utopia (segera terbit)

By tinvthinks

5.7M 966K 181K

"Tunggu, jadi gue satu-satunya cewek di kelas ini?" Singkatnya, Dara si anak emas sekolah akan menduduki kela... More

START
01 || Perkenalan
02 || Bu Puspa
03 || Ketua Kelas
04 || Tanggung Jawab
05 || Kasus Alfa
06 || Alasan Dara
07 || Kasus Alfa (2)
08 || Kebiasaan
09 || Pembenci Topeng
10 || Tiny Cafe
11 || Kelas Unggulan
12 || Fake Friend
13 || Pak Rizky (Fucek)
14 || Hukuman (1)
15 || Hukuman (2)
16 || Hukuman (3)
17 || Kekesalan Kio
18 || Mabar, Kuy!
19 || Pasangan Kelima?
20 || Foto Polaroid
21 || Ikutan Bolos
22 || Good Day
23 || Haje Demen Sempak Kakak?
24 || Pengurus Kelas
25 || Asep dan Alerginya
26 || Tawuran
27 || Penyelesaian Masalah
28 || Percobaan Mengontrol Diri
29 || Petasan Bom Farzan
30 || Ketahuan, deh
31 || Diskriminasi Nilai
32 || Alfa, Cowok dengan Luka
33 || Perihal Plester
34 || Confess
35 || Si Tengil
36 || Kata Kio
37 || Kemeja Dio
38 || Jadi ini Mahardika
39 || Asep Anak Polos Rupanya
40 || Misi Dara
41 || FesGa
42 || Perkelahian yang Terulang Kembali
43 || Lagi-lagi IPA 2
44 || Di Luar Ekspektasi
45 || Kenyataan yang Menyakitkan
46 || Cerita di TPU
47 || Akhirnya Jalan Keluar
48 || Lega dan Bebas
49 || Ada Apa Sebenarnya?
50 || Konsep IPS 5
51 || Penampilan IPS 5
52 || Sebenarnya, Ini Ersya
53 || Siapa itu Kevin?
54 || Family Problem
55 || Tolong, ya?
56 || "Secepatnya."
57 || Kejutan Tak Terduga
58 || Keputusan Akhir Pak Tegar
60 || Akhirnya
61 || Terungkap Sudah

59 || Obrolan dengan Kevin

60.4K 11.9K 3.8K
By tinvthinks

Dara pulang dengan keadaan lemas. Bukan lemas fisik, tapi lemas batin. Keputusan Pak Tegar yang sepertinya memang tidak bisa diganggu gugat membuatnya terus-menerus menghela napas. Raut wajahnya pun terlihat lelah dan pasrah.

Dio yang di sampingnya berdecak pelan seraya menggelengkan kepalanya. Padahal Dara anak yang aktif. Melihatnya yang tiba-tiba lesu membuatnya ikut menghela napas berat.

"Udahlah. Pasti ada jalannya."

"Jalan apanya, Pak Tegar udah terlanjur valid gitu." Dara kembali menghela napas. "Gagal lagi gue jadi ketua kelas."

Dio lantas berdecak. Dara mulai lagi dengan kebiasaannya. "Mulai, kan." Setelah menggelengkan kepala pelan, ia kembali menghadap depan. Alis kanannya otomatis terangkat heran kala menangkap sesuatu. "Itu si anak Olim ngapain?"

"Hah?"

Dara lantas melihat ke arah rumahnya. Kedua matanya lantas membelalak kaget ketika melihat presensi cowok jangkung yang terlihat tengah menunggu seseorang. Dan seseorang itu adalah Dara. Jadi dengan segera ia berlari kecil menghampiri Kevin.

"Vin!"

"Oh, Dara?" Kevin tersenyum sumringah kala si pemilik rumah mendatanginya.

"Lo kok di sini?"

"Loh, janji kita tadi kan mau nyari materi bareng?"

"Janji 'kita'?" gumam Dio tak percaya kemudian mendengkus sinis.

"Oh, iya... gue lupa. Sorry, sorry. Tadi mendadak ada urusan penting soalnya. Ayo masuk," ajak Dara sembari membuka pagar rumahnya. Ia mengajak Kevin masuk dengan senyum ramahnya, mengabaikan eksistensi Dio yang mematung di luar.

"Gak bisa dibiarin," Dio lantas bergerak cepat menuju rumahnya yang berada di samping rumah Dara.

"Ma, Ara pulang!"

Omong-omong soal mama-nya, Dara sebenarnya masih kesal perihal hal yang lalu. Memang semua unek-uneknya tersampaikan, tapi ia berharap pola pikir sang mama terbuka. Ia tidak mengharapkan hal seperti maaf, ia hanya ingin mama-nya sadar apa yang selama ini dilakukan itu salah. Dirinya hanya ingin mama-nya berubah secara perlahan. Untuk saat ini tidak ada yang berubah, tapi percakapan santai di malam hari sudah mulai tidak terlaksana karena Dara terus menghindar. Dirinya merasa canggung.

"Ini siapa, Kak?"

Dara tersentak kaget. Ia lantas berbalik dengan kesal. "Sapa dulu, Kio. Bikin kaget aja."

"Siapa dulu ini."

"Kakak Kevin, nama kamu siapa?"

Seperti biasa, Kio memang agak dingin dengan orang asing. "Kio."

"Mama mana, Ki?"

"Ke pasar," balas Kio singkat. Ia hendak balik ke kamarnya kembali belajar, namun seseorang di depan gerbang mengalihkan perhatiannya. "Bang Dio!"

"Hah? Dio---loh, ngapain?"

"Main sama Kio. Ayo, Ki," tanpa beban dan dengan sangat santai, Dio masuk ke dalam sembari mengajak Kio yang terlihat bingung. Karena seingatnya mereka tidak punya janji apa-apa.

Merasa hal tersebut sudah biasa, Dara memilih mengabaikannya dan menyuruh Kevin duduk. Setelahnya ia kembali ke kamar untuk berganti pakaian dan mengambil beberapa buku sumber materi.

Menunggu Dara selesai, Kevin mencoba memecahkan keheningan karena Dio dan Kio hanya asik bermain game di ponsel masing-masing. "Itu game apa, Ki?"

"FF."

"Kalo kata Ardi, Kio itu bocah ep-ep," sahut Dara seraya berjalan turun tangga dengan tiga buku tebal di tangannya. Untuk urusan ini ia cepat, mengingat dirinya sudah membuat Kevin menunggu tadi.

"Dih beda ya, Kak. Yang main FF itu gak semuanya 'bocah ep-ep' tau. Dikatai mulu," balas Kio kesal.

Dara lantas tergelak. Ia kemudian melirik Dio yang juga ikut bermain game. "Lo bukannya main PUBG ya, Yo? Kok mainnya bareng Kio?"

Dio berdeham dan duduk di karpet tebal. Ia kemudian mengambil satu stik PS dan melempar satunya ke Kio, membuat yang empunya tersentak kaget.

"Cepet, Ki."

Kio berdecak kesal. Padahal ia tidak tahu apa-apa perihal ini. Ia melirik tetangga yang lebih tua darinya itu dengan tajam. Harusnya ada perundingan dulu sebelum ini. Kalau ada jadinya dirinya 'kan tidak akan bingung seperti ini.

"Anggap aja kita gak ada. Sana belajar. Belajar, ya," ucap Dio menekankan kata 'belajar' sembari melirik Kevin.

"Iya, iya. Ayo, Vin." Dara tersenyum sekilas sebelum menaruh ketiga buku tadi ke meja. Ia juga mengambil tas dan buku tulis dari tasnya.

Untuk sejenak ia harus melupakan masalah Pak Tegar dan mengerjakan tugasnya. Mungkin ia bisa membahasnya nanti setelah urusan dengan Kevin selesai. Dara menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Meskipun pikirannya masih tercampur dan sedikit lelah, ia harus fokus.

"Ada masalah, Ra?"

Dara menoleh, lantas tersenyum. "Enggak, Vin. Mmm.., jadi mulai darimana?" Tangannya terulur mengambil salah satu buku dan membukanya. Kedua mata menyisir setiap kata dengan saksama.

"Gue udah tandai beberapa soal yang menurut gue HOTS. Coba koreksi, Ra."

Untuk beberapa saat, Dio tidak bisa fokus tanpa alasan. Tangannya bergerak asal menekan tombol pada stik PS. Pikirannya terbagi dua saat ini. Maka dari itu ia tidak heran lagi kalau-kalau bocah di sampingnya ini berkali-kali berdecak kesal. Saat ini mungkin ia tengah menahan segala sumpah serapahnya.

"Bang, niat main gak, sih?"

"Enggak."

Kio menepuk dahinya pelan. Tetangganya yang satu ini memang agak aneh. Nama mereka mirip, tapi tidak dengan tingkah lakunya.

"Gak usah main, ah. Gak asik."

"Jangan gitu, Ki."

"Ya terus gimana? Abang aja gak jelas. Musuhnya di depan malah nendang ke belakang. Udah itu sambil jalan mundur lagi."

Dio lantas mengangkat sebelah alis dengan heran dan menatap layar televisi yang menampilkan hasil permainan beberapa menit mereka. Ah, ia baru sadar kalau mereka sudah kalah dengan kedua jari jempol yang masih aktif menggerakkan dan menekan setiap tombol stik.

"Kenapa, Bang?" Kio merengsek mendekat dan melirik kedua orang yang masih asik berdiskusi di seberang. "Kak Dara, ya?"

"Bocah diem aja. Cepet pegang stik lo."

"Itu perbaiki dulu, Bang. Kenapa mundur mulu jalannya?"

"Eh," Dio lantas melepas tombol stik yang tanpa sadar ia tekan ke belakang. Dengan canggung ia berdeham dan kembali menekannya ke depan.

Kio menghela napas berat. Dio itu luarnya saja keren, dalamnya malah aneh dan kadang bisa membuat orang menggeleng kepala saking tak habis pikirnya. Kio bukannya baru sekali menghadapi Dio yang seperti ini. Keduanya memang punya beberapa karakter yang mirip seperti datar dan dingin, terutama pada orang baru. Dara bahkan agak kaget mereka bisa dekat dengan karakter yang seperti itu. Tapi sebenarnya mereka berbeda, menurut Kio, sih.

"Kasian, jadi sadboy."

"Bocah berisik."

"Udahlah, gak usah main."

"Tar gue gak ada alesan buat stay di sini. Cepat ambil stik lo."

Kio mencibir pelan sembari mendelik ke arah Dio. Tetapi kemudian ia salah fokus pada ponsel cowok tersebut yang layarnya terus-menerus hidup lalu mati. "Itu HP lo, Bang. Berisik amat kayaknya."

Dio menaruh stik PS-nya kemudian mengambil ponsel yang terletak di depannya. Memang sedari tadi grup yang isinya para temannya—kecuali Dara itu agak berisik hari ini. Semenjak mereka mengikuti Kevin dengan konyol, Farzan memutuskan untuk membuat grup obrolan baru yang berisi para cowok IPS 5. Entah untuk apa karena kadang sepi dan kadang ramai, tapi hari ini sepertinya berisik sekali.

urgent bosq

di
GOBLOK

dra
JANGAN GITU ANJING

ca
PELAN2 GABISA YA?
HAPE GUE GETER MULU ANJIR

jan
LO PADA DARIMANA AJA AJEGE
TELAT KAN TELAT
MAMPUS DAH

di
LO KAGAK BILANG DARITADI

jan
ITU KAN UDAH GUE BILANG AJEGE

dra
SPAM LAH

jan
males spam
LAGIAN HAPE KALO ADA GETER DIKIT DIBUKA DONG
PEKA NGAPA SI

di
kemaren hape gue geter, ternyata cuman sms kuota abis
trauma

dra
mba operatornya demen ama lo

di
OPERATORNYA BATANG ANJING

dra
weh ganda putra

ca
stop

dra
oke ca
MANA TARJAN

al
yauda trus gimana
mau gue susul?

sep
curiga tar daranya
masa ga ada angin ga ada ujan lo tiba2 ke rumahnya

pan
trus gmn
klo bs susul aja

di
gue aja ni?

dra
alasan lo apa kalo tar ditanya

di
"tadi abis nonton kuda lumping deket rumah lo ra, jadi sekalian mampir"

ca
lah lo ngejob di deket rumah dara?

di
NONTON GOBLOK BUKAN JADI KUDA NYA
astagfirullah

yo
knp

sep
anak olim yo

jan
SI ANAK OLIM ANJIR
NI JUGA MANUSIA GA NIAT IDUP DARIMANA AJA
ABIS HIBERNASI APA GIMANA

dra
hibernasi lo kata si dio binatang

di
lah jadi apa dong

dra
hewani

ca
DONGOOOOOOO

yo
ajg
olim? si kev kev itu?
knp dia?

sep
dia sama dara, kata parjan mau bahas materi lagi
berdua di rumah dara
lo udah sampe yo?

yo
telat
iya gue di rmh dara skrg
ada si ank olim

al
bertiga?

yo
g
sm adeknya

di
KALO GITU KENAPA KAGAK BILANG DARI TADI ANJIR
SAMPE GUE UDAH BIKIN ALESAN KUDA LUMPING

ca
udah lo fokus ngejob sana

di
ANJING CACA
read by 5

Dio berdecak pelan sembari menggelengkan kepalanya. Ternyata sejak tadi mereka meributkan hal ini. Untung saja ia bergerak cepat, meskipun harus mengorbankan sedikit harga dirinya. Ia menolehkan kepala, menatap kedua orang yang masih sibuk berkutat dengan berbagai rumus. Lama-lama bosan juga. Tak lama ia merasakan perutnya bergemuruh pelan. Ah, ia belum makan siang.

"Makan dulu."

"Hah?" Dara berhenti berbicara dan mengalihkan atensinya ke pada Dio. "Lo ngomong ke...?"

"Iya, lo."

"Oh, iya. Bentar ini lagi ada—"

"Lo ada maag."

Dara menghentikan tangannya yang tengah menulis. Ia menatap Kevin yang juga melempar pandang ke arahnya. Sejujurnya perutnya memang sudah berbunyi pelan sejak beberapa menit yang lalu. Ia sengaja menahannya karena merasa apa yang sedang mereka kerjakan tanggung dan nyaris selesai. Tetapi malah terbawa sampai sekarang, perutnya agak terasa nyeri.

"Tante mana?"

"Ke pasar, Bang."

"Ada bahan gak, Ki?"

Dio bangkit dari duduknya dan bergerak ke dapur. Kio yang ditanya juga menyusul setelah menghentikan permainannya sebentar.

"Nasi goreng lagi, Yo?"

"Iya," Dio menjawab dari dapur. "Makan dulu. Gue laper."

Dara menganggukkan kepalanya kemudian bertanya pada Kevin, "Vin, lo mau juga gak?"

"Eh, boleh, Ra? Gue belum makan sih."

"Boleh, kok," balas Dara sembari tersenyum, kemudian berteriak memanggil Dio, "YO! TAMBAH SATU PORSI DONG, KEVIN-NYA BELUM MAKAN JUGA!"

Dio yang tengah mengambil bahan-bahan dari kulkas lantas mendengkus. Mood memasaknya agak berkurang, tapi mengingat Dara dan Kio, ia berusaha menerimanya. Toh, ia juga sedang lapar.

"Dia jago masak, Ra?" guna memecahkan kecanggungan, Kevin lantas bertanya.

"Gak juga, sih. Tapi dia jagonya bikin nasi goreng."

"Oh, ya?"

Dara menganggukkan kepala dengan antusias. "Dari kelas 4 SD dia udah jago bikin nasi goreng. Variasi sih, terakhir nasi gorengnya ditambahin seafood. Enaaaak banget. Kalo sekarang gak tau deh soalnya kan kulkas kosong, nyokap gue lagi belanja."

"Deket banget kayaknya kalian."

"Ya, gitu, deh, Vin. Rumah sebelahan juga. Dari kecil juga, jadi emang deket, walau emang tingkahnya kadang bikin kesel," balas Dara dengan gerutuan di akhir. Memang tidak bisa dibohongi, sudah beberapa tahun bertetangga ia masih kesal dengan sifat dingin dan cuek tetangganya tersebut. Dio jarang iseng, tapi kalau sekali iseng hasilnya bisa buat orang emosi sampai ubun-ubun. Seperti kejadian tempo lalu, Dara masih kesal mengingat bagaimana antengnya noda es krim itu di wajahnya.

"Terus gak pacaran?"

"Hah?"

"Eh," Kevin terkekeh kecil. "Gue kira."

"Maksudnya?"

"Ra, kita ini bukan anak kecil lagi. Hipotalamus udah semakin aktif, apalagi kita ada di masa pubertas, otak kita udah lebih peka apalagi terhadap lawan jenis. Udah lama gitu masa gak ada rasa?" terang Kevin dengan santai. Ia lantas tertawa kecil melihat ekspresi Dara yang mendadak kebingungan. Peringkat satu paralel sekolah menjadi linglung karena pertanyaannya.

"Yaaaa, emangnya harus, ya?"

"Harus gimana?"

"Yaaa, itu—"

"Bukan masalah harus atau enggaknya, sih, Ra. Itu hal umum, menurut gue. Cewek dan cowok temenan, apalagi dalam jangka waktu yang terbilang lama, agak mustahil kalo gak ada rasa satu sama lain. Mentoknya salah satunya, lah." Kevin tidak menduga ini. Ia tahu reputasi Dara sebagai anak baik-baik, tapi ia tidak menyangka cewek dengan predikat 'anak emas' sekolah itu tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Aneh rasanya melihat raut wajah kebingungan sekaligus linglung mencari jawaban itu di wajahnya.

"Gini deh, Ra. Gue lurusin aja, ya?" Kevin merengsek sedikit mendekat dan bertanya dengan suara kecil. "Lo ada sesuatu gak kalo lagi sama dia?"

Dara tidak menjawab, lebih tepatnya tidak tahu harus menjawab apa. Memangnya dia harus menjawab dengan apa? Ia tidak tahu jawaban apa yang diharapkan Kevin.

"Kalo enggak, mungkin lo harus belajar buat lebih peka, Ra."

"Peka? Bentar deh, gue masih loading."

Kevin lantas tergelak, tidak kuat menahan tawa. "Emang bagian ini rada bikin confuse. Namanya juga otak, beratnya gak seberapa tapi di dalamnya ada banyak kerumitan yang bukan main. Gue gak bakal anggap aneh lo, kok. Wajar aja, meskipun gue juga masih bingung kok lo bisa sepolos ini di usia yang segini."

"'Usia segini', berasa tua, Vin."

"Enggak gitu astaga," lagi-lagi Kevin tergelak dengan tingkah cewek tersebut. Dara ternyata tidak se-sombong yang dikatakan orang-orang. Ia menyesal nyaris jatuh ke hasutan orang mengenai cewek tersebut.

"Makan."

Suara tidak asing itu lantas menghentikan obrolan. Keduanya bersamaan menggerakkan kepala, mendapati Dio di ambang batas dapur dan ruang tengah berdiri sembari melepas celemek. Ada juga Kio yang tengah menyiapkan piring dan gelas di meja makan. Nasi gorengnya sudah siap ternyata.

"Cepet."

Keduanya lantas segera bangkit berdiri dan bergerak menuju meja makan, menghentikan kegiatan mereka sejenak meskipun sejak tadi sudah terhenti akibat obrolan yang membuat kepala Dara pusing.

Sekarang pikirannya semakin kacau. Ia menatap Dio yang kebetulan duduk tepat di depannya.

Apa yang dikatakan oleh Kevin tadi adalah fakta? Kalau iya, jadi ia harus peka atau harus mencari jawaban dari pertanyaan Kevin tadi?

***

ENDINGNYA DIKIT LAGI AAAAAAAAAAAAAAAA DAH BERAPA TABUNGAN KELEN?????????????????

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 131K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
565K 61.9K 24
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santriwatinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 90.6K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
5.7M 295K 61
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...