Mistake

By Exitozdki

20.8K 3.1K 440

Zefanya Annora, siswi penerima beasiswa di salah satu SMA elit ibukota. Zefanya selalu dituntut sempurna dala... More

Opening
Prolog
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

2

1.2K 204 13
By Exitozdki

Setelah turun dari bus, Zefanya melangkahkan kakinya menuju pintu belakang sebuah restoran yang terlihat begitu ramai. Karena inilah ia tak mau menerima tumpangan Aretha, Zefanya tak ingin ada seseorang pun yang mengetahui bagaimana kehidupan aslinya, sebagai sahabat, Aretha hanya mengetahui bahwa Zefanya hidup di keluarga menengah ke bawah.

"Zef, ganti baju terus makan dulu sana," ujar Dian ketika melihat Zefanya masuk ke bagian belakang restoran.

Zefanya menggeleng pelan. "Enggak, Kak. Aku ganti baju aja, lagian restoran lagi rame banget," sahutnya.

Baru saja Dian ingin kembali membalas ucapan Zefanya, tetapi Tono lebih dulu menyela.

"Yan, cepetan! Tamu makin banyak yang dateng," serunya seraya mencuci sayuran.

Zefanya tersenyum kecil lalu bergegas menuju tempat mengganti baju, setelahnya Zefanya menghampiri Dian guna membantu perempuan berkepala dua itu mencuci piring.

"Huh, dasar Mas Tono, tuh sensian banget!" kesal Dian.

Zefanya tersenyum tipis seraya menggeleng pelan. "Udah, Mbak, enggak papa, emang bener, kan resto lagi rame hari ini?" sahutnya.

Dian menatap Zefanya sekilas. "Duh, kamu ini baik banget, sih!"

"Jadi manusia, kan memang harus selalu baik supaya mendapat balasan kebaikan."

"Enggak juga, tuh!" jawab Dian sedikit sewot, mengigat beberapa kali kebaikannya seringkali dimanfaatkan oleh orang lain.

"Gak ada salahnya berbuat baik sama orang lain, apapun balasan mereka ke kita," tutur Zefanya.

Setelah membilas piring terakhir, kini Dian seutuhnya menatap Zefanya. "Kamu jangan terlalu bijak, ya? Aku yang lebih tua jadi minder," ucapnya dengan wajah serius, walau Zefanya tahu Dian tengah bergurau.

Zefanya hanya membalas dengan tawa renyah.

Setelah menyelesaikan pekerjaan paruh waktunya sebagai tukang cuci piring di salah satu restoran pinggiran kota sekitar jam sepuluh malam, Zefanya akhirnya dapat benar-benar pulang ke rumahnya.

Hari ini ia mendapat gaji, tak banyak, tetapi cukup untuk membayar uang sewa kontrakan dan masih memiliki sisa untuk ditabung.

Zefanya mengetuk pintu rumah pemilik kontrakan tempat ia tinggal. Sekitar beberapa menit pintu dibuka, menampakkan seorang wanita bertubuh gempal yang wajahnya terlihat baru bangun tidur mengenakan daster rumahan.

"Eh, Zefanya, ada apa?" tanyanya seraya mengajak Zefanya duduk di kursi yang berada di teras rumahnya.

Zefanya mengeluarkan beberapa lembar uang dari amplop gajiannya. "Ini uang kontrakan bulan ini, Bu. Maaf, ya, Zefanya telat ngasihnya, baru gajian soalnya," sahut Zefanya seraya memberikan uang di tangannya pada Bu Rantiㅡpemilik kontrakanㅡyang duduk di sampingnya. Zefanya memang sengaja langsung memberikan uang sewa kontrakan karena takut uangnya terpakai oleh hal-hal lain.

"Iya, enggak papa kok. Kamu habis pulang kerja?" balas Bu Ranti setelah mengambil uang yang diberikan oleh Zefanya.

"Iya, Bu."

"Kamu udah makan belum? Ibu masak soto, masih banyak. Kalau mau Ibu bungkusin buat kamu sama Ayahmu."

Zefanya menggeleng. "Enggak usah, Bu. Tadi Zefanya udah makan di tempat kerja," tolak Zefanya sopan. "Kalau gitu Zefanya pamit, ya, Bu. Maaf ganggu malam-malam," pamitnya.

"Ya udah, terima kasih, ya," balas Bu Ranti.

"Seharusnya Zefanya yang bilang terima kasih, Bu," sahut Zefanya.

"Iya, sama-sama aja kalo gitu," jawab Bu Ranti seraya tertawa kecil.

Setelahnya Zefanya melangkah pergi menuju rumah kontrakannya. Ia bersyukur menempati rumah Ranti sebagai tempatnya bernaung. Ranti begitu baik, ia tak pernah marah ketika Zefanya telat memberikan uang sewa, ia mengerti betul bagaimana keadaan Zefanya.

Ckelek

Hal pertama kali yang Zefanya dapatkan ketika ia membuka pintu adalah aroma alkohol yang menyengat, terdapat pula beberapa botol kaca minuman haram itu tergeletak di kontrakan sederhananya.

Zefanya menutup pintu dah melangkah masuk, hendak langsung menuju ke kamarnya. Namun, baru dua langkah ia berjalan, ayahnya datang dari ruangan lain dengan kondisi yang tak dapat dikatakan baik—mabuk.

"Pulang juga kamu anak sialan! Mana hasil lacur kamu? Cepat berikan ke Ayah!" teriak Dimas di depan wajah putrinya seraya mengadahkan tangan.

"Ya ampun, Yah. Zefanya gak pernah melakukan hal kayak gitu!" sahut Zefanya tak terima.

"Halah, banyak omong! Sini uangnya!" Tanpa menunggu persetujuan putrinya, Dimas langsung menggeledah ransel yang ia tarik dari kedua bahu putrinya. Zefanya meronta, tak ingin ayahnya berhasil menemukan amplop berisi hasil jerih payahnya. Namun, naas, ketika Dimas membalik tas ransel milik Zefanya, semua barang milik gadis itu berjatuhan, termasuk amplop yang ia simpan di dalam tasnya.

Dimas tersenyum lebar, tangannya mengambil amplop berwarna putih itu dan mengangkatnya ke depan wajah Zefanya. "Memang anak sialan. Aku tau kamu pasti menjual tubuhmu itu," ujar Dimas lalu pergi meninggalkan kontrakan, tak lupa ia juga membanting pintu hingga menghasilkan suara debuman keras.

Zefanya bersimpuh, tak dapat menahan air mata yang sudah berada di pelupuk matanya. Zefanya bukan hanya menangisi uangnya yang raib seutuhnya, tetapi perkataan ayahnya yang menuduh dirinya melakukan hal yang tidak-tidak. Kadang kala Zefanya begitu menyesali kelahirannya di dunia ini, ia hanyalah sebuah bencana bagi keluarganya.

Setelah puas menangis, Zefanya memunguti barang-barangnya yang berceceran sambil sesugukan, ia kemudian masuk ke dalam kamar, tak lama Zefanya larut dalam tidurnya, hingga melupakan jika ia belum membersihkan diri.

Pukul sepuluh malam, Sena baru saja menyelesaikan beberapa les yang harus ia lakukan. Pemuda itu membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, ia langsung meletakan tas di kursi meja belajar, helaan napas kasar terdengar ketika matanya menangkap tumpukan soal dan buku baru. Ini pasti ulah ibunya.

Dengan kekesalan yang membuncah Sena menghempas seluruh barang yang ada di atas meja belajarnya. Bunyi barang berjatuhan terdengar memekakkan telinga, untunglah kamar Sena dilengkapi kedap suara sehingga tak ada orang yang dapat mendengar kekacauan yang ia buat.

Tak memedulikan apa yang baru saja ia lakukan, Sena beralih ke dalam kamar mandi, ia menatap pantulan wajahnya di cermin lebar. Wajah frustasi yang penuh dengan gurat-gurat stres. Benar, Sena stres menghadapi ibunya yang terus menerus menyuruhnya untuk belajar, belajar, dan belajar. Wanita itu memperlakukannya seolah ia adalah robot yang dapat menuruti dan mengabulkan semua perintahnya.

Sena tertawa sumbang, kalau begitu kenapa ibunya tak membeli robot saja? Melainkan mengandung dirinya hingga sembilan bulan dan melahirkannya ke dunia. Sena muak dengan semua ini, tetapi sebanyak apapun ia protes, tak ada tanggapan yang benar-benar serius. Ia hanya akan mendapat banyak ancaman dan ceramah, setelahnya ia berakhir menjadi Sena yang kembali menjadi anak penurut.

Karena kesal, ia meninju kaca di hadapannya dengan sepenuh tenaga, kacanya tentu saja pecah, dan tangannya pun berdarah, tetapi ada sedikit kepuasan atas emosi yang dapat Sena salurkan.

Pemuda itu kemudian beralih pada shower box, membiarkan tubuhnya dijatuhi oleh bulir-bulir air dingin, bau anyir darah tercium hingga hidung mancungnya. Namun, tak Sena pedulikan hingga pemuda itu selesai membersihkan diri.

Setelah mengenakan baju, Sena meraih tasnya ke meja belajar, kemudian mengeluarkan kertas berisi soal yang diberikan ibunya. Benar, Sena terlalu penurut layaknya seorang anjing.

TBC

A/n: Don't forget to vote, follow, and comment!

Continue Reading

You'll Also Like

10.6M 675K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
842K 102K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...