Zahin to Robin

By fsna_17

62.7K 5.4K 6.3K

Bagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? A... More

PROLOG
ROBIN BRATABARA
ZAHIN
BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31
BAGIAN 32
BAGIAN 33
BAGIAN 34
BAGIAN 35
BAGIAN 36
BAGIAN 37
BAGIAN 38
BAGIAN 39
BAGIAN 40
BAGIAN 41

BAGIAN 6

1.8K 173 183
By fsna_17

÷÷÷÷÷

"Ojek-ojek!" teriak Robin saat melihat motor lewat, padahal ia belum yakin jika dia tukang ojek atau bukan. Tapi manusia membutuhkan uang, begitupula dengan orang yang mengendarai motor itu. Robin yakin ia mau mengantarkan Zahin dengan bayaran yang maksimal.

Kasian mobilnya, kasian yang nyuci mobilnya, kasian Zahin jika dia kembali naik mobil, kasian pak sopir yang ikutan muntah, kasian juga dirinya yang ikut kesusahan.

"Lo naik ojek, gue naik mobil," perintah Robin.

Setelah itu dia pergi untuk naik mobil namun tertunda saat Zahin memegang Hoodie di bagian lengannya. Kata 'memegang' sepertinya terlalu berlebihan, ini lebih seperti mencimit.

Dia menghentikannya dengan mengapitkan jari jempol dan telunjuknya saja. Persis seperti orang yang sedang mengambil garam.

"Nanti kalo di culik?" cicit Zahin yang diakhiri dengan mengerucutkan bibirnya.

"Alhamdulillah," jawab Robin santai.

Robin bergerak maju membuat pegangan tangan Zahin terlepas, ia tak peduli jika Zahin diculik, disekap, dipenjara, atau yang lainnya. Dia akan bersyukur kalau hal itu terjadi.

Robin akan terbebas dari Zahin, Hazel akan menyerah mencari baby sitter, dan Minah kembali. Robin akan selalu menunggu waktu itu datang.

Robin menutup pintu mobilnya dengan lumayan keras. Ia capek menghadapi kepolosan Zahin yang ntah kapan akan berakhir.

Sedangkan Zahin masih berdiri di depan ojek, menimbang-nimbang apa yang akan ditumpanginya. Mobil atau motor, kalau mobil takutnya dia muntah, kalau motor takutnya diculik.

Zahin membuka mulut, lalu tangannya masuk ke dalam. Dia ingin mengecek apakah ia akan kembali muntah atau tidak. Sepertinya Zahin tak akan muntah lagi.

"Aku naik mobil aja," putus Zahin lalu berjalan masuk ke dalam mobil.

"Ngapain lo masuk mobil?!" seru Robin geregetan sendiri dengan tingkah Zahin.

Dengan baik hati ia sudah berusaha untuk mencari ojol, sudah berusaha untuk membayar mahal. Dan dengan tenangnya Zahin kembali lagi ke mobilnya. Sebenarnya apa maunya, kenapa dia suka sekali membuat dirinya naik pitam.

"Takut diculik," lirih Zahin dengan mata yang sudah berkaca-kaca, dia memang biasa diteriaki Robin tapi teriakan ini terasa lebih keras lagi.

"Argh!" Erangan Robin terdengar jelas dengan tangan yang sudah menggenggam erat hingga uratnya terlihat. Saat ini ia membutuhkan samsak tinju sebagai pelampiasan.

Robin keluar dari mobilnya, dia membuka pintu belakang. Lalu menarik Zahin supaya ikut keluar bersama dirinya.

Robin memutuskan untuk mengendarai sepeda motor, walaupun ia sudah lama tidak mengendarainya. Belum lagi jika Hazel tau pasti akan terjadi hal buruk untuk dirinya.

Saat sudah sampai di depan sepeda motor, Robin melepaskan tautan tangannya dengan Zahin. Kemudian dia memakai helm, dan satu helm di serahkan kepada Zahin.

"Pake!" perintah Robin sambil melempar helm ke arah Zahin. Dan gadis itu berhasil menangkapnya. Zahin memutar-mutarkan helm itu, merasa asing dengan benda bulat berwarna hitam. 

Robin menatap gadis di depannya yang sedang kebingungan, akhirnya dia memutuskan untuk mengambil helm itu. Kemudian memakaikannya.

"Di atas ada Kunti," celetuk Robin.

Seketika Zahin menghadap ke atas, namun karena helmnya berat, ia sampai terhuyung ke belakang dan Robin segera menarik pengikat helm supaya Zahin tidak terjatuh.

Robin memasang pengikat helm dengan tubuh Zahin yang masih menukik ke belakang. "Berdiri tegak sebelum gue lepas  pengikatnya," perintah Robin yang membuat Zahin langsung memundurkan salah satu kakinya supaya kembali seimbang.

Di sisi lain, Pak ojek sudah berada di mobil bersama Sopir pribadinya, dan Robin akan berada di motor bersama Zahin—pengasuhnya. Padahal seharusnya dia yang menjaga Robin tapi yang terjadi justru sebaliknya. Robin serasa sedang membawa anak kecil jalan-jalan.

Robin melihat ke spion motor, terlihat jelas jika Zahin masih berdiri. "Buruan naik!" perintah Robin nada juteknya.

"Kalo naik motor kan kena angin, nanti kalo aku kedinginan gimana? terus kalo nanti aku sakit gimana?" celetuk Zahin dengan nada seperti anak kecil.

"Buruan naik atau gue tinggal?"

"Nggak mau, nanti aku sakit," tolak Zahin. "Aku mau naik mobil aja deh," lanjutnya dengan tubuh yang sudah berbalik arah.

Robin memukul motor itu dengan amarah. Setelah itu dia melepas hoodie putihnya dan dilempar ke kepala Zahin.

Robin memundurkan motornya, sedangkan Zahin masih mencoba untuk mengambil pakaian yang menutupi pengalihannya.

Tiba-tiba saja tangan Zahin di cekal oleh Robin dan membuatnya terduduk di jok belakang motornya.

"Buruan pake, gue kasih waktu 5 detik."

"Kok bentar banget," protes Zahin.

"1."

"Tunggu dulu be—"

"2."

Zahin segera memakai hoodienya dengan sangat terburu-buru.

"5."

"Kok langsung lima?"

"Lagian udah selesai kan?"

"Y-ya udah sih," jawab Zahin dengan sedikit bingung.

"Pegangan."

Zahin celingak-celinguk mencari pegangan, tapi ia tak menemukannya. "Pegangannya dimana?" tanya Zahin polos.

"Lo nggak pernah naik motor?"

Zahin membalas dengan gelengan kepala, ia hanya pernah naik angkot dan bajaj. Kalau naik ojek bayarnya mahal, nggak bisa gerak bebas lagi.

"Pegangan pakaian gue," perintah Robin. Sebenarnya ia juga tak tau pegangan yang ada di motor kecuali badan sang sopir.

Zahin mencimit kedua bagian hoodie hitam Robin, dia melakukanya lagi. Pakaiannya bukanlah garam, pakaiannya juga tidak najis hingga harus dicimit seperti itu.

Robin menarik paksa kedua tangan Zahin ke dalam dekapannya, membuat badan sang empu menubruk punggung Robin.

Dengan spontan Zahin melepaskan pegangan tangannya di perut Robin. Jantungnya masih belum bisa beradaptasi.

"Kenapa dilepasin?"

"Jantung aku kaya kepantul-pantul," jelas Zahin secara jujur.

"Pft—" Robin menahan dirinya untuk tertawa, entah kenapa perkataan Zahin terdengar lucu.

Zahin menunjukkan kepalanya di bawah tangan Robin. "Seriusan tau, mau pegang?"

Robin kembali terkejut dengan kelakuannya, kepala Zahin berada di bawah keteknya secara tiba-tiba.

Dengan segera ia mengembalikan tabiatnya, yaitu ketus dan judes "Nggak minat."

Zahin mengulum bibir bawahnya lalu mengembalikkan tubuhnya seperti semula. Dia memegang dadanya, ia tidak berbohong. Jantungnya memang seperti kepantul-pantul, serasa ingin keluar dari tubuhnya.

"Aaa!" teriak Zahin saat Robin tiba-tiba menjalankan motor matic-nya.

Secara otomatis Zahin memeluk Robin dengan sangat erat. Memeluk seolah-olah saat ia melepaskannya, dia akan terbang seperti pesawat kertas.

Smirk di bibir Robin terbit. Dia melihat tangan Zahin yang memeluk perutnya dengan erat, dia juga melihat wajah Zahin yang ketakutan karena Robin mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.

"Jangan cepet-cepet nanti jatuh!" teriak Zahin sekeras yang ia bisa.

"Emang gue mau jatuhin lo!"

Zahin memanyunkan bibirnya lima centimeter. "Mau turun aja lah!"

"Emang berani?!"

"YA! ... nggak."

Robin memundurkan tubuhnya lalu menengok ke samping. "Dasar omdo!"

"Apa? Komodo? Itu kan pasti gigi anak. Ngapain bahas pasta gigi anak, mau beli?!" tanya Zahin dengan suara keras, ia juga memajukan tubuhnya hingga kepalanya berada di samping kepala Robin.

"Itu kodomo!"

"Nah iya Komodo, lagunya kan Komodo Komodo teman baikku! Tau lanjutannya nggak?"

"Serah lo lah!"

Memang saat sedang mengendarai motor sangat tidak dianjurkan untuk mengobrol, karena suaranya akan terbawa angin.

Robin ngomong apa, Zahin dengernya apa. Ini antara suara Robin yang terlalu pelan atau Zahin yang memang tidak bisa mendengar.

Jika ada warung kesabaran, Robin rela antri berpuluh-puluh kilometer supaya mendapatkannya. Robin tak sanggup selalu berada di dekat Zahin, dia pasti akan terlalu sering marah-marah dan membuat ia terkena darah tinggi.

"Oi!—" tadinya Robin ingin memanggil namanya, namun sampai detik ini ia tak tau namanya. Nggak penting juga sih.

Robin merasa bingung karena dari tadi Zahin terdiam, jangan bilang jika dia mual dan ingin muntah. Apalagi sekarang kepalanya sudah bersender di punggungnya.

Mobilnya boleh, hoodienya jangan. Pakaiannya tidak tembus air, jika ia membuat air terjun maka akan merembes ke badannya.

"Manusia pencinta perhantuan bin persetanan?!"

"Woi!" Robin menengok ke samping, namun Zahin tetap diam.

"Lo nggak mau muntah kan?"

"Lo nggak mati mendadak kan?!"

Karena seruan Robin tidak membuahkan hasil, dia menurunkan kecepatannya kemudian menghentikan motornya di pinggir jalan.

Robin turun dari sepeda motor di barengi dengan kepala Zahin yang akan jatuh ke aspal. Untung saja Robin memiliki reflek yang bagus sehingga kepala Zahin sudah ada di telapak tanganya.

Robin mengangkat kepala Zahin secara perlahan, terlihat jelas jika dia sedang memejamkan matanya.

Zahin tertidur dengan enaknya, tidur tanpa mengenal tempat dan tanpa mengenal suasana. Bisa-bisanya dia tidur di atas motor, bagaimana jika ia terjatuh. 

Robin kembali menaiki motor, tadinya dia berpikiran untuk manaruh Zahin di mobil miliknya. Mobil itu memang berada di belakang, mengikuti majikannya.

Tapi ia ingat jika Zahin mabuk perjalanan, hari tersial Robin jatuh pada hari ini. Entah apa yang akan terjadi nantinya.

Robin mengendarai sepeda motor dengan perlahan. Satu tangannya sesekali memegang tangan Zahin yang ada di perutnya. Atau terkadang tangannya berpindah ke kepala Zahin yang akan meluncur bebas ke aspal jalan. Kaki Zahin juga berada di atas pahanya supaya tidak menyentuh aspal. Bukan Zahin yang terlalu tinggi tapi memang motornya yang terlalu pendek.

Obin, lo manusia paling sabar yang pernah gue kenal, batin Robin untuk membahagiakan diri sendiri di tengah cobaan yang menerpa dirinya. Cobaan itu bernama Zahin.

***

Maaf Minggu kemarin nggak update
Lagi nggak mood banget parah
Semoga di maafin ya
Semoga tetep baca Zahin to Robin juga
Amin...

Oh iya gimana rapotnya
Terjadi WIB nggak?
Waktu Indonesia Bentrok
:V

Continue Reading

You'll Also Like

158K 4.2K 30
Orion berada di perjalanan, berjuang demi mengharumkan nama jurusan Bahasa yang dianggap sebelah mata di SMA Nusa Cendekia. Namun, di tengah itu semu...