utopia (segera terbit)

By tinvthinks

5.7M 966K 181K

"Tunggu, jadi gue satu-satunya cewek di kelas ini?" Singkatnya, Dara si anak emas sekolah akan menduduki kela... More

START
01 || Perkenalan
02 || Bu Puspa
03 || Ketua Kelas
04 || Tanggung Jawab
05 || Kasus Alfa
06 || Alasan Dara
07 || Kasus Alfa (2)
08 || Kebiasaan
09 || Pembenci Topeng
10 || Tiny Cafe
11 || Kelas Unggulan
12 || Fake Friend
13 || Pak Rizky (Fucek)
14 || Hukuman (1)
15 || Hukuman (2)
16 || Hukuman (3)
17 || Kekesalan Kio
18 || Mabar, Kuy!
19 || Pasangan Kelima?
20 || Foto Polaroid
21 || Ikutan Bolos
22 || Good Day
23 || Haje Demen Sempak Kakak?
24 || Pengurus Kelas
25 || Asep dan Alerginya
26 || Tawuran
27 || Penyelesaian Masalah
28 || Percobaan Mengontrol Diri
29 || Petasan Bom Farzan
30 || Ketahuan, deh
31 || Diskriminasi Nilai
32 || Alfa, Cowok dengan Luka
33 || Perihal Plester
34 || Confess
35 || Si Tengil
36 || Kata Kio
37 || Kemeja Dio
39 || Asep Anak Polos Rupanya
40 || Misi Dara
41 || FesGa
42 || Perkelahian yang Terulang Kembali
43 || Lagi-lagi IPA 2
44 || Di Luar Ekspektasi
45 || Kenyataan yang Menyakitkan
46 || Cerita di TPU
47 || Akhirnya Jalan Keluar
48 || Lega dan Bebas
49 || Ada Apa Sebenarnya?
50 || Konsep IPS 5
51 || Penampilan IPS 5
52 || Sebenarnya, Ini Ersya
53 || Siapa itu Kevin?
54 || Family Problem
55 || Tolong, ya?
56 || "Secepatnya."
57 || Kejutan Tak Terduga
58 || Keputusan Akhir Pak Tegar
59 || Obrolan dengan Kevin
60 || Akhirnya
61 || Terungkap Sudah

38 || Jadi ini Mahardika

80.6K 14.4K 2K
By tinvthinks

Cuaca hari ini terbilang sangat bagus. Langit berwarna biru dengan awan padat menghiasinya. Angin semilir menyejukkan, rasanya jadi ingin tidur siang.

Setelah selesai menyiapkan segala hal, akhirnya mereka jadi membuat rujak. Sambal kacang yang manis dan pedas serta beberapa potong buah segar ada di depan mereka. Duduk di tempat duduk persegi samping pohon mangga dengan Ardi yang memegang gitar dan yang lain menyumbangkan suara, membuat suasana halaman rumah Dara menjadi lebih ramai.

"SUMPAAAH KUMENCINTAIMUU!"

"Sungguh kugila karenamu!"

"Sumpah mati---"

Asep menghentikan senar gitar yang tengah dimainkan Ardi. "Lo pada jomlo, ganti lagu."

"Oke, Mang Asep," sahut Ardi lalu berhenti sejenak memikirkan lagu yang pas. Beberapa saat lagu muncul di pikirannya, jari-jarinya lantas memetik senar gitar, menghasilkan intro lagu Akad milik Payung Teduh. "Nyanyi, ye," pintanya.

Tak asing, Alfa lantas terkekeh ketika tahu lagu apa yang tengah dimainkan. Ia memberi jempol pada cowok tersebut kemudian menyumbangkan suara indahnya.

"Betapa bahagianya hatiku. Saat kududuk berdua denganmu. Berjalan bersamamu. Menarilah denganku...," Alfa bernyanyi mengikuti irama.

"Oke, Dio!"

"Namun bila hari ini, adalah yang terakhir. Namun ku tetap bahagia. Selalu kusyukuri. Begitulah adanya," walaupun terlihat ogah, mulutnya masih bergerak menyanyikan sepenggal lirik dengan baik. Yah, Dara tidak kaget lagi. Dio memang pandai menyanyi dan memiliki suara yang bagus.

"Namun bila kau ingin sendiri. Cepat, cepatlah sampaikan kepadaku. Agar ku tak berharap. Dan buat kau bersedih," kini Ardi mengambil ahli.

"One, two, three, go!"

"Bila nanti saatnya telah tiba. Kuingin kau menjadi istriku. Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan. Berlarian ke sana kemari dan tertawaaaa!

Namun bila saat berpisah telah tiba. Izinkan ku menjaga dirimu. Berdua menikmati pelukan di ujung waktu. Sudilah kau temani dirikuuu!"

"TERETETETETETET!"

Dara tersenyum lebar sembari bertepuk tangan mengikuti nada. Ia tidak terlalu hafal lirik dari lagu tersebut, jadi diam dan menyaksikan kegilaan di hadapannya ini adalah opsi yang tepat.

"Oke, bentar, tenggorokan gue keselek gajah."

"Alhamdulillah."

Andra hanya bisa memberikan jari tengahnya pada Ardi karena mulut dan sebelah tangannya sibuk minum segelas air, guna menetralkan sakit di tenggorokan-nya.

"Eh, FesGa PB udah dekat masa," kata Dara mengalihkan perhatian. Tangannya sibuk mencolek mangga muda pada sambal rujak.

"Cepet amat," sahut Asep heran.

"Lah bentar gue insomnia. FesGa apaan, dah?"

"Amnesia dongo!" Ersya mengoreksi sembari menoyor kepala Farzan. "Festival Olahraga."

"Loh?"

Seluruh atensi spontan mendarat pada Dara. Cewek yang menjabat sebagai ketua kelas itu menatap layar ponselnya dengan alis mengernyit. Penasaran, Ersya bergerak mengintip dan diikuti oleh yang lain.

"Digabung?"

Dara menolehkan kepalanya. "EH ASTAGA---" ia menutup mulutnya reflek dan untungnya latahnya belum terucap secara sempurna. Ia menghela napas pelan kemudian mendelik. "Kalian ngapain ngurung gue?!"

Para cowok itu saling bertukar pandang. Benar juga. Mereka semua mengelilingi Dara, ada yang duduk, jongkok, dan berdiri. Pantas saja tadi ketua kelas itu terkejut melihatnya. Tanpa membalas mereka serempak balik ke posisi masing-masing. Kecuali Andra yang tetap berada di samping Dara.

"Jadi, Pensi sama FesGa digabung?" tanya Asep memastikan lagi.

Dara mengangguk kemudian menaruh kembali ponselnya. Ia mengambil jambu air dan mencoleknya pada sambal. "PB kesambet apa, ya."

"Pak Jeno yang harusnya lo tanyain begitu. Yang kepsek 'kan dia," usul Revan.

"Nah, iya," timpal Alfa. "Tapi bagus, sih. Gak bikin capek."

"Katanya tiap kelas harus bikin perform, terus harus ngolah stan makanan atau minuman gituuu," kunyahan Dara memelan, "tapi pake tema."

"Ya, udah. Kita gembel aja."

"Lo aja, Jan. Muka lo muka gembel."

Farzan tersenyum kalem menatap Ardi. "Ngaca, Di. Muka lo yang paling gembel-able."

"Muka gue kan pemulung-able."

"Nah, iya."

"Muka lo, Al, bapak gula able. Tapi versi dongo-nya."

"Bapak gula apaan anying."

"Muka Revan muka janda able karna ada bibir memble bekas cipok-cipok."

Revan tersenyum datar dan hanya memberikan dua jari tengah sekaligus sebagai respon dari penghinaan tidak senonoh dari Ardi, walaupun kakinya sudah gatal ingin melayang pada cowok bobrok yang satu itu.

"Muka gue pasti muka-muka calon suami Dara," celetuk Andra tersenyum bangga seraya menaik-turunkan kedua alisnya pada Dara.

"Muka lo, An, lebih mirip piaraan Dara."

"Asu," umpat Andra cepat.

"Muka Dio...," Ardi menyipitkan matanya, memperhatikan Dio lamat-lamat, entah mencari apa. "Muka Dio pengamen-able."

Kini pandangannya beralih pada Ersya. "Kalo Caca dongo-able."

"Mata lo sengklek sini gue colok," Ersya membuat gestur seakan-akan ingin mencolok kedua mata cowok itu dengan jari tangannya. Tapi Ardi langsung berlindung pada gitarnya dengan senyum yang menyebalkan.

"Jadi, mau pake tema apa?" tanya Dara lagi. "Makanan sama minumannya juga, gue gak tau."

"Kalo soal itu apa aja jadi," terang Dio. "Apa yang bisa dibuat, dimasukin ke menu. Enak atau gak bodo amatlah, kan bukan kita yang makan."

Andra menepuk tangannya lalu memberikan jempol kakinya pada cowok itu sembari memuji, "Bagus, pertahankan."

"Tai lo."

"Oke kalo soal itu biarin dulu," Dara mengunyah mangga yang tadi ia ambil, kemudian memperbaiki posisi duduknya. "Kalo soal FesGa, gimana?"

"Itumah gampang," jawab Ardi santai dengan jari-jari yang memetik senar gitar secara pelan. "Kita jagonya."

Dara mengangguk setuju. Memang benar, tahun lalu saja kelas mereka yang menang, begitupula dengan tahun sebelumnya. Ia akui, kalau soal olahraga mereka tidak perlu dicemaskan lagi. Sejauh ini nilai olahraga mereka saja tidak pernah bermasalah, berbeda dengan Dara yang sangat bermusuhan dengan pelajaran olahraga. Ia benci pelajaran olahraga. Praktek ataupun materi. Bahkan sepertinya usahanya untuk mencapai nilai tinggi di pelajaran olahraga lebih besar daripada di pelajaran Matematika. Olahraga memang tidak se-menyenangkan itu.

"Feeling gue gak enak soal FesGa kali ini."

"Kenapa, Pan?" tanya Farzan spontan.

Revan menggeleng kecil. "Enggak, kek gak enak aja.

Kayaknya bakal terjadi sesuatu nanti."

***

"Gak dulu deh."

Ardi mendelik tajam pada Revan. Cowok itu berkacak pinggang kemudian berdeham. "Gue bocorin, ye."

"Bocorin apaan."

"Buku lo."

"Gue hajar lo," ancam Revan balik. Ia melihat Ardi tajam seraya memberi gestur hendak melayangkan bogemannya. "Mau ngapain emang?"

"Bagi duit."

Revan menganga sambil memperhatikan Ardi lekat-lekat. Ia menggaruk kepalanya heran. "Duit?"

"Dia gak ngasih gue jajan, Anjing. Gila emang," sungut Ardi kesal.

"Tumben."

Ardi terkekeh sinis lalu merosot duduk. "Istrinya langsung ambil dompetnya kemaren pas dia sama ceweknya di kamar, jadi gak nyimpen uang recehan," jelasnya ditambah senyum yang teramat sinis di akhir.

Revan menarik napas panjang, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Ia menepuk bahu cowok itu dengan tatapan prihatin, "Gue tau lo kuat. Kalo ada apa-apa cerita ke gue."

"Ya ini 'kan gue cerita, Bego. Mana? Pen nyebat," desak Ardi tetapi kemudian ia menutup hidungnya, "Apaan ini, Asu? Bau bener."

"Oh, tadi kelepasan rupanya."

"Sialan."

Revan mengambil dompet dari saku celananya, kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang warna biru. "Gue kasih, tapi bukan buat nyebat. Inget, kita udah janji buat berenti."

"Tapi mulut gue asem."

"Pake permen."

Suara nyaring agak cempreng itu membuat Ardi dan Revan menoleh ke kanan. Di mana Dara sudah berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang tertuju pada Ardi. Ia berjalan mendekat, tepat di hadapan cowok bobrok yang biasanya ribut itu. "Gue gak bermaksud buat nguping. Tapi tadi gak sengaja."

"Darimana dan sampe mana lo denger, Ra?"

Dara mengembuskan napas pelan. "Semuanya."

Mendadak suasana menjadi dingin dan canggung. Yang terdengar hanyalah keributan dari mereka yang ada di depan. Dapur menjadi sunyi, ketiganya diam, larut dalam pikiran masing-masing.

Dara mengulum bibirnya dan tak sengaja melihat beberapa lembar uang di genggaman tangan Ardi. "Jangan ngerokok."

"Gue lagi ada masalah."

"Emang rokok bisa nyelesaiin masalah lo?" tukas Dara cepat. "Jangan bodoh, Di. Lo masih punya kita. Lo masih punya Tuhan."

Ardi tersenyum miring, lebih ke prihatin terhadap kondisi dirinya. Ada saatnya ia merasa dirinya sendirian. Tidak ada yang menemani atau menopang. Itu membuatnya frustasi dan memilih rokok sebagai jalan keluarnya. Tidak, ia bukan perokok aktif. Ia hanya menyentuh benda haram itu ketika dilanda masalah saja. Tapi tetap saja tidak boleh.

Dara mendongak, menatap Ardi yang ternyata lebih tinggi daripada dirinya. Padahal di antara para cowok, Ardi mendapat posisi terpendek. "Ardi."

Tak sadar melamun, Ardi gelagapan menyahut, "Hah?"

Si ketua kelas mengambil sebelah tangan cowok itu dan menggoyangkannya pelan sembari memelas, "Yaa? Jangan ngerokok, Ardi."

Revan menepuk bahu cowok itu pelan. "Gue udah bilang, kan?"

Ardi diam sebentar, tak langsung menjawab. Ia masih menimbang-nimbang keputusannya. Kenudian, kedua matanya menuju ke Dara. "Kasih gue satu alasan, kenapa gue gak boleh nyebat?"

"Karena itu gak baik."

Ardi berdecak kesal lalu mengibaskan tangannya. "Klise bener."

"Karena lo punya kita."

Kali ini Dara menarik perhatian Ardi. Cowok itu mengangkat kedua alisnya, meminta penjelasan lebih.

Dara tersenyum tipis. "Mau bokap lo sibuk dengan yang lain atau nyokap lo gak peduli sama lo, lo tetap punya kita."

"Ogah," balas Ardi langsung. "Gue gak mau nambah beban lo pada, ah."

Dara berdecak sebal lalu mengambil lagi sebelah tangan Ardi. "Itu gak sebanding dengan apa yang lo lakuin ke kita. Gak usah ngomongin beban, kalo sama-sama gak bakal kerasa, kok."

"Nah, iya."

Dara mendelik pada cowok yang baru saja bersuara itu. "Iya-iya lo juga jangan ikutan ngerokok! Gue pukul lo, ya."

Revan menggeleng pelan sembari mengelus dadanya. "Salah gue apaan coba."

"Kapan ya orang tua gue kena ajab," Ardi mendongak sembari memejamkan kedua mata. "Gak kuat gue liat mereka seneng-seneng gitu."

"Bonyok lo boleh rusak, tapi lo jangan. Perjalanan kita masih jauh, Di. Sayang banget kalo udah kacau dari awal." Dara menarik napas panjang seraya tersenyum. Ia menatap Ardi dan mengelus surai cowok itu pelan.

"Inget itu ya, Mahardika."


KANGEN AK G
KANGEN DONG KANGEN
SOALNYA AK KANGEN KALIAN
MUACH

oiya btw mmaaf baru up y
baru sembuh && baru ada mood

Continue Reading

You'll Also Like

590K 27.9K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
500K 53.9K 23
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...
640K 25K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.1M 17.5K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+