BAGIAN 30

663 56 36
                                    

~|•|~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~|•|~

Robin berniat untuk ke apartemen, namun Zina mengabarinya jika di setiap apartemen sudah ada orang yang siap menangkap Robin.

Kini, dia bagaikan tawanan yang ingin meloloskan diri.

Zina juga mengatakan posisinya di lacak lewat ponsel. Makanya ia membuang telepon genggamnya sembarang saat dalam perjalanan ke cafe Z&R.

Bahkan ATM-nya sudah di blokir, sepertinya Hazel tidak main-main ingin membuat Robin kembali dan tunduk padanya.

Pemilik cafe Z&R adalah Zivan, kakak Rivan. Di loteng terdapat sebuah kamar milik Mesa, sekarang itu adalah tempat tujuannya.

Dia tak mungkin ke rumah Garlien, Rivan atau pun Zina, tempat itu terlalu mudah untuk diketahui Hazel.

"Ini dimana?" tanya Zahin yang asing dengan tempatnya.

Cafe ini memang terbuka dua puluh empat jam, namun Robin lebih memilih masuk lewat pintu belakang.

"Tempat hibernasi Mesa."

"Hiber, nasi?"

Robin tersenyum paksa, ia memegang lengan Zahin untuk menaiki tangga. Dia langsung membuka pintu tanpa mengetuknya, Mesa dan Rivan sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mesa konser di kasur dengan sisir sebagai mic, sedangkan Robin bermain game dengan mulut yang terus mengumpat.

"Eh ada couple mahal." Mesa yang pertama sadar dengan kedatangan mereka, itupun setelah beberapa detik.

Gadis itu melompat turun dari kasurnya. Lalu berjalan mendekati mereka, ia memegang baju Zahin.

"Bentar, ini bajunya Zahin emang modelnya gitu atau gimane?"

Robin menyentil tangan Mesa yang memegang baju Zahin. Pacar Rivan hanya meringis dan mendelik ke arah Robin.

"Gue nginep sini."

"Lo? nginep? di sini? yakin nggak gatal-gatal?" bukan lagi Mesa yang bertanya, melainkan Rivan.

Robin tak menjawab, membuat Rivan tersenyum. "Canda tuan muda, nginepnya berbayar tapi."

"Gampang, tapi nggak sekarang."

"Ngokey, hitungnya perjam ya," timpal Mesa, ia sudah mengambil ponsel bersiap menghitung pembayaran orang kaya.

"Nggak sekalian per detik," cibir Robin.

"Jika tuan muda menyarankan per detik, baiklah." Rivan membungkukkan tubuhnya.

"Eum... kalo perdetik ngitungnya susah deh kayaknya. Jadi, karena lo temen gue. Gue hitungnya per hari aja, satu 1 hari lima juta. Deal?"

Mesa mengulurkan tangannya, spontan Robin menjabat tangan gadis di depannya. "Deal!"

Mesa tersenyum senang, sedangkan Rivan masih tercengang. Lima juta bukan uang yang sedikit dan temannya dengan mudah meng-iya-kan permintaan Mesa tanpa negosiasi. Zahin diam saja, tak tau juga akan berkata atau berlaku seperti apa.

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now