BAGIAN 32

691 53 18
                                    

~|•|~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~|•|~

Robin masih tertidur di punggung mungil Zahin, sedangkan gadis aneh itu hanya bisa berdiam diri. Sesekali membenarkan kepala Robin saat akan jatuh ke kasur.

Lama kelamaan bosan juga. Zahin memainkan tangan Robin, melakukan gunting batu kertas. Dan membuat dirinya selalu menang, lalu mencubit pelan tangan Robin.

Atau mencoba mencari anggota tubuh Robin dalam sekali sentuhan. "Hidung," katanya pelan. Dia mengangkat tangannya, mencoba mencari hidung Robin dengan feeling-nya. "Yah, jidat." Zahin memanyunkan bibirnya kesal.

"GOOD MO!-"

Mesa, pengganggu momen manis datang tanpa undangan. Untung saja Zahin meng-kode Mesa dengan menaruh jari telunjuknya di bibir.

Mesa menutup mulut menggunakan kedua tangannya. "Maaf ganggu." Mesa berkata sepelan mungkin. Dia kembali menutup pintu secara perlahan.

Sayangnya Robin sudah terlanjur bangun, suara Mesa telah menariknya dari alam mimpi ke alam nyata. "Tadi Mesa?" tanya Robin sambil berusaha duduk tegak.

Usahanya tak berhasil saat Zahin menarik selimutnya dan membuat kepala Robin kembali menempel pada punggung gadis itu. "Tidur lagi, tidur." Zahin kembali mengelus puncak kepala Robin.

Robin memeluk Zahin dari belakang. Kepalanya berpindah ke atas pundak Zahin. "Maunya gitu. Tapi terlanjur bangun," kata Robin pelan.

"Gue keluar bentar," bisiknya di telinga Zahin, lalu mengakhirinya dengan kecupan manis di pipinya.

Robin mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. Dia berjalan dan membuka pintu, tepat di perutnya terdapat sebuah telinga yang menempel. Tentu saja telinga Mesa berserta tangan yang memblokade daun telinganya.

Robin merendahkan tubuhnya, jari telunjuknya masuk ke dalam lubang telinga Mesa.

Gadis itu memekik keras, lalu menunjukkan rentetan gigi dan kedua jarinya. Namun secara tak sengaja Mesa melihat Zahin yang membeku.

"Lo apaan anak orang sampai nge-freeze gitu?"

Robin penasaran, dia ikut melihat Zahin. Tangannya masih menggenggam, seolah memegang selimut. Posisinya benar-benar sama persis seperti tadi.

"ROBIN!" teriak Rivan dari jarak lumayan jauh.

Robin membiarkannya, ia tak mengalihkan pandangannya. Ternyata kecupannya juga bisa membuat Zahin membeku, ia kira hanya dirinya saja yang mudah dijadikan patung.

Rivan membalikkan pundak Robin. "Gue mau bicara."

Robin menatap sebentar, lalu kembali menghadap Zahin. Entah sampai kapan gadis itu melakukan mannaqueen challage. "Bicara aja kali," katanya asal.

Rivan menghela nafas, kepalanya menghadap ke atas. Lalu menarik Robin walaupun yang ditarik meronta ingin dilepaskan.

"Apaan dah?!" seru Robin saat berhasil membebaskan tangannya.

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now