yang kau gunakan mengiris daging ini untuk memotong lehernya saat dia memelukmu. Berani sekali dia memelukmu di dapur rumahku!"

"Maafkan aku. Semua kekacauan ini tidak akan terjadi kalah aku—"

"Sudahlah. Mereka akan menjadi urusanku," potong Sean cepat—berusaha memberi ketenangan pada Sevy. "Sekarang Nea pasti sedang menggunakan Hades untuk memancing emosiku lalu akhirnya kita bertengkar. Aku berharap aku tidak lagi bersikap bodoh dengan terpancing pada rencananya."

Sevy hanya menatap Sean dengan rasa bersalah, yang seketika membuat Sean berdecak kecil. "Ada apa dengan tatapan itu? Kau seharusnya memberiku pelukan, karena aku berhasil mengatasi rasa marahku sejak menerima foto itu."

Belum ada sedetik Sean menyelesaikan kalimatnya, Sevy segera memeluk suaminya sambil menggumamkan kalimat terima kasih. Sevy sungguh berharap sikap Sean tidak berubah sampai akhir.

"Kau harus langsung mengatakan padaku jika mereka mengganggumu." Karena Sean yakin bahwa setelah ini, Nea pasti akan melakukan berbagai macam cara untuk membuat hubungannya dan Sevy berantakan.

+•+

sebenernya males update sih. soalnya kalian juga pelit vote dan komen. pelit follow akun juga. maunya apa sik?

salam,
yenny marissa

13 November 2021

Continue Reading

You'll Also Like

22.8K 847 3
Project Pdf ini akan mengambil tema Canon berlatar dunia Shinobi Apa yang akhirnya membuat Naruto akhirnya menyerah? disclaimer: Naruto milik Masas...
291K 1.9K 11
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
1M 3.4K 22
Ingin cerita lebih lengkapnya lagi, Silahkan klik Link di profil saya... 🙏🙏😊
5.5M 271K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...