NECROMANCER [TAMAT]

zuladwi tarafından

1.4K 182 272

//BETRAYAL// Scarlea dicap sebagai Necromancer semenjak orang-orang melihat warna rambutnya. Sejak itulah ia... Daha Fazla

Scarlea Sochyero
Pembawa Pesan
Sorcerer
Bantuan
Sihir Pengubah
Pertemuan
Perpustakaan dan Permulaan
Arwah Ungu di Hutan Maleybre
Jejak Necromancer
Dugaan
Ritual
Ketidakpastian
Rusa Hijau
Rumor
Scarlea dan Ketidaktahuannya
Serrano
Petunjuk Penting
Sesuatu yang Tersembunyi
Rencana
Perlindungan
Magic Map
Jejak Mantra Pelindung
Kegagalan
Portal Rahasia
Hutan
Last Place
Concern
Suspicious
Hutan Terlarang
Fight
Keraguan
Potongan Puzzle (Part 1)
Potongan Puzzle (Part 2)
Tempat Rahasia
Similiarity
Kenyataan
Kebohongan
Sisi Lain Hutan Maleybre
Light of Hope
Kepingan di Padang Rumput
Choosing Side
Usaha Terakhir
The Trial
Brand New Day
*Author's Note*
[Ilustrasi Continentia]

Gadis Kecil

36 5 5
zuladwi tarafından

Sebuah suara seseorang dari samping membuat Scarlea terperanjat. Sudah dua kali dalam hari ini ia dikagetkan dengan orang asing. Beruntung ia tidak memiliki penyakit jantung. Scarlea pun menatap kaget pria tua di sampingnya. Tiba-tiba saja terbesit pertanyaan berapa umur pria itu yang terlihat sangat tua dengan rambut dan jenggot putih panjang. Apa di juga sorcerer?

"Ahh.. Maafkan aku sudah mengagetkanmu yang sedang fokus membaca, Nona," sesal pria tua itu sambil tersenyum.

"Oh, tidak apa-apa, Tuan, saya mungkin terlalu berkonsentransi membaca," ujar Scarlea yang telunjuknya menggaruk-garuk pipinya canggung.

"Aku Martin Gideon, penjaga perpustakaan Lagnam ini—dan aku juga tinggal di sini," ujar pria tua bernama Martin itu memperkenalkan dirinya dengan ramah.

"Sa—saya Scarlea, saya penduduk lama, hanya saja tinggal agak jauh dari sini," jawab Scarlea agak malu. Ini pertama kalinya ia berbincang dengan orang asing seperti ini.

"Ohh begitu. Pantas saja aku tidak pernah melihatmu. Kalau buku itu sangat menarik untukmu kau bisa meminjamnya," tutur Martin menyarankan. Scarlea menggeleng cepat, "tidak perlu. Saya mungkin akan membacanya di sini—dan mungkin akan..sering datang kemari. Disini sangat nyaman..."

Martin tertawa, "baguslah kalau begitu jangan sungkan. Sering-seringlah kemari kapanpun kau mau, Scarlea," katanya dengan senang hati.

"Tak banyak orang yang datang kemari, jadi aku akan sangat senang jika ada yang sering-sering main kesini. Lagipula terkadang aku bosan hanya melihat dua wajah pemuda yang selalu di sini. Akan jauh lebih baik jika melihat wajah baru, benar kan?" tambah Martin lagi.

"Jadi kau bosan melihatku, Kek?" sahut seorang pemuda berambut perak yang tiba-tiba ikut bergabung sambil menenteng dua buku di tangan kirinya sementara tangan kanannya berkacak pinggang.

"Iya aku-sangat-bosan-melihatmu," ujar Martin penuh penekanan. Danio pun hanya mendengus lalu mengalihkan pandangannya kepada gadis berambut coklat tua yang duduk tak jauh dari Marti berdiri.

"—kau gadis yang menginjak kakikku!" pekik Danio sambil menunjuk wajah Scarlea, ia pun sama terkejutnya dengan pemuda itu. Sementara itu Martin hanya mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan maksud pemuda itu.

"Kau mengenalnya Danio?" selidik Martin.

"Dia menginjak kakiku kemarin dan pergi begitu saja," tutur Danio dengan wajah kesal, "dan sepertinya dia tidak ada niatan untuk minta maaf, huh."

Scarlea menatap pemuda itu jengkel, ia sangat terkejut kemarin dan tidak sengaja menginjak kakinya saat berlari pergi.

"Aku tidak sengaja! Astaga itu ka-karena kau mengagetkanku dengan tiba-tiba tidur di sebelahku!" seru Scarela tidak terima dituduh begitu saja.

"Jadi?" tanya Martin lalu duduk di sebelah Scarlea. Danio pun menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Scarlea.

"Kau berhutang maaf, Nona."

"Sudah kubilang tidak sengaja! Ah—baiklah aku minta maaf karena sudah menginjak kakimu kemarin," ujar Scarlea kesal lalu menunduk singkat. Ia melirik bagaimana reaksi pemuda di hadapannya itu. Jika benar ia bertemu dengannya kemarin bukankah mungkin saja dia melihat kalungnya yang hilang?

"Baiklah permintaan maaf diterima. Oh ya! Apa kau kemarin menjatuhkan sesuatu? Karena kemarin aku menemukan—" belum selesai Danio berbicara Sacrlea buru-buru menyelanya.

"—kalung?!" sela Scarlea yang kini matanya telah mebulat sempurna.

Ah mata merahnya bersinar sekali. Danio mengangguk dengan agak terkejut lalu meletakkan buku ke meja dan merogoh saku yang ada di balik bajunya.

"Maksudmu ini?" Danio menunjukkan sebuah kalung berbandul kuning cerah yang dicari Scarlea. Gadis itu pun langsung mengambil kalung itu dari tangan Danio.

"Terima kasih sudah menemukannya! Tadi pagi aku mencarinya di sekitar bukit dan tidak menemukannya. Kupikir aku akan kehilangan benda ini," ujar Scarlea tersenyum lebar. Ia sangat lega akhirnya bisa menemukan kalungnya itu.

"Syukurlah kalau benar milikmu. Kukira juga ini memang milikmu kemarin," sambung Danio.

"Dimana sopan santunmu Dan? Kau menyalahkannya tadi bahkan tanpa tahu dan memperkenalkan dirimu?" desis Martin yang melihat sedikit pertengkaran keduanya tadi. Danio pun teringat, "Danio Arcnacht, siapa namamu, Nona?" ujarnya agak malas.

"Ah—S..Scarlea Sochyero," jawab Scarlea.

Sepertinya aku pernah mendengar nama itu hmm?

Martin pun berdiri dan hendak beranjak dari tempat duduknya, Danio pun bertanya, "ke kebun kek?" tanyanya.

"Hari ini giliranku dan Allen. Apa kau mau ikut?" jawab Martin lalu merapikan jubahnya. Danio tersenyum kecut, "tidak terima kasih. Aku mau berlatih."

"Kalau begitu aku harus pergi menjalankan tugas dulu. Sampai jumpa lagi, Scarlea—Danio bereskan buku-buku itu sebelum kau pergi," pamit Martin sambil memerintahkan Danio untuk mengembalikan buku yang tadi ia bawa.

"Padahal petugas perpustakaan adalah Terry, bukan aku," protes Danio lalu menyabet beberapa buku di meja dan menumpuknya dengan buku di tangannya.

"Sampai jumpa Tuan Gideon," balas Scarlea sambil tersenyum. Martin pun melangkah menjauh dari kedua anak muda itu untuk menuju perkebunan. Scarlea pun mengedip-kedipkan matanya dan tanmpak berpikir. Tuan Gideon ke kebun ? Apakah dia salah satu pemilik perkebunan? Apa itu perkebunan yang sama dengan tempat kebun orang tuanya? Sepertinya intuisi Scarlea berkata lain.

"Oh—Danio Arknacht—" panggil Scarlea ingin menanyakan sesuatu.

"Danio saja," sahut Danio. Kata-kata Scarlea terhenti, "apa Tuan Martin berkebun juga?" lanjutnya. Danio menaikkan sebelah alisnya.

"Ah—tidak. Kakek itu sorcerer, dia hanya membantu menyediakan air untuk kebun—kau tahu kan mereka kesulitan air jadi harus dibantu dengan sihir," jelasnya. Scarlea pun mengangguk-angguk. Sesuai intuisinya, Tuan Martin adalah seorang sorcerer. Danio pun membiarkan Scarlea dengan pikirannya dan berpamitan untuk pergi berlatih meninggalkan gadis itu sendirian di perpustakaan.

*****

Senja tengah menyapa seluruh wilayah Lagnam. Pedagang-pedagang yang menjajakan barang-barangnya sudah mulai membersihkan lapak mereka. Suasana yang sangat lumrah ketika senja telah tiba. Pasar Lagnam tutup dan para pedagang akan mulai berjualan lagi setelah matahari terbit, begitu seterusnya. Suasana riuh biasa pedagang yang bercakap-cakap sebelum pulang itu tiba-tiba berubah ketika seorang wanita terlihat kebingungan kesana kemari seperti kehilangan sesuatu yang penting.

"Mira, kenapa kau begitu gelisah?" tanya salah satu pedagang yang mengenal wanita berambut panjang itu. "Ini sudah waktunya pulang, apa kau tidak membereskan daganganmu?" lanjutnya sambil memegang kedua lengan wanita itu berharap Mira sedikit tenang. Mira menggeleng cepat dengan wajah gelisah.

"Apa kau melihat Kayla, Elena? Dia pergi bersama temannya untuk bermain, tapi ia belum juga kembali," ujarnya dengan gusar. Wanita bersurai keriting berwarna madu yang bertanya pada Mira itu menggeleng, "aku hanya melihatnya bermain ke arah Maleybre tadi, aku juga belum melihatnya kembali. Ahh—dia bermain dengan Brendan dan Tina, bukan?" balas Elena.

"Ada apa ini?" tanya Pedro, pedagang lain di dekat sana.

"Kayla belum kembali sejak tadi pagi bermain dengan teman-temannya," jawab Elena yang ikut gelisah.

"Sebaiknya kalian bertanya ke rumah Brendan atau Tina apakah mereka sudah pulang. Atau mungkin Kayla bermain di sana? Tenanglah Mira.."ucap Pedro. Elena pun mengangguk.

"Benar, Mira. Mana Sid? Atau aku saja yang mengantarmu ke rumah Brendan dan Tina," tukas Elena. "Sid..dia mencari ke Maleybre. Baiklah ayo kita pergi."

Setelah mengemas barang, Elena dan Mira pun segera bergegas ke rumah kedua teman Kayla. Rumah keduanya tak begitu jauh dari pasar, mereka pun sampai dan melihat orang tua Brendan berada di depan rumah.

"Tuan Moon!" seru Elena yang diikuti dengan Mira. Pria berkumis yang dipanggil Elena itu pun menoleh. Elena dan Mira menghampiri pria itu dengan terburu-buru.

"Ada apa nyonya-nyonya?" tanyanya tak mengerti dengan ketergesaan mereka.

"Apa Brendan sudah kembali?" tanya Mira cepat-cepat. Tuan Moon sedikit terkejut karena ia juga tengah menunggu anaknya kembali. Pria berkumis itu menggeleng, "belum. Saya juga sedang menunggunya, mungkin setelah ini dia kembali bersama Tina dan Kayla," ujarnya mengerti kekhawatiran dua wanita di hadapannya.

Tiba-tiba saja seseorang berlari ke arah Tuan Moon dengan tergesa-gesa dan berteriak.

"Pa-Pak Alex Moon! Brendan—itu..Hahh..hahh," ujar pemuda yang barusaja berlari itu dengan nafas terengah-engah.

"Tenanglah! Bicara yang jelas!" titah Alex Moon sambil menegakkan tubuh pemuda itu. Pemuda itu menarik nafas panjang dan mulai tenang lalu ia berkata,

"Brendan dan Tina menangis di depan jalan masuk hutan. Para warga sedang menenangkannya bersama orang tua Tina," jelasnya yang membuat Alex, Elena dan Mira hanya saling melempar pandangan.

"—katanya mereka melihat arwah dan temannya menghilang!"

Setelah mendengar penuturan pemuda itu, mereka semua segera bergegas menuju Hutan Maleybre bersama pemuda itu. Ketiganya setengah tidak mengerti apa yang dimaksud dengan arwah. Arwah apa? Mereka tidak pernah mendengar hal-hal seram seperti itu dari Hutan Maleybre. Hutan itu sangatlah aman dan anak-anak memang biasa bermain di sana. Selama ini tidak pernah ada hal buruk yang terjadi di sana sehingga membuat warga membiarkan anak-anak bermain di hutan itu.

"Ayah!" seru Brendan yang langsung menghambur ke pelukan ayahnya. Bocah laki-laki itu menangis, begitu juga dengan Tina temannya. Kini kedua anak itu tengah ditenangkan oleh orang tua masing-masing. Sementara Elena dan Mira memandang mereka tak percaya.

"Dimana Kayla.." bisik Mira dengan lemah. Elena memeluk temannya itu dengan erat dan mengelus belakang kepalanya berharap dapat sedikit menenangkan wanita beranak satu itu. "Ka-Kayla tadi bermain bersama kami. Lalu ke-ketika kami akan pulang tiba-tiba ada cahaya berwarna ungu yang menabrak kami. Aku dan Tina terjatuh dan Kayla su-sudah menghilang, Yah!" jelas Brendan masih terisak. Alex memeluk Brendan dengan erat.

Para warga yang mendengarkan penuturan bocah laki-laki itu saling berbisik dan melempar pandangan. Tentu saja itu hal baru bagi mereka, tidak pernah ada cerita ada arwah yang menculik anak-anak—apalagi di Hutan Maleybre. Sementara itu Ayah Kayla yang barusaja sampai di sana mematung mendengar penuturan Brendan yang polos.

"Sebaiknya kita laporkan ke Patron," usul Elena kemudian.

*****

Matahari telah digantikan oleh rembulan yang sekarang tengah berada di singgasananya diantara gelapnya langit dan ditemani titik-titik berkilauan yang terlihat kecil namun indah. Namun keadaan di bawah sini sangat berbeda dengan apa yang ada di atas sana. Jika malam terlihat sangat indah sekarang ketika bulan dan bintang mulai menampakkan dirinya, kegelapan malam yang sesungguhnya sangat terpancar di hutan—di bawah langit malam yang indah itu—seseorang yang mengenakan jubah hitam muncul dari balik portal berwarna ungu dan tampak menggendong seorang gadis kecil yang terlelap. Lalu orang berjubah itu berjalan di tengah-tengah hutan yang gelap dan jauh dari keramaian menuju goa hasil karya rekannya—si pemilik cahaya hijau. Suara-suara hewan malam sama sekali tak mengganggunya—bahkan ia tersenyum seakan suasana malam, kegelapan dan suara riuh hewan-hewan malam adalah salah satu bagian dari hidupnya yang tak bisa ia lepaskan.

"Target pertama sudah didapatkan," tuturnya dengan suara yang sangat lembut.

Orang berjubah hitam panjang itu memasuki goa dengan menggendong seorang gadis dengan kedua tangannya. Goa itu sangatlah gelap, bahkan membuatnya tak terlihat seberapa dalam goa itu. Sosok berjubah itu membuka mulut dan mengatakan dengan perlahan, "allumer." Seketika cekungan-cekungan seperti mangkuk kecil di dinding goa, muncul api kecil di atasnya dan menerangi seluruh goa. Cahaya kecil-kecil berpendar berjumlah banyak itu menerangi jalan masuk dan membuat sosok berjubah itu pun mulai melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam.

*****

"Oh! Ayah sudah kembali?" sapa Scarlea yang melihat ayahnya melangkahkan kakinya masuk dan menghampirinya di dapur.

"Wah kau memasak sesuatu, Lea?" tanya Kyle ketika melihat putrinya berkutat di depan kompor. Scarlea mengangguk, "aku sedang memasak makan malam. Sebaiknya ayah mandi dulu—oh, mana Ibu?" balas Scarlea sambil mengaduk-aduk panci berisi sup krim jamurnya.

"Sebentar lagi datang. Tadi ia berhenti sebentar untuk membeli beberapa bahan makanan—sepertinya untuk besok karena sekarang kau sudah memasak," ujar Kyle lalu beranjak menuju kamar mandi. Sementara itu Scarlea kembali sibuk dengan supnya yang sudah mulai mendidih. Ia pun mematikan api dan mengambil sarung tangan untuk mengangkat panci panas itu ke meja makan. Kemudian ia memotong garlic bread menjadi beberapa potongan dan meletakkannya di piring lalu menyiapkan mangkuk untuk ayah, ibu dan dirinya sendiri.

"Ibu pulang! Wah bau apa ini? Sup krim jamur?!" seru Arona yang barusaja membuka pintu dan hidungnya mencium bau makanan yang sepertinya enak. Ia pun mengalihkan pandangan dan mendapati putrinya sedang menyiapkan makanan di meja.

"Wah anakku yang cantik ini sudah membuat makan malam. Padahal ibu berniat memasak tadi," lanjutnya. Scarlea hanya tertawa kecil, "sudahlah, Ibu. Ayo makan malam bersama setelah ini," ujar Scarlea.

"Tentu saja! Dimana ayahmu?" tanya Arona lalu dijawab Scarlea dengan menunjuk kamar mandi.

"Baiklah kita makan setelah aku mandi juga. Badan Ibu terasa amat lengket dan tidak nyaman. Tak apa kah jika kau menunggu sebentar?" eluh Arona lalu meletakkan bahan yang ia bawa di dapur dan melepaskan jubahnya kemudian menggantungnya di gantungan baju di dekat pintu.

"Tidak masalah!"

Scarlea sudah terbiasa menunggu, jadi ia santai-santai saja jika harus menunggu kedua orang tuanya membersihkan diri sementara ia duduk di meja makan. Seperti malam-malam biasa ketika mereka makan malam, suasana hangat seperti biasa. Lelucon-lelucon ringan senantiasa terlempar dari Kyle dan membuat kedua perempuan yang bersamanya tertawa. Ya—malam-malam penuh kehangatan yang membuat Scarlea bertahan sejauh ini. Sangat jelas jika yang membuat Scarlea tetap baik-baik saja hingga sekarang adalah kedua malaikat tanpa sayapnya ini. Dan ia berdoa kepada dewa agar semua ini tetap seperti ini hingga nanti—hingga waktu yang lama.

"Oh, kau membeli kalung?" tanya Arona ketika melihat kalung berbandul kuning menggantung di leher putrinya. Scarlea mendongak lalu menyentuh kalungnya dengan senang, "oh ini? Iya, aku membelinya ketika berjalan-jalan di pasar. Dan karena kalung ini juga aku mulai berbicara dengan beberapa orang," jawabnya riang.

"Kau sudah punya teman? Itu bagus!" seru Kyle mendengar penuturan gadis kecilnya.

"Ti-tidak. Kurasa belum. Kami baru berbincang-bincang hari ini, dia menemukan kalungku yang sempat hilang kemarin—dan kami bertemu secara tidak sengaja di perpustakaan Lagnam...dan berbincang sedikit," lanjutnya sambil mengangguk-angguk yakin. Iya mereka belum berteman—hanya mengobrol sedikit dengan Martin Gideon dan Danio Arcnacht jika Scarlea tidak salah ingat namanya.

"Perpustakaan? Oh apa kau bertemu dengan Tuan Martin Gideon?" tanya Arona penasaran. Scarlea pun langsung bersemangat, "kalian mengenalnya?! Oh kudengar dia juga membantu di perkebunan!" sahut Scarlea.

"Tentu saja, Scarlea. Dia sorcerer yang sangat dihormati di Continentia. Semua orang mengenalnya, sayang," tambah Kyle. Scarlea hanya mengangguk karena baru mengetahui jika kakek tua penjaga perpustakaan itu sangat tersohor. Ia melihat Martin Gideon sepertinya baik hati dan bijaksana membuatnya semakin ingin kembali ke perpustakaan untuk berbicara dengannya, juga untuk membaca buku—atau mempelajari hal baru. Ah, ini semua membuat Scarlea tersenyum lebar dan tak sabar menunggu hari esok.

"Aku akan kembali ke perpustakaan besok. Tempat itu sangat menyenangkan."

"Baguslah kalau kau sudah menemukan hal yang menyenangkan, sayang."

"Oh, Ibu! Bisa ajarkan aku mantra pengubah untuk rambutku?"

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

1M 89.2K 34
(Cover baru) Semakin aku membaca lembar demi lembar, semakin aku masuk di dunia bangsa Electra - Jasmine Candelle Kehidupan Jasmine Candelle (jessy)...
173K 12.9K 24
Kisah seorang 4 elementer cantik yang memiliki kekuatan khusus untuk melindungi dirinya sendiri dan para elementer lainnya. Kisah cinta mereka beremp...
32.3K 669 4
Senara, murid prestasi SMA Gemilang Jaya yang selalu dituntut sempurna tanpa celah demi menarik perhatian sang Papa agar memuji dirinya walau dengan...
411K 19.2K 51
Compeleted Sekolah yang ternyata didirikan oleh mantan raja kerajaan Arion, sekolah ini untuk para penyihir be ras Wern, Huntleigh, Hazel serta Ragna...