REGRET [END]

By Aindsr

207K 17.5K 1.8K

[PART MASIH LENGKAP] [PROSES REVISI] Kamu tau, kenapa penyesalan selalu datang di akhir dari suatu keadaan? ... More

β—‹ 1
β—‹ 2
β—‹ 4
β—‹ 5
β—‹ 6
β—‹ 7
β—‹ 8
β—‹ 9
β—‹ 10
β—‹ 11
β—‹ 12
β—‹ 13
β—‹ 14
β—‹ 15
β—‹ 16
β—‹ 17
β—‹ 18
β—‹ 19
β—‹ 20
β—‹ 21
β—‹ 22 [END]
β—‹ EXTRA PART

β—‹ 3

10.3K 1K 127
By Aindsr

"Selamat pagi."

Sapaan Arsya di meja makan membuat ketiga orang yang berada di sana menatapnya dengan senyuman manis, dan tersirat sedikit tatapan khawatir.

Arsya tidak buta untuk mengartikan tatapan mereka padanya. Semenjak pulang dari pesta kemarin, Arsya langsung berlari ke kamarnya tanpa berniat menjelaskan apapun pada mamanya juga adiknya, yang menatapnya kebingungan.

Arsya bertekad untuk menjalani kehidupannya kembali seperti awal. Tidak ada bayangan masa lalu yang terus menghantuinya, dan dia akan mencoba menghapus perasaan itu. Dia harus bisa move on. Toh, jika Arsya dan Kenan berjodoh pasti takdir akan menuntun mereka untuk kembali bersama.

"Kakak baik-baik saja?"

Arsya menatap Safia dengan anggukan kecil, lalu duduk disamping kirinya. Berhadapan dengan mamanya.

"Ayah pulang kapan?"

"Tadi malam jam sebelas."

Arsya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kamu kenapa, Kak? Apa acara tadi malam ada yang menyakiti kamu?"

Arsya menghentikan suapan kedua pada mulutnya. Ia tersenyum menatap ayahnya.

"Ayah gak perlu khawatir, aku baik."

"Kamu putri Ayah, kebahagiaan kamu adalah tanggung jawab Ayah."

Arsya menghela nafas pelan. "Iya."

Arsya terdiam sesaat, dan memasukkan sarapannya kedalam mulut. Setelah itu, ia meneguk air putih dan menatap ayahnya juga mamanya yang sedang menyantap sarapan mereka masing-masing.

"Nanti aku ijin mau nginep dirumah papa."

Ratih dan suaminya—Reno—saling menatap satu sama lain. Mereka tau kalau ada sesuatu yang terjadi dengan putrinya.

Reno adalah ayah tiri Arsya. Suami baru Ratih, setelah perceraiannya dengan papa Arsya—Surya—17 tahun lalu. Tepat saat Arsya menginjak usia 7 tahun.

"Berapa hari, Kak?" Tanya Ratih menatap wajah putrinya dengan sendu.

"Satu minggu, boleh?"

Reno menganggukan kepalanya, "Tentu. Jaga kesehatan ya, salam buat papa sama bunda kamu."

Arsya mengangguk, "Aku berangkat sekarang. Nanti aku minta tolong Bela buat ambil barang-barangku."

Arsya beranjak dari duduknya dan menghampiri ayahnya untuk berpamitan.

"Arsya berangkat," ucap Arsya mencium tangan ayahnya dan mencium pipinya. Reno pun membalas dengan mencium kening putrinya dengan sayang.

"Nanti aku kabarin kalau udah sampe rumah papa," ujar Arsya lagi, seraya mencium tangan juga pipi mamanya.

"Jaga pola makan, jangan tidur malam-malam, jangan stress, jangan capek-capek," pesan Ratih menatap putrinya.

"Iya, Ma."

"Salim dulu, nih," kata Arsya, dengan menyodorkan tangan kanannya pada Safia.

Safia menerimanya, dan menciumnya. Safia tau, kalau Arsya bukanlah kakak kandungnya. Tapi bagaimanapun juga, mereka tetaplah kakak adik. Satu ibu, satu sepersusuan, dan satu rahim. Mereka juga menyayangi satu sama lain.

"Jangan kangen ya."

"Dih, najis."

Arsya terkekeh dan mengacak rambut adiknya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

"Selamat pagi, Bu," sapa salah satu karyawati yang bekerja di toko roti Arsya.

"Pagi," balas Arsya dengan tersenyum manis.

Arsya berjalan menuju ruangannya yang berada dilantai 2 dengan menggunakan lift, sesekali menjawab sapaan ramah dari karyawan maupun karyawatinya.

Toko roti Arsya bernama Ayse Bakery. Terdiri dari 3 lantai, lantai 1 adalah tempat beraneka ragam roti dan kue Arsya berada. Lantai 2 sebagai kantor. Dan lantai 3 adalah rooftop, yang biasanya digunakan sebagai tongkrongan karyawan dan karyawatinya.

Toko roti Arsya sudah memiliki 5 cabang di kota besar Indonesia. Dan masing-masing cabang berada di bawah kepemimpinan orang-orang kepercayaan Arsya.

Arsya meletakkan tas jinjingnya di atas meja, dan duduk di kursi kebesarannya. Siap untuk bertempur dengan kertas-kertas yang ada di meja kerjanya.

Tok Tok Tok.

"Masuk."

Pintu ruangan Arsya dibuka pelan, dan menyembullah kepala Bela—Asisten pribadinya.

"Selamat pagi, Mbak," sapa Bela memasuki ruangan Arsya dan duduk dikursi depannya.

"Pagi, Bel. Saya minta tolong kamu ambil barang-barang saya di rumah, nanti langsung dikirim ke rumah Papa Surya ya," pinta Arsya tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang ada dimejanya.

"Baik Mbak, ada lagi?"

Arsya terdiam sesaat, dan mengangguk pada Bela.

"Jadwal saya selama seminggu ke depan?"

Bela mengangguk dan mengeluarkan buku agenda, untuk melihat jadwal Arsya selama seminggu ke depan.

"Jadwal di toko roti atau wo, Mbak?"

"Semuanya."

Usaha Arsya tidak hanya toko roti saja. Ia juga memiliki usaha Wedding Organizer yang dirintisnya belum lama ini, sekitar 1 tahun lalu. WO milik Arsya sudah terkenal diberbagai penjuru, dan selalu memiliki penilaian yang sangat bagus dari beberapa client yang pernah memakai jasanya.

"Jadwal Mbak lumayan padat untuk seminggu ke depan. Mau dibacain semuanya?"

"Jadwal dua hari ke depan dulu aja."

"Besok pagi, meeting laporan bulanan toko roti. Siangnya, meeting perencanaan event untuk lusa. Sore, persiapan event malam ini, di gedung hotel. Malamnya, Mbak mau turut memantau event client?"

"Nanti kita bahas. Lusa?"

"Hari Rabu pagi sampai siang, cek laporan mingguan wo. Sorenya, meeting dengan client toko roti. Malam, free,"

Ya, seperti itulah jadwal pekerjaan Arsya. Tidak mengenal waktu.

"Suruh Rendy dan Zia kesini sekarang," pinta Arsya pada Bela.

"Baik, Mbak."

Setelah menghubungi sekretaris bos nya, Bela meminta ijin pada Arsya untuk sarapan terlebih dahulu. Tentunya Arsya mengijinkannya. Bela sudah ia anggap seperti adik sendiri, itulah alasannya dia memanggil Arsya dengan sebutan mbak, bukan bu.

15 menit berlalu, Bela datang bersama Rendy dan Zia. Sekretaris Arsya di wo dan toko rotinya.

"Zia, besok pagi saya minta kamu handle meeting bulanan. Hasilnya bisa kamu kirim ke email saya," ucap Arsya yang diangguki Zia.

Arsya beralih menatap Rendy, "Dan Randy, saya minta kamu handle meeting untuk event client besok siang. Sorenya kamu bisa turun ke gedung hotel. Dan malamnya kamu mewakilkan saya untuk memantau event nya. Paham?"

"Paham, Bu," ucap Rendy mengerti.

"Jadwal hari berikutnya menyusul."

"Bela, kosongkan jadwal saya 2 hari ke depan. Dan kamu yang akan mengkoordinasi semuanya. Oke?"

"Oke, Mbak."

"Selamat bekerja dan tetap semangat. Saya permisi."

Arsya keluar dari ruangannya diikuti Bela di belakangnya.

"30 menitagi saya ambil barang-barangnya Mbak."

"Oke, kamu bisa lanjut kerja."

"Baik Mbak, hati-hati di jalan," ucap Bela saat Arsya memasuki mobilnya.

***

"Iya, Ma."

"Kamu itu dari tadi iya-iya terus, tapi enggak berangkat-berangkat. Niat nganterin Mama gak sih, Ken?"

Enggak.

"Iya Ma, bentar lagi selesai."

"Dari 30 menit yang lalu juga kamu ngomong gitu. Anterin Mama sekarang!!" Bentak Linda pada putra semata wayangnya.

"Iya Ma, bentar," ucap Kenan tanpa menatap mamanya yang sudah sangat-sangat marah.

BRAKK!

"KENAN LEONARDO!" Teriak Linda setelah menggebrak meja kerja putranya.

Kenan berjengit kaget, seraya mengelus dadanya. Ia menatap mamanya dengan melotot.

"Ma? Kenapa?"

"Masih tanya kenapa? Kamu itu Mama suruh nemenin beli kue ulang tahun Risa, buat perayaannya nanti malam. Tapi, apa pedulimu sama keponakan kamu itu? Bahkan Mama yang sedari tadi di depan kamu saja, kamu abaikan!"

"Kenan minta maaf, Ma. Tapi, Kenan bener-bener lagi sibuk,"

"Apa gak bisa kamu meluangkan waktu sedikit aja buat Mama? Mama cuma minta ditemenin beli kue. Itu pun di toko roti yang enggak jauh dari kantor kamu!"

"Iya-iya oke, Kenan antar sekarang," ucap Kenan mengalah. Daripada membiarkan mamanya marah-marah dan membuat darahnya tinggi, lebih baik ia yang mengalah.

"Gitu aja nunggu Mama marah-marah. Kamu mau Mama darah tinggi?" Tanya Linda berapi-api.

"Enggak, ma," pasrah Kenan.

15 menit berlalu, keduanya sudah sampai di parkiran Ayse Bakery. Toko roti langganan Linda.

"Aku tunggu disini aja ya, Ma?"

"Mama itu minta ditemenin, bukan diantar doang!"

"Iya Ma iya,"

Linda masuk dengan wajah bahagia, melihat beraneka roti basah-kering, kue, pudding, dan lain-lain. Berbeda dengan Kenan yang menampilkan raut wajah datar dan terkesan sebal.

"Ayo Ken, ke sana!" Ujar Linda menggeret lengan putranya yang pasrah ditarik kesana kemari.

15 menit berlalu, belum juga Linda menemukan kue yang diinginkannya.

"Ma udah belum?" Tanya Kenan pada mamanya yang sedang sibuk menilai beberapa kue ditempatnya.

"Belum,"

Kenan menghela nafas pelan, "Mau yang kaya gimana sih ma? Lama banget,"

"Kue anak-anaknya tinggal bentuk karakter tuan crab, Ken. Mama gak suka, tuan crab itu kepiting. Nanti Risa dicapit malah," jawab Linda absurd.

Kenan yang mendengar penuturan mamanya, rasanya ingin menjedotkan dahinya ke tembok. Mana ada cake tuan crab mau nyapit? Itu kan cake! Cake ma! Cake!

Tidak ingin memikirkan lebih lanjut penuturan mamanya, Kenan pun mengedarkan pandangannya. Menatap setiap sudut toko roti ini. Ia baru menyadari, ternyata didekat kantornya ada toko roti sebesar ini.

Sibuk menatap dan menilai, hingga tatapan Kenan mengikuti langkah seseorang yang mungkin saja masih ada dihatinya sampai saat ini.

"Arsya," bisik Kenan menatap Arsya yang sedang berjalan menuju pintu keluar, diikuti seorang perempuan di belakangnya.

Bertemu lagi, huh?

Kenapa setiap ada pertemuan pertama, selalu ada pertemuan berikutnya?

***

Semarang, 10 Januari 2021
Salam Indah♡

Continue Reading

You'll Also Like

50K 7.1K 35
[SELESAI] [BELUM REVISI!] Kak Wira Ganteng sih, Tapi Lebih ganteng Sasuke -Erina
2M 47.3K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

373K 45K 100
hanya fiksi! baca aja kalo mau
426K 10K 46
Bagaimana jadinya ketika kamu harus menikah dengan laki-laki yang belum selesai dengan masa lalunya dan harus hidup menjadi bayang-bayang orang lain...