Father For Addo -g.c (Addo Se...

frantastickris

139K 14.7K 1.3K

# Book 1 in Addo Chance Series # Addo Grey Chance adalah anak yatim. Dia sudah tidak memiliki ayah sedari k... Еще

Prolog
Satu: 10 tahun kemudian
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
[A/N] Lil Explanation
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Author Note-DONT IGNORE THIS
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
PS
Sembilan Belas
[A/N - break chapter] "This Is My Letter (-Addo)"
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
[A/N] Soundtrack? OFC!
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
[A/N] Real Sekuel VS FFA versi lain? VOTE [CLOSED]
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga: FLASHBACK
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
Epilog
BONUS CHAPTER : " Backward 1"
BONUS CHAPTER - " Backward Pt. 2"
BACKWARD CHAPTER PT. 3
Hola! ● Father For Addo ↔ Home Sweet Home
Welcome! Home Sweet Home

Tiga Puluh Sembilan

1.5K 197 15
frantastickris

Author's POV

Jake langsung ambruk ke aspal ketika Addo menendang pinggangnya dari samping. Laki-laki berambut keriting itu mengerang, mencoba bangun dengan menumpukan tangan pada aspal, tapi pinggangnya luar biasa sakit sehingga ia kembali jatuh telungkup tak berdaya.

"Kau!" Jason menggeram pada Addo. "Bangsat! Kenapa kau ikut-ikutan urusan kami, hah?!"

"Aku tidak ikut campur," Addo menepuk tangan selayaknya sedang membersihkan noda, lalu menaruh kedua tangannya ke dalam saku celana. "Aku tidak berkelahi untuk keparat ini," Addo menggeleng ke arah Carol yang masih terbaring dibelakangnya. "Tapi kau ingat urusan kita ketika kau menyinggung Alice? Nah itu dia."

Jason tersenyum menyeringai, "Oh ya, gadis itu. Aku ingat." Dia mengamati Addo sejenak. "Jadi kau memang menyukainya?"

Addo tertawa pahit. "Menyukainya? Bagaimana kalau kata yang tepat adalah sahabat?"

"Aw, manis sekali."

BRUGH! Addo hendak menyahut tapi ia terjungkal lebih dulu lantaran secara tiba-tiba—dan tak terduga—Jake mendorongnya dari samping hingga ia terjatuh. Beruntung Addo masih menggendong tas sekolah, jadi punggungnya tidak langsung membentur aspal.

"Jangan sok pahlawan, dumbass!" desisnya hanya lima senti dari wajah Addo. Bau napasnya benar-benar tercium dan itu jauh lebih memuakkan ketimbang dorongannya.

"Dasar berandal tengik!" kepalan tinju Addo menonjok pipi kiri Jake, dia kembali terhuyung dan Addo menggunakan kesempatan itu untuk bangkit. Tepat saat itu juga Jason masuk menyerang Addo. Dia melakukan hal serupa yang dilakukan Addo sesaat sebelumnya pada temannya—Jason menonjok hidung dan rahang Addo bertubi-tubi.

Tak perlu waktu lama hingga Addo merasakan ada rasa perih, hangat dan berupa cairan mengalir dari rongga hidungnya. Sialan, pikirnya geram. Dia membuat hidungku berdarah.

Setelah itu Jason menarik kerah kemeja lawannya, menyeret lelaki yang lebih kurus makin dekat ke hadapannya. Dia berbicara dengan penuh penekanan, rahangnya bahkan mengeras di setiap kali melontarkan kata demi kata, "Aku tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan pada kakakku, Chance. Kau harus membayarnya hari ini juga!"

Sebuah bogem keras mendarat di perut Addo. Jason melepaskan cengkramannya dari kerah kemejanya, dan remaja berambut cokelat itu serta merta jatuh berlutut di tanah.

"Kau akan mati dengan bajingan tak berguna yang satu itu." Yang dia maksud adalah Carol. "Kalian berdua akan mendapatkan balasannya karena telah berani main-main denganku. Terutama kau, Chance! Kau akan mendapatkan pembalasan terberat karena sudah membawa kakakku—"

Kalimatnya terputus. Masih sambil menahan perih, Addo memaksakan untuk menengadah, sepenuhnya karena penasaran kenapa Jason tiba-tiba berhenti bicara. Carol sudah bangkit, dan dia balas menendang perut berlemak Jason. Si tukang bully roboh, namun Carol masih belum berhenti menghajarnya. Dia menginjak, memukul, sambil berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Jake berlari mencoba menolong Jason, namun Addo melihatnya dan merentangkan kaki tepat didepan langkahnya. Jake yang ceroboh berhasil jatuh tersungkur, lalu Addo mengambil kesempatan dengan menduduki punggungnya. Dijambaknya rambut keriting Jake.

"Ini karena kau membuat hidungku berdarah," kata Addo, menekan kepala lelaki dibawahnya ke tanah dan menggosok-gosok wajahnya selayaknya menggosok penghapus karet.

"KAU KIRA LUCU KEHILANGAN AYAH, HAH?! KAU SENDIRI JUGA TIDAK PUNYA IBU, BANGSAT!" Carol berteriak lagi, mengalihkan perhatian Addo padanya. Ia tertegun sejenak, sebagian karena melihat Jason benar-benar dibuat tak berdaya oleh Carol, sebagiannya lagi karena apa yang baru ia dengar. Sebentar-sebentar ia merasakan Jake hendak bangun, namun Addo sigap menahan bagian belakang kepalanya dengan sepatunya—Addo menginjaknya seperti menginjak rem mobil.

Tapi kembali lagi ke hal yang baru dikatakan oleh Carol. Jason tidak punya ibu? Addo baru tahu.

Carol menarik Jason yang sudah babak belur dan melemparnya ke aspal seperti orang melempar sebuah tas plastik sampah besar.

"Kaget, Chance?" Addo mendengar Jake bergumam pelan. "Kaget karena Jason ternyata anak piatu?"

"Kukira dia anak bahagia yang dimanjakan oleh orangtuanya," akunya. "Tapi dia ternyata tidak punya ibu?"

"Yang kutahu ibu dan ayahnya bercerai," lanjut Jake. "Jadi bukan hanya kau saja yang menderita disini, Egois."

"ADDO APA YANG KAU LAKUKAN!?" seseorang berteriak dari muka gang. Addo terlonjak kaget dan serta merta menoleh. Orang itu berlari ke arah mereka. Sepasang pupil di iris hazel Addo membesar begitu ia mengenali sosok yang tengah mendekat. Jantungnya seketika mencelus jatuh.

"Pa-paman Hugo?!"

Setibanya Hugo ditempat mereka, dia langsung menarik lengan Addo kasar dan membawanya ke dinding gang. Dia menahan anak itu disana—satu tangannya masih memegang lengannya, satunya lagi mencengkram bagian dada kemeja Addo. Jake, Carol dan Jason menggunakan kesempatan bagus tersebut untuk melarikan diri.

"Apa yang Paman pikir Paman lakukan?" Addo berseru tak terima. "Paman bodoh! Paman membiarkan mereka lari!" lanjutnya, masih mengekori tiga brengsek itu dengan lirikan mata.

"Apa ini kebiasaanmu di sekolah?! Berkelahi?!" Hugo membentaknya tak kalah keras, sama sekali tak menghiraukan perkataan Addo sebelumnya. Manik matanya menatap tajam ke mata Addo. Tidak ada pandangan keakraban yang biasanya, tidak ada keramahan apalagi guyonan. Dia marah—sangat marah.

Addo mengarahkan pandangannya ke bawah. Dia sadar dia kini dalam masalah besar.

"Jawab aku, bocah!" Hugo masih berteriak di depan wajahnya. "Sudah merasa hebat menjadi petarung, hah?!"

Jantung Addo berdebar dua kali lipat lebih cepat dari sebelumnya. Mulutnya benar-benar terkunci rapat. Bodoh! Addo mengutuk diri sendiri. Seharusnya aku tidak usah membantu Carol! Tapi mana dia tahu kalau Hugo akan muncul?

"Terserah kau kalau tidak mau bicara," tiba-tiba Hugo mengendurkan cengkramannya. Addo terkejut, apalagi karena selanjutnya, pria dewasa itu justru memberinya selembar tisu.

"Lap hidungmu. Lalu pergi ke sekolah sekarang," katanya cuek sebelum berbalik hendak beranjak pergi.

"Kau bergurau, Hugo," sindir Addo. "Aku jelas sudah terlambat."

Dia berhenti melangkah dan berbalik lagi menghadap Addo. "Bien, jelas sekali. Aku harusnya sadar dari awal kalau kau memang berandal." Dia menatap Addo lekat-lekat lalu menghela napas. "Kemana Addo Si Lugu yang kemarin menginterogasiku di rumah?"

"Dihadapanmu, tentu saja," Addo berjalan mendekatinya sambil meluruskan bagian bawah kemajanya yang tersingkap sedikit lalu membersihkan celana jinsnya dari debu aspal. Hugo menepuk dan merangkul pundaknya setelah mereka berdiri sejajar. Setelah itu mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan gang.

"Ibumu mungkin sedang mengecek daftar hadir siswanya."

"Dia kepala sekolah," kata Addo. "Jangan menakutiku, Paman."

"Terakhir kau memanggilku Hugo."

Addo tertawa singkat. "Maaf."

"Terserah. Ayo ikut aku, bocah. Daripada kau tertangkap oleh razia karena membolos sekolah."

"Bisakah kau sekali saja tidak membuatku merasa seperti anak lima tahun?"

"Kau memang bocah, bocah."

"Yea, whatever." Addo menyerah dan mereka berjalan lagi, namun kali ini tanpa percakapan. Selama itu pula Addo berpikir bahwa lelaki disebelahnya itu ada benarnya. Pergi ke sekolah atau pulang lagi ke rumahnya sama-sama akan membawa masalah—pengecualian seandainya nenek Addo tidak sedang tinggal di rumahnya—dan kalau jalan-jalan sendirian ke luar, bisa-bisa dia tertangkap razia petugas patroli dan ujung-ujungnya diantar ke sekolah. Hari yang biasa di Amerika. Kadang Addo tidak suka dengan lingkungan sosialnya yang punya banyak sekali peraturan.

Selama dalam perjalanan—yang entahlah kemana, Addo enggan menanyakannya pada Hugo—pikirannya kembali tertuju pada perkelahian tadi: antara dia, Jason, Jake dan Carol. Itu benar-benar satu lagi refleksnya yang menyebalkan, setengah dari diri Addo agak menyesalinya sekarang, entah kenapa. Addo benci mengakui dia memang menghampiri mereka untuk menolong Carol, bukan karena mengungkit masalah Jason menyinggung Alice kemarin. Walaupun dia juga belum melupakan masalah itu seratus persen.

Perasaan Addo kembali mengambang tidak jelas. Dia menyesal kenapa harus selalu menyinggung-nyinggung soal Alice? Bahkan dalam kondisinya babak belur sekalipun, tampaknya bayang-bayang gadis berambut pirang dan mata biru itu tidak akan pernah meninggalkan benak Addo.

Beberapa menit kemudian, jelaslah tujuan mereka pergi kemana. Hugo ternyata mengajak Addo ke rumahnya. Anak lelaki itu seketika saja memutar bola matanya malas. "Great, harusnya aku tahu."

Si pemilik rumah hanya terkekeh. "Kau belum melihat mini studioku."

Seketika semangat Addo terpancing lagi. "Bisa kau ulang?"

"Mini. Studio. Bocah."

"Ck, tanpa bocah!"

Dia membuka pintu lalu masuk. Addo mengikuti dibelakangnya. Namun entah kenapa baru selangkah, Hugo berhenti, mematung.

Addo mengerutkan kening. "Ada apa, Paman?" []

------------------------------------------------------------------------------------------

"Aku cuma ingin berpesan, kalau anak ini laki-laki nantinya, namai dia Addo. Tapi kalau perempuan, namai dia Leila."

"Oh ayolah, santai. Masih terlalu cepat untuk memikirkan nama, Grey."

"Haha, aku tahu. Tapi.. bagaimana jika aku nanti tidak akan ada lagi disini?"

"Greyson!" []

------------------------------------------------------------------------------------------

Продолжить чтение

Вам также понравится

Two Situations || Erotic Couple Lautan Biru12

Художественная проза

135K 665 15
Yang orang tau Kiara Falisha adalah gadis lugu, imut, lucu, menggemaskan juga lemot. Tapi di depan seorang Faidhan Doni Advik tidak seperti itu. Pun...
Hold Me With Your Lies [COMPLETE] Rosesseries

Художественная проза

912K 9.3K 24
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
SCH2 xwayyyy

Художественная проза

118K 17.1K 45
hanya fiksi! baca aja kalo mau
Neighbour ItchyPussy

Художественная проза

240K 1.6K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..