Father For Addo -g.c (Addo Se...

By frantastickris

139K 14.7K 1.3K

# Book 1 in Addo Chance Series # Addo Grey Chance adalah anak yatim. Dia sudah tidak memiliki ayah sedari k... More

Prolog
Satu: 10 tahun kemudian
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
[A/N] Lil Explanation
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Author Note-DONT IGNORE THIS
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
PS
Sembilan Belas
[A/N - break chapter] "This Is My Letter (-Addo)"
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
[A/N] Soundtrack? OFC!
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
[A/N] Real Sekuel VS FFA versi lain? VOTE [CLOSED]
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Tiga: FLASHBACK
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
Epilog
BONUS CHAPTER : " Backward 1"
BONUS CHAPTER - " Backward Pt. 2"
BACKWARD CHAPTER PT. 3
Hola! ● Father For Addo ↔ Home Sweet Home
Welcome! Home Sweet Home

Lima Puluh Dua

1.4K 194 25
By frantastickris

( a/n on multimedia: Madeon & his new song: Nonsense )

***

Author's POV

Tak seorangpun melihat Addo keluar dari aula. Tidak, kecuali Hugo. Addo berjalan menyusuri koridor sekolah yang panjang, makin menjauh dari pusat keramaian di aula. Greyson berada disampingnya, mengikuti namun tak terlihat oleh siapapun termasuk Addo. Dia memang belum menampakkan diri, tapi Addo bisa merasakan bulu kuduk didaerah tengkuknya merinding.

Untuk yang kali ini, Addo sama sekali tidak takut. Justru dia senang. Sangat senang, tepatnya. Perasaan itu meluap tak berhenti-henti dalam dirinya.

Sambil terus berjalan, setelah dirasa sepi juga, Addo akhirnya memulai percakapan.

"Bagaimana menurutmu, Pa?" dia sama sekali tidak menyembunyikan senyum lebar diwajahnya.

"Apanya?" seiring Addo mendengar suara itu, sesosok bayangan mulai terlihat disamping kirinya, membentuk sosok remaja laki-laki yang begitu mirip dengannya. Addo menoleh ke samping, tersenyum sambil terus berjalan dengan kecepatan pelan.

"Pertunjukanku? Kau menyaksikannya, iya kan?"

Greyson meliriknya, melemparkan senyum balasan. "Tentu saja."

"Jadi?" Addo tiba-tiba berjalan ke depan Greyson dan berhenti dalam posisi menghadapnya. "Bagaimana menurutmu?"

Greyson ikut berhenti. Dia menatap Addo yang masih menunggu dengan ekspresi sangat berharap.

"Kau mau jawaban jujur? Yang tadi itu payah sekali."

Dalam sekejap, senyum di wajah Addo lenyap.

"Payah?"

Dilihatnya Greyson mengangguk dengan ekspresi datar. Addo menundukkan kepalanya, sedih. Perasaannya seketika itu juga hancur—semalam sebelumnya dia sangat berharap bisa membuat Greyson bangga dengan kerja kerasnya.

Greyson lalu mengangkat dagu Addo menggunakan jari-jarinya, membuat wajah putranya kembali terangkat. Lalu dia memeluk anak itu sangat erat. "Lagu itu benar-benar payah ketika kutulis. Tapi entah kenapa ketika di tanganmu, semuanya terbalik. Aku sangat menyukainya!"

Addo terkejut. Akan tetapi hanya beberapa detik lalu senyum kembali terkembang di wajahnya.

"THANK YOU SO MUCH, DAD! I LOVE YOU!" Addo melingkarkan kedua tangannya memeluk punggung Greyson. Dia sudah yakin seharusnya dia tidak bisa menyentuh tubuh ayahnya, tapi mungkin Greyson telah melakukan semacam trik rahasia sehingga tubuhnya bisa terasa padat didalam dekapan Addo.

"You made it, boy." Greyson mencium ubun-ubun Addo, sebelum mengacak-acak rambutnya sebentar. "I love you too."

"You're the greatest Daddy!" seru Addo. Greyson tersenyum dan sesaat berikutnya mereka saling melepaskan pelukan.

"Jadi kau mengajakku keluar hanya untuk bertanya apa pendapatku?"

"Hehe. Mungkin? Tidak, tidak, aku juga ingin jalan-jalan denganmu." Addo berbalik lagi, memberikan punggung ke Greyson kemudian berjalan lebih dulu. "Sembari jalan-jalan, aku ingin mengobrol lebih banyak dengan Papa."

Greyson terdiam mengikutinya di belakang. Dia langsung terpikir untuk memberitahukan rencananya ke Addo saat itu juga. Momennya tepat, pikir Greyson.

"Ada yang harus aku sampaikan padamu, Addo."

Addo berhenti, kembali ia menoleh. "Apa?" tanyanya penasaran.

"Aku harap kau tidak tersinggung," Greyson mendekatinya, auranya berubah sedih seperti selayaknya dia di sebagian besar waktu. "Aku telah membuat rencana untuk mencarikan ayah baru bagimu. Karena aku akan pergi."

Bak ada petir menyambar dirinya, Addo tidak bisa berkutik. Semua perasaan bahagia yang beberapa menit lalu meluap-luap dalam dirinya sekarang runtuh, hilang tak berbekas. Addo menatap ayahnya getir, sama sekali tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar.

Tubuh Addo sempat goyah karena syok. Tak berselang lama sampai mulutnya melontarkan kalimat yang masih menjadi pendiriannya, "Aku tidak mau punya papa lagi."

Greyson mencoba menjelaskan, "Sayang, Papa tahu dan Papa benar-benar minta maaf, tapi tolong kau dengarkan sebentar..."

"Aku tidak mau punya ayah selain kau!"

"Papa tidak bisa, Addo!"

"Aku memohon!"

"Tolonglah mengerti! Papa juga akan pergi ke alam sana nanti!" Greyson menatap lurus-lurus ke dalam mata Addo yang mulai berkaca-kaca. Kemarahan dan kekecewaan begitu jelas terpampang di wajahnya. Akan tetapi Greyson tidak peduli, dia harus tetap melanjutkan. "Papa tidak bisa tinggal bersama kalian selamanya."

"Bohong!" Addo berseru, mengambil langkah mundur. "Papa kira aku tidak tahu? Ada banyak hantu yang bisa hidup hingga ratusan bahkan ribuan tahun! Kalau mereka bisa, kenapa Papa tidak?!"

"Itu berarti kau membelenggu Papa di dunia nyata." Greyson menyembunyikan perasaan sedih luar biasa mendapati seperti itu reaksi anaknya. "Manusia dan malaikat bisa melakukan pembelengguan jiwa mati di dunia. Sebenarnya kami sendiri bisa melakukannya atas kemauan kami, dengan tujuan pribadi seperti ingin membalas dendam, atau hanya ingin menjaga seorang bayi hingga tumbuh dewasa—seperti aku."

Addo diam, tertegun mendengarkan.

"Tapi Sayang, percayakah kau kalau kami tidak bahagia dengan ini? Ya, kami tidak bahagia dengan kehidupan abadi. Kami hanya akan selamanya tinggal di bumi, tidak bisa bereinkarnasi untuk kehidupan selanjutnya. Tidak akan bisa. Kau pikir menyenangkan hidup sebagai hantu untuk waktu yang tak terbatas? Tidak, Addo, itu siksaan.

"Papa membuat perjanjian dengan para malaikat di hari kelahiranmu. Dan jika Papa tidak menepatinya, mereka akan memperlakukan pembelengguan abadi itu." Greyson mendekati Addo, sengaja berlutut untuk menyamakan tinggi mereka berdua—Greyson masih lebih tinggi daripada Addo, walau mereka berdua sama-sama 'remaja'.

Kedua tangan Greyson memegang masing-masing pundak Addo. "Dan... Apa kau juga menginginkan hal itu? Melihat Papa terbelenggu selamanya di dunia dan tak bahagia?"

Berselang keheningan yang lumayan lama sebelum Addo menggeleng pelan, masih mencoba menahan air matanya yang merebak setelah mendengar pertanyaan Greyson.

"Addo, biarpun nanti aku akan benar-benar tidak ada... setidaknya kau dan aku telah memiliki kenangan singkat bersama." Greyson melihat cairan bening itu akhirnya mengalir di pipi Addo. Dia menggunakan ibu jarinya untuk mengusap air mata putranya.

"Papa..." Addo menghambur ke pelukan Greyson, menyembunyikan wajah di pundaknya. Tangan Greyson mengusap belakang kepala Addo hingga tengkuk leher, lalu ia mencium ubun-ubun putranya dalam waktu yang lama untuk yang pertama kalinya.

"Sudah ya, sudah, jangan menangis," Greyson mencoba melepaskan pelukan Addo, tapi tidak berhasil. Addo tetap memeluknya dan malah memeluknya lebih erat.

"Addo?"

"Just let me." gumamnya gemetar dalam sesenggukan.

"Aku mengerti. Tapi bagaimana jika ada yang lihat kau memeluk udara kosong?"

"Don't care."

Greyson tersenyum. "Kau ini."

"Aku merindukanmu..." gumamnya disela-sela sesenggukannya, "Aku merindukanmu di seumur hidupku. Dan sekarang Papa sudah mau pergi lagi?"

"Tidak sekarang, Addo. Masih tiga tahun lagi. Maka dari aku memutuskan untuk—"

Addo melepaskan pelukannya. Matanya merah sembab namun menatap Greyson tegas. "Apa ini artinya aku tidak punya pilihan?" tungkasnya.

"Pilihan?"

Addo mendesah. "Apa aku memang harus melepaskan Papa dari hidupku?"

"Dengar, aku ini sudah tidak ada. Aku sudah meninggal sedari kau belum lahir. Dan tidak ada yang bisa menghidupkan yang mati," jelas Greyson, mengakhirinya dengan ciuman di kening Addo. Tapi usahanya tidak terlalu banyak membuahkan hasil.

"Ini pertama kalinya aku punya papa." kata Addo, masih kecewa berat. Dalam hatinya dia ingin menjerit sekencang-kencangnya. Ingin melampiaskan semua kemarahannya, tapi tidak tahu harus melakukannya kepada siapa.

"Sebenarnya kau selalu punya papa, Sayang," ucap Greyson, meyakinkannya. Setelah itu hening kembali. Greyson membiarkan Addo menggunakan waktunya untuk menenangkan diri. Tidak perlu susah payah dijelaskan pun Greyson sudah tahu betapa kacaunya perasaan Addo. Pilihan yang telah ia buat memang tidak akan mudah untuk dijalani. Tidak untuk Pat, Addo, Hugo, bahkan juga dirinya sendiri.

Meski memang teorinya 'untuk kebaikan Addo', tapi kalau Greyson mau jujur, dia juga agak tidak rela. Salah satu ucapan Addo berhasil menusuk perasaannya, bagian yang  "Aku merindukanmu di seumur hidupku. Dan sekarang Papa sudah mau pergi lagi?" tapi mau bagaimana lagi? Greyson tidak punya pilihan. Dia tidak ingin selamanya terjebak di dunia, tapi juga tidak ingin berpisah dari Addo dan Pat. Greyson ingin bisa berlama-lama dengan keluarganya, melihat Addo lulus dari universitas bahkan sampai memiliki keluarganya sendiri. Tapi waktu Greyson terus berjalan, dan suatu hari nanti mereka akan terpisah juga, pada akhirnya.

Ayah dan anak tersebut memilih melanjutkan berjalan, mencari tempat yang lebih enak untuk diajak mengobrol. Begitulah singkat ceritanya Addo dan Greyson berakhir di bangku taman sekolah dan duduk berdampingan.

Begitu juga awal ceritanya bagaimana Addo akhirnya mulai memasuki sebuah kisah lama yang selama ini mati-matian dijaga sebagai rahasia darinya.

"Aku punya pertanyaan lagi... uh, kalau... kalau aku boleh menanyakannya?"

"Tentu saja, Sayang. Tanyakan saja. Tidak ada yang perlu aku tutupi lagi."

Bagus, pikir Addo. "Aku selalu mempertanyakan ini sejak kecil... Tentang kematian Papa... Apa alasannya?" []

Continue Reading

You'll Also Like

567K 99.9K 52
Uang adalah penguasa dunia yang membuat roda hidup tetap berputar. Febi akhirnya mengakui kebenaran kutipan itu setelah memikirkan kemungkinan menjua...
114K 563 14
Yang orang tau Kiara Falisha adalah gadis lugu, imut, lucu, menggemaskan juga lemot. Tapi di depan seorang Faidhan Doni Advik tidak seperti itu. Pun...
698K 1.1K 3
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...
STRANGER By yanjah

General Fiction

278K 31.6K 36
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...