utopia (segera terbit)

By tinvthinks

5.8M 969K 181K

"Tunggu, jadi gue satu-satunya cewek di kelas ini?" Singkatnya, Dara si anak emas sekolah akan menduduki kela... More

START
01 || Perkenalan
02 || Bu Puspa
03 || Ketua Kelas
04 || Tanggung Jawab
05 || Kasus Alfa
06 || Alasan Dara
07 || Kasus Alfa (2)
08 || Kebiasaan
09 || Pembenci Topeng
10 || Tiny Cafe
11 || Kelas Unggulan
12 || Fake Friend
13 || Pak Rizky (Fucek)
14 || Hukuman (1)
15 || Hukuman (2)
16 || Hukuman (3)
17 || Kekesalan Kio
18 || Mabar, Kuy!
19 || Pasangan Kelima?
20 || Foto Polaroid
21 || Ikutan Bolos
22 || Good Day
23 || Haje Demen Sempak Kakak?
24 || Pengurus Kelas
25 || Asep dan Alerginya
26 || Tawuran
27 || Penyelesaian Masalah
28 || Percobaan Mengontrol Diri
29 || Petasan Bom Farzan
30 || Ketahuan, deh
31 || Diskriminasi Nilai
32 || Alfa, Cowok dengan Luka
33 || Perihal Plester
34 || Confess
35 || Si Tengil
36 || Kata Kio
37 || Kemeja Dio
38 || Jadi ini Mahardika
40 || Misi Dara
41 || FesGa
42 || Perkelahian yang Terulang Kembali
43 || Lagi-lagi IPA 2
44 || Di Luar Ekspektasi
45 || Kenyataan yang Menyakitkan
46 || Cerita di TPU
47 || Akhirnya Jalan Keluar
48 || Lega dan Bebas
49 || Ada Apa Sebenarnya?
50 || Konsep IPS 5
51 || Penampilan IPS 5
52 || Sebenarnya, Ini Ersya
53 || Siapa itu Kevin?
54 || Family Problem
55 || Tolong, ya?
56 || "Secepatnya."
57 || Kejutan Tak Terduga
58 || Keputusan Akhir Pak Tegar
59 || Obrolan dengan Kevin
60 || Akhirnya
61 || Terungkap Sudah

39 || Asep Anak Polos Rupanya

74.2K 14.1K 2.4K
By tinvthinks

Kantin sangat ramai. Tidak pernah sepi, kecuali pada saat jam belajar. Para murid berdesakan, keringat dan bau bercampur membuat Dara meringis melihatnya. Untungnya Andra punya koneksi yang luas. Hingga dirinya tidak perlu berhimpitan dengan yang lain, karena tanpa diminta ia bisa dengan mudah mengambil pesanannya. Ah, memang pesona seorang Kalandra tak bisa dilawan.

"Teh Sisri lemon gue mana?"

"Gak tau cobain aja sono satu-satu," jawab Andra seraya memberi beberapa bungkus minuman Teh Sisri pada Revan. Mereka langsung mengerubungi cowok itu untuk mengambil minuman masing-masing.

"Ardi."

Sembari menyeruput minumannya, Ardi menolehkan kepalanya ke arah sunber suara. Ia mendapati cewek yang wajahnya tidak asing, berdiri dengan tatapan yang tidak bersahabat. "Sape?"

"Gue yang kemaren ngasih surat. Gak lo baca, ya?"

"Kagak," jawab Ardi singkat. "Kan gue bikin ngelap ingus."

Cewek itu menganga tidak percaya kemudian melotot sebal. Ia berkacak pinggang dan hendak memukul Ardi, namun tertahan dan digantikan oleh dengkusan yang keras. "Harusnya diliat dong!"

"Sape suruh lo bikinnya pake tisu? Kuno bener, udah ada kertas woi kertas!"

Cewek itu tak menjawab lagi. Tanpa mengatakan apa-apa ia berlalu dengan ekspresi wajah yang sangat sebal. Ardi tidak peduli. Ia hanya melihat sekilas kemudian asik pada makanannya yang baru saja datang.

"Tuh 'kan bener," Dara mencebik kesal. "Kasian tau, Di."

"Ssstt...," Ardi meletakkan jari telunjuk pada bibirnya. "Bomat gue mah."

"Gak berperikecewekkan."

"Ardi kan gay."

Ardi meletakkan sendoknya agak kuat lalu bangkit berdiri dan menatap Farzan. "Ayok berantem."

"Gak mau, tar gue diapa-apain sama lo."

"Wahh...." Ardi melotot sembari menunjuk Farzan yang hanya memasang wajah datar. "Gue masih doyan lobang, Goblok."

"Lobang gak doyan sama lo."

"Tarjan nih stres."

Tarjan menggebrak meja agak kuat membuat Ersya kaget hampir terjengkang. "Ayok berantem."

"Gak mau, tar gue diapa-apain sama lo," Ardi kembali duduk. Ia menaikkan sebelah kakinya kemudian makan dengan nikmat.

"Ardi nih stres."

"Lo berdua stres," sembur Ersya gemas dengan kelakuan dua orang itu.

"Oke, Tante."

"Bajing———"

"Heh Pensi ternyata mingdep. Gak jadi digabung, FesGa baru lusa."

"OSIS macam emak ini sekolah, ya. Seenaknya aja ngasih keputusan," keluh Andra dengan tangan yang diam-diam merambat ke arah piring gorengan milik Revan.

Sayangnya, si pemilik melihat hal itu. "Iya ngeluh tapi tangannya jangan gatal," katanya sambil menarik piringnya menjauh.

Andra menyengir, "Satu aja, Pan. Jangan pelitlah, kuburannya sempit nanti."

Walaupun masih dengan muka masamnya, Revan tetap memberi jalan agar Andra dapat mengambil gorengannya. "Masih gak paham hubungan pelit sama kuburan."

"Iyain aja udah."

"Ya udah, iya."

"Tarjan, gue absen kasih uang kas dulu, ye. Lagi bokek."

Farzan menoleh ke arah Ardi dengan tatapan yang heran. "Tumben. Lo pake beli sempak berapa pasang?"

"Aku gak pake sempak, Kak."

"Oke, Dek."

"Eh, setan," Ardi melirik Farzan sengit. "Gue gak dikasih jajan. Ini aja Aa' Dio yang jajanin."

Dara menyipitkan matanya curiga pada Ardi. Cewek itu menunjuk Ardi dengan sendoknya dan bertanya sengit, "Kemaren ngapain lo?"

Ardi menaruh sendoknya lalu mengangkat kedua tangannya, "Kagak ngapa-ngapain, Ra, suer."

"Oke, bagus."

Asep memerhatikan mereka berdua secara bergantian. Dengan alis yang nyaris menyatu ia ikut bertanya, "Emang kemaren ada paan?"

"Kagak ada, kepo nih bule."

"Gue 'kan nanya."

"Udah diem, belajar ngeja toilet dulu, gih."

Asep menghela napas berat. Menghadapi Ardi memang butuh kesabaran lebih. Ia tidak bisa melawan lagi, jadi diam adalah opsi yang tepat.

"Dara, boleh ngomong sebentar?"

Terkesiap sejenak, Dara menelan sebentar mie yang baru saja ia lahap kemudian meminum air mineral. Ia menoleh ke sumber suara dengan tatapan yang bingung. Terutama saat lengannya ditarik paksa oleh ketiga cewek yang entah siapa ini.

"Mau dibawa ke mana, tuh?" tanya Andra heran.

Dio mengangkat bahunya tak acuh. "Biarin aja. Urusan cewek."

"Kalo dia diapa-apain gimana?"

"Dara tuh bukan sembarang cewek, Bro," sahut Ardi dengan tatapan masih tertuju pada Dara.

"Lah jadi? Dara kelainan?"

"Gak gitu buset," satu toyoran berhasil mendarat dengan mulus pada kepala Andra. Si pelaku masih diam menatap Dara yang sudah dibawa menjauh dari meja mereka. Tanpa sadar pikirannya kembali melayang pada kejadian tempo lalu. Elusan pada surainya itu, masih basah dalam ingatan.

"Dara tuh diliat-liat emang biasa aja. Tapi sekalinya ngelakuin sesuatu, damage-nya gak ngotak."

Sedangkan di sana, Dara masih dalam raut wajah bingungnya. Ia masih tidak paham kenapa para cewek tak dikenal ini menariknya menjauh dari meja tempat ia makan. Mie ayamnya, ia takut lalat datang dan dengan senang hati hinggap di sana.

"Kenapa, ya?"

"Comblangin gue sama Yuda."

Dara mengernyit seketika. Ia memerhatikan para cewek di hadapannya itu lekat-lekat, sekalian berusaha mengingat kejadian yang terkait. Mendengar kata Yuda, mereka jadi terlihat tidak asing———

Ah, akhirnya Dara ingat.

"Yuda-nya gak mau sama kalian. Gue gak bisa bantu, sorry, ya."

Cewek yang diketahui bernama Bell itu malah semakin menarik Dara mendekat padanya. Ia memelas, "Ayo dong, Ra."

Dara mengembuskan napas berat. Ia melepas tangannya dengan lembut kemudian menatap mata Bell. "Bell, lo gak bisa maksain perasaam orang. Kalo dia gak ngelirik lo, cukup sadar diri. Kayak gini sama aja lo ngerendahin diri lo sendiri."

"Tapi 'kan gak ada salahnya nyoba."

Mendengkus pelan, Dara tidak tahu bahwa Bell adalah cewek yang sangat keras kepala. Dengan wajah yang sebal ia perlahan menoleh ke arah Asep. Cowok itu masih makan dengan nikmat, tidak peduli dengan apapun. Kemudian ia melirik ke arah Bell, cewek itu masih menatapnya penuh harap. Jadi, apa yang harus ia lakukan?

Ah, iya.

"Asep udah naksir cewek lain. Mending lo mundur aja, dia gak bakal oleng ke orang lain apalagi lo," ungkap Dara lalu mengelus bahu cewek itu dan beranjak pergi. Kalau ia tidak salah lihat, matanya menangkap keterkejutan pada Bell. Memang sudah seharusnya ia sadar.

"Dia ngapain, Ra, narik-narik lo?" sembur Ardi langsung mendekatkan dirinya pada Dara yang di depannya.

"Lo gak diapa-apain, kan?" Andra memindai tubuh Dara dari atas sampai bawah.

Farzan pun ikut-ikutan sampai naik ke meja untuk mendekat pada Dara. "Dia ngomong sesuatu?"

"Ini tiga setan lebay banget. Kan kalian liat sendiri Dara gak kenapa-napa."

"Berisik!" seru ketiganya kemudian kembali menanyai Dara.

"Gapapa, kok. Mereka cuman bahas hal tentang...———"

"Asep?"

Dara langsung menatap Ersya yang masih santai makan. "Kok lo bisa tau?"

"Ohh, tentang Asep...." Secara serempak mereka bertiga kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Kalo itu udah biasa, gak usah diladenin, Ra," Andra berkata sembari kembali mencomot gorengan Revan.

Dara mengangguk paham. "Sep, mau gue bantuin gak?"

"Hah?" Asep dengan reflek menyahut.

"Ngejar adkel itu."

"Gak usah, Ra."

Dara mengernyit, "Loh, kenapa?"

"Gue aja susah bahagia, gimana mau bahagiain anak orang?"

***

Lagi-lagi pelajaran yang para murid tidak suka. Matematika. Dan jangan lupakan Pak Rizky yang sudah masuk ke dalam daftar guru terlarang milik Dara. Jujur saja, jarang-jarang ia merasa ingin membolos pelajaran, tapi sekarang lihat dirinya sudah beberapa kali melihat jam dinding untuk menunggu datangnya jam istirahat.

"Oke, karna tadi Bapak udah jelasin panjang kali lebar kali tinggi kali———"

"Jangan lupa volume, Pak."

"Oke," sahut Pak Rizky. "Kali volume kali segala macam beserta antek-anteknya, sekarang Bapak udah nulis soal. Yang jawab...———"

Dara tersenyum lebar, ia mengangkat tangannya dan hendak mengajukan diri. Namun keributan dari belakangnya, membuatnya tercengang.

"SAYA, PAK."

"PAK, SAYA AJA YANG JAWAB."

"PAK, ALFA, PAK. ALFA."

"Dio, Pak."

"BAPAK PILIH ARDI AJA."

"PAK, SAYAAAAAA."

"GUE, PAK. Eh anjir salah, SAYA, PAK, MAKSUDNYA."

Pak Rizky diam sejenak. Dengan mata yang menyipit ia berjalan sembari menunjuk seseorang. Dara mengikuti arah pandang guru matematika itu kemudian membelalak kaget. Asep ternyata tertidur pulas selama pelajaran.

"Yuda, kok tidur?"

Asep terlihat bergerak sebentar kemudian diam lagi.

Pak Rizky tertawa keras setelah mendengkus tak percaya. Anak murid yang satu ini mengabaikannya rupanya. Ia menggebrak meja seraya berseru, "BANGOON."

"EH, MAMPUS AYAM JANTAN HAMIL."

Pak Rizky tersenyum paksa. Ia berkacak pinggang. "Sana!" suruhnya sembari menggerakkan dagunya.

Asep berdecak kesal. Dengan mata yang belum terbuka sempurna dan nyawa yang belum terkumpul semua, ia berjalan ke depan. Mengambil penghapus, tanpa dosa ia menghapus papan tulis sampai bersih. Bahkan ia berhenti sebentar hanya untuk menguap dengan puas, kemudian lanjut menghapus sisanya.

"Kalian ini gak boleh tidur di kelas. Kalian ini harusnya———ASTAGFIRULLAH DEMI MIA KHALIFAH, ITU PAPAN TULIS KENAPA JADI BERSIH?"

"Hah?" Asep mengucek kedua matanya kemudian melihat ke arah papan tulis. "Loh, kan, bukannya dihapus, Pak?"

Lantas semuanya melepas tawa yang keras. Ersya dan Revan di belakang sudah heboh tertawa sambil memegang perut mereka. Sedangkan Ardi dan Andra menggila tertawa sembari memukul-mukul meja.

"YA ALLAH, ASEEEEEP."

"PERUT GUEE."

"BEGONYA BUKAN MAEN."

"Salah gue apa?" dengan wajah polosnya Asep masih santai memegang penghapus sembari menatap sekitar dengan heran. Tak ia sadari Pak Rizky sudah linglung karena tak percaya dengan kelakuan anak muridnya yang satu itu.

"Yuda, kamu ikut sama saya. Bersihkan papan tulis di setiap kelas. SEKARANG!"

***

ini keitung double up ga sih?
pengen cepet cepet ke konflik
AHAHAH


BTW, MAKASI 1OOK NYA AAAA
AK SYG KALIAN <33

Continue Reading

You'll Also Like

334K 9.5K 40
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
1.2M 72K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
823K 23.3K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.8M 193K 52
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...