BAGIAN 26

767 68 57
                                    

÷÷÷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

÷÷÷

Kembali ke tempat di mana Zahin dulu di tinggal, mall. Zahin sedikit trauma datang ke sini. Tapi mau bagaimana mana lagi, Robin menyuruhnya datang bersama.

Robin sendiri sudah mempersiapkan stok sabar dan percaya diri tinggi-tinggi. Dia berpakaian hitam-hitam bak teroris. Topi, masker, kaca mata melekat di kepalanya. Antisipasi jika Zahin berbuat hal yang memalukan.

Seperti saat ini, gadis pecinta hantu itu sudah memegang hoodie Robin seperti biasanya. Mengapitkan ibu jari dan telunjuk. Jalannya menunduk melihat sepatu Robin.

"Jangan malu-maluin," bisik Robin di telinga Zahin.

Zahin menatap Robin, kemudian tangannya memberikan simbol untuk mensejajarkan tinggi mereka. Robin nurut, merendahkan tubuhnya.

"Aku nggak mau di tinggal lagi," balas Zahin dengan berbisik pula.

"Nggak akan." Robin memindahkan tangan Zahin ke saku hoodienya.

Robin kembali berjalan, namun Zahin justru terdiam. Dia membebaskan tangannya dari genggaman tangan Robin di sakunya.

Ia memegang dadanya. "Kayanya aku sakit," cicit Zahin.

Robin segera menundukkan tubuhnya, menempelkan tangan kanan di dahi Zahin. "Nggak demam."

"Bukan disitu," Zahin memindahkan tangan Robin ke tempat di mana jantungnya berada.

"Jantung aku kaya di kejar kucing, deg deg, deg deg. Kenceng banget kan?"

Robin mencoba menahan senyumnya, bibir atasnya menyembunyikan bibir bagian bawah.

"Udah lama jantungnya kaya gitu?" tanya Robin iseng. Nadanya di buat serius, seperti seorang dokter.

Tangan Zahin sudah berada di pelipisnya. "Bentar aku ingat-ingat. Dulu nggak pernah, tapi semenjak kerja di rumah tuan muda-"

"Oke," potong Robin cepat, dia berjalan lebih dahulu. Bibirnya tidak tahan lagi untuk membentuk sudut lengkung.

"Tuan muda tau itu penyakit apa?" tanya Zahin sambil mencoba menyamakan langkahnya dengan Robin.

"Tau, tau banget malah."

Zahin berhenti sebentar, lalu berlari mengejar Robin. Sekarang ia sudah ada di depan orang yang ingin ditanyainya. Sayangnya Robin tetap berjalan, membuat Zahin berjalan mundur.

"Penyakit apa? kanker?"

Robin menggeleng.

"Gagal jantung?"

Robin kembali menggeleng, bahkan lebih bertenaga.

"Atau jangan-jangan... lumpuh?!"

Robin mengapit hidung Zahin kemudian menariknya. "Nol besar!"

Zahin to Robin | IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang